Anda di halaman 1dari 26

KAJIAN HISTORIS TERHADAP TOKOH-TOKOH PENDIDIK

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Landasan Pedagogik

Dosen Pengampu :
Prof. Dr.Achmad Juntika Nurihsan, M.Pd.

Oleh :

NENDEN CHIARUN NISA (1802754)


SITI NURJANAH (1802751)

PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018
Kata Pengantar

Puji dan syukur alhamdulillah dipanjatkan kepada Nabi Muhammad SAW


karena berkat rahmatNya kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi


Muhammad SAW yang telah membawa umat Islam kedalam cahaya ilmu dengan
risalah yang dibawanya.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada dosen Landasan


Pedagogik yaitu Bapak Prof. Dr.Achmad Juntika Nurihsan, M.Pd. yang telah
memberikan bimbingan kepada kami sehingga terciptalah makalah tentang
“Kajian Historis Tokoh-Tokoh Pendidik”.

Pada makalah ini akan dikaji tokoh pendidik di Indonesia maupun di dunia
ditinjau dari segi ontologis, epistimologis maupun aksiologisnya serta implikasi
pemikiran tersebut pada pendidikan Indonesia masa kini. Penulisan makalah ini
diharapkan dapat memberikan gambaran historis tokoh pendidik masa lalu
sehingga berpengaruh pada pendidikan masa kini.

Dalam penulisan makalah ini, tentu masih banyak yang belum sempurna,
maka dari itu kami sebagai penulis sangat mengharapkan masukan, saran maupun
kritik akan makalah ini. Semoga penulisan makalah ini bisa memberikan manfaat
bagi yang membacanya.

Bandung, 10 Okotber 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Makalah ......................................................................................... 1


1.2.Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
1.3.Tujuan Makalah ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1.Sejarah Pendidikan ................................................................................................... 3


2.2.1. Pendidikan di Dunia ........................................................................................... 3
2.2.2. Pendidikan di Indonesia ..................................................................................... 5
2.2.Tokoh Pendidikan Dunia dan Implikasinya untuk Pendidikan ............................... 7
2.2.1. Plato ................................................................................................................... 7
2.2.2. B.F. Skinner ....................................................................................................... 8
2.2.3. Jean Piaget .......................................................................................................... 10
2.2.4. Benjamin S. Bloom ............................................................................................ 12
2.2.5. John Dewey ........................................................................................................ 13
2.3. Tokoh Pendidikan Dunia dan Implikasinya untuk Pendidikan .............................. 15
2.3.1. R.A. Kartini ........................................................................................................ 15
2.3.2. Ki Hajar Dewantara............................................................................................ 17
2.3.3. Mohamad Syafei ................................................................................................ 20

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 22
B. Saran ................................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia mengandung banyak
aspek dan sifatnya sangat kompleks. Pendidikan berkaitan dengan tokoh perintis
ataupun pendiri sistem pendidikan itu sendiri. Sistem pendidikan masa kini tentu
tidak terlepas dari kiprah para tokoh pendidikan masa lampau.
Sebagai tarnsformsai budaya, pendidikan diartikan sebagai pewarisan
budaya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Seperti bayi yang lahir sudah
berada di lingkungan budaya tertentu, maka bayi tersebut akan dipengaruhi oleh
budaya di lingkungannya.
Tenaga kependidikan sangat perlu dan penting untuk dibekali pemahaman
terhadap pemikiran-pemikiran pendidikan melalui wawasan kesejarahan yaitu
dengan memahami kaitan antara pengalaman-pengalaman masa lampau dan
kebutuhan masa kini serta perkiraan untuk masa datang. Wawasan historis dapat
berperan sebagai penangkal terhadap kekeliruan kebijakan masa kini dalam
pendidikan yang dapat berakibat bencana di masa depan. Jika diperhatikan, hasil
pendidikan memerlukan jangka panjang untuk mengetahuinya sehingga jika
terdapat kekeliruan tidak dapat langsung terlihat pada waktu itu juga yang
menyebabkan upaya revisi yang seringkali sudah terlambat.

Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena


setiap kelompok manusia selalu dihadapkan pada generasi muda keturunannya
yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya (Umar, 2005)
Sejak awal tahun 1970 sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan terus
menerus, sejalan dengan program pembangunan di bidang pendidikan yang mulai
dilaksanakan secara terprogram sejak 40 tahun yang lalu (Suryadi, 2014). Telah
banyak terlahir rintisan program yang seringkali diberlakukan revisi demi
perbaikan membentuk periodisasi pendidikan. Perubahan zaman dan globalisasi
menuntut manusia melakukan perbaikan dalam pendidikan demi meningkatnya

1
kualitas pendidikan di Indonesia. Sejarah perjuangan bangsa pada masa lampau
sangat berpengaruh terhadap sistem pendidikan yang terjadi pada hari ini.
Pentingnya sejarah sebagai bahan untuk tolak ukur keberhasilan masa kini
juga sebagai bahan untuk dapat menjadi lebih baik di masa depan juga dapat
diaplikasikan dalam sistem pendidikan. Dengan mengetahui sejarah pendidikan
baik di dunia maupun di Indonesia sistem pendidikan akan terus mengalami
perbaikan dan tidak mengulang kesalahan yang sama.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana periodisasi dari historis pendidikan yang terjadi di dunia dan di
Indonesia?
2. Bagaimana pemikiran tokoh pendidikan dunia jika ditinjau dari aspek
ontologi, epistimologi, aksiologi, serta implikasinya untuk Pendidikan di
Indonesia?
3. Bagaimana pemikiran tokoh pendidikan Indonesia jika ditinjau dari aspek
ontologi, epistimologi, aksiologi, serta implikasinya untuk Pendidikan
dewasa ini?

