Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN OBSERVASI MANAJEMEN RISIKO

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

PROYEK DOUBLE DOUBLE TRACK (DDT) DAN PRASARANA K3


PERKERETAAPIAN
STASIUN MANGGARAI

Laporan Ini Disusun Guna Memunuhi Tugas Besar Mata Kuliah K3

Dosen Pengampu :
Anisah, MT

Disusun Oleh :

Kelompok I

Suganda Wijaya 1503617001

Egi Firgiansyah 1502617024

Farhan Septianto 1503617039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan suasana
kerja yang aman, nyaman, dan mencapai tujuan yaitu produktivitas setinggi-tingginya. K3
sangatlah penting untuk dilaksanakan pada semua bidang aktivitas manusia seperti proyek
pembangunan gedung, rumah, jembatan, jalan raya, dsb. Tanpa terkecuali pula, K3 diterapkan
dalam operasional sebuah aktivitas yang memerlukan disiplin aturan yang ketat seperti
contohnya operasional moda transportasi kereta api, yang mana hal ini sangatlah menjadi titik
penting penunjang kelancaran dan terkendalinya moda transportasi publik ini.

Penerapan K3 dapat mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan, penyakit,


maupun kegagalan operasional suatu pekerjaan. Terjadinya kecelakaan kerja dimulai dari
disfungsional manajemen dalam upaya penerapan Kesehatan dan Keselatan Kerja (K3).
Ketimpangan tersebut menjadi dasar sebab terjadinya kecelakaan kerja, serta meningkatan
potensi bahaya dalam proses produksi, maka diperlukan pengeolaan K3 secara efektif,
menyeluruh, dan terintegritas dalam manajemen perusahaan terkait. Manajemen K3 dalam
organisasi yang efektif dapat membantu dan meningkatkan semangat pekerja dan
memungkinkan mereka memiliki keyakinan dalam pengelolaan. (Akpan, 2011)

Sedangkan faktor penyebab kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia (unsafe
human acts) berupa tindak perbuatan manusia yang tidak mengalami keselamatan seperti tidak
memakai Alat Pelindung Diri (APD), bekerja tidak sesuai prosedur, bekerja sambil bergurau,
menaruh alat dan bahan secara tidak benar, sikap kerja yang tidak disiplin, bekerja didekat alat
berputar, kelelahan, kebosan, dsb. Selain faktor manusia dapat pula disebabkan oleh faktor
lingkungan (unsafe condition) berupa keadaan lingkungan yang tidak aman, seperti mesin
tanpa pengaman, peralatan kerja yang sudah tidak layak pakai, keadaan cuaca yang ekstrim,
kebisingan, lantai kerja yang licin, dsb.

1.2 Manajemen Risiko


Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola
ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk:
Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan
menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya.
Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain,
menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua
konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang
timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, serta
tuntutan hukum. Manajemen risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada risiko yang dapat
dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan.

Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang
berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima
oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh
lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen
risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen
risiko (manusia, staff, dan organisasi). Dalam perkembangannya Risiko-risiko yang dibahas
dalam manajemen risiko dapat diklasifikasi menjadi
Risiko Operasional

Risiko Hazard

Risiko Finansial

Risiko Strategik
Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan Manajemen Risiko
Terintegrasi Korporasi (Enterprise Risk Management). Manajemen Risiko dimulai dari proses
identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi, monitoring dan evaluasi. Berikut adalah gambar
proses manajemen resiko :
1.3 Penilaian Risiko

Penilaian Tingkat Risiko K3 Konstruksi dapat dilakukan dengan memadukan nilai


kekerapan/frekuensi terjadinya peristiwa bahaya K3 dengan keparahan/kerugian/dampak
kerusakan yang ditimbulkannya. Risiko K3 adalah perpaduan antara peluang dan frekuensi
terjadinya peristiwa K3 dg akibat yg ditimbulkannya dalam kegiatan konstruksi.

 Mempunyai 2 dimensi/parameter yaitu peluang/probability dan akibat/konsekuensi


 RISIKO = Probability/Peluang x Konsekuensi /Akibat

Adapun tingkatan kategori risiko :

 Risiko Tinggi, mencakup pekerjaan konstruksi yg pelaksanaannya berisiko sangat


membahayakan keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia, dan lingkungan serta
terganggunya kegiatan konstruksi.
 Risiko Sedang, Mencakup pekerjaan konstruksi yg pelaksanaannya dpt berisiko
membahayakan keselamatan umum, harta benda dan jiwa manusia serta terganggunya
kegiatan konstruksi.
 Risiko Kecil, mencakup pekerjaan konstruksi yg pelaksanaannya tidak membahayakan
keselamatan umum dan harta benda serta terganggunya kegiatan konstruksi.

