Oleh:
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................... 1
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 2
B. Rumusan Masalah……............................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah dari pada perkembangan hukum Islam tidak bisa dipisahkan dengan sistem
hukum tata negara Islam itu sendiri yang dulunya merupakan sistem kekerajaan. Di dalam
kerajaan tersebut terdapat lembaga hukum yang sering dikenal istilah mufti atau qodhi. Mereka
inilah yang mengatur dan memutuskan suatu perkara-perkara hukum yang ada di negara islam
kala itu.
Penerapan hukum Islam dalam terma kenegaraan secara serius dan sistematis dimulai
pada masa Umar bin Abdul Aziz. Negara pada saat itu merupakan lembaga eksekutif yang
menerapkan hukum Islam sebagaimana dirumuskan oleh otoritas hukum setempat di masing-
masing daerah. Kumpulan hukum (fiqh) yang mengatur hal-hal pokok dilaksanakan secara
seragam. Namun berkaitan dengan hal-hal yang detail banyak terjadi perbedaan karena praktek-
praktek setempat dan variasi-variasi yang berbeda sebagai hasil ijtihad para ulama.1
Legislasi hukum-hukum baru untuk melengkapi hukum Islam dalam skala besar telah
dilakukan oleh penguasa-penguasa Turki Usmani pada abad ke-10 H/16 M yang menghasilkan
qanun (canon). Qanun adalah produk kesultanan, dan bukan produk kekhalifahan.2
Pada tahun 1917 masehi negara Turki merupakan negara pertama yang melakukan usaha
pembaharuan terhadap hukum keluarga di dunia Muslim dengan mencetuskan format Ottoman
Law of Family Right (Qonun Qarar al-Huquq al-‘Ailah al-Uthmaniah).Pembaruan hukum
keluarga di Turki merupakan tonggak sejarah pembaruan hukum keluarga di dunia Islam dan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan hukum keluarga di negara-negara
lain.3
1
Fazlur Rahman, “Islam & Modernity Transformation of an Intellectual Tradition.” Terj., Ahsin Mohammad, Islam dan
Modernitas Transformasi Intelektual. cet IV (Bandung:Pustaka, 2000), h., 108.
2
Fazlur Rahman, “Islam & Modernity Transformation of an Intellectual Tradition...........h., 109.
3
Atho Muzhdar & Khairuddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern,(Jakarta:Ciputat Press, 2003), h.12
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pembaharuan Hukum Keluarga yang terjadi di Negara Turki ?
2. Bagaimana Materi Hukum Keluarga di Negara Turki?
5
BAB II
PEMBAHASAN
Turki merupakan negara Eropa Tenggara dan Asia kecil, yang berbatasan dengan
negara Georgia, Armenia, Azerbaijan, dan Iran di timur, Irak, Suriah dan laut tengah di selatan,
laut hitam di utara, laut Aegea di barat, dan Yunani serta di barat laut. Luas negaranya adalah
779.452 km2, yang diantaranya sekitar 755.688 km2 di Asia kecil (Semenanjung Anatolia) dan
23.764 km2 di Eropa Tenggara. Jumlah rata-rata penduduknyapada tahun 2017 adalah
79.800.000 jiwa, sebagian besar diantaranya termasuk etnis Turki. Agama mayoritas di Negara
tersebut adalah Islam (98%). Sedang ibukota dari negara tersebut adalah Ankara.
Persinggungan islam dengan Turki melalui sejarah panjang, terhitung sejak abad
pertama hijriah hingga suku-suku Turki menjadi penganut dan pembela islam. Dalam proses
politik, ketika politik multi partai diperkenalkan di Turki pada tahun 1946, dakwaan bahwa umat
islam tidak dapat beribadah dengan bebas muncul secara menonjol diantara tuduhan-tuduhan
yang dilemparkan kepada Partai Rakyat Republik yang telah berkuasa selama 27 tahun.
Dakwaan ini datang dari sejumlah partai politik yang baru saja terbentuk dengan suatu ideologi
islam yang samar-samar sebagai dasarnya.4
4
Van Hoeve, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT.Ichtiar Baru), 1994,h.114
5
Atho Muzhdar & Khairuddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern…….h.37
6
ini tidak lagi diberlakukan.Untuk sistematisasi serta kodifikasi sistem hukum, pada tahun 1839
dikeluarkan dekritImperium Hatt-I Syarif sebagai pondasi bagi rezim legislatif modern.6
Turki mempunyai peran penting dalam sejarah hukum Islam, terutama di asia barat.
Hukum perdata Turki pada awalnya didasarkan pada mazhab Hanafi, namun kemudian juga
menampung mazhab-mazhab lain, seperti dalam Majallah al-ahkam al adhiyayang telah
dipersiapkan sejak tahun 1876, namun di dalamnya tidak terdapat aturan tentang hukum
keluarga.8
Aturan hukum yang berkaitan dengan perkawinan dan perceraian mulai dirintis
tahun 1915. Materi perubahan pada tahun tersebut adalah kewenangan (hak) untuk menuntut
cerai yang menurut mazhab Hanafi hanya menjadi otoritas suami. Seorang isteri yang ditinggal
pergi oleh suaminya selama bertahun-tahun atau suaminya mengidap penyakit jiwa ataupun
cacat badan tidak dapat dijadikan dasar bagi isteri untuk meminta cerai dari suaminya.
Pada tahun yang sama dikeluarkan dua ketetapan umum. Pertama, dalam rangka
menolong para isteri yang ditinggalkan suaminya secara resmi didasarkan pada mazhab Hambali
(juga ajaran mazhab Maliki sebagai alasan pendukung). Kedua, dalam rangka memenuhi
tuntutan perceraian dari pihak isteri dengan alasan suaminya mengidap penyakit tertentu yang
6
Atho Muzhdar & Khairuddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern………..hlm. 38
7
Atho Muzhdar & Khairuddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern………..hlm. 39
8
Kodifikasi hukum Majallah al-ahkam al adhiya mempunyai makna yang penting dalam sejarah yang dikenal sebagai kodifikasi
hukum islam yang pertama yang bersumber pada syariáh. Kodifikasi tersebut mulai terbuka dengan tidak semata-mata
mendasarkan pada mazhab Hanafi.
7
membahayakan kelangsungan rumah tangga. Hukum tentang hak-hak keluarga (The Ottoman
Law of Family Rights / Qanun al-huquq al Aila) yang dirintis sejak tahun 1915 kemudian
diundangkan pada tahun 1917 adalah hukum keluarga yang diundangkan pertama kali di dunia
Islam. Hukum tentang hak-hak keluarga tahun 1917 yang dikeluarkan oleh pemerintahan Turki
Usmani mengatur tentang hukum perorangan dan hukum keluarga (tidak termasuk waris, wasiat
dan hibah). Undang-undang ini bersumber pada berbagai mazhab sunni. Hukum tentang hak-hak
keluarga tahun 1917 dalam bagian tertentu berlaku bagi golongan minoritas Yahudi dan Nasrani,
karena undang-undang tersebut dimaksudkan untuk menyatukan yurisdiksi hukum pada
pengadilan-pengadilan nasional. Undang-undang yang terdiri dari 156 pasal ini hanya berlaku
singkat selama dua tahun, namun munculnya undang-undang ini memberikan inspirasi bagi
negara lain untuk mengadopsinya dengan beberapa modifikasi.9
Beberapa tahun setelah pencabutan Hukum tantang hak-hak keluarga tahun 1917
situasi politik di Turki memberikan sedikit ruang untuk melakukan pembaruan hukum. Pasca
konferensi Perdamaian Laussane tahun 1923, pemerintah Turki membentuk komisi hukum untuk
mempersiapkan hukum perdata baru. Komisi tersebut berusaha menempatkan Hukum tentang
hak-hak keluarga tahun 1917, Majallah al-ahkam al adhiya tahun 1876 dan hukum tradisional
yang tidak tertulis ke dalam hukum baru yang menyeluruh. Namun perbedaan pendapat yang
tajam di kalangan modernis dan tradisional – seperti pengambilan materi dari mazhab yang
berbeda dalam hukum Islam, yang bersumber dari hukum adat atau hukum luar – menjadikan
komite hukum kacau dan dibubarkan.
9
J.N.D. Anderson, “Islamic law in the modern world.”, Terj. Machnun Husein, Hukum Islam di Dunia Modern (Surabaya:Amar
Press, 1990), h. 57-58
10
Tahir Mahmood, Family law Reform in the Muslim World (Bombay: N.M. Tripathi, Pvt. Ltd, 1972), h. 17-18. lihat pula
J.N.D. Anderson, “Islamic law in the modern world.”…, h. 95-96
8
Metode pembaruan hukum Islam yang digunakan di Turki pada tahap awal
menggunakan metodetakhayyur. Hal ini dapat dilihat pada kodifikasi hukum majallat al-ahkam
al-adhiya tahun 1876 dengan memilih salah satu dari sekian pendapat mazhab fiqh yang ada.11
Aplikasi metode takhayyur dalam perundang-undangan Turki menurut
Anderson seperti pada aturan ta’lik talak yang dicantumkan pada Pasal 38 Hukum tentang Hak-
hak keluarga tahun 1917 bahwa seorang isteri berhak mencantumkan dalam ta’lik talak bahwa
poligami suami dapat menjadi alasan perceraian. Metode pembaruan hukum keluarga yang
dominan terutama berkaitan dengan perceraian adalah maslahah mursalah. Hal ini nampak dari
ketentuan yang mewajibkan perceraian di Pengadilan, kemaslahatan yang diperoleh adalah sikap
kehati-hatian dan kepastian hukum. Keseimbangan hak antara suami isteri dalam pengajuan cerai
dengan alsan-alasan yang mendasarinya juga dimaksudkan untuk menghindari kesewenang-
wenangan salah satu pihak (suami) yang mengakibatkan kerugian dipihak lain dan
mengembalikan posisi isteri yang sering termarjinalkan oleh konstruksi pemahaman hukum
Islam.12
Pembaruan hukum keluarga di Turki dalam perspektif kategorisasi metode
pembaruan, dapat dikemukakan bahwa metode pembaruan extra doctriner reform nampak pada
masa-masa awal pembaruan ditandai dengan munculnya protes kaum istri yang merasa
terkekang oleh mazhab Hanafi, kemudian memunculkan solusi alternatif perceraian dari pihak
isteri yang ditinggal suaminya yang lebih mengacu pada mazhab Hambali dan Maliki.
Metode intra doctriner reform lebih mewarnai pembaruan hukum keluarga di Turki seperti
penghapusan segala bentuk perceraian di luar pengadilan dengan hanya mengakui perceraian
yang terjadi dalam sidang di pengadilan. Pembaruan ini merupakan bentuk kepastian hukum bagi
masyarakat Turki.
B. Materi Hukum Keluarga Turki
1. Hukum Perkawinan
a. Pertunangan (khitbah, Betrothal)
Hukum keluarga turki mendorong pengadilan untuk tidak mengadakan
perjanjian khusus perkawinan.13 Jika pesta pertunangan sudah dilakukan,
ternyata perjanjian perkawinan batal, pihak yang dianggap bertanggung jawab
11
David Pearl and Werner Menski, Muslim Family Law, third edition (London:Sweet and Maxwell, 1998), h. 21 .
12
Khairuddin Nasution, Status Wanita Di Asia Tenggara, (Jakarta : INIS),2002,h. 279
13
Naskah Hukum Keluarga Turki Th. 1952 pasal II ayat 1
10
14
Atho Muzhdar & Khairuddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern………..hlm. 42-43
15
Atho Muzhdar & Khairuddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern………..hlm. 43
11
16
Khairuddin Nasution, Status Wanita Di Asia Tenggara, (Jakarta : INIS),2002, hlm.245
17
Alhafiz Kurniawan. “Hukum Islam Memandang Praktik Poligami.” dalam http://www.nu.or.id/post/read/82121/hukum-islam-
memandang-praktik-poligami. Diakses 21 Mei 2019
12
Menurut hukum perdata Turki tahun 1926, seorang suami atau isteri yang
hendak bercerai diperbolehkan melakukan pisah ranjang. Jika setelah pisah
ranjang dijalani pada waktu tertentu tidak ada perbaikan kondisi rumah tangga,
maka masing-masing pihak mempunyai hak untuk mengajukan cerai di
pengadilan.
