Anda di halaman 1dari 12

Stress

A. Definisi

Menurut Richard (2010) stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang
mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis,
emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang memunculkan stres dapat saja positif (misalnya
merencanakan perkawinan) atau negatif (contoh : kematian keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai
peristiwa yang menekan (stressful event) atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh
individu terhadapnya.

Compas (dalam Preece, 2011) berpendapat bahwa stres adalah suatu konsep yang mengancam dan
konsep tersebut terbentuk dari perspektif lingkungan dan pendekatan yang ditransaksikan.

Baum (dalam Yusuf, 2004) mendefinisikan stres sebagai pengalaman emosional yang negatif yang
disertai dengan perubahan-perubahan biokimia, fisik, kognitif, dan tingkah laku yang diarahkan untuk
mengubah peristiwa stres tersebut atau mengakomodasikan dampak-dampaknya.

Menurut Dilawati (dalam Syahabuddin, 2010) stres adalah suatu perasaan yang dialami apabila
seseorang menerima tekanan. Tekanan atau tuntutan yang diterima mungkin datang dalam bentuk
mengekalkan jalinan perhubungan, memenuhi harapan keluarga dan untuk pencapaian akademik.

Lazarus dan Folkman (dalam Evanjeli, 2012) yang menjelaskan stres sebagai kondisi individu yang
dipengaruhi oleh lingkungan. Kondisi stres terjadi karena ketidakseimbangan antara tekanan yang
dihadapi individu dan kemampuan untuk menghadapi tekanan tersebut. Individu membutuhkan energi
yang cukup untuk menghadapi situasi stres agar tidak mengganggu kesejahteraan mereka.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu peristiwa atau pengalaman yang
negatif sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu yang berasal dari situasi
yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang.

B. Aspek-Aspek Stres

Pada saat seseorang mengalami stres ada dua aspek utama dari dampak yang ditimbulkan akibat stres
yang terjadi, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis (Sarafino, 1998) yaitu :

1. Aspek fisik

Berdampak pada menurunnya kondisi seseorang pada saat stres sehingga orang tersebut
mengalami sakit pada organ tubuhnya, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan

2. Aspek psikologis

Terdiri dari gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah laku. Masing-masing gejala tersebut
mempengaruhi kondisi psikologis seseorang dan membuat kondisi psikologisnya menjadi negatif,
seperti menurunnya daya ingat, merasa sedih dan menunda pekerjaan. Hal ini dipengaruhi oleh
berat atau ringannya stres. Berat atau ringannya stres yang dialami seseorang dapat dilihat dari
dalam dan luar diri mereka yang menjalani kegiatan akademik di kampus.

C. Klasifikasi stres

Stuart dan Sundeen (2005) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu:

1. Stres ringan

Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi ini dapat membantu
individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

2. Stres sedang

Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan mengesampingkan
yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.

3. Stres berat

Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan cenderung memusatkan perhatian
pada hal-hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba
memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan

Jenis jenis stres menurut Selye (dalam Munandar, 2001) membedakan stres menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Distress (stres negatif)

Distress yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif
(bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti
penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan
dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian. Distress merupakan jenis stres yang
diakibatkan oleh hal-hal yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh: pertengkaran, kematian
pasangan hidup, dan lain-lain.

2. Eustress (stres positif)

Eustress yaitu stres yang sangat berguna lantaran dapat membuat tubuh menjadi lebih waspada.
Eustres membuat tubuh dan pikiran menjadi siap untuk menghadapi banyak tantangan, bahkan
bisa tanpa disadari. Tipe stres ini dapat membantu memberi kekuatan dan menentukan
keputusan, contohnya menemukan solusi untuk masalah.

Eustress merupakan jenis stres yang diakibatkan oleh hal-hal yang menyenangkan. Sebagai
contoh: perubahan peran setelah menikah, kelahiran anak pertama, dan lain-lain.

Ada dua macam stres yang dihadapi oleh individu yaitu :


1. Stres yang ego-envolved : stres yang tidak sampai mengancam kebutuhan dasar atau dengan
kata lain disebut dengan stres kecil kecilan.

2. Stres yang ego-involved : stres yang mengancam kebutuhan dasar serta integritas kepribadian
seseorang. Stres semacam ego involved membutuhkan penanganan yang benar dan tepat
dengan melakukan reaksi penyesuaian agar tidak hancur karenanya.

D. Sumber stres (stresor)

Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya
jumlah semua respons fisiologis nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stres
reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa
adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat,
biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity)
seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo, 2002).
Bayi, anak-anak dan dewasa semua dapat mengalami stres. Sumber stres bisa berasal dari diri sendiri,
keluarga, dan komunitas social (Alloy, 2004). Menurut Maramis (2009) dalam bukunya, ada empat
sumber atau penyebab stres psikologis, yaitu frustasi, konflik, tekanan, dan krisis.

1. Frustasi timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral melintang, misalnya
apabila ada mahasiswa yang gagal dalam mengikuti ujian osca dan tidak lulus. Frustasi ada yang
bersifat intrinsic (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam,
kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-
lain).

2. Konflik timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam keinginan,
kebutuhan atau tujuan. Ada 3 jenis konflik, yaitu :

a) Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus memilih satu diantara dua
alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang yang sulit menentukan
keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat
hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jenis konflik ini
biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.

b) Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu dihadapkan pada dua pilihan yang sama-
sama tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamil diluar pernikahan, di satu sisi ia
tidak ingin aborsi tapi disisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk
membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan lebih
banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memiliki
konsekuensi yang tidak menyenangkan

c) Approach-avoidance conflict, merupakan situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus


tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya
seseorang yang berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia
tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok.

3. Tekanan timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri
individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar
individu, misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolah selalu rangking satu, atau istri
menuntut uang belanja yang berlebihan kepada suami.

4. Krisis yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada individu, misalnya kematian orang
yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus segera dioperasi.

Sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh dan di luar tubuh, sumber stres dapat berupa
biologik/fisiologik, kimia, psikologik, sosial dan spiritual, terjadinya stres karena stressor tersebut
dirasakan dan dipersepsikan oleh individu sebagai suatu ancaman sehingga menimbulkan kecemasan
yang merupakan tanda umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis contohnya:

1. Stressor biologik dapat berupa; mikroba; bakteri; virus dan jasad renik lainnya, hewan, binatang,
bermacam tumbuhan dan mahluk hidup lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan misalnya;
tumbuhnya jerawat (acne), demam, digigit binatang dll, yang dipersepsikan dapat mengancam
konsep diri individu.

2. Stressor fisik dapat berupa; perubahan iklim, alam, suhu, cuaca, geografi; yang meliputi letak
tempat tinggal, domisili, demografi; berupa jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi, radiasi
kepadatan penduduk, imigrasi, kebisingan dll.

3. Stressor kimia; dari dalam tubuh dapat berupa serum darah dan glukosa sedangkan dari luar
tubuh dapat berupa obat, pengobatan, pemakaian alkohol, nikotin, cafein, polusi udara, gas
beracun, insektisoda, pencemaran lingkungan, bahan-bahan kosmetika, bahan-bahan pengawet,
pewarna dan lain-lain.

4. Stressor sosial psikologik, yaitu labeling (penamaan) dan prasangka, ketidakpuasan terhadap diri
sendiri, kekejaman (aniaya, perkosaan) konflik peran, percaya diri yang rendah, perubahan
ekonomi, emosi yang negatif, dan kehamilan.

5. Stressor spiritual; yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai keTuhanan.

E. Penyebab stres

1. Stressor psikologis

Stressor yang bersumber dari psikis, misalnya takut, khawatir, cemas, marah kesepian dan lain-
lain (Asiyah, 2010).

2. Stressor biologic
Berbagai penyakit infeksi, trauma fisik dengan kerusakan organ biologic, mal nutrisi, kelelahan
fisik, kekacauan fungsi biologic yang kontinyu.

3. Stressor sosial budaya

Stressor yang bersumber dari kultural yang melatar belakangi kehidupan seseorang, misalnya
ekonomi, persaingan, diskriminasi, perceraian, perubahan sosial yang cepat (Zuyina Luk
Lukaningsih dan Siti Bandiyah, 2011).

F. Gejala-gejala stress

Menurut pendapat Everly dan Giordano mengemukakan beberapa gejala-gejala stres, menurut mereka
akan mempunyai dampak pada suasana hati, otot kerangka, dan organ-organ dalam tubuh, gejala-gejala
tersebut adalah :

1. Gejala-gejala suasana hati, yaitu menjadi overexcited, cemas, merasa tidak pasti, sulit tidur pada
malam hari, menjadi sangat tidak enak dan gelisah, menjadi gugup.

2. Gejala-gejala otot kerangka, yaitu jari-jari dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam, atau
berdiri ditempat, mengembangkan gerakan tidak sengaja, kepala mulai sakit, merasa otot
menjadi tegang atau kaku, menggagap jika bicara.

3. Gejala-gejala organ di tubuh, yaitu perut yang terganggu, merasa jantung berdebar,
menghasilkan banyak keringat, merasa kepala ringan atau pingsan, mengalami kedinginan, wajah
menjadi panas, mulut menjadi kering, terdengar dering dalam kuping (Munandar, 2001).

Menurut pendapat Asiyah (2010) Gejala-gejala yang menandai kondisi stress adalah sebagai berikut :

1. Gejala fisik berupa rasa lelah, susah tidur, nyeri kepala, otot kaku dan tegang terutama pada
leher/tengkuk, bahu, dan punggung bawah, nyeri di dada, berdebar-debar, napas pendek,
gangguan lambung dan pencernaan, mual, gemetar, tangan dan kaki terasa dingin, wajah terasa
panas, berkeringat, sering flu, dan menstruasi sering terganggu.

2. Gejala mental seperti berkurangnya konsentrasi dan daya ingat, ragu-ragu, bingung, pikiran
penuh atau kosong, kehilangan rasa humor.

3. Gejala emosi dapat berupa cemas, depresi, putus asa, mudah marah, ketakutan, frustrasi,tiba-
tiba menangis, merasa tak berdaya, menarik diri dari pergaulan, dan menghindari kegiatan yang
sebelumnya disenangi.

4. Gejala prilaku dapat berupa mondar-mandir, gelisah, menggigit kuku, menggerak-gerakkan


anggota badan atau jari, perubahan pola makan, merokok, minum-minuman keras, menangis,
berteriak, mengumpat, bahkan melempar barang atau memukul (Asiyah, 2010).

G. Dampak-dampak stres
Menurut Powell (1983) stress dapat berdampak positif dan juga bisa berdampak negative.
Dampak positifnya yang mencakup pemuasn kebutuhan dasar, kemampuan menangani masalah,
juga inkulasi stress. Sedangkan dampak negatifnya yang berupa gangguan fisik dan mental serta
dapat juga mempengaruhi perubahan tingkah laku individu.

H. Bentuk Reaksi Individu Terhadap Stres

1. Fisiologis

Walter Canon memberikan deskripsi mengenai bagaimana reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa
yang mengancam. Ia menyebut reaksi tersebut sebagai fight-or-fight response karena respon
fisiologis mempersiapkan individu dapat berespon dengan cepat terhadap situasi yang
mengancam. Akan tetapi bila aurosal yang tinggi terus menerus muncul dapat membahayakan
kesehatan individu. Selye mempelajari akibat yang diperoleh bila stresor terus menerus muncul.
Ia kemudian mengemukakan istilah general adaptation syndrome (GAS) yang terdiri dari
rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stresor.

a) Alarm Reaction

Tahapan pertama ini mirip dengan fight-or-fight response.Pada tahap ini aurosal yang terjadi
pada tubuh organisme terhadap stresor. Tapi tubuh tidak dapat mempertahankan intensitas
aurosal dari alarm reaction dalam waktu yang sangat lama.

b) Stage of Resistance

Aurosal masih tinggi, tubuh masih terus bertahan untuk melawann dan beradaptasi dengan
stresor. Respon fisiologis menurun, tetapi masih tetap lebih tinggi di bandingkan dengan kondisi
normal.

c) Stage of exhaustion

Respon fisiologis masih terus berlangsung. Hal ini dapat melemahkan sistem kekebalan
tubuh dan menguras energi tubuh. Sehingga terjadi kelelahan pada tubuh. Stresor yang

2. Psikologis

Reaksi piskologis terhadap stres meliputi:

a) Kognisi

Manurut Cohen Stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas kognitif. Stresor
berupa kebisingan dapat menyebabkan defisit kognitif pada anak-anak. Kognisi juga dapat
berpengauh dalam stres. Baum mengatakan bahwa individu yang terus menerus memikirkan
stresor dapat menimbulkan stres yang lebih parah terhadap stresor.

b) Emosi
Emosi cenderung terkait dengan stres. Individu sering menggunakan keadaan emosionalnya
untuk mengevaluasi stres. Proses penilaian kognitif dapat mempengaruhi stres dan pengalaman
emosional. Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, phobia,kecemasan, depresi,
perasaan sedih, dan rasa marah.

c) Perilaku Sosial

Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat berperilaku
menjadi positif maupun negatif. Stres juga dapat mempegaruhi perilaku membantu pada
individu. Potensi respon perilaku yang hampir tak terbatas, tergantung pada sifat dari
peristiwa stres. aksi konfrontatif terhadap stressor (fight) dan penarikan dari kejadian yang
mengancam merupakan (Flight) dua kategori umum respon perilaku.

Reaksi psikologis terhadap stres menurut sumber lain yaitu :

1. Kecemasan

Respons yang paling umum merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu
penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan adalah emosi yang tidak menyenangkan
dengan istilah kuatir, tegang, prihatin, takut seperti jantung berdebar-debar, keluar keringan
dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur.

2. Kemarahan dan agresi

Perasaan jengkel sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.
Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stres yang mungkin dapat menyebabkan agresi.

3. Depresi

Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa sedih

I. Tahapan Stres

Martaniah dkk, 1991(dalam Rumiani, 2006 ) menyebutkan bahwa stres terjadi melalui tahapan :

1. Tahap 1

Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-
perasaan sebagai berikut:

a) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)

b) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya

c) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari
cadangan energi semakin menipis.

2. Tahap 2
Dalam tahapan ini dampak/respon terhadap stresor yang semula menyenangkan sebagaimana
diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan
karena cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari,karena tidak cukup waktu untuk
beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk
mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering
dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut:

a) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar

b) Merasa mudah lelah sesudah makan siang

c) Lekas merasa lelah menjelang sore hari

d) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort)

e) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar)

f) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang

g) Tidak bisa santai.

3. Tahap 3

Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-
keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan
mengganggu, yaitu:

a) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan maag, buang air besar tidak
teratur (diare)

b) Ketegangan otot-otot semakin terasa

c) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat

d) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia)
atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia) atau bangun
terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia)

e) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa akan jatuh dan serasa mau pingsan). Pada
tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi,
atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk
beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.

4. Tahap 4

Gejala stress tahap 4 akan muncul :

a) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit


b) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi
membosankan dan terasa lebih sulit

c) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons
secara memadai (adequate)

d) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari

e) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan. Seringkali menolak
ajakan (negativism) karena tiada semangat dan kegairaha

f) Daya konsentrasi daya ingat menurun

g) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

5. Tahap 5

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap 5, yang ditandai dengan
hal-hal sebagai berikut:

a) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan psychological exhaustion)

b) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana

c) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder)

d) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

6. Tahap 6

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack)
dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang dibawa
ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak
ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut:

a) Debaran jantung teramat keras

b) Susah bernapas (sesak napas)

c) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran

d) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan

e) Pingsan atau kolaps (collapse). Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana
digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh
gangguan faal (fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi
kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
J. Teori Stress

1. Stres Model Stimulus

Stres model stimulus menjadi terkenal pada tahun 1940 dan 1950 (Bartlett, 1998). Kemudian
pada tahun 1960-an, para ahli psikologi menjadi tertarik untuk mengkaji konsep stres yang
ditinjau dari pengalaman psikologis (Lyon, 2012). Sebenarnya, perkembangan teori stres model
stimulus berawal dari temuan para peneliti terhadap prajurit militer yang sedang melaksanakan
tugas perang (Bartlett, 1998). Tugas kemiliteran ini pun dianggap sebagai penyebab stres yang
menyebabkan semakin memburuknya kesehatan para militer tersebut. Kondisi kesehatan yang
memburuk itu disebabkan oleh adanya rangsangan atau stimulus yang datang dari luar diri
mereka. Rangsangan tersebut merupakan situasi peperangan yang akan dihadapi. Mereka
membayangkan bahwa situasi peperangan yang akan terjadi adalah sangat berbahaya. Alhasil,
karena mereka banyak memikirkan hal tersebut kesehatan mereka pun cenderung memburuk.

Stres model stimulus merupakan model stres yang menjelaskan bahwa stres itu adalah varibel
bebas (independent) atau penyebab manusia mengalami stres (Lyon, 2012). Atau dengan kata
lain, stres adalah situasi lingkungan yang seseorang rasakan begitu menekan (Bartlett, 1998) dan
individu tersebut hanya menerima secara langsung rangsangan stres tanpa ada proses penilaian
(Staal, 2004). Penyebab-penyebab stres tersebut berperan dalam menentukan seberapa banyak
stres yang akan mungkin diterima. Oleh karena itu, tekanan yang berasal dari situasi-situasi
lingkungan bisa bertindak sebagai penyebab dan penentu pada gangguan-ganguan kesehatan
apabila terjadi dalam kurun waktu yang sering dan dengan jumlah yang berbahaya (Bartlett,
1998). Adapun situasi-situasi yang memungkinkan menjadi pemicu terjadinya stres adalah beban
kerja, kepanasan, kedinginan, suara keributan, ruangan yang berbau menyengat, cahaya yang
terlalu terang, lingkungan yang kotor, ventilasi yang tidak memadai, dan lain sebagainya (Staal,
2004; Hariharan & Rath, 2008)

Bartlett (1998) menegaskan bahwa stres stimulus lebih memfokuskan pada sumber-sumber stres
dari pada aspek-aspek lainnya. Sumber stres tersebut dikenal dengan istilah “stressor”.
Sebenarnya, stressor hanya memberikan rangsangan dan mendorong sehingga terjadi stres pada
seseorang. Stressor berperan sebagai pemicu stres pada individu. Menurut Thoits (1994),
sumber stres (stressor) dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu:

a) life events (peristiwa-peristiwa kehidupan)

Life events (peristiwa-peristiwa kehidupan) berfokus pada peranan perubahan-perubahan


kehidupan yang begitu banyak terjadi dalam waktu yang singkat sehingga meningkatkan
kerentanan pada penyakit (Lyon, 2012)

b) Chronic strain (ketegangan kronis)


Chronic strains (ketegangan kronis) merupakan kesulitan-kesulitan yang konsisten atau
berulang-ulang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ketegangan kronis bisa mempengaruhi
terhadap kesehatan manusia termasuk fisik maupun psikologis (Thoits, 1994).

c) daily hassles (permasalahan-permasalahan sehari-hari).

Daily hassles (permasalah sehari-hari) adalah peristiwa-peristiwa kecil yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari yang memerlukan tindakan penyesuaian dalam sehari saja (Thoits,
1994). Misalnya, seseorang mengalami kesulitan-kesulitan, dan kesulitan tersebut tidak
berlanjut secara terus menerus. Kesulitan yang dihadapi itupun bisa terselesaikan dalam
kurun waktu yang singkat. Ada beberapa contoh dari permasalah sehari-hari, misalnya
pendatang yang tidak diharapkan, kemacatan berlalu lintas, berkomunikasi dengan orang
lain, tugas-tugas keseharian yang penting, tenggat waktu yang tiba-tiba dan berargumentasi
kepada orang lain (Thoits, 1994; Serido, et al., 2004).

2. Stres Model Respons

Stres model respons dikembangkan oleh Hans Selye. Selye adalah ahli yang dikenal luas karena
penelitian dan teorinya tentang stres yang berkaitan dengan aspek fisik dan kesehatan (Lyon,
2012). Merujuk pada

Bartlett (1998), pada tahun 1946, Selye menulis sebuah karya ilmiah yang berjudul “The General
Adaptation Syndrome and Diseases of Adaptation” dan menggunakan istilah stres untuk
mengacu secara khusus pada tekananan yang berasal dari luar individu. Namun, empat tahun
kemudian, yaitu di tahun 1950, Selye mengganti defenisi stres tersebut menjadi respons
seseorang terhadap stimulus yang diberikan. Selye menekankan bahwa stres merupakan reaksi
atau tanggapan tubuh yang secara spesifik terhadap penyebab stres yang mana mempengaruhi
kepada seseorang Lyon (2012) mengistilahkan reaksi tubuh terhadap sumber stres sebagai
variable terikat atau hasil. Hasil stres itu bersumber dari dalam diri individu (Staal, 2004). Hasil
stres itupun meliputi perubahan kondisi psikis, emosional, dan psikologis (Carr & Umberson,
2013). Misalnya, ketika seseorang mengalami situasi yang mengkhawatirkan, tubuh secara
spontan bereaksi terhadap ancaman tersebut. Ancaman tersebut termasuk sumber stres, dan
respons tubuh terhadap ancaman itu merupakan stres respons (Scheneidrman, Ironson & Siegel,
2005). Dengan demikian, perpaduan antara sumber stres dan hasil stres mengarahkan pada
pengertian bahwa stres tidak bisa dipisahkan dari reaksi tubuh terhadap sumber-sumber stres
yang ada. Atau dengan kata lain, tubuh tidak akan memberikan respon apapun kalau tidak ada
rangsangan. Oleh karena itu, stres respons dapat disimpulkan sebagai reaksi tubuh secara
jasmaniah terhadap sumber-sumber stres yang ada atau rangsangan yang menyerang tubuh.

Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana tubuh memberikan respons terhadap sumber stress,
Selye pun memperkenalkan sebuah model stress. Adapun model stress yang diperkenalkan Selye
adalah General Adaptation Syndrome atau disingkat dengan istilah GAS (Rice, 2011). Sesuai pada
GAS ada tiga tahapan stres respons, yaitu :
a) alarm (tanda bahaya)

Alarm merupakan suatu kondisi yang tidak diinginkan dan terjadi ketika ada perbedaan
antara kenyataan yang sedang terjadi dan situasi yang diharapkan (Ursin & Eriksen, 2004).

b) resistance (perlawanan)

Tahapan kedua dari General Adaptation Syndrome adalah resistance (perlawanan).


Perlawanan terjadi saat alarm tidak berakhir atau terus menerus berlangsung. Dampaknya,
kekuatan fisik pun dikerahkan untuk melanjutkan kerusakan-kerusakan karena rangsangan-
rangsangan yang membahayakan sedang menyerang (Lyon, 2012).

c) exhaustion (kelelahan).

Kondisi ini dikarenakan tubuh benar-benar tidak sanggup lagi mengadakan perlawanan
terhadap sumber stres. Atau dengan kata lain, tubuh sudah menyerah karena kehabisan
kemampuan untuk menghadapi serangan yang mengancam

3. Stres Model Transaksional

Stres model transaksional berfokus pada respon emosi dan proses kognitif yang mana
didasarkan pada interaksi manusia dengan lingkungan (Jovanovic, Lazaridis & Stefanovic, 2006).
Atau dengan kata lain, stres model ini menekankan pada peranan penilaian individu terhadap
penyebab stres yang mana akan menentukan respon individu tersebut (Staal, 2004).

Richard Lazarus dan Susan Folkman adalah tokoh yang terkenal dalam mengem-bangkan teori
stres model transaksional. Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan bahwa stres adalah
hubungan antara individu dengan lingkungannya yang dievaluasi oleh seseorang sebagai
tuntutan atau ketidakmampuan dalam mengahadapi situasi yang membahayakan atau
mengancam kesehatan.

Daftar pustaka :

Rasmun, SKp.,M.Kep. Stress, Koping, Dan Adaptasi Teori Dan Pohon Masalah Keperawatan.(Jakarta,
sagung seto, 2004)

Sunaryo, Psikologi Untuk Keperawatan, (Jakarta: EGC, 2010)

Anda mungkin juga menyukai