Jenis Bahaya :

Bahaya adalah segala kondisi yang dapat merugikan baik cidera atau kerugian lainnya,
atau Bahaya adalah sumber, situasi atau tindakan yang berpotensi menciderai manusia atau
sakit penyakit atau kombinasi dari semuanya.

“Melakukan pengendalian risiko K3 konstruksi, termasuk inspeksi yang meliputi”


1. Tempat kerja
2. Peralatan kerja
3. Cara Kerja
4. Alat Pelindung Kerja
5. Alat Pelindung Diri
6. Rambu-rambu dan
7. Lingkungan kerja konstruksi sesuai RK3K
Prosedur identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya :
1) Mengakomodasi kegiatan rutin.
2) Mengakomodasi kegiatan non rutin.
3) Kegiatan semua orang yang memiliki akses di tempat kerja.
4) Perilaku manusia, kemampuan dan faktor manusia lainnya.

5) Mengidentifikasi bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat mempengaruhi
kesehatan dan keselamatan personil di tempat kerja.
6) Bahaya yang ada di sekitar tempat kerja dikaitkan dengan kegiatan kerja penyedia jasa.

7) Sarana dan prasarana, peralatan dan bahan di tempat kerja yang disediakan oleh penyedia
jasa atau pihak lain.

8) Modifikasi pada SMK3 termasuk perubahan sementara dan dampaknya pada operasi, proses
dan kegiatannya.

9) Beberapa kewajiban perundangan yang digunakan terkait dengan penilaian risiko dan
penerapan pengendaliannya.

10) Desain lokasi kerja, proses, instalasi, mesin/peralatan, prosedur operasi dan instruksi kerja
termasuk penyesuaian terhadap kemampuan manusia.

ELEMEN UTAMA DARI MANAJEMEN RISIKO

• Penetapan tujuan; Menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan ruang lingkup manajemen
risiko yang akan dilakukan.

• Identifkasi bahaya; Mengidentifikasi apa, mengapa dan bagaimana faktor-faktor yang


mempengaruhi terjadinya risiko untuk analisis lebih lanjut.
Analisa risiko Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi
yang akan terjadi. Menentukan tingkatan risiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel
tersebut (Probabilitas x Konsekuensi) atau ( Peluang x Akibat ).

Evaluasi risiko: Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar.
Menetapkan tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan prioritas
manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam
kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus
melakukan pengendalian.

 Pengendalian risiko; Melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang


ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode, bisa dengan transfer risiko, dan
lain-lain.
 Monitor dan Review; Monitor dan review terhadap hasil sistem manajemen risiko yang
dilakukan serta mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan.
 Komunikasi dan konsultasi; Komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan
internal dan eksternal untuk tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan.

Penilaian Risiko

Penilaian Resiko merupakan hasil kali antara nilai frekuensi dengan nilai keparahan suatu
resiko. Untuk menentukan kagori suatu resiko apakah itu rendah, sedang, tinggi ataupun
ekstrim dapat menggunakan metode matriks resiko seperti pada tabel matriks resiko di
bawah:

Tabel di bawah merupakan contoh parameter keseringan dari tabel matriks resiko
di atas :
Kategori Contoh Parameter I Contoh Parameter II
Keseringan
Sangat Jarang Terjadi 1X dalam masa lebih Probabilitas 1 dari 1.000.000 jam
dari 1 tahun kerja orang lebih
Jarang Bisa terjadi 1X dalam setahun Probabilitas 1 dari 1.000.000 jam
kerja orang
Sedang Bisa terjadi 1X dalam sebulan Probabilitas 1 dari 100.000 jam kerja
orang
Sering Bisa terjadi 1X dalam Probabilitas 1 dari 1000 jam kerja
seminggu orang
Sangat Sering Terjadi hampir setiap hari Probabilitas 1 dari 100 jam kerja
orang

Tabel di bawah merupakan contoh parameter keparahan dari tabel matriks resiko :