Ketentuan tentang perceraian diatur pada Pasal 129 – 138 Hukum Perdata
Turki tahun 1926. Suami atau isteri yang terikat dalam sebuah ikatan perkawinan
dapat mengajukan perceraian kepada pengadilan dengan alasan-alasan yang telah
ditentukan sebagai berikut :
19
Atho Muzhdar & Khairuddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern………..hlm. 48-49
14
1. Salah satu pihak dapat mengajukan cerai atas dasar perwujudan dari
ketidakcocokan tabiat yang berakibat pada rumah tangga yang tidak
bahagia.
20
Vita Fitria, Hukum Keluarga di Turki Sebagai Upaya Perdana Pembaharuan Hukum Islam,
21
Tahir Mahmood, Status of Personal Law in Islamic Countries:History, Texts and Analysis, Revised Edition (New Delhi:ALR,
1995), hlm. 84
15
2. Pihak yang tidak bersalah dan menderita berhak mengajukan cerai dan
meminta ganti rugi yang layak dari pihak lain.
3. Pihak yang tidak bersalah dan menjadi miskin berhak mengajukan
cerai dan meminta nafkah dari pihak lain selama setahun.
b. Pembatalan dan pemisahan Perkawinan.
Dalam The Turkish Family Law of Cyprus tahun 1951 pasal 19 dijelaskan,
bahwa suatu perkawinan harus dibatalkan apabila salah satu pihak berada
dalam 3 (tiga) kondisi tertentuyaitu :
1. Salah satu pihak telah berumah tangga saat menikah.
2. Salah satu pihak pada saat perkawinan menderita sakit jiwa ataupun
penyakit permanent lainya.
3. perkawinan termasuk yang dilarang. Sedangkan menurut Hanafiyah,
perkawinan dianggap batal jika ada rukun atau syarat dalam
perkawinan yang tidak terpenuhi.
16
BAB III
KESIMPULAN
Pembaharuan hukum keluarga dinegara Turki bersifat sekuler dalam menentukan pasal-
pasal yang dianutnya. Mereka sering berganti-ganti dalam menentukan kebijakan yang dimulai
dengan pembentukan pada tahun 1915. Kemudian mereka memakai Qonun al-Huquq al-
Aila/The Ottoman Law Of Family Right pada tahun 1917 yang merupakan hukum keluarga yang
diundangkan pertama kali di dunia Islam. Hanya saja hukum keluarga di Turki sendiri masih
masih tumpang tindih sehingga pada tahun 1926 mereka memakai hukum perdata swiss tahun
1912 dengan beberapa perubahan yang disesuaikan dengan kondisi dinegara Turki. Dalam
beberapa hal ada yang sangat menyimpang dengan dari hukum tradisional Islam seperti
ketentuan waris dan wasiat.
Walaupun terdapat perbedaan antara modernis dan tradisonalis, namun tidak sampai pada
taraf antipati. Hal ini diantaranya disebabkan oleh watak organisasi ulama di Turki yang tidak
mempunyai institusi keagamaan yang kuat seperti di Mesir (al-Azhar). Hal ini sebagai akibat dari
sekularisasi yang diterapkan di Turki. Aturan-aturan hukum yang mengatur tentang perceraian
dalam perundang-undangan Turki telah mengalami perkembangan yang cukup pesat jika
dibandingkan dengan fiqh konvensional.
Materi hukum keluarga di Turki yang berhubungan dengan keluarga di dalamnya banyak
membahas pasal-pasal tentang hukum perkawinan yang meliputi tentang pertunangan, batasan
umur menikah, poligami, dan orang yang dilarang melakukan perkawinan. Selain daripada itu
terdapat juga pasal-pasal mengenai perceraian dan pembatalan serta pemisahan perkawinan.