1.3. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui periodisasi historis pendidikan dunia dan Indonesia sebagai
bahan tambahan wawasan dalam meningkatkan pemahaman pendidikan
2. Mengetahui tokoh-tokoh pendidikan dunia yang berkontribusi dalam
perkembangan dunia pendidikan serta implikasinya terhadap pendidikan di
Indonesia
3. Mengetahui tokoh-tokoh pendidikan Indonesia yang berkontribusi dalam
perkembangan dunia pendidikan serta implikasinya terhadap pendidikan di
Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Pendidikan
2.1.1. Pendidikan Dunia
Di dalam berbagai kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan,
pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno
sampai kini. Pidarta (2007: 110) menjelaskan tentang perjalanan pendidikan dunia
yang telah berlangsung mulai dari zaman Hellenisme (150 SM -500), zaman
pertengahan (500-1500), zaman Humanisme atau Renaissance serta zaman
Reformasi (1600an).
Menurut (Tirtarahardja, 2005) periodisasi sistem pendidikan dunia terbagi
menjadi dua rumpun yaitu aliran klasik dan aliran baru. Pemikiran-pemikiran
tentang pendidikan yang telah dimulai pada zaman Yunani kuno, dan dengan
kontribusi di berbagai bagian dunia lainnya.akhirnya berkembang pesat di Eropa
dan Amerika.
Pada aliran klasik meliputi aliran-aliran empirisme, nativisme, naturalisme
dan konvergensi merupakan benang merah yang menghubungkan pemikiran-
pemikiran pendidikan masa lalu, kini, dan mungkin yang akan datang.Aliran-aliran
tersebut mewakili aliran yang pesimis maupun optimis. Yaitu :
a. Aliran Empirisme
Tokoh aliran empirisme adalah John Locke filosof Inggris yang hidup pada
tahun 1632-1704. Teorinya menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia
seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyaicorak dan tulisan
yang digores oleh lingkungan.Pengalaman diperoleh anak dari lingkungan
berpengaruh besar terhadap perkembangan anak.
b. Aliran Nativisme
Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenheur. Ia adalah filduf Jerman yang
hidup pada tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan
individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang
berpengaruh terhadap pendidikan anak sehingga bakat yang dimiliki adalah

3
bawaan sejak lahir. Keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri,
jika anak itu jahat atau baik itu adalah karena bakatnya sendiri.
c. Aliran Naturalisme
Tokoh aliran ini adalah J.J. Rouseau seorang filsuf Prancis yang hidup pada
tahun 1717-1778. Naturalisme memiliki pandangan bahwa setiap anak yang
terlahir ke dunia memiliki pembawaan sifat baik, namun pembawaan tersebut
dapat menjadi rusak karena pengaruh lingkungan. Naturalisme memiliki tiga
prinsip tentang proses pembelajaran (Suwarno, 2017) yaitu anak didik belajar
melalui pengalamannya sendiri, pendidik hanya menyediakan lingkungan
belajar yang menyenangkan dan program sekolah harus disesuaikan dengan
minat dan bakat anak.
d. Aliran Konvergensi
Tokoh aliran ini adalah Wiliam Stern yang merupakan tokkoh Jerman pada
tahun 1871-1939. Alliran ini adalah kompromi antara Nativisme dan
Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir telah membawa bakat baik
dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh
lingkungan.

Adapun aliran-aliran dalam filsafata modern dikenal beberapa aliran antara lain
proresivisme, esensialisme, perenialisme dan

a. Aliran Progresivisme
Tokoh aliran ini adalah John Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa
kemampuan yang wajar dapat mengatasi masalah yang bersifat menekan
ataupun masalah yang mengancam dirinya. Aliran ini menganggap bahwa
peserta didik memiliki kecerdasan.
b. Aliran Esensialisme
Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang
harus mendatangkan kestabilan. Tokoh aliran ini yaitu Johan Amos (1592-1670)
berpendapat bahwa segala sesuatu agar diajarkan melalui indra, karena indra
adalah pintu gerbangnya jiwa. Ada juga Johan Friedrich Hebart (1776-1841)

4
yang meyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa sesorang
dengan kebajikan Tuhan.
c. Aliran Perenialisme
Tokoh aliran ini adalah Plato, Aristoteles dan Thoma Aquino yang
memandang bahwa pendidikan adalah belajar untuk berpikir sehingga
peserta didik harus dilatih berpikir sejak dini.
d. Aliran Rekonstruksionisme
Aliran ini berusaha merombak tata susunan kehidupan lama dengan
susunan kehidupan baru yang becorak modern.
2.1.2. Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia dimulai sejak zaman Hindu Budha, kemudian
diikuti oleh perkembangan pengaruh Islam, zaman penjajahan, hingga zaman
kemerdekaan. Mudyahardjo (2008) menguraikan masing-masing zaman tersebut,
yaitu
a) Zaman Hindu Budha
Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan tujuan kedua agama
tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan
pembinaan kehidupan beragama Hindu dan Budha.
b) Zaman Pengaruh Islam
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan
perkembangan penyebaran Islam di nusantara, baik sebagai agama
maupun sebagai arus kebudayaan. Pendidikan Islam ini tidak
diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara
perorangan.
c) Zaman Pengaruh Nasrani (Katolik dan Kristen)
Orde ini mempunyai organisasi pendidikan yang seragam, sama di mana
pun, dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai
alat yang ampuh untuk penyebaran agama (Nasution, 2008: 4).
d) Zaman Kolonial Belanda
Sejalan dengan Politik Etis yang dijalankan belanda, tampak kemajuan
yang lebih pesat dalam bidang pendidikan.Tokoh-tokoh pendidik pada