Kategori Contoh Parameter I Contoh Parameter II


Keparahan
Sangat Tidak terdapat cedera/penyakit, tenaga Total kerugian kecelakaan
Ringan kerja dapat langsung bekerja kembali kerja kurang dari Rp.
1.000.000
Ringan Cedera ringan, tenaga kerja dapat Total kerugian kecelakaan
langsung bekerja kembali kerja antara Rp. 1.000.000 –
Rp. 1.500.000
Sedang Mendapat P3K atau tindakan medis, tidak Total kerugian kecelakaan
ada hilang jam kerja lebih dari 1X24 jam kerja antara Rp. 1.500.000 –
Rp. 5.000.000
Parah Memerlukan tindakan medis Total kerugian kecelakaan
lanjut/rujukan, cacat sementara, terdapat kerja antara Rp. 5.000.000 –
jam kerja hilang 1X24 jam Rp. 10.000.000
Sangat Parah Cacat Permanen, Kematian, terdapat jam Total kerugian kecelakaan
kerja hilang lebih dari 1X24 jam kerja lebih dari Rp.
10.000.000

Tabel di bawah merupakan representasi kategori resiko yang dihasilkan dari penilaian
matriks resiko :

Rendah Perlu Aturan/Prosedur/Rambu

Sedang Perlu Tindakan Langsung

Tinggi Perlu Perencanaan Pengendalian

Ekstrim Perlu Perhatian Manajemen Atas


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Metodologi Penelitian
2.1.1 Objek Penelitian : Proyek DDT dan Prasarana K3 Perkeretaapian Stasiun
Manggarai

2.1.2 Instrumen Pnelitian : Wawancara

2.1.3 Pengumpulan Data : Diperoleh dari hasil observasi proyek dan wawancara
dengan koresponden, yakni kepala stasiun manggarai.

2.2 Data Objek Observasi

Nama objek : Stasiun Manggarai

Lokasi : Manggarai, Kec. Tebet, Jakarta Selatan

Tahun : 2019

Korporasi : PT Kereta Api Indonesia (Persero)

PT Adhi Karya (Persero)

2.3 Data Koresponden

Nama : Hendrik Mulyawan

Usia : 38 Tahun

Pekerjaan : Karyawan PT Kereta Api Indonesia (Persero)

(1999 – sekarang)

Jabatan saat ini : Kepala Stasiun Manggarai

2.4 Analisa Data

Data hasil wawancara bersama koresponden akan menjadi sumber analisis resiko yang
akan menghasilkan klarifikasi resiko sesuai dengan besarnya nilai resiko dari masing-masing
resiko yang teridentifikasi. Klarifikasi resiko tersebut adalah risiko rendah (Low risk), Resiko
sedang (Medium risk), dan resiko tinggi (High risk).
Pengamatan (Teori) Kondisi Lapangan Kesesuaian Keterangan
 Pemakaian APD standar, terutama pada pekerja proyek DDT  Pekerja yang memasuki proyek
 Pemakaian APD petugas keamaan stasiun, dimaksudkan untuk diwajibkan untuk memakai APD
mengurangi risiko terkait jatuhnya benda dari proyek yang ada  Petugas keamaan stasiun diwajibkan
diatas, terkena serpihan benda tajam dsb. memakai APD standar operasional
 Alat pengaman berupa jaring-jaring tebal dipasang dibagian atas perkeretaapian, berupa helm, rompi,
APD
peron yang terdapat dibawah proyek. Hal ini dimaksudkan agar sepatu boot, dsb.
penumpang kereta tidak terkena runtuhan material/debu proyek.  Penumpang kereta selalu dihimbau untuk
berhati-hati, agar tidak mengganggu
proyek, maupun masuk ke dalam wilayah
proyek tanpa izin.
 Penggunaan alat berat berupa tower crane dan mobile crane,  Operasional alat berat dan kendaraan
dengan jip 70 m, daya angkut 2.5 ton. Dilakukannya test loading proyek selalu diperhitungkan,
karena posisi lebih dari 40 m dan memaki support cincin baja. dimaksudkan agar proses konstruksi ini
ALAT BERAT  Pemasangan rangka atap baja menggunakan crane tower dengan tidak mengganggu operasional kereta api.
DAN MATERIAL double harnes.
 Penempatan material secara teratur, untuk mengurangi
kerusakan/kehilangan material.
 Perawatan mobile crane
 Tower crane dilengkapi reager, yang dimaksudkan untuk
menyeimbangkan ayunan crane agar tetap stabil pada saat
mengangkat beban.
 Kendaraan proyek seperti angkutan bahan material, alat, dsb.
Diberikan lahan dan jalur masuk tersendiri agar tidak
mengganggu operasional kereta api.
 Bahan-bahan disimpan secara teratur untuk mengurangi
kerusakan/kehilangan.
 Proyek dilengkapi alat pemadam api disetiap unit bagian  Hydrant untuk area stasiun jaraknya
pekerjaan cukup jauh dari stasiun.
KEBAKARAN
 Pengadaan Assembly Point
 Hydrant
 Ada mekanik khusus listrik.
 Panel listrik dengan tata letak ditengah-tengah proyek pekerjaan.
 Isolasi sambungan kabel, tetap ada kemungkinan konslet, karena
kurangnya pemantauan dari pekerja.
LISTRIK
 Jalur listrik dipasang lurus dan teratur, tidak menyilang.
 Pekerjaan yang bersinggungan dengan kabel kereta dikerjakan
diatas jam 00.00, dikerjakan antara jam 01.00-03.00, ketika ada
pekerjaan listrik, semua aliran dimatikan.
 Ditangga dipasang safety net, agar kerikil yang jatuh bisa
tertahan, agar tidak melukai pekerja atau pun penumpang kereta.
 Disediakan smoking area yang jauh dari area penumpang kereta
KESELAMATAN  Pengerjaan atap menggunakan safety bag.
PEKERJA  Pengerjaan rangka atap, pekerja dilengkapi tali sling yang
diikatkan kebatang ragka. Untuk meminimalisir cidera pada saat
pengerjaan atap.
 K3 Manggarai memiliki Rumah sakit rujukan, yakni RS Tebet.
 Ada petugas kebersihan khusus, setiap kotoran /sampah
dikumpulkan setiap sore, dikumpulkan dan diangkut setiap
KEBERSIHAN, malam, agar sampah tidak menumpuk dan mengganggu proyek/
KESEHATAN, operasional kereta api.
DAN KEAMANAN  Seminggu sekali selalu diadakan senam atau olahraga bersama.
 Sering diadakan test darah dan test urin, untuk mengecek
kesehatan dan kebugaran pekerja.
PRASARANA OPERASIONAL KERETA API
 St. Manggarai memiliki peron dengan karakteristik peron tinggi
dengan elevasi +1000 mm dari kepala rel.
PERON  Peron dilengkapi saluran drainase untuk menampung dan
mengalirkan air. Saluran bisa juga dipakai untuk tempat
berlindungan petugas kebersihan untuk menghindar dari kereta
api pada sedang saat pembersihan rel, dengan tinggi celah dari
dasar drainase kurang lebih 120 cm. Sehingga harus
membungkuk untuk masuk ke celah tersebut.
 Celah peron dengan kereta secara rutin selalu diperhitungkan
oleh manajemen PT KAI, terkait jarak yang aman untuk
penumpang pada saat naik dan turun kereta. Celah peron saat ini
semakin diperkecil, untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kaki penumpang yang terperosok masuk ke celah peron.
 Peron dibuat dengan material yang kasar.
 Petugas keamaan selalu disiagakan disetiap 20 meter panjang
peron, dimaksudkan agar petugas dapat memantau penumpang
agar tetap berada di area aman.
 Peron dijalur 1,2,3 menggunakan peron baja. Dengan tinggi 75
cm, dengan tekstur pijakan yang kasar.
 Area peron dilengkapi atap baja, yang cukup mampu
menampung air hujan, namun tidak bisa melindungi penumpang
dari cipratan air hujan.
 Peron dilengkapi garis/marka btas keamanan berdiri maupun
area khusus tertentu.
 Badan rel selalu dirawat dengan memperhatikan sistem
persinyalan, kelistrikan, maupun jaringan drainasenya
 Setiap waktu kedatangan dan keberangkatan kereta, tersedia
announcer yang bertugas untuk memberitahukan kepada petugas
untuk bersiap siaga menjaga pperlintasan maupun peron dari
penumpang, dan penumpang tetap berada di garis aman.
 Area stasiun dilengkapi alat pemadam api ringan dengan
penempatan setiap 25m.
 Hydrant terletak diluar area stasiun
 Disediakan tempat berkumpul (Safe zone) apabila terjadi
KEBAKARAN
keadaan darurat.
 Retail/restorasi yang ada di stasiun, tidak diperkenankan untuk
memakai kompor dengan api, hanya diperbolehkan memakai
kompor listrik.
 Instalasi listrik aliran atas untuk lalu lintas Commuter Line
selalu diperhatikan, untuk kelancaran operasional kereta api.
LISTRIK
 Instalasi listrik dirancang dan disusun dan ditempat sedemikian
teratur, untuk mengurangi kemungkinan konsleting listrik.
 Ada bagian kebersihan khusus area stasiun, terutama pada area
KEBERSIHAN,
lantai. Lantai stasiun selalu dibersihkan agar tidak kotor dan
KESEHATAN,
tidak licin.
DAN KEAMANAN
 Sampah selalu dikontrol penampungannya.
 Sanitasi, ketersediaannya sangat terbatas karena kurangnya
lahan untuk area sanitasi.
 Petugas keamaan selalu diseigakan disetiap area stasiun, hal ini
dimaksudkan agar bisa mengkontrol aktivitas penumpang.
 Area hijau diarea stasiun disediakan didepan, sisi timur, sisi
barat, dan area luar stasiun.
 Tersedia klinik kesehatan, untuk petugas kereta dan penumpang.
Hal ini ditujukan sebagai prasarana penunjang operasional
kereta api.
 Batas area proyek konstruksi dan area naik turun penumpang
kereta diberi pembatas berupa seng yang diberi rambu-rambu
tertentu, seperti dilarang melintas, hati-hati benda jatuh, hati-hati
galian, dsb.
Risk Asessment

