Anda di halaman 1dari 10

Nama : FARIDA ATMAWATI

TUGAS M2 KB 4

1. Berikan komentar anda tentang penegakan hukum yang dilaksanakan terhadap kasus
pencurian Rp. 41 ribu.
2. Indonesia adalah negara hukum yang demokratis, konsepsi ini mendapat pengaruh
dan tradisi konsep Rechstaat dan Role of law. Jelaskan persamaan dan perbedaan dua
konsep tersebut dan mengapa ke dua konsep ini mengilhami konsepsi negara hukum
Indonesia.
3. Berikan argumentasi anda bagaimana upaya mewujudkan masyarakat yang taat dan
menjunjung tinggi hukum

JAWABAN :
1. Jakarta - Jaksa banding terhadap putusan Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Sumatera
Utara, terkait kasus pencurian ringan dengan terdakwa Ismail Sitepu (30), Lian
Sempurna (28) dan Awang Setiawan. Mereka didakwa mencuri beberapa biji sawit,
Awang senilai Rp 41 ribu dan lainnya senilai Rp 500 ribu.
Kasus bermula saat keduanya mengendap-endap ke kebun sawit pada 7 Maret
2015 dan mencuri 34 tandan sawit. Setelah itu mereka membawa tandan sawit itu ke
sebuah pekarangan rumah dan menutupi daun-daunan. Tiga hari setelahnya, mereka
mendatangi lokasi dan membawa tandan sawit itu dengan dicicil. Pada tahap dua,
keduanya ditangkap satpam kebun sawit. Ismail dan Lian pun dibawa ke kantor polisi
dan dihadirkan ke persidangan karena dinilai merugikan pemilik sawit sebesar Rp 500
ribu.
Nah, di depan pengadilan inilah terjadi selisih paham. Jaksa ngotot mendakwa
keduanya dengan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP dengan ancaman maksimal 9 tahun
penjara. Tapi Pengadilan Negeri (PN) Stabat menyatakan sebaliknya. Sebab berdasarkan
Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian
Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP, kasus ini masuk dalam
pasal 364 KUHP.
Perma tersebut berbunyi:
Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun
perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam
sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang
dicuri tidak lebih dari Rp 2.500.000 diancam karena pencurian ringan dengan pidana
penjara paling lama tiga bulan.

Atas pertimbangan tersebut, hakim tunggal Sunoto lalu menjatuhkan hukuman sesuai
Pasal 364 KUHP jo Perma Nomor 2/2012.
"Menjatuhkan pidana kepada para Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara masing-masing selama 3 bulan," putus Sunoto sebagaimana dilansir website
Mahkamah Agung (MA), Rabu (13/5/2015).

Atas putusan ini, jaksa bukannya tunduk pada Perma tetapi mengajukan banding. Jaksa
bersikukuh jika keduanya telah melakukan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP. Kasus ini juga
dialami oleh teman keduanya Awang Setiawan yang dilakukan dalam waktu berdekatan.
Ia mencuri sawit seharga Rp 41 ribu. PN Stabat menjatuhkan hukuman 3 bulan penjara.
Serupa dengan kasus Ismail dan Lian, jaksa juga menyatakan banding terhadap putusan
Awang.

Sebagaimana diketahui, Perma Nomor 2/2012 terbit didasari banyaknya kasus-kasus


pencurian ringan yang masuk ke pengadilan. Seperti kasus nenek Minah, kasus sandal
jepit hingga kasus segenggam merica. Ketua MA Harifin Tumpa lalu mengeluarkan
langkah revolusioner dengan mengeluarkan Perma Nomor 2/2012 sehingga kasus
serupa bisa disidang tanpa terdakwa harus ditahan. Sayang, jaksa belum mempunyai
semangat yang sama dengan MA.
Sebagai peraturan yang diterbitkan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya
peradilan, PERMA telah menunjukkan berbagai peranannya di dalam memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di bidang peradilan. Hal ini dapat
terlihat dari beberapa putusan Hakim yang ternyata mempergunakan PERMA sebagai
dasar di dalam bagian pertimbangan hukumnya, dalam hal terjadinya kekosongan
ataupun kekurangan aturan di dalam undang-undang hukum acara. Kesemuanya itu
dilakukan oleh Mahkamah Agung sebagai sarana penemuan hukum dan dalam rangka
melakukan penegakan Hukum di Indonesia. Akhirnya walaupun penuh pro dan kontra
keberadaan Perma No 2 Tahun 2012.
Sebaiknya sosialisasi terhadap keberadaan PERMA tersebut agar lebih
ditingkatkan dan instansi penegak hukum lainnya seperti Polisi dan Kejaksaan agar
dapat menyesuaikan di jajaran masing-masing, sehingga PERMA dapat diterapkan guna
keadilan bagi pencari keadilan khususnya masyarakat tidak mampu, yang terkadang
terpaksa 42 melakukan suatu tindak pidana ringan demi sesuap nasi. Maka secara tidak
langsung membantu penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di bidang Peradilan
dan sebagai payung hukum sementara menanti KUHP yang baru atau menanti Perma
tersebut menjadi Undang-Undang tersendiri. Keluarnya Peraturan Mahkamah Agung
(Perma) Nomor 2 Tahun 2012 tentang tindak pidana ringan (Tipiring) terhadap pelaku
pencurian, penipuan, penggelapan dan penadahan dengan jumlah kerugian di bawah
Rp2.500.000,- tidak perlu dilakukan penahanan, mengundang kontroversi dari sejumlah
pihak. Penerapan Perma No. 2 Tahun 2012 ini sebenarnya hanya berlaku bagi Hakim
Pengadilan, dan tidak berlaku bagi Penyidik dalam hal ini Penyidik Polri dan Kejaksaan
(sesuai yang tercantum dalam Pasal 2). Namun demikian, yang menjadi persoalan
adalah mengenai apakah tersangka akan dikenakan penahanan atau tidak.
Hal ini mengingat dalam Pasal 2 (3) Perma 02/2012 ini dijelaskan bahwa, apabila
terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan, maka Ketua Pengadilan tidak menetapkan
penahanan atau perpanjangan penahanan. Ini tentu suatu hal yang sangat ironis,
mengingat permasalahan penahanan tersangka merupakan kewenangan dan
pertimbangan Penyidik. Kelemahan yang mendasar dari Perma Nomor 2 Tahun 2012
adalah regulasi itu hanya merupakan peraturan (regeling) yang mengikat untuk internal
hakim-hakim di lingkungan MA, yakni di Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi
(PT). Konsekuensinya, Ketua Pengadilan dalam melihat kasus tindak pidana harus
mampu melihat nilai objek sengketa ketika menerima pelimpahan perkara pencurian,
penipuan, penggelapan, dan penadahan dari jaksa penuntut umum. Bila mendasarkan
pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara (KUHAP), kasus pidana harus terlebih dahulu
melalui dua pintu, yakni penyidikan di Kepolisian dan penuntutan di Kejaksaan.
Persoalannya, dua institusi Hukum ini tidak terikat oleh Perma tersebut.
Lebih dari itu, dua institusi Hukum itu juga belum merespon secara positif atas
Perma, misalnya dengan menindak lanjuti di level bawah Kepolisian dan Kejaksaan
dalam memproses kasus-kasus tipiring. 43 Terkait dengan ketentuan jumlah denda
dalam tindak pidana pencurian ringan menurut Perma No. 02 Tahun 2012, maka
penyesuaian nilai rupiah berpedoman pada harga emas yang berlaku pada sekitar tahun
1960. Bahwa batasan nilai yang diatur dalam Pasal-Pasal pidana ringan tersebut perlu
disesuaikan dengan kenaikan tersebut, untuk mempermudah perhitungan Mahkamah
Agung menetapkan kenaikan nilai rupiah tersebut tidak dikalikan 10.077 namun cukup
10.000 kali.
Dengan dilakukannya penyesuaian seluruh nilai uang yang ada dalam KUHP baik
terhadap Pasal-Pasal tindak pidana ringan maupun terhadap denda diharapkan kepada
seluruh Pengadilan untuk memperhatikan implikasi terhadap penyesuaian ini dan sejauh
mungkin mensosialisasikan hal ini kepada Kejaksaan Negeri yang ada diwilayahnya agar
apabila terdapat perkara-perkara pencurian ringan maupun tindak pidana ringan lainnya
tidak lagi mengajukan dakwaan dengan menggunakan Pasal 362, 372, 378, 383, 406
maupun 480 KUHP namun Pasal-Pasal sesuai yang mengacu pada Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 2 Tahun 2012. Selain itu jika Pengadilan menemukan terdapat terdakwa
tindak pidana ringan yang dikenakan penahanan agar segera membebaskan. Selain itu
mengefektifkan kembali pidana denda serta mengurangi beban Lembaga
Pemasyarakatan yang saat ini telah banyak melampaui kapasitasnya yang telah
menimbulkan persoalan baru, sejauh mungkin para Hakim mempertimbangkan sanksi
denda sebagai pilihan pemidanaan yang akan dijatuhkan, dengan tetap
mempertimbangkan berat ringannya perbuatan serta rasa keadilan masyarakat.

2. KONSEPSI RECHTSSTAAT DAN RULE OF LAW


Negara hukum adalah suatu doktrin dalam ilmu hukum yang mulai muncul pada
abad ke-19 di Eropa, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi.
Negara hukum merupakan terjemahan dari Rule of Low atau Rechtsstaat. Secara
sederhana pengertian negara hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di negara yang berdasarkan hukum, negara
termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan
tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum.

Negara hukum menurut Friedman, dibedakan antara pengertian formal (in the
formal sense), dan pengertian hakiki (ideological sense). Dalam pengertian formal
Negara hukum tidak lain adalah "organized public power" atau kekuasaan umum yang
terorganisasikan. Oleh karena itu, setiap organisasi hukum (termasuk organisasi yang
namanya negara) mempunyai konsep negara hukum, termasuk negara-negara otoriler
sekalipun. Negara hukum dalam pengertian hakiki (materiil), sangat erat hubungannya
dengan menegakkan konsep negara hukum secara hakiki, karena dalam
pengertian hakiki telah menyangkui ukuran-ukuran "entang hukum yang baik dan
hukum yang buruk. Cara menentukan ukuran-ukuran tentang hukum yang baik dan
hukum yang buruk dalam suatu konsep negara hukum sangat sulit, karena setiap
masyarakat yang melahirkan konsep tersebut berbeda satu sama lain dan karenanya
"rasa keadilan" di setiap masyarakat berbeda pula.
Dengan demikian, ide negara hukum terkait erat dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan
‘the rule of law’, meskipun terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia sama-sama
negara hukum, namun sebenarnya terdapat perbedaan antara rechtsstaat dan rule of
law. Menurut Prof. Dr. Mahfud MD, perbedaan konsepsi tersebut sebenarnya lebih
terletak pada operasionalisasi atas substansi yang sama yaitu perlindungan atas hak-hak
asasi manusia.

Substansi Konsepsi Rechtsstaat Dan Rule Of Law


Berbagai doktrin yang menunjukkan ciri-ciri dari suatu negara hukum muncul seiring
dengan berkembangnya konsep negara hukum baik di negara menganut si stem hukum
Anglo Saxon dan sistem hukum Eropa Kontinental. Dalam sistem hukum Anglo Saxon,
negara hukum sering disebut Rule of Law, sedangkan di negara yang menganut sistem
hukum Eropa Kontinental disebut sebagai Rechtsstaat.
Frederich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental memberikan ciri-ciri
Rechtstaat meliputi:
a. Hak Asasi Manusia;
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin Hak Asasi Manusia yang
biasa dikenal sebagai trias politica;
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan peraturan; dan
d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Adapun AV Dicey dari kalangan ahli hukum anglo saxon memberi ciri-ciri Rule of Law
sebagai berikut:
a. Supremasi hukum;
b. kedudukan yang sama di depan hukum ; dan
c. terjaminnya Hak Asasi Manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan.
Sedangkan, International Commision of Jurist pada konfrensinya di Bangkok pada tahun
1965 merumuskan ciri-ciri negara demokratis di bawah Rule of Law, yang meliputi:
a. Perlindungan konstitusional dalam arti bahwa konstitusi selain dari pada menjamin
hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh
perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
b. badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
c. kebebasan untuk menyatakan pendapat;
d. pemilihan umum yang bebas;
e. kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi; dan
f. pendidikan kewarganegaraan.
Sebagian ciri negara hukum yang telah diuraikan di atas khususnya dalam konsep
negara hukum material, dalam penerapannya di berbagai negara demokrasi modern
hampir semua dilaksanakan, hanya saja seringkali law in the book seringkali berbeda
dengan law in action, atau das sollen berbeda dengan das sein. Penyimpangan antara
aturan hukum yang telah dibuat dan seharusnya berkedudukan di atas segalanya
dengan kenyataan bahwa intervensi kekuasaan mempengaruhi pelaksanaan hukum
menjadikan hukum dipengaruhi oleh anasir-anasir non hukum yang seharusnya tidak
boleh terjadi dalam proses penegakan hukum. Setidaknya ciri-ciri negara hukum di atas
dapat menjadi indikator pelaksanaan konsep negara hukum pada suatu negara.
Dari uraian-uraian di atas, menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, dapat dirumuskan
kembali adanya dua belas prinsip pokok Negara Hukum (Rechtsstaat) yang berlaku di
zaman sekarang. Kedua-belas prinsip pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang
menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut sebagai
Negara Hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat) dalam arti yang sebenarnya,
yaitu:
1. Supremasi Hukum (Supremacy of Law)
2. Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law)
3. Asas Legalitas (Due Process of Law)
4. Pembatasan Kekuasaan
5. Organ-Organ Eksekutif Independen
6. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak
7. Peradilan Tata Usaha Negara
8. Peradilan Tata Negara (Constitutional Court)
9. Perlindungan Hak Asasi Manusia
10. Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat)
11. Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat)
12. Transparansi dan Kontrol Sosial
3. Upaya mewujudkan masyarakat yang taat dan menjunjung tinggi hukum

Cara Menanamkan Kesadaran Hukum Pada Warga Masyarakat wajib dilakukan


semua pihak agar tertib hukum dapat berjalan lancar. Hukum adalah suatu sistem yang
digunakan untuk mengatur sebuah lembaga atau sebuah kelompok masyarakat
tertentu. Hukum muncul untuk mengatur norma dan kehidupan masyarakatnya agar
tidak saling mencelakai satu sama lain. Hukum mengatur semua regulasi tentang apa
yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh masyarakat. Dari pengertian inilah
diketahui bahwa hukum mengatur semua tindakan manusianya. Sebagai salah satu
contoh sederhana adalah hukum membuang sampah, ada beberapa tempat di penjuru
dunia yang melarang warganya untuk membuang sampah sembarangan dan akan
terkena pidana jika melakukannya. Hal itu membuat tempat tersebut menjadi bersih
dan lebih teratur. Itulah guna dari hukum, yakni untuk membuat suatu keadaan, baik
poitik, sosial, maupun ekonomi dan beberapa bidang yang lain menjadi lebih tertata dan
lebih baiK.

