Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

“PENYULUHAN BENCANA GEMPABUMI DAN LIKUIFAKSI

DI DESA JONO OGE DAN POMBEWE KABUPATEN SIGI”

Pengurangan Risiko Bencana Gempabumi Dan Likuifaksi Di Desa Jono Oge Dan Pombewe
Kabupaten Sigi

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................... 1


HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................... 2
DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori Bencana.................................................... 8
2.2 Upaya Penanggulangan Bencana ...................................... 9
2.4 Teori Gempabumi .............................................................. 11
BAB III METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Pelaksana Kegiatan ........................................................... 15
3.2 Lokasi Penelitian ............................................................... 15
3.3 Sarana ....................................... ....................................... 15
3.4 Alat Penelitian ................................................................... 15
3.5 Kerangka Pemecahan Masalah ................................... 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................... 18

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ............................................................... 20
5.2 Saran ............................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan lempeng-
lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro Asia di bagian Utara, lempeng Indo-
Australia di bagian Selatan, lempeng Filipina dan Samudera Pasifik dibagian Timur.
Tekanan akibat pergerakan lempeng-lempeng ini menyebabkan banyak sesar lokal aktif
diwilayah Sulawesi. Dari aspek tenaga tektonik jelas bahwa bagian Indonesia Timur
memiliki potensi ancaman bencana gempabumi dua kali lebih tinggi dibandingkan
dengan Indonesia bagian barat (Natawidjaya dan Triyoso, 2007). Hal tersebut
menyebabkan wilayah Sulawesi Tengah merupakan daerah yang rawan bencana dengan
tingkat indeks kerawanan tinggi (BNPB, 2011).
Salah satu sesar aktif di Sulawesi adalah sesar Palu Koro yang memanjang
kurang lebih 240 km dari utara (Kota Palu) ke selatan (Malili) hingga Teluk Bone.
Pergeseran pada lempeng tektonik yang aktif menyebabkan tingkat kegempaan di
wilayah ini dikategorikan cukup tinggi (Watkinson dan Hall, 2011). Sebaran lempeng
tektonik di Indonesia terlihat pada Gambar 1.1.

Membuka kembali catatan sejarah gempabumi yang terjadi di Pulau Sulawesi,


banyak gempa besar tercatat diakibatkan oleh pergerakan sesar Palu Koro. Sejarah
gempabumi di Sulawesi Tengah telah tercatat sejak abad ke-19. Beberapa di antaranya
menimbulkan tsunami seperti, gempabumi dan tsunami tahun 1968 di Mapaga (6,0 SR).
Menurut laporan, ketinggian gelombang tsunami mencapai 10 meter dan limpasan
tsunami ke daratan mencapai 500 meter dari garis pantai. Di tempat ini ditemukan 160
orang 2 meninggal dan 40 orang dinyatakan hilang, serta 58 orang luka parah (Daryono,
2011).
Gempabumi yang terjadi pada tanggal 28 September 2018 menguncang Kota
Palu, Donggala, dan Sigi dengan kekuatan 7,4 SR, guncangan gempa yang sangat kuat
tidak hanya menyebabkan tsunami di Kota Palu dan Donggala, lebih dari itu
menyebabkan sedimen di bawah tanah mencair menjadi lumpur, hingga terjadi kenaikan
dan penurunan muka tanah yang disebut dengan fenomena alam likuifaksi. Gempabumi
yang menyebabkan likuifaksi terjadi dengan kondisi batuan tanah tidak padat dan mudah
lepas, juga muka air tanah yang kurang dari < 10 meter, likuifaksi terjadi di daerah Sigi
dengan kekuatan gempabumi lebih dari enam MMI dan durasi gempa di atas satu menit.
Kerusakan dampak likuifaksi akibat gempabumi di Kabupaten Sigi khusunya
daerah Jono Oge mencapai 202 Hektare, dengan kerusakan bangunan sebanyak 500 unit
rumah rusak berat dan hilang. Mengantisipasi dampak dan risiko akibat bencana pada
daerah yang rentan maka diperlukan upaya penanggulangan bencana yang lebih
dititikberatkan pada upaya sebelum terjadinya bencana, yakni penyuluhan bencana yang
dilakukan pada daerah yang memiliki tingkat kerawanan tinggi.
Menurut LIPI UNESCO/ISDR (2006) minimnya pengetahuan untuk memulai
gerakan siaga bencana akan meningkatkan tingginya korban jiwa. Dalam rangka untuk
membangun suatu budaya keselamatan dan kesiapsiagaan pada masyarakat maka
pendidikan kebencanaan melalui penyuluhan bencana menjadi alternatif dalam
penyebarluasan informasi kebencanaan dilingkup masyarakat.
Penyuluhan bencana merupakan salah satu bentuk mitigasi bencana yang
dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan, menanamkan keyakinan sehingga
masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi memiliki kesiapan diri dalam
menghadapi bencana,sehingga menjadikan msyarakat yang madiri dan berdaya tahan
terhadap bencana.
1.2 Rumusan Masalah
Minimnya pengetahuan masyarakat akan bencana meningkatkan tingginya risiko korban
jiwa pada daerah yang rawan bencana. Dalam rangka untuk membangun suatu budaya
keselamatan dan kesiapsiagaan pada masyarakat maka pendidikan kebencanaan melalui
penyuluhan bencana menjadi alternatif dalam penyebarluasan informasi kebencanaan
dilingkup masyarakat.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka permasalahan yang ada yakni “Bagaimana cara
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam mengahadapi bencana
gempabumi di daerah Jono Oge dan Pombewe Kabupaten Sigi”
Penyuluhan bencana dilingkup masyarakat menjadi strategi yang efektif, dinamis dan
berkesinambungan dalam upaya penyebarluasan informasi, pengetahuan, dan
keterampilan bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Hal tersebut dapat
tercapai melalui proses pembelajaran serta pelatihan rutin sehingga masyarakat memiliki
pengetahuan dan keterampilan saat menghadapi bencana.
1.3 Tujuan Kegiatan
1. Peningkatan pengetahuan masyarakat Desa Jono Oge dan Pombewe terkait bencana
gempabumi
2. Peningkatan sikap masyarakat Desa Jono Oge dan Pombewe dalam menghadapi
bencana
3. Peningkatan keterampilan masyarakat Desa Jono Oge dan Pombewe dalam
menghadapi bencana gempabumi
1.4 Manfaat Pengabdian pada Masyarakat
1. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat melalui penyuluhan
bencana gempabumi di Desa Jono Oge dan Pombewe
2. Penyebarluasan informasi dan dampak yang ditimbulkan akibat bencana gempabumi
dan likuifaksi pada masyarakat Desa Jono Oge dan Pombewe dalam menghadapi
bencana
3. Meningkatkan kesadaran masyarakat dan kesiapsiagaan bencana, khususnya
diwilayah dengan tingkat kerawanan tinggi
4. Mengembangkan serta mengaktifkan Kelompok Masyarakat Penanggulangan
Bencana pada masyarakat di Desa Jono Oge dan Pombewe
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori Bencana
2.2.1 Definisi Bencana
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan definisi bencana sebagai berikut : Bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
The United National Disaster Management Training Program,
mendefinisikan bencana adalah kejadian yang datang tiba-tiba dan mengacaukan
fungsi normal masyarakat atau komunitas. Peristiwa atau rangkain kejadian yang
menimbulkan korban jiwa, kerusakan atau kerugian infrastruktur, pelayanan umum,
dan kehidupan masyarakat. Peristiwa ini diluar kapasitas normal dari masyarakat
untuk mengatasinya, sehingga memerlukan bantuan dari luar masyarakat tersebut
(Kollek 2013).
Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 pasal 1 tentang
Penanggulangan Bencana, bencana dibagi menjadi 3 macam yaitu :
1) Bencana alam
Bencana alam merupakan bencana yang disebabkan oleh peristiwa alam, seperti
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, angin topan, kekeringan dan tanah
longsor.

2) Bencana non alam


Bencana non alam adalah bencana disebabkan oleh peristiwa yang bukan dari
alam, yaitu gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, kecelakaan industri,
kecelakaan transportasi dan wabah penyakit.

