Septum Defiasi KLP 5
Septum Defiasi KLP 5
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Septum Deviasi adalah septum nasi yang tidak terletak lurus ditenggah
rongga hidung atau kelainan dari bentuk septum. Kelainan yang sering
ditemukan adalah deviasi septum, hematoma septum dan abses septum. Bentuk
septum normal ialah lurus ditenggah rongga hidung tetapi pada orang dewasa
biasanya septum nasi tidak lurus sempurna digaris tengah. Deviasi septum yang
ringan tidak akan menganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat,
menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan demikian dapat
menganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi yaitu sinusitis.
Dari data Medikal Record Rumah Sakit Santo antonius Pontianak pada tahun
2004, jumlah penderita septum deviasi adalah 2 orang dan pada tahun 2005 ini
dari bulan januari sampai bulan nopember, jumlah penderita septum deviasi
adalah 3 0rang. Data ini menunjukan bahwa penyakit dengan kelainan bentuk
septum pada hidung sedikit sekali atau jarang ditemukan. Hal ini mungkin
disebabkan karena masyarakat yang jarang melakukan pemeriksaan hidung dan
kurangnya pengetahuaan Masyarakat mengenai penyakit kelaianan bentuk
septum pada hidung.
Penyebab yang paling sering dari septum deviasi adalah trauma sesudah
lahir, trauma pada waktu partus, atau bahkan pada masa janin intra uterin.
Penyebab lain adalah ketidak seimbangan pertumbuhan. Tulang rawan septum
nasi terus tumbuh, meskipun batas suferior dan inferior telah menetap. Dengan
demikian terjadilah deviasi pada septum nasi itu. Keluhan yang sering dirasakan
pada septum deviasi adalah sumbatan hidung yang menetap, bisa unilateral,
bisa bilateral, nyeri kepala dan sekitar mata, gangguan penciuman dan efistaksis
(jarang terjadi).
1
septum. Sebagai seorang perawat, kita dituntut untuk dapat memberikan bantuan
keperawatan kepada pasien terutama pada perawatan post operasi guna
mencegah komplikasi yang dapat terjadi seperti : perdarahan, infeksi local,
aspirasi. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan mengobservasi secara
kontinyu mengenai : adanya perdarahan, tanda-tanda vital, mengganti balutan
dengan tehnik steril, menganjurkan pasien untuk tidak mengeluarkan
ingus/bersin dengan keras,dan menarik-narik tampon.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu memahami definisi septum deviasi
2. Mahasiswa mampu etiologi septum deviasi
3. Agar mahasiswa mampu menmahami patofisiologi septum deviasi
4. Agar mahasiswa mampu menmahami manifestasi klinis septum deviasi
5. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang septum deviasi
6. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan medis septum deviasi
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui komplikasi septum deviasi
10.Agar mahasiswa dapat membuat dan memahami asuhan keperawatan
klien dengan septum deviasi
2
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Septum Deviasi adalah abnormalitas dari septumnasi atau kelainan
bentuk septum dimana septum nasi tidak terletak lurus ditengah rongga hidung (
Arif Mansjoer tahun 2001, Kapita Selekta Kedokteran )
B. Etiologi
1. Penyebab yang paling sering adalah trauma
Dapat terjadi sesudah lahir, pada waktu partus, atau bahkan pada masa
janin intrauterine.
2. Ketidak seimbangan pertumbuhan
Tulang rawam septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan
inferior telah menetap. Dengan demikian terjadilah deviasi pada septum
nasi.
C. Patofisiologi
Bentuk septum yang tidak normal akibat trauma atau ketidak seimbangan
pertumbuhan dapat menyebabkan bentuk deformitas dari septum. Septum
deviasi biasnya berbentuk hurup C, S, dislokasi yaitu bagian bawah kartilago
septum keluar dari Krista maksila dan masuk kedalam rongga hidung
menyebabkan Penonjolan tulang rawan septum, bila memanjang dari depan
kebelakang disebut Krista dan bila sangat runcing dan pipih disebut spisna. Bila
deviasi atau Krista septum bertemu dan melekat dengan konka dihadapannya
disebut sineksia (perlekatan), bentuk ini akan menambah beratnya obstruksi.
Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan factor
predisposisi terjadinya sinusitis.
D. Manifestasi Klinis
1. Sumbatan hidung adalah keluahan yang paling sering terjadi pada septum
deviasi, sumbatan bisa unilateral, dapat pula bilateral, sebab pada sisi
deviasi terdapat konka hipotropia, sedangkan pada sisi sebelahnya
3
terjadi konka yang hipertropia, sebagai akibat mekanisme kompensasi ,
bertambah berat bila terserang flu/rhinitis.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
2. Pemeriksaan laboratorium
F. Penatalaksanaan Medis
1. Bila gejala tidak ada atau keluhan sangat ringan, tidak perlu
dilakukantindakan koreksi septum.
2. Tindakan operatif pada pasien dengan keluhan yang nyata ada dua jenis :
G. Komplikasi
1. Bila tidak dilakukan tindakan operasi pada keluhan yang berat dapat
menyebabkan sinusitis.
2. Post operasi :
4
a. Pendarahan
b. Infeksi lokal
c. Kolaps hidung
d. Aspirasi
e. Hidung pelana akibat turunnya puncak hidung Oleh karena bagian atas
tulang rawan septum terlalu banyak diangkat
f. Perporasi septum
g. Obstruksi menetap akibat Obstruksi saluran pernafasan septum nasi
yang tidak lengkap.
5
BAB III
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. B
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin :L
Status Perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Poasia
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. N
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin :L
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Poasia
Hubungan dengan klien : Orang Tua Klien
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
6
b. Riwayat penyakit sekarang.
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan : Hidung buntu, sukar bernafas,
Pilek, Pusing, dan sebelumnya klien datang ke poli THT dan oleh dokter
yang merawat hanya di beri obat dan untuk selanjutnya klien harus
operasi.
c. Riwayat penyakit dahulu
+ 6 bulan klien sering polek, dari orang tua klien sewaktu kecil di pukul
temannya.
- Eliminasi
BAK : 6 – 7 x/ hari, sehari sebelum operasi klien tidak bisa tidur karena
sakit pada hidungnya. Tanggal 23 – April – 2002 jam 17.00 : Klien
tampak lemah, pada lengan kiri terpasang infus RL 28 tetes/ menit, T
11/80 mmHg, suhu 37,2oc, RR 28 x/menit, n 92 x/menit, pada hidung
terdapat tampon + 1,5 meter, klien bernafas melalui mulut.
4. Pemeriksaan Fisik
7
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thiroid ekstrimitas atas
atau bawah ; tidak ada fraktur, kontraktur tidak ada.
5. Klasifikasi Data
Data Subyektif Data Obyektif
1. Klien mengatakan tidak bisa 1. Klien tampak benafas melalui
bernafas seperti biasa, mulut,
2. klien mengatakan ada 2. Tampak ada pita tampon +
sesuatu yang mengganjal 1,5 m pada hidung,
pada hidungnya. 3. Nafas klien tampak berbau
3. Klien mengatakan tidak tidur tidak enak.
semalaman karena nyerinya, 4. Klientampak menyeringai
4. klien mengatakan hidung kesakitan,
terasa sakit. 5. klien tampak memegangi
5. Klien mengatakan hanya hidung yang sakit,
makan 2 sendok. 6. pemeriksaan fisik T 120/90
6. Klien mengatakan takut mmHg, N 100 x/menit, RR 28
tersedak. x/menit, suhu 37,2 oc.
7. BB 48 Kg 7. Porsi makan yang tersedia
hanya di makan 2 sendok,
8. Terjadi penurunan BB.
6. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1. DS : Pemasangan tampon Ketidakefektifan
jalan napas
1. Klien mengatakan
tidak bisa bernafas
8
seperti biasa, Obstruksi nasal
2. klien mengatakan
ada sesuatu yang
mengganjal pada Jalan napas terganggu
hidungnya
DO:
1. Klien tampak benafas Udara masuk dan keluar
melalui mulut, lewat mulut
2. Tampak ada pita
tampon + 1,5 m pada
hidung, Jalan napas tidak efektif
3. Nafas klien tampak
berbau tidak enak.
9
3. DS : Penggunaan tampon pada Ketidaksembanga
n nutrisi
1. Klien mengatakan hidung
hanya makan 2
sendok.
2. Klien mengatakan Bernpas menggunakan
takut tersedak. mulut
DO :
1. Porsi makan yang
tersedia hanya di Proses mencerna
makan 2 sendok, makanan terhambat
2. Terjadi penurunan
BB menjadi 48 kg Dorongan ekspirasi
terhadap makanan di mulut
Tersedak
Intake kurang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan pemasangan tampon pada
hidung.
2. Nyeri berhubungan dengan luka paska operasi.
3. Ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake kurang
10
C. Intervensi
11
4. Monior kualitas dari nadi
5. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
6. Moitor pola pernapasan
abnormal
7. monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
2. Nyeri Pain level, Pain management
berhubungan Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan luka Comfort level secara komprehensif,
paska operasi. termasuk lokasi,
Kriteria hasil : karakteristik,
1. Nyeri berkurang atau hilang durasi,frekuaensi,kualitas
2. Skala nyeri menjadi normal dan faktor presiptasi
3. Klien menyatakan rasa 2. Gunakan tekhnik
nyaman setelah nyeri komunkasi terapeutik
berkurang untuk mengetahui
4. Tidak ada rintihan atau pengalaman nyeri klien
ekspresu wajah rileks 3. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
4. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
5. Eveluasi keefektifan
kontrol nyeri
6. Tingkatkan istrahat
7. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri yang
tidak berhasil
8. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
12
9. Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
Analgesic administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
3. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
4. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
5. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
3. Ketidakseimbang Nutritional Status : Food and Nutrition management
an pemenuhan
Fluid Intake 1. Berikan makanan yang
nutrisi kurang d
ari kebutuhan tu Nutritional Status : Nutrient terpilih
buh
Intake 2. Kaji adanya alergi
berhubungan
dengan intake Weight Control makanan
kurang
3. Anjurkan pasien untuk
Kriteria Hasil : meningkatkan protein dan
1. Mampu mengidentifikasi vitamin C
kebutuhan nutrisi 4. Ajarkan pasien bagaimana
2. Tidak ada tanda-tanda membuat catatan makanan
malnutrisi harian
3. Tidak terjadi penurunan 5. Berikan informasi tentang
berat bedan yang berarti kenutuhan nutrisi
13
4. Berat badan ideal sesuai 6. Kaji kemampuan pasien
dengan tinggi badan untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
8. Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
9. Berikan substansi gula
Nutrition monitoring
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor lingkungan selama
makan
5. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
6. monitor mual dan muntah
monitor kadar albumin,
total protein,HB, dan kadar
HT
14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
15