Hasil pengukuran aktivitas SOD tikus model preeklamsia meningkat jika dibandingkan
dengan tikus bunting normal. Tikus model preeklamsia dibuat dengan injeksi L-NAME
intraperitoneal selama 5 hari. Preeklamsia pada tikus bunting terjadi mulai trimester kedua antara
hari ke – 8 sampai 14 kebuntingan, paparan L-NAME selama 5 hari setara dengan trimester
kedua kebuntingan tikus (Pambudi, 2017). Injeksi L-NAME selama 5 hari dikategorikan sebagai
paparan subakut (Chinedu et al., 2015), diasumsikan kondisi ini mirip dengan preeklamsia di awal
gestasi sehingga dalam penelitian ini didapatkan aktivitas SOD kelompok kontrol positif lebih
tinggi dibandingkan kontrol negatif. Kondisi ini kemungkinan merupakan bentuk kompensasi awal
tubuh terhadap paparan L-NAME subakut. Paparan L-NAME menghasilkan ROS pada tikus
pertahanan terhadap kerusakan radikal bebas dan mencegah terjadinya stress oksidatif. Apabila
paparan L-NAME berlangsung lebih lama diasumsikan akan terjadi penurunan aktivitas SOD
Peningkatan aktivitas SOD pada preeklamsia sejalan dengan Gohil et al (2011) yang
mendemonstrasikan bahwa SOD meningkat signifikan pada wanita hamil dengan preeklamsia
usia kehamilan 32 – 36 minggu. Dalam penelitian tersebut juga diketahui peningkatan MDA yang
signifikan pada preeklamsia dibanding kehamilan normal, sehingga diduga adanya proses lipid
peroksidasi yang berlebihan selama proses preeklamsia. Peningkatan aktivitas SOD sebagai
bentuk respon adaptif tubuh untuk melawan stress oksidatif yang ditandai peningkatan MDA.
Kondisi ini didukung dengan temuan adanya peningkatan ekspresi gen SOD pada plasenta
preeklamsia dibandingkan dengan plasenta normal (D’Souza et al., 2016). Peningkatan SOD juga
ditemukan pada penelitian Brahmarshi et al (2012), aktivitas SOD pada jaringan plasenta dan
serum wanita preeklamsia meningkat secara signifikan dibanding wanita hamil normal.
Peningkatan aktivitas SOD sebagai bentuk kompensasi tubuh terdapat peningkatan lipid
peroksidasi. Peningkatan lipid peroksidasi dalam preeklamsia terjadi akibat overproduksi ion
superoksida sebagai dampak aktivasi xanthine oxidase dan NADPH oxidase (Aouache et al.,
2018).
Penelitian Sheena (2012) dan Sultana et al (2016) menyatakan hal yang berbeda,
terdapat penurunan aktivitas SOD yang siginifikan pada kelompok preeklamsia dibandingkan
kelompok wanita hamil normal di trimester ketiga kehamilan. Pandey et al (2013) melakukan
penelitian pada 66 pasien usia kehamilan 28 – 38 minggu menunjukkan hasil penurunan aktivitas
SOD yang signifikan pada kehamilan dengan preeklamsia dibanding kehamilan normal (p <
0.001). Peningkatan aktivitas radikal bebas yang berlebihan dalam tubuh ibu hamil dengan
Walaupun terdapat perbedaan aktivitas SOD dalam berbagai penelitian diatas, selalu ada
kesamaan dalam kehamilan dengan preeklamsia yaitu peningkatan kadar MDA (Gohil et al.,
2011; Sheena, 2012; Pandey et al., 2013; Sultana et al. 2016). Oleh karena itu disimpulkan
peningkatan aktivitas SOD dan kadar MDA pada kelompok kontrol positif dibandingkan kontrol
negatif mencerminkan peningkatan aktivitas SOD sebagai kompensasi terdapat peningkatan lipid
peroksidasi.
usia gestasi ketika sampel diambil. Terdapat peningkatan stress oksidatif seiring dengan
kemajuan usia gestasi terutama pada preeklamsia. Kehamilan yang potensial berkembang
menjadi preeklamsia menunjukkan peningkatan stress oksidatif pada usia gestasi diatas 16 – 20
minggu, MDA plasma maternal trimester 1 dan 2 lebih tinggi daripada kehamilan normal
sedangkan SOD menurun pada trimester 2, 3 dan pada darah umbilikus (D’Souza et al., 2016).
Seiring dengan kemajuan kehamilan, nampak adanya penurunan SOD tiap trimesternya
pada kehamilan dengan preeklamsia (D’Souza et al., 2016). SOD pada trimester 1 lebih tinggi
dibanding trimester 2 dan 3 pada kehamilan dengan peeklamsia sehingga dapat diartikan
semakin mendekati aterm aktivitas SOD cenderung menurun. Hal ini mungkin disebabkan SOD
merupakan antioksidan enzimatik yang berperan sebagai pertahanan lini pertama tubuh terhadap
serangan radikal bebas terutama anion superoksida, sehingga aktivitas SOD pada kondisi
kelompok dosis 1 namun aktivitas SOD semakin meningkat seiring dengan penambahan dosis
EVOO. Penurunan aktivitas SOD juga nampak pada penelitian Lopez et al (2013), aktivitas SOD
menurun pada subjek yang mendapatkan asupan EVOO pada menu diet sehari-harinya. Hal ini
menurunkan produksi anion superoksida (Cicerale et al., 2012). SOD dikenal secara luas sebagai
antioksidan enzimatik yang bertugas melakukan dismutase pada anion superoksida menjadi H2O2
(hidropen peroksida) dan O2 (Winarsi, 2007). Apabila anion superoksida telah ditangkap oleh
polifenol EVOO, maka produksi anion superoksida akan menurun. Penurunan jumlah radikal
anion superoksida mengakibatkan penurunan aktivitas antioksidan endogen SOD. Hal ini
mendukung teori bahwa polifenol EVOO berperan sebagai scavanger radikal bebas sekaligus
menurunkan kebutuhan tubuh terhadap antioksidan enzimatik tertentu serta menekan sintesis
beberapa antioksidan enzimatik akibat jumlah radikal bebas yang telah menurun dalam tubuh
(Lopez et al., 2013). Dengan demikian penurunan aktivitas SOD pada penelitian ini sebagai
mekanisme adaptif tubuh karena jumlah radikal anion superoksida yang telah berkurang.
Adanya penambahan aktivitas SOD pada pemberian EVOO dosis 2 dan 3 kemungkinan
terjadi karena salah satu manfaat kandungan fenol dalam EVOO adalah meningkatkan total plasma
(Erythroid-Derived 2)-Like 2 (Nrf2) untuk menghasilkan SOD (Chen et al., 2015; Loboda et al.,
Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah peningkatan rerata aktivitas SOD pada
dosis 2 dan dosis 3 melebihi rerata aktivitas SOD tikus bunting sehat. Oleh karena aktivitas SOD
kelompok kontrol positif berbeda secara nyata dengan dosis 1, disimpulkan dosis optimal EVOO
untuk meningkatkan aktivitas SOD dalam penelitian ini dalam rentang dosis 1 sampai dosis 2.