3) Bencana sosial
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia, seperti
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Center
For Excelent in Disaster Management & Humanitarian Assistance (CFE-DMHA
2015) menambahkan kebakaran hutan sebagai salah satu bencana yang
diakibatkan oleh ulah manusia. Kebakaran hutan dimulai ketika petani membakar
lahan yang luas. Sementara penebangan ini umumnya tidak ramah lingkungan,
karena angin bisa merubah kebakaran yang direncanakan menjadi tidak terkendali.

2.1.1 Upaya Penanggulangan Bencana

Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang

meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,

kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi (Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1

Butir 5). Berikut siklus penanggulangan bencana.

Gambar 2.1 Siklus Penanggulangan Bencana


Sumber : Depkes, 2006

Pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga tahapan yakni :

1) Prabencana yang meliputi:


 Situasi tidak terjadi bencana
 Situasi terdapat potensi bencana
2) Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana
3) Pascabencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana
Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam
setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang
spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana, meliputi :
1) Pada Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :

a) Situasi Tidak Terjadi Bencana


Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak
menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :

a. Perencanaan penanggulangan bencana;


b. Pengurangan risiko bencana;
c. Pencegahan;
d. Pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e. Persyaratan analisis risiko bencana;
f. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang
g. Pendidikan dan pelatihan
h. Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b) Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap siagaan, peringatan dini
dan mitigasi bencana dalam penanggulangan bencana.
a. Kesiapsiagaan
b. Peringatan Dini
c. Mitigasi Bencana
2) Saat Tanggap Darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber
daya;
b. Penentuan status keadaan darurat bencana;
c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
d. Pemenuhan kebutuhan dasar;
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
3) Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana meliputi:
a. Rehabilitasi
b. Rekonstruksi.

2.3 Tinjauan Teori Gempa Bumi


2.3.1 Definisi Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi
yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas gunung
api atau runtuhan batuan. (Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2012).
2.3.2 Jenis Gempa Bumi
Menurut Joko Christanto (2011), faktor penyebab gempa bumi dapat
dibedakan menjadi :

a) Gempa Bumi Tektonik (Tectonik Earthquake) Yaitu gempa bumi yang


disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik yang berupa pergeseran lempeng-
lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat
kecil hingga yang sangat besar.
2.3.3 Penyebab Gempa Bumi
Gempa bumi terjadi karena adanya pelepasan energi yang disebabkan oleh
tekanan lempeng yang bergerak. Tekanan tersebut semakin lama akan semakin
membesar dan akan mencapai tekanan yang tidak dapat ditahan lagi oleh lempeng
tersebut sehingga menghasilkan getaran gempa.
Salah satu proses terjadinya gempa bumi adalah lempeng samudera yang rapat
massanya lebih besar ketika bertumbukan dengan lempeng benua di zona tumbukan
(subduksi) akan menyusup ke bawah. Gerakan lempeng tersebut mengalami
perlambatan akibat gesekan dari selubung bumi, perlambatan dari gerakan tersebut
dapat menyebabkan penumpukan energi di zona subduksi dan zona patahan,
akibatnya pada zona-zona tersebut akan terjadi tekanan, tarikan dan gesekan. Pada
saat batas elastisitas lempeng terlampaui maka terjadilah patahan batuan yang diikuti
oleh lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbulkan getaran partikel ke
segala arah yang disebut dengan gelombang gempa bumi seperti yang terdapat pada
gambar dibawah ini :
Gambar 2.2 Gelombang Gempa Bumi

Sumber : E-learning Kebencanaan

Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan


oleh tekanan yang disebabkan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan
itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan di mana tekanan tersebut
tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa Bumi akan
terjadi. Pergeseran lempeng bumi dapat mengakibatkan gempa bumi karena dalam
peristiwa tersebut disertai dengan pelepasan sejumlah energi yang besar. Selain
pergeseran lempeng bumi, gerak lempeng bumi yang saling menjauhi satu sama lain
juga dapat mengakibatkan gempa bumi. Hal tersebut dikarenakan saat dua lempeng
bumi bergerak saling menjauh, akan terbentuk lempeng baru di antara keduanya.
Lempeng baru yang terbentuk memiliki berat jenis yang jauh lebih kecil dari berat
jenis lempeng yang lama. Lempeng yang baru terbentuk tersebut akan mendapatkan
tekanan yang besar dari dua lempeng lama sehingga akan bergerak ke bawah dan
menimbulkan pelepasan energi yang juga sangat besar. Terakhir adalah gerak
lempeng yang saling mendekat juga dapat mengakibatkan gempa bumi. Pergerakan
dua lempeng yang saling mendekat juga berdampak pada terbentuknya gunung.
Seperti yang terjadi pada gunung Everest yang terus tumbuh tinggi akibat gerak
lempeng di bawahnya yang semakin mendekat dan saling bertumpuk.