Tingkat risiko = Tingkat Keparahan x Tingkat Kemungkinan

Tingkat Tingkat Konsekuensi


kemungkinan 1 2 3 4 5
5 5 10 15 20 25
4 4 8 12 16 20
3 3 6 9 12 15
2 2 4 6 8 10
1 1 2 3 4 5

Tingkat Konsekuensi
Hijau = Rendah Kuning = Sedang Merah = Tinggi Merah Tua = Sangat Tinggi

Nilai Kemungkinan / Nilai Konsekuensi


1-2 = Jarang Terjadi
3-4 = Kadang-kadang Terjadi
5 = Sering Terjadi
HASIL OBSERVASI
Identifikasi bahaya, Penilaian risiko, Skala prioritas, Pengendalian risiko K3, dan Kategori Risiko

PENILAIAN
RISIKO

Frekuensi kemungkinan

Tingkat Konsekuensi
URAIAN IDENTIFIKASI Kategori

Tingkat Resiko
No Pengendalian Risiko K3
PEKERJAAN BAHAYA Risiko

1 Lalu Lintas Kereta Tertabrak/ Terserempet/ 1 5 5  Pensiagaan petugas keamanan untuk Sedang
Api Tergelincir ke rel menjaga area penyebrangan antar peron
 Disediakannya klinik kesehatan
Kaki terperosok ke 2 2 4  Pensiagaan petugas keamanan untuk Rendah
dalam celah peron memberikan arahan kepada penumpang
dengan kereta agar memperhatikan celah peron ketika
naik/ Turun penumpang.
 Pengadaan klinik kesehatan
2. Aktivitas Peron Terjatuh/ Tergelincir 3 2 6  Pensiagaan petugas keamanan, Sedang
 Pembersihan lantai peron agar tidak licin
Kejatuhan benda dari 2 5 10  Memasang Jaring-jaring diatas peron / Sedang
proyek DDT dibawah struktur lapisan atas.
 Memberikan arahan kepada orang
disekitar untuk selalu memperhatikan
rambu-rambu k3 yang berlaku.
 Memberikan batasan berupa seng,
pembatas antara area proyek dan area
penumpang kereta.
3. Instalasi Listrik Tersengat listrik aliran 2 3 6  Pengecekan instalasi listrik secara rutin, Sedang
atas  Memberi arahan kepada setiap orang
untuk tidak bermain-main dengan kabel/
Instalasi listrik.
Kebakaran 1 4 4  Disediakan alat pemadam api ringan Rendah
 Pengecakan instalasi listrik secara rutin.
4. Pekerjaan struktur Terjatuh 2 4 8  Memakai APD yang sesuai dengan Sedang
atas peraturan yang berlaku
- Pemasangan  Memberikan arahan untuk selalu berhati-
rangka atap hati dalam pengerjaan struktur atas.
- Pengerjaan  Memakai harness / Tali pengaman.
struktur
lantai 2 atau  Memberikan pengarahan/ Pelatihan
3 sebelum memulai pekerjaan
Tertimpa material 1 5 5  Pemakaian APD yang sesuai ketentuan Sedang
 Memberikan rambu-rambu K3
 Mengisolasi letak material-material yang
rentan patah/rusak/jatuh.
5. Persiapan Kerja Terjatuh atau terpeleset 3 3 9  Dipasangi rambu-rambu K3 Sedang
Tergores atau  Pengawasan oleh pihak erkait seperti
tersandung supervisor/ pengawas k3
 Pengarahan / Briefing sebelum bekerja
 Pre-check sebelum bekerja
 Memastikan seluruh area aman
6. Pengangkatan Tergores, Terjepit, 2 4 8  Memastikan area pengangkatan aman dan Sedang
Material Besi Terbentur, Tertimpa jauh dari jangkauan orang lain.
7. Pengangkatan / 2 5 10  Memastikan sling/ wire roof yang Sedang
Pemasangan beton digunakan dalam keadaan baik dan
pre-cast terpasang dengan benar.
 Pemilihan operator yang profesional
 Pengawasan area agar tidak ada orang lain
yang masuk ke area pengangkatan
8. Aktivitas Retail Kebakaran 2 3 6  Pengawasan terkait aktivitas retail dalam Sedang
Konsleting Listrik penggunaan alat perapian seperti kompor,
Pencemaran akibat hanya dibolehkan menggunakan kompor
limbah seperti air kakus, listrik dan itu pun dengan jumlah yang
sampah cair & padat, dibatasi.
dsb.  Pengadaan tempat sampah dan area
pembuangan akhir
9. Aktivitas Keadaan darurat tertentu 4 2 8  Penanganan khusus terkait pola Sedang
Penumpang yang tidak bisa operasional yang berlaku
diprediksi, seperti :  Rumah sakit rujukan diperlukan untuk
- Penumpang mengantisipasi keadaan tertentu.
kereta
menghirup debu
proyek
- Penumpang
kejang-kejang,
dsb.
BAB III

KESIMPULAN

Sebuah aktivitas proyek didalam sebuah area publik dengan skala aktivitas manusia
yang cukup tinggi akan muncul pula berbagai risiko-risiko yang mungkin terjadi. Oleh
karenannya sebuah perencanaan, pengerjaan yang terperinci, pengawasan pekerjaan, dan
evaluasi pekerjaan menjadi sebuah hal yang harus dipenuhi. Risiko-risiko yang telah
dipaparkan mungkin saja terjadi kepada siapa pun, entah kepada pekerja proyek DDT,
penumpang kereta api, maupun manusia-manusia disekitarnya apabila hal-hal seperti peraturan
tidak diindahkan.

Penerapan nilai-nilai Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) adalah sebuah usaha
konkret yang wajib dilakukan untuk mengurangi terjadinya risiko-risiko tersebut. Manajemen
Risiko pun harus direncanakan dan diperhitungkan secara terperinci agar hal-hal yang tidak
diinginkan tersebut bisa diantisipasi ataupun dihindari. K3 pula dapat menciptakan
perlindungan dan keamanan dari resiko kecil maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan,
masyarakat, dan lingkungan. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko, Skala prioritas,
Pengendalian risiko K3, dan Pengkategorian risiko menjadi hasl penting yang harus dilakukan
dalam memanajemen risiko K3. Diberikannya pengendalian ataupun solusi-solusi tertentu
yang lebih efisien menjadi hal yang sangat dibutuhkan.

Proyek DDT telah sangat memperhatikan nilai-nilai detail terkait manajemen risiko
yang mungkin terjadi, seklipun proyek ini bersamaan dengan aktivitas tinggi perkeretaapian
yang 24 beroperasi. Pengendalian risiko-risiko telah direncanakan dan diperhitungkan secara
lengkap sesuai dengan peraturan nasional tentang K3 mengenai manajemen risiko, dan
peraturan khusus perkeretaapian Direktorat Jenderal Perkeretaapian RI
BAB IV

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai