Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

SNAKE BITE

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan
racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana
binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang
bertujuan melumpuhkan mangsanya;sering kali mengandung factor letal.
Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator; racun bersifat
kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.

2. Etiologi
Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang
berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat
menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa
yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan
yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi
gigitan dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2
macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah),
sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel
saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf
tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-
biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan
saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular
keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.

3. Tanda dan gejala


Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan
ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila
timbul parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot fasial,
berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular racun
pelarut darah adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya
gejala-gejala hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada
rongga mulut, gusi, bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat
juga pada pori-pori kulit seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat
kita lihat pada air kencing (urine) atau hematuria, yaitu pendarahan melalui
saluran kencing. Pendarahan pada alat saluran pencernaan seperti usus dan
lambung dapat keluar melalui pelepasan (anus). Gejala hemorrhage biasanya
disertai keluhan pusing-pusing kepala, menggigil, banyak keluar keringat, rasa
haus,badan terasa lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan
akhirnya mati.
4. Patofisiologi
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein.
Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies
dan usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan
temperatur. Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular
merupakan protein yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel
dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan kerusakan membran plasma.
Komponen peptida bisa ular dapat berikatan dengan reseptor-reseptor yang
ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin dan histamin adalah sebagian
hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang terdapat pada bisa ular
misalnya L-arginine esterase menyebabkan pelepasan bradikinin.
5. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas

6. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik


Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial,hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar
gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan
pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan
waktu retraksi bekuan.
7. Penatalaksanaan Medik
a. Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit.
Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-
satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan pengiriman
secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenomasi sudah
pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik dengan segera dan insisi
dan penghisapan dalam 30 menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan
pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan, merupakan
tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi
ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah
ular tersebut untuk identifikasi.
b. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan
laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah
dan uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, hitung
trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan elektrolit.
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel
darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
c. Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk menghindari
penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
d. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani
syok jika ada.
e. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya
bila syok sudah diatasi dan anti bisa ular (ABU) diberikan.
f. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan
kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak, sesuai dengan jenis ular yang
menggigit apakah berbisa atau tidak.
8. Patways

Bisa Ular
(Polipeptida, enzim, protein)

Masuk ke dalam tubuh


melalui gigitan

Merusak sel-sel endotel


dinding pembuluh darah

Kerusakan membran plasma

Komponen peptida bisa ular


berikatan dengan reseptor

Bereaksi dan menimbulkan


Nyeri, rasa
bradikinin, serotonin, dan
terbakar, dan gatal
histamin

Toksik menyebar melalui


pembuluh darah

KERACUNAN GIGITAN
ULAR
PENATALAKSANAAN KERACUNAN GIGITAN PEMERIKSAAN
1. Bawa ke RS ULAR DIAGNOSTIK
secepatnya 1. Pemeriksaan
2. Evaluasi klinis lengkap Laboratorium Darah
Lengkap
3. Derajat envenomasi
harus dinilai dan
observasi 6 jam
4. Pertahankan posisi
ekstremitas setinggi
jantung
5. Insisi/non insisi sesuai
kondisi klien
Gangguan sistem neurologis Gangguan pada Gangguan
sistem Pernapasan
kardiovaskuler
Mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem
Syok hipovolemik
pernapasan
Toksik masuk ke
pembuluh darah
Koagulopati
MK: Resti Oedema Paru hebat
Infeksi
Hipotensi
Gagal napas
Sukar Bernapas

MK: Kerusakan
pertukaran gas
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Gejala tak segera muncul tetapi 15 menit sampai 2 jam kemudian setelah
korban digigit ular. Kondisi korban setelah digigit :
a. Reaksi emosi yang kuat, penglihatan kembar, mengantuk
b. Sakit kepala, pusing, dan pingsan
c. Mual atau muntah dan diare, gigitan biasanya pada tungkai atau kaki
d. Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar
e. Sukar bernapas dan berkeringat banyak

2. Diagnosa Keperawatan
a.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi endotoksin
b.Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada
hipotalamus
c.Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak
adekuat

3. Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi endotoksin
Tujuan: Pertukaran gas kembali efektif
Intervensi :
1) Auskultasi bunyi nafas
2) Pantau frekuensi pernapasan
3) Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
4) Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam
5) Observasi warna kulit dan adanya sianosis
6) Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
7) Batasi pengunjung klien
8) Pantau seri GDA
9) Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
10) Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)

b. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada


hipotalamus
Tujuan: Hipertermia dapat teratasi
Intervensi :
1) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis
2) Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
3) Beri kompres mandi hangat
4) Beri antipiretik
5) Berikan selimut pendingin

c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak


adekuat
Tujuan: Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
1) Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
3) Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
4) Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
5) Lakukan insfeksi terhadap luka alat infasif setiap hari
6) Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
7) Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang
terbuaka atau antisipasi dari kontak langsung dengan ekskresi atau
sekresi
8) Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaphoresis
9) Inspeksi flak putih atau sariawan pada mulut
10) Berikan obat antiinfeksi (antibiotic)
4. Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini dilaksanakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara
optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan reaksi yang telah
ditetapkan dalam perencanaan keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Tahap ini merupakan kunci keberhasilan dalam proses keperawatan
yang diharapkan pada keadaan gawat darurat gigitan ular.
a. Menunjukan GDA dan frekuensi dalam batas normal dengan bunyi nafas
vesikuler
b. Tidak mengalami dispnea atau sianosis
c. Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
d. Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
e. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Warrell, David A. 2010. Guidelines for the management of snake-bites. WHO


Regional Office for South-East Asia

Warrel, David A. 2010. Snake Bite. Department of Clinical Medicine, University of


Oxford

Prihatini, Trisnaningsih, Muchdor, U.N. Rachman. 2007. Penyebaran gumpalan


dalam pembuluh darah (disseminated intravascular coagulation) akibat racun
gigitan ular. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol.
14, No. 1, November 2007.

Cribari, Cris. 2004. Management of Poisonous Snakebites. American College of


Surgeons Committee on Trauma.

Hafid, Abdul, dkk.2006.Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai