DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
EGI FRINATI
GHINAN NAFSIHA BASITH
PUPUT MAULIDYA
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah, yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
‘Peradaban Islam di Masa Daulah Abbasiyah’. Makalah ini kami susun dalam rangka
menyelesaikan tugas dari mata kuliah ‘Sejarah Peradaban Islam’ dan mengambil hikmah dari
sejarah Islam yang pernah terjadi pada ratusan abad sebelum ini. Terimakasih kepada semua
orang yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini sehingga proses penyusunan
makalah berjalan dengan baik dan lancar.
Kami berharap semoga makalah ini bias memberi manfaat dan menambah pengetahuan
bagi para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah yan akan lebih baik lagi.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….
A. Sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah…………………………………………1
B. Sistem Pemeritahan Daulah Abbasiyah………………………………………..2
C. Kemajuan-Kemajuan Daulah Abbasiyah………………………………………
D. Faktor-Faktor Kemunduran Daulah Abbasiyah……………………………….
E. Hikmah dari Peradaban Islam pada masa Daulah Abbasiyah…………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam peradaban umat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah
peradaban umat Islam, bahwa umat islam pernah menjadi sorotan dunia sebagai suatu kesatuan
yang kuat. Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan umat Islam setelah runtuhnya Bani
Umayyah. Pada masa Bani Abbasiyah, umat islam memperoleh masa kejayaan yang gemilang.
Pada masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu di bidang
Ekonomi, Politik, dan Ilmu Pengetahuan. Umat islam berada pada puncak kejayaan dan aman,
tenteram serta sejahtera. Hal inilah yang perlu kita ketahui sebagai acuaan semangat bagi
generasi umat Islam bahwa peradaban umat Islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang
melampaui kesuksesan negara-negara Eropa. Dengan kita mengetahui bahwa dulu peradaban
umat Islam dikenal oleh seluruh dunia, maka akan memotivasi sekaligus menjadi ilmu
pengetahuan kita mengenai sejarah peradaban umat Islam sehingga kita akan mencoba untuk
mengulangi masa keemasan itu kembali nantinya di masa generasi umat Islam saat ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah beridirnya Bani Abbasiyah?
2. Seperti apa system pemerintahan Bani Abbasiyah?
3. Bagaimana kemajuan-kemajuan Islam pada masa Bani Abbasiyah?
4. Apa faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Bani Abbasiyah?
5. Apa hikmah dari peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah?
C. Tujuan
1. Menjelaskan bagaiman proses berdirinya Bani Abbasiyah
2. Bagaimana jalannya pemerintahan pada masa Dinasti Bani Abbasiyah
3. Menjelaskan perkembangan-perkembangan pada masa Daulah Abbasiyah
4. Menjelaskan factor-faktor kemunduran daulah Abbasiyah
5. Menjelaskan hikmah yang dapat diambil dari peradaban Islam Bani Abbasiyah
BAB II PEMBAHASAN
a. Perang Salib
Kekalahan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang dari pasukan Alp Arselan yanag
hanya berkekuatan 15.000 prajurit telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-
orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertabah setelah Dinasti Saljuk yang
menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan
orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus
Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang
kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau peride telah banyak menelan
korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara tahun 1097-
1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre.
Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan,
panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-
orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gerejaKristen berasosiasi dengan orang-
orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab.
Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.
2) Faktor Internal
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai
sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang
secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada
periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani
Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala
pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah
menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut
a. Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan
Khalifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-
orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada
masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah
berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada
dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama,
sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan
warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah
(kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah
tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan
sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan
bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka
menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di dunia Islam.Fanatisme kebangsaan ini
nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan
sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsaPersia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara.
Adalah Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang besar kepada bangsa Turki
untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka di diangkat menjadi orang-orang penting di
pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota. Merekapun menjadi dominan dan menguasai
tempat yang mereka diami, sehingga khalifah berikutnya menjadi boneka mereka.
Setelah al-Mutawakkil (232-247 H), seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi
tentara Turki semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi Khalifah. Sejak
itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-
orangTurki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga
(334-447), dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk, bangsa Turki pada periode keempat
(447-590H).
c. Kemerosotan Perekonomian
Pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang
masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Perekonomian
masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi
setelah memasuki masa kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran
yang drastis. Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara
menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu
disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang
mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil
yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran
membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin
mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi. Kondisi
politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya,
kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor
ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
Seorang penguasa atau pemimpin harus mengetahui kode etik dalam memimpin
ranah kekuasaan yang ingin dipimpinnya.
Hancurnya suatu bangsa biasanya diawali dari perebutan kekuasaan di antara para
penguasa/ pejabat. Untuk menghindari terjadinya perebutan kekuasaan, maka perlu dibuat
sebuah sistem pergantian kepemimpinan, salah satu caranya adalah melalui pemilihan oleh
rakyat/ demokrasi. Agar pemimpin memiliki figur dan legimitasi yang kuat dari rakyatnya, maka
ia harus memerhatikan nasib rakyatnya, dan memikirkan pola kehidupan masyarakat yang
sederhana serta menjungjung tinngi perdamaian atas rakyat. Seorang pemimpin yang tak haus
akan kekuasaan pasti akan berlaku adil pada setiap lapisan masyarakat dan tidak memberlakukan
dikriminatif atau membeda-bedakan. Kepemimpinan yang hakiki harus disertai dengan jiwa
dapat dipercaya atau amanah dan memiliki moral, wakta, akhlak yang tidak mengecewakan
pilihan rakyat setempat.
Disisi lain, perebutan kekuasaan pada masa sekarang tidak sama seperti pada masa nabi
Muhammad yang jelas kesempurnaanya. Hidup di masa sekarang hanya bertautan dengan
tumpul diatas dan tajam dibawah. Rasa kepemimpinan yang dimiliki seorang penguasa tidak lain
dan tidak bukan hanya untuk kepentingannya sendiri, kerabat atau sanak saudara. Pemimpin
yang baik ialah pemimpin yang dapat mengayomi rakyatnya dalam hal keadilan, kemakmuran
dan kesejahteraan. Dapat diambil kisah dari masa peradaban daulah bani abbasiyah ini.
Kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih dari lima abad, telah banyak memberikan
sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Dari sekitar 37
orang khalifah yang pernah berkuasa, terdapat beberapa orang khalifah yang benar-benar
memliki kepedulian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam dalam
pimpinan khalifah tertsebut, serta berbagai bidang lainnya, seperti bidang-bidang sosial dan
budaya. Dari pernyataan ini saja dapat dipahami bahwa menjadi seorang khalifah atau pemimpin
tidak semudah yang difikirkan. Seorang pemimpin harus mampu membuat kemajuan yang pesat
bagi rakyat-rakyatnya. Pilihan rakyat tidak serta merta hanya memilih, namun menanamkan rasa
percaya diri yang tinggi terhadap pemimpin yang dipilihnya untuk menjalankan tanggung jawab
yang dinobatkan kepada pemimpin terpilih. Tidak hanya itu, menurunnya suatu perkembangan
dalam memimpin pasti terjadi dimanapun, bahkan kemerosotan yang terjadi pada peradaban
masa sekarang berbeda tipis dengan peradaban masa lalu. Terlebih lagi kekuasaan seorang
khalifah atau pemimpin itu jatuh pada perihal perekonomian setempat, dan itu akan
menimbulkan dampak-dampak yang signifikan terhadap rakyat tersendiri. Sebab akibat yang
terjadi pun tak luput dari kesalahan seorang pemimpin yang mengambil hak rakyat sehingga
mengistimewakan kehidupan mereka dengan bergelimang harta.
Perjuangan seorang pemimpin pun tak baik untuk dilupakan, karena para pemimpinlah
yang meraih kesuksesan ataupun kemajuan dari masa jahilliyah dulu hingga masa yang penuh
dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Kerja keras, dan tekad yang besar pun harus
ditempuh dengan semaksimal mungkin oleh seorang pemimpin untuk mendapatkan
kemakmuran, terlebih kepada kemajuan islam dalam peradaban masa lalu hingga sekarang.
Perjuangan seorang khalifah pada masa itu pun menjadi cerminan besar untuk masa-masa
sesudahnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah
keturunan al Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah
ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas dari
keamburadulan Dinasti sebelumny, dinasti Umaiyah. Pada mulanya ibu kota negera adalah al-
Hasyimiyah dekat kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga setabilitas Negara al-
Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke Bagdad. Dengan demikian pusat pemerintahan
dinasti Abasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Al-Mansyur melakukan konsolidasi dan
penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di
lembaga eksekutif dan yudikatif. Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya
berawal dari kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai
sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga
pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada
masa pemerintahan Bani Abas dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Pada beberapa dekade terakhir, daulah Abbasiyah mulai mengalami kemunduran, terutama
dalam bidang politiknya, dan akhirnya membawanya pada perpecahan yang menjadi akhir
sejarah daulah abbasiyah.
B. SARAN
Dari penjelasan di atas kita sebagai umat Islam dapat mengambil pelajaran. Sebuah sistem
yang teratur akan menghasilkan pencapaian tujuan yang maksimal, seperti kisah pendirian
dinasti Abbasiyah. Mereka bisa mendirikan dinasti di dalam sebuah negara yang dikuasai suatu
dinasti yang menomorduakan mereka. Selain itu dari sejarah kekuasaan dinasti Abbasiyah ini
kita juga bisa mengambil manfaat yang bisa kita rasakan sampai saat ini, yaitu perkembangan
ilmu pengetahuan. Seharusnya kita yang hidup pada zaman modern bisa meneruskan perjuangan
para ilmuwan zaman daulah Abbasiyah dahulu.