5
zaman ini ialah Mohamad Syafei, Ki Hajar Dewantara, dan K.H Ahmad
Dahlan.
e) Zaman Kolonial Jepang
Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari
penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama
bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas
diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan,
di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari.
f) Zaman Kemerdekaan
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang
mengatur pendidikan.
g) Zaman Orde Lama
Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang dapat
membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan
revolusinya baik di dalam maupun di luar
h) Zaman Orde Baru
Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di
luar sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam
lingkungan rumahtangga, sekolah dan masyarakat
i) Zaman Reformasi
Dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya
Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah system pendidikan
sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga
kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan
kualitas profesional mereka.Instrumen-instrumen untuk mewujudkan
desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen
Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total
Quality Management).

6
2.2. Tokoh Pendidikan Dunia dan Implikasinya bagi Pendidikan
2.2.1. Plato
Plato atau Aristoteles lahir sekitar 427 SM yang merupakan filsuf Yunani
yang sangat berpengaruh, murid Socrates dan guru dari Aristoteles ini terkenal
dengan ajarannya mengenai cita-cita.Filsafat pendidikan Plato adalah
perenialisme.
Dalam tinjauan ontologis menurut Palto pendidikan merupakan suatu
tindakan pembebasan dari ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Dengan pendidikan,
apa yang benar-apa yang tidak benar, apa yang baik-apa yang jahat, apa yang
patut-apa yang tidak patut dapat diketahui. Plato berpendapat bahwa setiap peserta
didik harus diberi kebebasan untuk mengikuti ilmu sesuai minat, bakat dan
kemampuan masing-masing.
Dalam tinjauan epistemologis menurut Palto nak laki-laki dan perempuan
mendapatkan pendidikan yang sama. Lingkungan pendidian anak harus indah,
tetapi sederhana. Dalam Erawati (2012) diuraikan kerangka pendidikan menurut
Plato sebagai berikut:
a. Mulai lahir sampai usia tujuh tahun anak banyak mendapatkan pendidikan
fisik.
b. Pada usia 7-13 tahun aktivitas intelektual dan fisik dijalankan secara
bersamaan.
c. Pada usia 20 tahun pendidikan khusus mulai dilakukan dengan
penyeleksian.
d. Usia 30 tahun dilakukan seleksi lagi untuk pendidikan selanjutnya selama
lima tahun.
Materi yang memiliki level lebih tinggi meliputi matematika, astronomi,
harmoni, dan sains untuk 10 tahun pertama dan belajar filsafat pada lima tahun
terakhir lalu 15 tahun kemudian mengabdi pada negara. Ketika usia 50 tahun
mereka belajar filsafat dalam sisa hidupnya. Pendidikan adalah suatu kewajiban
bagi anak, karena anak merupakan milik negara bukan orang tua. Plato lebih
menekankan pengembangan intelektual, akan tetapi kurang mengembangkan
jasmaniah.

7
Secara aksiologis tujuan pendidikan menurut Plato adalah
1) Membentuk manusia yang utuh, yakni yang berhasil menggapai segala
keutamaan moralitas jiwa yang mengantarnya pada ide tertinggi yaitu
kebajikan, kebaikan, dan keadilan.
2) Menemukan kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga
menjadi seorang warga negara yang baik, dalam suatu masyarakat yang
harmonis, melaksanakan tugasnya secara efisien menurut kelas-kelasnya.

Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan


Plato dengan karya terbesarnya Republik saat beliau berusia 40
tahun.Republik menggambarkan negara yang ideal dan kerangka sistem
pendidikan baik untuk warga Sparta maupun Athena.Plato juga membagi
kelompok warga negara menjadi tiga kelas, yaitu 1) Masyarakat awan; 2)
Kelompok tentara atau penjaga; 3) Pemerintah.
Plato adalah seorang ilmuwan yang menggagas skema pendidikan yang
sistematis dalam sejarah (first systematic of education in history). Pendidikan
menurutnya meliputi menumbuhkan jasmani, karakter, dan intelektualitas.
Pembelajaran mulai serius dimulai sejak anak berusia tujuh tahun. Perempuan
dibolehkan untuk mengenyam pendidikan supaya dapat mendidik anak-anak.
Berdasarkan pandangan pendidikan Plato karakter bangsa dapat dibangun
dengan pendidikan. Plato menempatkan kebijakan intelektual di tempat tertinggi.
Dalam rencana pendidikannya dikemukakan dan ditekankan pula kebijakan moral
dan latihan kemauan.
2.2.2. B.F Skinner
Burrhusm Frederic Skinner lahir di Susquehanna, Pennsylvania pada
tanggal 20 Maret 1904, dan meninggal di Massachusetts, 18 Agustus 1990 pada
umur 86 tahun. Beliau adalah seorang psikolog Amerika yang terkenal dengan
teori behaviorisme. Skinner menempuh pendidikan dalam bidang bahasa inggris
dari Hamilton College.Kemudian meneruskan pendidikan dalam bidang psikologi
di Universitas Harvard.

8
Dalam pandangan ontologis Menurut Skinner bahwa setiap manusia
bergerak karena mendapat rangsangan dari lingkungannya. Yang kemudian sistem
itu disebut “cara kerja yang menentukan” (operant conditioning) atau teori
pembiasaan perilaku. Setiap makhluk hidup pasti selalu berada dalam proses
bersinggungan dengan lingkungan. Di dalam proses itu, makhluk hidup menerima
rangsangan atau stimulus tertentu yang membuatnya bertindak sesuatu sesuai
dengan stimulus tersebut.
Dalam tinjauan epistemologis Skinner membagi dua metode tentang
bagaimana guru melakukan pelajaran, yaitu 1) manajemen kontingensi,
merupakan penggunaan penguatan positif secara hati atau pemberian penghargaan
kepada siswa yang mendapatkan pencapaian dan pemberian hukuman kepada
yang melakukan kesalahan; 2) pengajaran terprogram, mengarahkan siswa
melakukan apa yang baik untuk mereka. Hakekat dari metode ini merupakan
hubungan dengan keberhasilan siswa. Skinner menyebutkan macam-macam
penguatan positif dan penguatan negatif dengan sistem ‘kredit poin’ ataupun
dengan ungkapan guru.
Dalam pandangan aksiologis pendapat Skinner bahwa tujuan yang tepat
dari ilmu pengetahuan tentang manusia adalah memprediksi dan mengendalikan
tingkah laku manusia.Pengendalian harus dilakukan tidak hanya kepada
manusianya secara langsung tetapi kepada lingkungannya. Jika tingkah laku
adalah sebuah respon terhadap lingkungan, rangsangan lingkungan yang diubah
akan membawa kepada tingkah laku yang dirubah pula.
Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Dalam pandangan Skinner pemberian penghargaan hendaknya dilakukan
untuk memberikan penguatan terhadap siswa.Beliau bertahan pada pendapatnya
bahwa belajar adalah performance.Program pengajaran merinci belajar ke dalam
langkah-langkah kecil, sementara gerakan tujuan tingkah laku mempunyai target
proses pengajaran pada penampilan skala kecil.
Pada eksperimennya Skinner menggunakan seekor tikus sehingga
menghasillkan teori Stimulus Respon (S-R) dan operant conditioning.Kelemahan
dalam teori Skinner adalah proses belajar itu dipandang sebagai sesuatu yang

9
dapat diamati, padahal belajar adalah kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan
dari luar kecuali sebagai suatu gejala. Disamping itu proses belajar manusia yang
dianalogikan dengan perilaku hewan sangat tidak diterima mengingat
mencoloknya fisik dan psikis.
2.2.3. Jean Piaget
Jean Piaget adalah seorang psikolog berkebangsaan Swiss yang tertarik
pada dunia pendidikan. Piaget lahir pada 1896 dan meninggal pada 1980. Peranan
Piaget di dunia pendidikan semakin besar setelah menduduki jabatan sebagai
Direktur International Bureau of Education (IBE) pada 1929.Sejak saai itu Piaget
banyak menulis tentang pendidikan umum.
Dalam pandangan ontologis menurut Piaget pendidikan merupakan
penghubung dua sisi, disatu sisi individu sedang tumbuh dan disisi lain nilai
sosial, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidik untuk
mendorong individu tersebut untuk terus berkembang. Perkembangan ini yang
berlangsung sejak lahir ini bersifat kausal (sebab akibat).Namun terdapat
komponen normatif, karena pendidik menuntut nilai. Nilai ini adalah norma yang
berfungsi sebagai penunjuk dalam mengindentifikasi apa yang diwajibkan,
diperbolehkan, dan dilarang. Jadi, pendidikan adalah hubungan normatif antara
individu dan nilai.
Dalam pandangan epistimologis peran guru adalah mengaktualkan yang masih
kuncup dan mengembangkan lebih lanjut apa yang sedikit atau baru sebagian
teraktualisasi, semaksimal mungkin sesuai dengan kondisi yang ada. Jean Piaget,
merumuskan konsep pendidikan dasar yaitu pendidikan yang menghasilkan,
ataupun mencipta.
Dalam pandangan aksiologis menurut Piaget pendidikan secara umum
bertujuan membantu siswa dalam pengembangan dirinya, yaitu pengembangan
semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif, baik
bagi dirinya maupun lingkungannya. Pendidikan bukan sekedar memberikan
pengetahuan atau nilai atau pelatihan ketrampilan. Pendidikan berfungsi
mengembangkan apa yang secara potensi dan aktual telah dimiliki siswa, sebab
siswa bukanlah gelas kosong yang harus diisi dari luar.

10
Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Piaget berpendapat bahwa memaksa merupakan metode mengajar yang
paling buruk, karena tanpa paksaan siswa akan merekontruksi apa yang
dipelajarinya (inquiry). Kemudian Piaget membagi tahap perkembangan kognitif
manusia menjadi 4 tahap, yaitu
1. Tahap sensori-motorik (sejak lahir sampai usia 2 tahun)
(refleks instinktif, pemikiran simbolis, pengoordinasian pengalaman)
2. Tahap pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun)
(mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar)
3. Tahap konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun)
(berpikir secara logis tentang peristiwa konkret dan pengklasifikasian
benda)
4. Tahap operasional-formal (usia 11 tahun ke atas)
(berpikir abstrak, logis, dan lebih idealistik)
(Desmita, 2011: 101)
Teori Piaget sangat memberikan pengaruh yang sangat besar serta acuan
penting dalam pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Banyak guru
mendapatkan inspirasi dari teori Piaget dalam mendesain kurikulum dan memilih
strategi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didiknya.
Teresa M.McDevitt dan Jeanne Ellis Ormod (dalam Desmita, 2011: 112)
menyebutkan beberapa implikasi teori Piaget bagi guru-guru sekolah, yaitu
1. Memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan eksperimen
terhadap objek-objek fisik dan fenomena-fenomena alam
2. Mengeksplorasi kemampuan penalaran siswa dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan atau pemberian tugas-tugas pemecahan masalah
3. Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menjadi acuan dalam
menginterpretasikan tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana
pelajaran
4. Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget juga memberikan petunjuk
bagi para guru dalam memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif
pada tingkat kelas yang berbeda

11
5. Merancang aktivitas kelompok di mana siswa berbagi pandangan dan
kepercayaan dengan siswa lain
Menurut Piaget interaksi dengan teman sebaya sangat membantu anak
memahami bahwa orang lain memiliki pandangan dunia yang berbeda dengan
pandangannya sendiri dan ide-ide mereka tidak selalu akurat dan logis. Dalam
artian interaksi dengan teman sebaya akan memungkinkan siswa menguji
pemikirannya, merasa tertantang, menerima umpan balik, dan melihat bagaimana
orang lain mengatasi masalah.
Teori Piaget cocok dengan pendidikan di Indonesia yang bercorak
demokratis, meski tidak sepenuhnya di Indonesia bisa menjalankan teori belajar
kontruktivisme sepenuhnya seperti teori Piaget.Namun Kurikulum KTSP 2006
sudah merupakan awal pembelajaran dengan konsep kontruktivisme.
2.2.4. Benjamin S. Bloom
Benjamin S. Bloom lahir pada 21 Februari di Lansford Pennsylvania dan
meninggal pada 13 September 1999.Ia adalah seorang guru, penasihat pendidikan
dan ahli psikologi pendidikan. Pekerjaan pertamanya sebagai instruktur di
Departemen Pendidikan di University of Chicago pada 1944 dan menjadi
Professor pada 1970 lalu menjabat sebagai penasihat pendidikan pemerintah
Israel, India, dan banyak negara lain. Bloom pernah bekerjasama dengan David
Krathwohl dan menulis A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing.
Dalam pandangan ontologis manusia memiliki potensi sesuai dengan
ranah atau kawasan yang ada padanya. Kemampuan belajar tersebut dapat diasah
berdasarkan ranah atau kawasan tersebut.
Secara epistimologis pendidikan menurut teori Benjamin S Bloom terbagi
menjadi 3 yaitu Ranah Kongnitif, Afektif dan Psikomotorik. Teori Benjamin S
Bloom dijadikan acuan untuk mengetahui tercapainya tujuan pendidikan berupa
adanya perubahan pengetahuan, sikap dan gerak pada setiap peserta didik.
Dalam pandangan aksiologis pendapat Bloom bahwa tujuan pendidikan
dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1) Ranah Kognitif mengasah perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.

12
2) Ranah Afektif membentuk perilaku-perilaku yang menekankan aspek
perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian
diri.
3) Ranah Psikomotor melatih perilaku-perilaku yang menekankan aspek
keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.
Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Konsep taksonomi Bloom memang sudah mengemuka di dunia
pendidikan. Konsep Bloom tentang ranah kognitif, afektif dan psikomotor
tersebut mengalami perbaikan seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman
serta teknologi. Revisi yang dilakukan oleh Lorin Anderson pada 1990 terkait
perubahan kata kunci, pada kategori kata benda menjadi kata kerja.
Taksonomi Bloom mengenai sasaran pendidikan ranah kognitif
merupakan model yang sederhana untuk diterapkan dalam kerangka kurikulum,
termasuk di Indonesia. Siswa dapat mengembangkan dan menggunakan
keterampilan berpikir mereka dan guru dapat bersikap adil dengan tidak
memisahkan anak berbakat dari anak yang lain. Guru hanya perlu menyesuaikan
jumlah waktu untuk setiap tingkat taksonomi dengan tingkat kemampuan anak.
2.2.5. John Dewey
John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika, teoretikus, reformator
pendidikan dan kritikus sosial yang lahir di Burlington, Vermont dalam tahun
1859, tepatnya pada tanggal 20 Oktober. Dewey kecil adalah seorang yang
gemar membaca namun tidak menjadi seorang siswa yang brilian di antara teman-
temannya ketika itu. Ia masuk ke Universitas Vermont dalam tahun 1875 dan
mendapatkan gelar B.A. Ia kemudian melanjutkan kuliahnya di Universitas Jons
Hopkins, di mana dalam tahun 1884 ia meraih gelar doktornya dalam bidang
filsafat di universitas tersebut.
Secara ontologis menurut Dewey Pendidikan dipandang sebagai wahana
strategis dan sentral dalam upaya kelangsungan hidup di masa depan. Dewey
menawar suatu konsep pendidikan yang adaptif dan progresif yaitu dapat

13
dipahami secara bebas bahwa pendidikan harus mampu membekali anak didik
sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan sosialnya.
Secara epitimologis Jhon Dewey menawarkan 2 metode pendekatan yaitu
dengan cara problem solving method dan learning by doing. Metode problem
solving lebih menekankan kepada kebebasan dan tantangan kepada peserta dan
guru bukan satu-satunya sumber. Sedangkan pada metode learning by doing
peserta didik dituntut untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Selain
dituntut, peserta didik juga akan dibekali terlebih dahulu beberapa materi atau
keterampilan agar mereka dapat menyesuaikan dengan lingkungannya saat dia
lulus.
Secara aksiologis Dewey begitu percaya bahwa pendidikan dapat berfungsi
sebagai sarana untuk peningkatan keberanian dan disposisi inteligensi yang
terkonstitusi. Dengan itu, dapat pula diusahakan kesadaran akan pentingnya
pengormatan pada hak dan kewajiban yang paling fundamental dari setiap orang.
Gagasan ini juga bertolak dari gagasannya tentang perkembangan seperti yang
sudah di bahas sebelumnya. Baginya ilmu mendidik tidak dapat dipisahkan dari
filsafat. Maksud dan tujuan sekolah adalah untuk membangkitkan sikap hidup
yang demokratis dan untuk mengembangkannya. Pendidikan merupakan kekuatan
yang dapat diandalkan untuk menghancurkan kebiasaan yang lama, dan
membangun kembali yang baru. Bagi Dewey, lebih penting melatih pikiran
manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapi, daripada mengisisnya secara
sarat dengan formulasi-formulasi secara sarat teoretis yang tertib. Pendidikan
harus pula mengenal hubungan yang erat antara tindakan dan pemikiran, antara
eksperimen dan refleksi. Pendidikan yang bertolak dan merupakan kontuinitas
dari refleksi atas pengalaman juga akan mengembangkan moralitas dari anak
didik. Dengan demikian, belajar dalam arti mencari pengetahuan, merupakan
suatu proses yang berkesinambungan.
Implikasi terhadap Dunia Pendidikan
Pemikiran John Dewey yang terkenal dengan paragmatisme, menurut para
filsuf adalah tradisi memperbaiki diri sendiri (a self-correcting trdition). Dalam
hal kurikulum pendidikan berfokus pada kehidupan yang baik pada masa sekarang

14
dan masa yang akan datang. Kurikilum pendidikan pragmatisme “berisi
pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan
kebutuhan siswa.
Dalam hal metode pendidikan ajaran pragmatisme lebih mengutamakan
penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode
penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya
(mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi
kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias,
kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-
sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan
apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
Dalam hal peranan guru dan siswa dalam pembelajaran, peranan guru
bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari
oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah pribadinya.
Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu pemasalahan,
hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang
dirasakannya.

2.3.Tokoh Pendidikan Indonesia dan Implikasinya bagi Pendidikan


2.3.1. Raden Ajeng Kartini
Raden Ajeng (R.A) Kartini lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1789.
Sampai saat ini hari kelahirannya seering diperingati sebagai Hari Kartini. Beliau
adalah salah satu tokoh pendidikan Indonesia yang dengan gigih memperjuangkan
pendidikan bagi wanita kala itu.

Secara ontologis RA kartini memperjuangkan emansipasi wanita dalam


hal pendidikan dengan mendirikan sekolah khusus wanita. Kartini telah membawa
banyak perubahan dan kemajuan dalam pendidikan Indonesia.
Secara epistimologis Kartini mengajarkan bahwa seorang wanita harus
mempunyai pemikiran jauh ke depan. Di mata Kartini pendidikan adalah hal
penting yang mampu mengangkat derajat dan martabat bangsa. Kartini senantiasa

15
konsisten mengemukakan pentingnya pendidikan yang mengasah budi pekerti,
atau yang kita kenal sebagai pendidikan karakter pada masa sekarang. Adapun
jenis sekolah yang didirikan dan dirintis oleh R.A Kartini adalah Sekolah Gadis di
Jepara dan Sekolah Gadis di Lembang.
Seacara aksiologis tujuan pendidikan R.A.Kartini adalah mendidik
perempuan yang merupakan merupakan kunci peradaban, karena perempuan yang
akan mendidik anak-anak (generasi muda). Beliau juga memiliki pemikiran
tentang kebijakan pendidikan, dimana pemerintah berkewajiban meningkatkan
kesadaran budi perempuan, mendidik perempuan, memberi pelajaran perempuan,
dan menjadikan perempuan sebagai ibu dan pendidik yang cakap dan
cerdas.Namun Kartini juga tidak lantas membatasi pendidikan yang normatif,
beliau memberi kebebasan kepada siswa untuk berpikir dan mengutarakan
pendapat.Bahan bacaan menjadi gagasan kartini juga, karena bahan bacaan atau
yang sekarang ini kita artikan sebagai sumber belajar merupakan alat pendidikan
yang diharapkan banyak mendatangkan kebajikan.Anak-anak hendaknya diberi
bahan bacaan yang mengasyikkan, bukan karangan kering yang semata-mata
ilmiah.
Kontribusi dan Implikasinya terhadap Pendidikan Indonesia
Peran R.A Kartini dalam memajukan pendidikan di Indonesia merupakan
salah satu contoh kontribusi wanita dalam sejarah.Kartini mendobrak kondisi
yang memprihatinkan tersebut dengan membangun sekolah khusus wanita.Selain
itu beliau juga mendirikan perpustakaan bagi anak-anak.Kartini dalam
memajukan pendidikan Indonesia tertuang dalam karya nya “Door Duisternis Tot
Licht”, yang diartikan sebagai ‘habis gelap terbitlah terang’.
Kartini telah membawa banyak perubahan dan kemajuan dalam
pendidikan Indonesia. Kartini mengajarkan bahwa seorang wanita harus
mempunyai pemikiran jauh ke depan. Di mata Kartini pendidikan adalah hal
penting. Pendidikan akan mampu mengangkat derajat dan martabat bangsa.
Kartini konsisten mengemukakan pentingnya pendidikan yang mengasah budi
pekerti, atau yang kita kenal sebagai pendidikan karakter pada masa sekarang.

16
2.3.2. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara yang memiliki nama asli Raden Mas Suwardi
Suryaningrat lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Beliau mendirikan
Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli tahun 1922.
Bagian-bagian dari Perguruan Taman Siswa ini adalah :
1. Taman Indria (setingkat TK),
2. Taman Anak (setingkat kelas I sampai III Sekolah Dasar),
3. Taman Muda (setingkat kelas IV-VI Sekolah Dasar),
4. Taman Dewasa (setara SMP),
5. Taman Madia (setara SMA),
6. Taman Guru B-1 (mendidik calon guru untuk Taman Anak dan Taman
Muda),
7. Taman Guru B-2,
8. Taman Guru B-3 (mendidik calon guru untuk Taman dewasa, terbagi dua
yaitu bagian jurusan ilmu pasti dan alam serta jurusan budaya.),
9. Taman Guru Indria (mendidik calon guru yang ingin menjadi guru Taman
Indria).
Dalam pandangan epistemologis, Ki Hajar menerapkan sistem among dalam
penyelenggaraan pendidikannya yang mengemukakan dua dasar yaitu :
1. Kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan
kekuatan lahir dan batin sehingga dapat hidup merdeka.
2. Kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan
dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.
Penyelenggaraan Taman Siswa didasarkan pada asas pendidikan yang
dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai berikut:
1. Asas kemerdekaan harus diartikan disiplin pada diri sendiri, oleh diri sendiri
atas dasar nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat.
2. Asas kodrat alam berarti bahwa pada hakikatnya nya manusia itu sebagai
makhluk adalah satu dengan kodrat alam ini. Ia tidak bisa lepas dari kehendaknya,

17
tetapi akan mengalami bahagia jika bisa menyatukan diri dengan kodrat alam
yang mengandung kemajuan yang dapat kita.
3. Asas kebudayaan taman siswa tidak tidak berarti asal memelihara kebudayaan
kebangsaan itu kearah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan zaman, kemajuan
dunia, dan kepentingan hidup rakyat lahir dan batin tiap-tiap zaman dan keadaan.
4. Asas kebangsaan taman siswa tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan,
dan harus menjadi bentuk dan manusia an yang nyata dan oleh karena itu tidak
mengandung arti permusuhan dengan bangsa lain, mengandung rasa satu dengan
bangsa sendiri rasa satu dalam suka dan duka, rasa satu dalam kehendak, menuju
kepada kebahagiaan hidup lahir dan batin seluruh bangsa.
5. Asas kemanusiaan menyatakan bahwa Darma tiap-tiap manusia itu adalah
mewujudkan kemanusiaan yang berarti kemajuan manusia lahir dan batin yang
setinggi-tingginya, kemanusiaan yang tinggi itu dapat dilihat dari kesucian hati
orang dan adanya rasa kasih terhadap sesama manusia dan terhadap makhluk
Tuhan seluruhnya, tapi cinta kasih yang tidak bersifat kelembekan hati melainkan
bersifat keyakinan adanya hukum kemajuan yang meliputi alam semesta.
Kelima asas tersebut disebut dengan “Panca Darma taman Siswa”. Yang
kemudian dituangkan dalam beberapa pasal berikut:
Pasal Pertama
Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri, dengan terbitnya
persatuan dalam peri kehidupan umum.
Pasal Kedua
Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah dalam arti lahir
dan batin dapat memerdekakan diri.
Pasal Ketiga
Bahwa pengajaran harus berdasarkan pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
Pasal Keempat
Bahwa pengajaran harus tersebar luar sampai dapat menjangkau seluruh rakyat.
Pasal Kelima

18
Bahwa untuk mengajar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya lahir maupun batin
hendaklah diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan dari
siapapun yang mengikat, baik lahir maupun batin
Pasal Keenam
Bahwa setiap konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus
membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
Pasal Ketujuh
Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu ada keikhlasan lahir dan batin
mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan
anak-anak.
Ketujuh pasal di atas merupakan landasan utama perjuangan organisasi
Taman Siswa dalam mewujudkan cita-citanya.
Secara aksiologis tujuan didirikan Taman Siswa adalah :
1. Didikan dalam bentuk perguruan dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi baik
yang bersifat umum maupun yang bersifat kejuruaan, serta memberi pendidikan
yang baik dan berguna untuk keperluan hidup dan penghidupan masyarakat sesuai
dengan asas, dasar dan tujuan pendidikan. Taman siswa dengan selalu mengingat
atau menyesuaikan kecerdasan zaman dan kemajuan dunia.
2. Mengikuti mempelajari perkembangan dunia di luar Taman Siswa yang ada
hubungannya dengan bidang-bidang kegiatan kegiatan taman siswa untuk diambil
faidah sebaik-baiknya.
3. Menumbuhkan dan memasakkan lingkungan hidup keluarga Tamansiswa
sehingga dapat terwujud masyarakat taman siswa yang dicita-citakan,
4. Meluaskan kehidupan Taman Siswa di luar lingkungan masyarakat perguruan
sehingga dapat terbentuk wadah yang nyata bagi jiwa taman siswa agar dengan
demikian ada pengaruh timbal balik antara keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Kontribusi dan Implikasinya terhadap Pendidikan Indonesia


Hari kelahiran Ki Hajar Dewantara diperingati sebagai hari Pendidikan
Nasional, ini membuktikan bahwa taman siswa yang dirintis oleh Ki Hajar
Dewantara sangat berpengaruh pada sistem pendidikan di Indonesia.

19
Setelah merdeka, Ki Hajar Dewantara pernah menjabat beberapa jabatan
penting di pemerintahan yaitu Mentri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan
RI yang pertama, Anggota dan Wakil Ketua DPA, anggota parlemen yang
mendapat gelar “Doktor Honoris Causa” dalam Ilmu Kebudayaan dari Universitas
Gajah Mada pada tanggal 19 Desember 1956.
Ki Hajar Dewantara meninggal pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta.
Beliau telah memberikan karya terbaiknya kepada nusa dan bangsa. Semboyan
Tut Wuri Handayani diabadikan sebagai lambang dan semboyan departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
2.3.3. Mohammad Syafei
Mohammad Syafei lahir di Kalimantan pada tahun 1899. Perjuangan
beliau juga di titik beratkanpada bidang pendidikan. Beliau berjasa besar dalam
mendirikan sejolah yang diberi nama “Indonesische Nederlandsche School” atau
dikenal INS.
Secara ontologis dasar pendidikan yang dikembangkannya adalah
kemasyarakatan, keaktifan, kepraktisan, serta berpikir logis dan rasional sehingga
sisi yang dikembangkan adalah mengembangkan perasaan, pikiran dan
keterampilan.
Secara epistimologis INS menitikberatkan pada dunia kerja. INS
menyelenggarakan pendidikan pada jenjang berikut :
1. Ruang Bawah, yaitu setara dengan Sekolah Dasar dengan lama pendidikan
selama 7 tahun.
2. Ruang Atas, yaitu setara dengan sekolah menengah dengan lama pendidikan
6 tahun.
Secara aksiologis tujuan pendidikan menurut Mohamad Syafei adalah :
1. Mendidik anak-anak agar dapat berpikir rasional;
2. Mendidik anak-anak agar mampu bekerja secara teratur dan bersungguh-
sungguh;
3. Mendidik anak-anak agar dapat menjadi manusia yang berwatak baik;
4. Menanamkan rasa persatuan.

20
Kontribusi dan Implikasi terhadap Pendidikan Indonesia
Pada zaman kemerdekaan tahun 1952, sebagai penghargaan terhadap
usaha Mohamad Syafei dibukalah Sekolah bagi guru disebut SGB yang dapat
meneruskan dan menyebarkan cita-citanya.
Mohamad Syafei pernah diangkat menjadi Mentri Pengajaran Pendidikan
dan Kebudayaan pada Kabinet Syahrir. Beliau meninggal pada tanggal 5 Maret
1969. Meski belau sudah tiada, kiprahnya di bidang pendidikan sangat besar
dalam pembangunan bangsa dan negara.

21
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tokoh-tokoh pendidikan dunia maupun Indonesia memiliki pemikiran-
pemikiran yang telah mempengaruhi pendidikan masa kini. Tanpa pemikiran para
tokoh terdahulu pendidikan Indonesia masa kini tentu belum tentu menjadi seperti
ini.
Setiap tokoh pendidikan baik tokoh dunia maupun tokoh Indonesia
memiliki pemikiran-pemikiran yang unik yang ternyata beberapa masih bisa
diaplikasikan dalam pendidikan masa kini dengan beberapa perbaikan.
3.2. Saran
Dalam makalah ini, tokoh yang dibahas masih terbatas. Penyusun
mengharapkan akan ada penyusunan makalah lainnya yang dapat membahas
kajian historis tokoh pendidikan duni ataupun Indonesia lainnya.

22
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Leo dan Suparman. 2012. Sejarah Pendidikan. Yogyakarta. Penerbit
Ombak.

Erawati, M. (2012).Diktat Kuliah Psikologi Semester Ganjil.Tidak diterbitkan


Hasbullah.2008. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Jalaludin, dan Abdullah Idi. (2007) Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat dan

Pendidikan.. Yogyakarta : Ar-Ruz Media Group.

Mudyahardjo, R. (2008). Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang


Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.
Rahmat, Aceng dkk. (2013). Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta : Kencana Prenada

Media Group.

Tirthahardja, Umar dan L.La Sulo.(2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka

Cipta.

Suwarno, Wiji. (2017). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : Ar-Ruz

Media Group.

23

Anda mungkin juga menyukai