Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan praktek
pengolahan udang potong kepala (headless).
Dalam menyusun laporan ini, saya banyak memperoleh bantuan serta bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Dosen pemateri pengolahan modern.
2. Orang tua yang memberikan dukungan secara moril dan materil
3. Rekan jurusan teknologi hasil perikanan angkatan 53 yang selalu membantu
bersama-sama dalam setiap proses praktek
Saya menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu saya sangat terbuka akan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
penyempurnanya laporan ini. Saya berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
saya khususnya dan bagi para pembaca.
Penyusun
BAB I
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara agraris yang kaya sumber daya alam, sumber daya
alam ini merupakan potensi bagi Negara Indonesia. Potensi tersebut harus didukung
oleh kebijakan yang memacu perkembangan dengan berlandaskan pada pemanfaatan
sumber daya yang ada. Dalam suatu Industri khususnya dalam Industri pangan
diperlukan suatu usaha untuk mencegah kontaminasi pada produk pangan yang
berproduksi mulai dari bahan baku sampai produk akhir.
Udang adalah salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma
spesifik dan mempunyai nilai gizi tinggih. Di samping itu, daging udang banyak
mengandung asam amino esensial yang penting bagi manusia. Namun udang
memiliki sifat yang sama dengan ikan yaitu (perrisible food) mudah mengalami
kerusakan atau penurunan mutu. Penurunan mutu udang disebabkan oleh faktor-
faktor yang berasal dari badan udang itu sendiri atau faktor lingkungan. Maka dari itu
diperlukan penanganan yang baik agar mutu udang dapat dipertahankan sampai
udang dikonsumsi oleh konsumen, salah satu cara yaitu dengan dibekukan.
Head Less merupakan salah satu produk udang beku yang dibekukan dalam
keadaan utuh yang dipotong kepalanya. Produk ini merupakan komoditas yang tinggi
permintaannya dipasaran internasional dan mempunyai nilai jual yang cukup baik
(Hadiwiyoto, 1993).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktek pengolahan udang potong kepala (headless) adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui alur proses produksi pengolahan udang potong kepala (headless)
2. Mengetahui rendemen pada proses pengolahan udang potong kepala
(headless)
3. Mengetahui praktek sanitasi selama proses produksi udang potong kepala
(headless)
BAB II
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Udang Vannamei
Udang vannamei termasuk crustacea, ordo decapoda seperti halnya udang
lainnya, lobster dan kepiting. Decapoda dicirikan mempunyai 10 kaki, carapace
berkembang baik menutup seluruh kepala. Udang paneid berbeda dengan decapoda
lainnya. Perkembangan larva dimulai dari stadia naupli dan betina menyimpan telur
didalam tubuhnya (Ditjenkan, 2006).
Menurut Wyban et al.,(2000), klasifikasi udang vaname sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
2.2 Morfologi udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
Seperti udang penaeid lain, secara garis besar morfologi udang vaname
(Litopenaeus vannamei) terdiri dari dua bagian utama yaitu kepala(cephalothorax)
dan perut (abdomen). Kepala udang vaname (Litopenaeus vannamei) dibungkus oleh
lapisan kitin yang berfungsi sebagai pelindung, terdiri dari antennulae, antenna,
mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang vaname (Litopenaeus vannamei)
juga dilengkapi dengan tiga pasang maxiliped dan lima pasang kaki jalan (peripoda)
atau kaki sepuluh (decapoda) (Kitani,1994).
Udang vannamei termasuk genus Penaeus dicirikan oleh adanya gigi pada rostrum
bagian atas dan bawah, mempunyai dua gigi di bagian ventral dari rostrum dan gigi 8-
9 di bagian dorsal serta mempunyai antena panjang (Elovaara,2001).
Menurut Kordi (2007), juga menjelaskan bahwa kepala udang vannamei terdiri
dari antena, antenula, dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang vannamei juga
dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda).
Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan.
Pada ujung peripoda beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus). Dactylus ada
pada kaki ke-1, ke-2,dan ke-3. Abdomen terdiri dari 6 ruas, ada bagian abdomen
terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang
membentuk kipas bersama –sama telson(Suyanto dan Mujiman,2004).
Gambar 1.Morfologi udang vannamei (Warsito, 2012).
