Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETIC FOOT
A. DEFINISI
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin
efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang
biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. (Askandar, 2000).
Diabetus Mellitus adalah kelainan bersifat kronik yang ditandai dengan adanya
gangguan karbohidrat,protein dan lemak yng diikuti komplikasi mikrovaskuler
(pembuluh darah kecil) dan makrovaskuler (pembuluh darah besar). Umumnya
diabetes mellitus berkaitan dengan factor keturunan dengan gejala klinis yang paling
utama adalah intoleransi glukosa (Sukmono,2009).
Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah yang
merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu penyakit pada
penderita diabetes bagian kaki. (Misnadiarly, 2007). Salah satu komplikasi yang
sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena
terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin,
rasa sakit pun berkurang.(Thoha, Wibowo.EW)

B. KLASIFIKASI
Menurut Brunner dan Suddart (2002 :1220) ada beberapa tipe Diabetus
mellitus yang berbeda,penyakit ini dibedakan berdasarkan penyebab,perjalanan dan
terapinya. Klasifikasi Diabetus mellitus yang utama adalah:
1. Tipe 1 : Diabetus Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetus
Mellitus)
Pada tipe ini terdapat ketidak mampuan untuk mengasilkan insulin karena sel-sel
beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Disamping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimmbulkan hyperglikemia postprandial (sesudah makan).
2. Tipe 2 : Diabetus Mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent
Diabetus Mellitus)
Pada tipe ini sering dikenal juga dengan sebutan non-insulin dependent diabetus
mellitus (NIDDM) yang disebabkan karena kegagalan relative sel beta dan
resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi oleh hati. Sel B tidak mengimbangi resistensi insulin dengan sepenuhnya
sehingga menyebabkan defisiensi insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa maupun pada rangsangan
glukosa bersama bahan perangsang sekresi lainnya. Berarti sel B pancreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Gustaviani Reno,2006).
Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan klinis diabetus mellitus.
Sel B pancreas masih dapat mengkompensasi sehingga terjadi hiperinsulinemia.
Kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit mengalami peningkatan.
Kemudian setelah terjadi kelelahan sel B pancreas baru terjadi diabetus mellitus
klinis yang ditandai dengan adanya kadar glukosa yang mengalami peningkatan
dan memenuhi criteria diagnosis Diabetus mellitus (Gustaviani,2006).
3. Diabetus Mellitus Gestasional
Pada tipe ini dibatasi pada waktu,pada wanita hamil yang intoleransi glukosanya
pertama kali terdeteksi selama kehamilan tersebut tetap tidak termasuk wanita
yang sebelum kehamilan mengidap DM.
4. Diabetus Mellitus tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain dengan karakteristik gangguan endokrin.

C. ETIOLOGI
Etiologi ulkus diabetik temasuk neuropati, penyakit pembuluh darah
(vaskulopati), tekanan dan deformitas pada kaki. Ada banyak faktor yang berpengaruh
dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum faktor-faktor tersebut dibagi menjadi :
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma
seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok,
dan neuropati otonom.
2. Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).
3. Neuropati sensorik pada kaki bisa menyebabkan terjadinya trauma yang tidak
disadari. Neuropati motorik juga menyebabkan otot intrinsik lemah ntuk
menampung berat badan seseorang dan seterusnya terjadilah trauma.
b. Faktor Presipitasi
1. Perlukaan di kulit (jamur).
2. Trauma.
3. Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
c. Faktor Yang Memperlambat Penyembuhan Luka
1. Derajat luka.
2. Perawatan luka.
3. Pengendalian kadar gula darah.
D. PATOFISIOLOGI
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat
sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering
menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki.
Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan
menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain,
akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul
ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit
diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik
dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata
mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat,
tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan
pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi
gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi
darah yang kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi
penyumbatan aliran darah terutama derah kaki.

Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya


kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita
neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang
tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani,
maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan
amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih
‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD)
diatas 200 mg%. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh
subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang
tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran
darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini
menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
E. PATHWAY
F. TANDA DAN GEJALA
1. Sering kesemutan/gringgingan (asimptomatis)
2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil)
3. Nyeri saat istirahat
4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus)
5. Adanya kalus di telapak kaki
6. Kulit kaki kering dan pecah-pecah

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
1. Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.
2. Pemeriksaan glukosa darah.
3. Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menginfeksi
luka segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
4. Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan sentuhan
ringan, kepekaan terhadap suhu.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Levin(1988), penatalaksanaan ulkus kaki diabetic memerlukan pengobatan
yang agresif dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup:
1. Debridement local radikal pada jaringan sehat.
2. Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas
antibiotic,
contohnya :
a. Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin, ofloxacin),
sulfonamides.
b. Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-lactams
cefloxitin.
c. Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M. ulcerans yang
paling umum digunakan adalah quinolon G.
Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic adalah insulin,
neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit, neuromin, dan oksoferin solution.
3. Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.
4. Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris

Adapun usaha pengelolaan kaki diabetik guna menyelamatkan dari amputasi secara
umum:
1. Memperbaiki kelainan vaskular yanga ada.
2. Memperbaiki sirkulasi.
3. Pengamatan kaki teratur.
4. Pengelolaan pada masalah yang timbul(pengobatan vaskularisasi, infeksi, dan
pengendalian gula darah).
5. Sepatu khusus.
6. Kerjasama tim yang baik
7. Penyuluhan pasien.

I. KOMPLIKASI
Bilous (2002) menyebutkan bahwa komplikasi dari diabetus dapat terjadi pada
semua organ atau semua system tubuh misalnya saraf,jantung,pembuluh
darah,ginjal,mata,otak dan lain-lain yaitu:
1. Kerusakan saraf
Kerusakan saraf adalah komplikasi diabetus yang paling sering terjadi. Gula darah
yang tinggi akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang
member makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati
diabetic. Akibatnya adalah saraf tidak bisa mengirim atau menghantarkan pesan
atau rangsangan berupa impuls ke saraf yang menyebabkan salah kirim impuls
atau keterlambatan kirim. Keluhan yang sering timbul bervariasi mungkin nyeri
pada tangan dan kaki atau gangguan pencernaan serta masalah dengan gangguan
control buang air besar dan kecil.
2. Kerusakan ginjal
Kerusakan saringan ginjal timbul akibat glukosa darah yang tinggi (umumnya
diatas 200 mg/dl). Lamanya diabetus yang diperberat oleh tekanan darah yang
tinggi. Makin lama pasien atau penderita diabetus akan semakin mengalami
kerusakan ginjal.
3. Kerusakan mata
Penyakit DM dapat merusak mata dan menjadi penyebab utama dari kebutaan.
Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetus yaitu
retinopati,katarak dan glaukoma. Ketiganya bisa dicegah atau diperbaiki bila
ditemukan pada tahap awal penyakit.
4. Penyakit jantung
Diabetus dapat menyebabkan berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah
kardiovaskuler antar lainnya angina,IMA (infak miokart akut),hipertensi dan
jantung koroner. Diabetus merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan
penumpukkan lemak di dinding yang rusak dan akan mengalami penyempitan
pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang,tekanan darah
meningkat dan dapat terjadi kematian secara mendadak.
5. Hipertensi
Hipertensi jarang memberikan keluhan yang dramatis seperti kerusakan mata atau
kerusakan ginjal. Orang dengan diabetus cenderung terkena hipertensi dua kali
lipat dibandingkan dengan yang tanpa diabetus. Hipertensi merusak pembuluh
darah antara 35-75% komplikasi diabetus adalah disebabkan hipertensi.
6. Stroke
Dasarnya timbul stroke adalah terjadinya arteriosklerosis atau penyempitan
pembuluh darah di otak. Dimulai dari proses inflamasi diikuti dengan
penumpukan lemak,perlekatan dan pengumpulan sel darah leukosit dan trombosit
serta kolagen dan jaringan ikat lain pada dinding pembuluh darah. Selanjutnya
timbul penyumbatan serta tidak ada suplai O2 ke jaringan otak sehingga terjadi
kematian jaringan otak.
7. Impotensi
Kebanyakan impotensi pada pria dengan diabetus disebabkan oleh gulaa darah
yang tinggi atau terlalu lama mengidap diabetus dengan penanganan yang tidak
sebenarnya. Penyempitan pembuluh darah akan mengganggu aliran darah untuk
mengisi cavum penis. Apabila saraf juga mengalami kerusakanmaka tidak dapat
menghantarkan impuls untuk mengisi cavum pada penis sehingga penis tidak bisa
ereksi.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.

b. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum:
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda – tanda vital.
- Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
- Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
- Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
- Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
- Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
- Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
- Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
- Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.

c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan
dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah
sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu
anggota tubuh.
7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

3. Perencanaan
1) Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah
ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan
bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi
oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok,
dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok
dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek dari stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan
gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah
secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.

2) Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada


ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
- Berkurangnya oedema sekitar luka.
- pus dan jaringan berkurang
- Adanya jaringan granulasi.
- Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada
luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka
dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa
balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus
untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.

3) Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.


Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
- Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
- Pergerakan penderita bertambah luas.
- Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60
– 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama
dalam melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa
nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot
untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus
sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

4) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
- Pergerakan paien bertambah luas
- Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri,
berjalan).
- Rasa nyeri berkurang.
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
Rencana tindakan :
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula
darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam
tindakan keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga
fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk
melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

5) Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
- Berat badan dan tinggi badan ideal.
- Pasien mematuhi dietnya.
- Kadar gula darah dalam batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan
salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam
jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat
mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

6) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu


anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya
secar positif.
Kriteria Hasil : Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa
rasa malu dan rendah diri. Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan
dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan
orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai
pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.

7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
- Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
- Pasien tenang dan wajah segar.
- Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien
ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek
obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami
dan dirasakan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur,
teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien
akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

https://ifafan.wordpress.com/2010/05/27/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan-diabetes-melitus/ diakses tanggal 24 juni 2019
http://askepterkini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-asuhan-
keperawatan_9175.html diakses tanggal 24 juni 2019
https://www.scribd.com/doc/81241720/diabetes-melitus-dengan-komplikasi-diabetic-
foot#download diakses tanggal 24 juni 2019
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, Penerbit
EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6, Penerbit
EGC, Jakarta.
Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book. St.
Louis
Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book. St.
Louis
Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 2001-2002.
NANDA
NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 – 2006, USA
www.medicastore.com, 2004, Informasi tentang penyakit : Diabetes Melitus.

Anda mungkin juga menyukai