2.3.4 Dampak Gempa Bumi


1) Dampak Sosial
Dampak sosial merupakan dampak yang diakibatkan gempa bumi ditandai
dengan masyarakat kehilangan tempat tinggal, harta benda bahkan anggota
keluarga.
2) Dampak Ekonomi
Dampak ekonomi meliputi kerusakan dan kerugian pada infrastuktur, dan
mata pencaharian penduduk tersebut. Dampak ekonomi lainya yang diakibatkan
oleh gempa bumi adalah hilangnya mata pencaharian masyarakat yang terkena
gempa bumi tersebut. Masyarakat tersebut akan mengalami kehilangan
pekerjaanya terutama dibidang jasa maupun manufaktur berskala kecil. Hal ini
dapat mengakibatkan penyusutan ekonomi 18% pada kabupaten-kabupaten yang
mengalami kerusakan
3) Dampak Psikologi
Dampak psikologi yang terjadi karena bencana gempa bumi yaitu kondisi
yang sangat tidak tenang, merasa sangat gelisah, ketakutan, dan trauma. Trauma
yang berlangsung berbulan-bulan maupun bertahun-tahun setelah kejadian
traumatik tersebut. Gangguan traumatik yang dialami oleh korban bencana alam
dapat menimbulkan gangguan stres akut (Acute Stress Disorder/ASD). ASD
adalah suatu reaksi maladaptif yang terjadi pada bulan pertama sesudah
pengalaman traumatis sedangkan gangguan stres pascatrauma (post traumatic
stress disorder/PTSD) adalah reaksi maladaptif yang bekelanjutan. PTSD
kemungkinan berlangsung berbulan-bulan, bertahun-tahun, dan mungkin baru
muncul setelah beberapa tahun setelah adanya pemaparan terhadap peristiwa-
peristiwa traumatis (Nawangsih, 2014).
4) Dampak Lingkungan
Getaran gempa yang memiliki kekuatan gempa di atas 5 Skala Richter
menyebabkan terjadinya getaran dipermukaan bumi, getaran ini menggoyang
benda-benda di atasnya seperti rumah-rumah, perabotan rumah, bangunan, tiang
listrik, pohon dan sebagainya. Bila benda-benda tersebut tidak kuat menahan
getaran maka akan rubuh, tumbang, terpelanting dan jatuh. Korban jiwa akan
terjadi bila benda-benda tesebut menimpa orang-orang yang berdekatan dengan
benda-benda yang jatuh atau terpelanting karena gempa bumi. Gempa bumi yang
berpusat di dasar laut dapat menyebabkan tsunami atau disebut gelombang pasang
besar dan mampu menghancurkan wilayah pesisir. Tsunami yang terjadi setelah
gema bumi di dasar laut menimbulkan gelombang besar yang menghantam
daratan pantai.
5) Dampak Kesehatan
Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif berbeda-beda, antara lain
tergantung dari jenis dan besaran bencana yang terjadi. Kasus cedera yang
memerlukan perawatan medis, misalnya, relatif lebih banyak dijumpai pada
bencana gempa bumi dibandingkan dengan kasus cedera akibat banjir dan
gelombang pasang. Wabah Penyakit juga dapat muncul ketika gempa yang terjadi
telah merusak semua fasilitas yang ada sehingga mengakibatkan sulitnya air
bersih karena terjadi pencemaran air atau saluran – saluran air yang rusak, sanitasi
yang buruk, dan kebersihan yang tidak terjaga. Wabah penyakit yang biasanya
muncul adalah seperti diare, demam berdarah, deman dan flu, sesak nafas, sampai
TBC.
BAB III
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan


Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 25 Oktober 2018 di Desa
Pombewe, Kabupaten Sigi Biromaru

3.2 Sarana dan Alat yang Digunakan

Sarana yang digunakan dalam penyuluhan bencana berupa powerpoint (PPT)


sebagai media komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi secara detail
kepada orang lain dengan jelas sehingga mampu meyakinkan orang lain atas suatu topik
tertentu. Berikut alat yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan ini yaitu :
1. Leafleat
2. LCD
3.3 Pihak-pihak yang terlibat

Kegiatan ini melibatkan staf dosen STIKes Widya Nusantara Palu dan tokoh
masyarakat setempat, koordinator Posko pengungsian serta warga masyarakat yang
menjadi korban gempabumi di Desa Jono Oge dan Pombewe. Pihak-pihak yang terlibat
dalam kegiatan penyuluhan ini mendapat keuntungan secara bersama-sama (mutual
benefit) berupa :
1. Masyarakat Desa Jono Oge dan Pombewe, sebagai subyek dalam pengurangan risiko
bencana, melalui penyuluhan kebencanaan diharapkan memberikan pemahaman
pengetahuan dan keterampilan mengenai kesiapan menghadapi bencana dengan
perubahan perilaku ke arah yang lebih baik, sehingga mampu meningkatkan
kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.
2. STIKes Widya Nusanatra Palu sebagai institusi kesehatan, melalui Lembaga
Pengabdian Masyarakat ikut berperan dalam pengurangan risiko bencana dengan
memberikan pendidikan kebencanaan berupa penyuluhan bencana, sehingga
mendukung pelaksanaan pengabdian masyarakat sebagai bentuk Tri Dharma
Perguruan Tinggi
3.4 Kerangka Pemecahan Masalah
Kerangka berpikir untuk memecahkan masalah kegiatan ini digambarkan seperti
pada Gambar dibawah ini. Dari permasalahan yang muncul disusun berbagai
alternative untuk memecahkan masalah. Selanjutnya dari berbagai alternatif, dipilih
alternative yang paling mungkin dilaksanakan. Berdasarkan kerangka berpikir tersebut,
maka metode dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :

Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan
masyarakat Desa Jono Oge dan
Pombewe terkait bencana Pemecahan Masalah
gempabumi 1. Meningkatkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan masyarakat
2. Kurangnya sikap masyarakat
melalui penyuluhan bencana
Desa Jono Oge dan Pombewe
gempabumi di Desa Jono Oge dan
dalam menghadapi bencana
Pombewe
gempabumi
2. Penyebarluasan informasi dan
3. Kurangnya keterampilan dampak yang ditimbulkan akibat
masyarakat Desa Jono Oge dan
bencana gempabumi
Pombewe dalam menghadapi
bencana gempabumi

Alternatif Pemecahan Masalah


Pendidikan kebencanaan melalui
penyuluhan bencana pada masyarakat Desa
Jono Oge dan Pombewe

Metode Kegiatan
a. Active and participatory learning :
1) Ceramah dan Diskusi
b. Penyebarluasan informasi
kebencanaan melalui media leafleat
c. Melibatkan instansi terkait, tokoh
masyarakat dan masyarakat yang
menjadi korban bencana

Hasil
Melalui penyuluhan bencana diharapkan mampu mengurangi risiko
bencana, meningkatkan kesadaran masyarakat, kesiapsiagaan,
keselamatan, dan ketangguhan di tingkat masyarakat dalam menghadapi
bencana khususnya daerah Jono Oge dan Pombewe Kabupaten Sigi
Biromaru

Gambar 3.1 Bagan Metode Pemecahan Masalah


Sumber : Penulis, 2018
3.5 Realisasi Pemecahan Masalah
1. Ceramah dan Diskusi
Kegiatan ceramah dan diskusi dilakukan untuk memberikan pemahaman
masyarakat tentang bencana. Materi ini akan diberikan oleh staf dosen STIKes
Widya Nusantara Palu. Penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat terkait dengan
penyebab gempabumi, dampak gempabumi bagi masyarakat, upaya penanggulangan
bencana. Ceramah dan diskusi menyasar pada tujuan kegiatan ini.

2. Praktek
Kegiatan ini merupakan lanjutan dari ceramah dan diskusi yang secara khusus
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat
dalam menghadapi bencana, melalui penyuluhan bencana diharapkan mampu
meningkatkan kesadaran masyarakat, kesiapsiagaan, keselamatan, dan ketangguhan di
tingkat masyarakat dalam menghadapi bencana khususnya daerah Jono Oge dan
Pombewe Kabupaten Sigi Biromaru. Kegiatan praktek ini di lakukan oleh staf dosen
STIKes Widya Nusantara Palu.
3.6 Khalayak Sasaran
Khalayak yang dijadikan sasaran kegiatan ini adalah tokoh masyarakat dan
masyarakat Desa Jono Oge dan Pobewe. Keterlibatan mereka dalam kegiatan ini dapat
dilihat pada Tabel:
Tabel 3.1 Keterlibatan Sasaran
Sasaran Kegiatan Hasil
1. Tokoh masayarakat : Ceramah dan diskusi 1. Pengurangan risiko bencana melalui
RT/RW, Koordinator tentang peningkatan pengetahuan, sikap dan
Posko pengungsian di pengurangan keterampilan masyarakat di Desa Jono
Desa Jono Oge dan risiko bencana Oge dan Pombewe dalam menghadapi
Pombewe yang gempa bumi bencana gempabumi dan likuifaksi
terdampak bencana 2. Meningkatkan kesadaran masyarakat
gempabumi dan pengungsian di Desa Jono Oge dan
likuifaksi Pombewe yang terdampak bencana
2. Masyarakat Desa Jono gempabumi dan likuifaksi
Oge dan Pombewe 3. Meningkatkan kesiapsiagaan dan
kapasitas masyarakat di Desa Jono
Oge dan Pombewe dalam menghadapi
bencana
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pelaksanaan Kegiatan


Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk ceramah dan dilanjutkan dengan diskusi
terprogram oleh masyarakat dan dosen Stikes Widya Nusantara Palu. Rincian kegiatan
dapat diperlihatkan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.1 Rincian Kegiatan Pengabdian PadaMasyarakat
Pertemuan ke Kegiatan
1 Survey lapangan : pengambilan data awal
2 Sosialisasi program dan kontrak waktu
3 Ceramah, diskusi
4 Evaluasi

Kegiatan pengabdian masyarakat berupa “penyuluhan bencana pengurangan risiko


bencana gempabumi pada masyarakat di Desa Jono Oge dan Pombewe dilakukan oleh
Dosen dan Mahasiswa STIKes Widya Nusantara Palu bekerja sama dengan masyarakat
korban gempabumi dan likuifaksi di Desa Jono Oge dan Pombewe. Kegiatan ini
dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 25 Oktober 2018 di Desa Pombewe, Kabupaten
Sigi Biromaru, yang dihadiri oleh tokoh masyarakat (RT/RW, Koordinator posko
pengungsian) dan masyarakat sebanyak ± 25 orang.
Proses Jalannya Kegiatan:

a. Penyuluhan diberikan kepada tokoh masyarakat (RT/RW, Koordinator posko


pengungsian) dan masyarakat korban gempabumi dan likuifaksi di Desa Jono Oge dan
Pombewe selama ± 40 menit yang di hadiri sebanyak ± 25 orang.
b. Penyuluhan dilakukan dengan media bantu powerpoint (PPT) sebagai media
komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi secara detail kepada orang
lain dengan menampilkan data, gambar dan video simulasi kejadian gempabumi di
Sulawesi Tengah
c. Diskusi dan tanya jawab mengenai permasalahan yang berkaitan dengan kejadian
gempabumi yang dapat mengakibatkan terjadinya likuifaksi, serta dampak dan
penanggulangan bencana yang diakibatkan oleh gempabumi yang terjadi pada tanggal
28 September 2019
Adapun tujuan dari pengabdian masyarakat adalah untuk memberikan pengetahuan
bencana kepada masyarakat, perubahan sikap sadar akan bencana sebagai masyarakat
yang bermukim di daerah yang rawan bencana gempabumi dan likuifaksi, serta
peningkatan keterampilan masyarakat saat menghadapi bencana, dengan kapasitas
masyarakat yang ada akan menjadikan masyarakat yang tangguh dalam menghadapi
bencana khususnya Desa Jono Oge dan Pombewe Kabupaten Sigi.

Anda mungkin juga menyukai