Jenis kelamin udang vaname (Litopenaeus vannamei) dapat dilihat dari luar. Pada
udang betina disebut thelicum yang terletak diantara kaki jalan ke 4 dan 5, pada
udang jantan disebut patasma terletak diantara kaki jalan ke 5 dan kaki renang
pertama. Secara sepintas kemampuan seekor calon induk untuk menghasilkan telur
sulit diduga melalui bentuk tubuhnya. Akan tetapi melalui pengamatan, bentuk tubuh
yang relatif mendatar cenderung memiliki respon yang positif terhadap ablasi mata
(Kokarkin,1986).
2.3 Komposisi Kimia
Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma
spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih kurang
36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit 17-23%.
Tabel 1. Komposisi kimia udang
Siklus hidup udang vaname sejak telur mengalami fertilisasi dan lepas dari
tubuh induk betina menurut Wyban dan Sweeney (1991), akan mengalami
berbagai macam tahap, yaitu:
1.Nauplius
Stadia nauplius terbagi atas enam tahapan yang lamanya berkisar 46-50
jam.Larva berukuran 0,32–0,58 mm. Sistem pencernaan belum sempurna,
memiliki cadangan makanan berupa kuning telur sehingga tidak membutuhkan
makanan dari luar.
2.Zoea
Stadia zoea terbagi atas tiga tahapan, berlanngsung selama sekitar 4 hari.
Larva zoea berukuran 1,05–3,30 mm. Pada stadia ini larva mengalami molting
sebanyak 3 kali, yaitu stadia zoea 1, zoea 2, dan zoea 3. Stadia zoea sangat peka
terhadap perubahan lingkungan terutama kadar garam dan suhu air. Zoea mulai
membutuhkan makanan berupa fitoplankton.
3.Mysis
Stadia mysis terbagi atas tiga tahapan, yang lamanya 4-5 hari. Bentuk
udang stadia mysis mirip udang dewasa, bersifat planktonis dan bergerak mundur
dengan cara membengkokkan badannya. Udang stadia mysis mulai menggemari
pakan berupa zooplankton, misalnya Artemia salina.
4.Post larva
Pada stadia post larva sudah seperti udang dewasa. Hitungan stadia
berdasarkan hari, misalnya PL1 berarti post larva berumur satu hari. Stadia larva
ditandai dengan tumbuhnya pleopoda yang berambut (setae) untuk renang. Stadia
larva bersifat bentik atau organisme penghuni dasar perairan, dengan pakan yang
disenangi berupa zooplankton.
3. METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Praktik ini dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober dan 07 November 2018 yang
bertempat di workshop teknologi pengolahan perikanan Sekolah Tinggi Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang di gunakan dalam pelaksanan praktik berupa scoresheet,
pengujian organoleptik, peralatan pengolahan berupa meja produksi, pan,
toolbox, timbangan, mesin vaccum, plastik kemasan, dan pulpen.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktik adalah bahan
baku berupa Udang Vanamei dalam keadaan beku yang di ketahui secara jelas
karakteristik, jumlah dan ukurannya, bahan pembantu berupa air untuk bahan
kimia berupa klorin, dan bahan pengemas.
3.3 Metode Pelaksanaan
3.3.1 Proses
Pengamatan alur proses bahan baku mulai dari penerimaan bahan baku,
penimbangan I, pencucian I, pemotongan kepala, pencucian II, sortasi/sizing,
penimbangan II, Pencucian III, Penyusunan dalam wadah,
Pembekuan/freezing, Penggelasan/Glazing, Pengemasan dan pelabelan,
Pendeteksian logam, Penyimpanan beku.
3.3.2 Mutu/ score sheet
Pengamatan mutu bahan baku dan produk akhir yaitu organoleptik bahan
baku dan sensori produk akhir menggunakan scoresheet yang ber-SNI dalam
keadaan mentah(SNI 2705:2014)
3.3.3 Rendemen
Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui berat susut selama
proses pengolahan yaitu sampai berat menjadi produk akhir. Perhitungan
rendemen dilakukan dengan cara melakukan penimbangan berat ikan disetiap
tahapan proses baik itu ikan yang akan melanjutkan ketahap selanjutnya
maupun berat bagian daging ikan yang digunakan dibuang. Tujuan adalah
untuk mengetahui berat bersih dari ikan yang digunakan dalam opimalisasi
produksi dibandingkan berat kotor yang tidak terpakai. Data rendemen
dianalisa menggunakan rumus :
berat akhir
rendemen= ×100
berat awal
3.3.4 Sanitasi
Pengamatan praktik sanitasi mulai dari sebelum produksi, pembuatan
larutan klorin, selama proses produksi berlangsung, hingga sesudah proses
produksi.
3.4 Analisis Data
3.4.1 Pengujian Simpangan (Organoleptik)
Data pengujian organoleptik diperoleh dari scoresheet yang di berikan
terhadap panelis tersebut dan dilakukan perhitungan secara statistik dengan
menggunakan rata-rata. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai
organoleptik adalah :
n
∑ X₁
´ i=1
×=
n
n
∑ X₁
s = i=1
2
n
( (
p x́− 1,96 ∙
s
√n )) ( (
≤ μ ≤ x́ + 1,96 ∙
s
√n ))
BAB IV
Anggota :
1. Abrar hafnia
2. Dian Latifa
3. Inocencia mariabelo
4. Josua dosroha admajaya
5. M. ikhsan
6. M. arif budiyanto
7. Nanda regina nuki
8. Niken nurhaliza
9. Wardah safitri
1. Sebelum produksi
a. Menyiapkan area ruang produksi
b. Mensanitasi bagian dalam ruangan (lantai, meja, dan alat-alat produksi lainnya)
c. Memastikan semua pekerja menggunakan pakaian yang sesuai ketentuan seperti
menggunakan sepatu boat, masker, hairnet, sarung tangan, dan celmek.
2. Pembuatan larutan klorin
a. Klorin yang dibutuhkan untuk bak pencuci kaki
Pembuatan klorin pada produksi 1 dilakukan sebanyak sekali saja selama
proses produksi berlangsung. Untuk memenuhi kebutuhan sanitasi bak pencuci
kaki yang bervolume 270 L dibutuhkan larutan klorin sebanyak 675 ml dengan
konsentrasi klorin 250 ppm. Berikut perhitungannya :
Diketahui :
V1 : 270 L
N1 : 250 ppm
N2 : 100000 ppm
V2 :………….?
Perhitungan :
V1 . N1 = V2 . N2
V 1.N 1
V2 =
N2
270 . 250
=
100000
= 0,675 L
V2 = 675 ml
Produksi 2
Muhamad arzan
Nindi friska
Samila febrianti
Wildan Firdaus
Yumi welviani
Divisi sanitasi dan hygiene bertugas menyiapkan semua peralatan pra produksi
sampai dengan selesai:
1. Membersihkan workshop produksi sebelum produksi produk dimulai
2. Membersihkan peralatan yang akan digunakan selama produksi
3. Memastikan proses produksi yang saniter selama produksi berlangsung
4. Memastikan praktik sanitasi sesuai dengan SSOP
5. Memastikan workshop dalam keadaan yang saniter setelah produksi selesai.
Perhitungan klorin :
A. Untuk bak pencucian kaki
Diketahui : V1 = 100 L
N1 = 100 PPM
N2 = 100.000 PPM
Ditanyakan: V2 ?
1OO.100 = V2.100,000
10,000
V2 =
100, OOO
V2 = 100 ml
Jadi untuk pencucian tangan dibutuhkan larutan klorin dengan konsentrasi 100 ppm
sebanyak 100 ml untuk 100 L air.
Jadi untuk pencucian peralatan dibutuhkan larutan klorin dengan konsentrasi 100 ppm
sebanyak 100 ml untuk 100 L air.
Jadi total larutan klorin yang di butuhkan untuk sanitasi dan hygiene selama proses
produksi yaitu;
675 ml+100 ml+ 100ml = 875 ml
4.3 Produksi
Rendemen = 71,17 %
Rendemen =64,6 %
BAB V
2. Dan rendemen produksi ke-2 sebesar 64,6% dengan jumlah produk 70 pack /500
gr produk. Jumlah pack berdasarkan size = 436 pack
o Size 10-15 =232 pack
o Size 15-20 =204 pack
5.2 Saran
1. Sebaiknya peralatan untuk sanitasi personil dapat di perhatikan dengan
lanjut karena berpengaruh besar saat bersentuhan langsung dengan produk
sepeti haircap, sarung tangan, masker, celemek, dan sepatu boot.
2. Sebelum melakukan proses produksi alangkah baiknya jika di cek terlebih
dahulu hal-hal pendukung untuk melakukan proses produksi tidak
menanggu proses produksi yang akan di lakukan.
3. Perlu adanya kesadaran personal produksi dalam menjaga kebersihan diri
dan produk saat sedang menjalankan proses produksi.