Cara Menanamkan Kesadaran Hukum Pada Warga Masyarakat ada banyak caranya.
Hukum sejatinya tak akan pernah bisa terjadi bila tidak ada kesadaran untuk mentaatinya.
Akan tetapi, ada satu teori yang mengatakan bahwa hukum tidak mengikat masyarakatnya
kecuali atas dasar kesadaran hukum yang dimiliki oleh masyarakatnya itu sendiri. Karena
itulah kesadaran hukum menjadi sangat penting karena dalam beberapa literatur tentang
hukum dan beberapa bacaan yang menjadi acuan tentang hukum, kesadaran akan hukum
juga bisa membentuk hukum itu sendiri. Tentunya, selain ia menguatkan dan
memanfaatkan hukum itu secara maksimal. Dalam kesadaran hukum, perlu ada beberapa
hal yang ditekankan agar kesadaran hukum itu sendiri bisa berlaku sebagai mana
mestinya.

1. Kesadaran hukum harus didasari dengan pengetahuan apa itu hukum. Jika seseorang
tak tahu apa itu hukum ia tentu saja tak bisa menjalankan hukum sebagai mana
mestinya. Ia mesti tahu bahwa hukum adalah hal penting untuk masyarakat karena hal
itu melindungi masyarakat dari keadaan tak berhukum.
2. Selain pengetahuan akan hukum, pemahaman akan hukum juga menjadi penting.
Ketika seseorang hanya tahu saja dan tidak paham sepenuhnya, maka akan terjadi
salah paham yang mengakibatkan hukum tidak berjalan sebagai mana mestinya.
Pemahaman tentang hukum itu menjadi satu hal yang harus dimiliki oleh setiap
individu yang menjalankan hukum. Pemahaman dalam hal ini berarti pengetahuan
tentang setiap isi dalam satu pasal dan juga bagaimana pasal itu bisa terbentuk dan
bagaimana menjalankan pasal tersebut.
3. Selanjutnya adalah kesadaran tentang kewajiban hukum kita terhadap orang lain. Hal
itu juga penting karena itu akan bisa membuat hukum berjalan sebagai mana
mestinya. Ketika seseorang tahu apa yang boleh dan tak boleh ia lakukan pada orang
lain, dan sadar bahwa akan ada ganjaran dari setiap hal yang ia lakukan, baik atau pun
tidak baik, mereka akan secara otomatis memiliki kesadaran hukum.
4. Menerima hukum, meskipun orang-orang tahu dan paham akan hukum, mengerti
kewajiban hukum mereka terhadap orang lain, apabila mereka tidak mau menerima
hukum tersebut, maka keadaan sadar hukum tidak akan terwujud dan hukum tidak
akan bisa berjalan sebagai mana mestinya. Menerima hukum adalah satu aturan pasti
yang harus ditaati jika hukum ingin berjalan. Membuat masyarakat menerima hukum
memang bukan persoalan mudah, akan tetapi, pengajaran-pengajaran yang dilakukan
secara berkala akan memberikan efek penerimaan hukum oleh masyarakat itu sendiri.

Jika hendak ditelaah dari beberapa point di atas mengenai bagaimana kesadaran
hukum itu bisa berjalan, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk membuat
keempat point itu berjalan sebagai mana mestinya dan membuat kesadaran hukum
muncul. Beberapa point tersebut antara lain;

 Tindakan. Hal ini menjadi salah satu cara utama dan pertama untuk menanamkan
kesadaran hukum pada masyarakat. Tindakan bisa dalam bentuk hukuman jika
melanggar hukum, dan penghargaan bagi yang menaati hukum.
 Pendidikan. Segala hal tentang pengetahuan, pemahaman, kesadaran hukum orang
lain, dan menerima hukum, harus disampaikan dengan cara yang tepat. Pendidikan
adalah salah satu cara yang tepat untuk menyampaikannya. Hal ini tentunya bisa
dimulai dari lingkaran keluarga, lalu ke sekolah dan baru kemudian ke masyarakat
secara luas.
 Kampanye. Kampanye juga merupakan salah satu bentuk pengenalan terhadap
hukum. Ketika seseorang mengenal tentang hukum, ganjarannya ketika mereka
melanggar dan penghargaan yang mereka dapatkan ketika mereka mentaati, maka
mereka akan bisa memiliki kesadaran atas hukum itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai