Anda di halaman 1dari 79

1

SKRIPSI

PREVALENSI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PADA PASIEN


HIV/AIDS DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
DARI JANUARI 2012 HINGGA DESEMBER 2015

Oleh :
GAYATTHIRI NAAIDU
130100476

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
i

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Prevalensi penyakit menular seksual pada pasien
HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan dari Januari
2012 hingga Desember 2015
Nama : GAYATTHIRI NAAIDU
NIM : 130100476

Pembimbing I Pembimbing II

(dr. Dina A. Dalimunthe, M.Ked (KK), Sp.KK) (dr. T. Helvi Mardiani, M.Kes)
NIP : 198204152008012015 NIP : 197201072001122002

Ketua Penguji Anggota Penguji

(dr. T. Siti Harilza Zubaidah, Sp.M) (dr. Riana Miranda Sinaga, Sp.KK)
NIP : 197604222005012002 NIP : 198104072009122004

Medan,
Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K))


NIP : 196605241992031002
ii

ABSTRAK

Pendahuluan: Penyakit menular seksual adalah penyakit yang menular melalui


kontak hubungan seksual. Penyakit menular seksual yang banyak diderita oleh
pasien HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit
menular seksual pada pasien HIV/AIDS.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan


cross-sectional, dimana penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik
pasien HIV/AIDS dengan penyakit menular seksual.

Hasil: Dari 107 pasien, didapati 32,7% menderita Gonorrhea, 8,4% menderita
Herpes simpleks, 36,5% menderita Kondiloma akuminata, 19,6% menderita
Sifilis dan 2,8% menderita Trikomoniasis. Penyakit menular seksual yang paling
banyak diderita oleh pasien HIV/AIDS adalah pada usia 31-40 tahun (37,4%),
jenis kelamin laki-laki (71,0%), berpendidikan SMA (72,9%), menikah (81,3%),
bekerja sebagai wiraswasta (53,3%) dan juga bersuku jawa iaitu (38,3%).

Diskusi: Pasien HIV/AIDS banyak menderita penyakit menular seksual. Individu


yang terinfeksi HIV mengalami penurunan jumlah limfosit T-CD4 melalui
beberapa mekanisme yakni dari jumlah normal yang berkisar 600-1200/mm3
menjadi 200/mm3 atau lebih rendah lagi, sehingga pertahanan individu terhadap
mikroorganisme patogen menjadi lemah dan meningkatkan risiko terjadinya
infeksi sekunder, penyakit menular seksual dan akhirnya masuk ke stadium AIDS.

Kata kunci: HIV/AIDS, prevalensi, penyakit menular seksual, karakteristik.


iii

ABSTRACT

Introduction: Sexually transmitted disease is a disease that is transmitted through


sexual contact. Sexually transmitted disease usually occur on patients with HIV /
AIDS. This study aims to determine the prevalence of sexually transmitted
diseases in patients with HIV / AIDS.

Methods: This research is a qualitative descriptive cross-sectional approach,


where research aims to determine the characteristics of patients who have HIV /
AIDS.

Results: Out of 107 patients, it is found that 32.7% has Gonorrhea, 8.4%
suffering from Herpes simplex, 36.5% has Condyloma acuminata, 19.6% has
Syphilis and 2.8% have Trichomoniasis. Sexually transmitted diseases are the
most suffered by patients who have HIV / AIDS are in the age of 31-40 years
(37.4%), male gender (71.0%), high school educated (72.9%), married (81 , 3%),
working as self-employed (53.3%) and also have tribes of Java (38.3%).

Discussion: HIV / AIDS patients suffer many sexually transmitted diseases.


Individuals who are infected with HIV has decreased number of CD4 T-
lymphocytes via several mechanisms of the normal amount in the range of 600-
1200 / mm3 to 200 / mm3 or lower, so that the individual defense against
pathogenic microorganisms is becoming weaker and increases the risk of
secondary infection, sexually transmitted diseases and finally into AIDS stage.

Keywords: HIV / AIDS, prevalence, sexually transmitted diseases, characteristic.


iv

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Karya
Tulis Ilmiah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Penelitian ini berjudul
“Prevalensi penyakit menular seksual pada pasien HIV/AIDS di RSUP Haji Adam
Malik di Medan dari Januari 2012 hingga Desember 2015”, yang merupakan salah
satu persyaratan untk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih kepada orang tua penulis yang telah membesarkan dan
mendidik penulis dengan baik sehingga penulis dapat duduk di bangku kuliah,
serta memberikan dukungan baik secara moril dan material.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis telah banyak mendapat
bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, dan Dr. dr. Imam Budi Putra, Sp.KK(K)
selaku wakil dekan I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
2. dr. Dina Arwina Dalimuthe, M.Ked(KK), Sp.KK dan dr. T. Helvi
Mardiani, M.Kes selaku dosen pembimbing penulis atas kesabaran, waktu
dan masukan-masukan yang diberikan untuk membimbing penulis
sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. dr. T. Siti Harilza Zubaidah, Sp.M dan dr. Riana Miranda Sinaga, Sp.KK
selaku dosen penguji pada seminar proposal Karya Tulis Ilmiah dan
seminar hasil Karya Tulis Ilmiah ini, atas pengarahan yang diberikan
sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. dr. Arlinda Sari Wayuni, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.
5. Bagian komisi etik yang telah memberi izin secara validasi untuk membuat
penelitian.
6. Kepala bagian direktorat sdm dan pendidikan instalasi penelitian dan
pengembangan RSUP Haji Adam Malik Medan, yang telah memberikan
izin untuk mengambil rekam medis di Instalasi Rekam Medis.
v

7. Seluruh staf perawat yang membantu penulis pada saat melakukan validasi
dan penelitian di Instalasi Rekam Medis.
8. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis selama masa pendidikan.
9. Teman-teman kelompok sesama bimbingan Karya Tulis Ilmiah dan teman-
teman peneliti lainnya, yang telah memberi bantuan berupa saran, kritikan
dan motivasi selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
10. Seluruh pihak yang telah memberi bantuan kepada peneliti.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik sangat diharapkan demi kemajuan kualitas
Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat
memberikan manfaat bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
bangsa dan Negara Indonesia, serta bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, khususnya dalam dunia kedokteran.

Medan, 9 JANUARI 2017

GAYATTHIRI NAAIDU
(NIM: 130100476)
vi

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan ....……………………………………….……………... i
Abstrak ..……………………………………………………………............... ii
Abstract ..…………………………………………………………….............. iii
Kata Pengantar ................................................................................................ iv
Daftar Isi ......…………………………………………………………............. vi
Daftar Tabel ......………………………………………………………........... viii
Daftar Gambar.................................................................................................. ix
Daftar Lampiran ..........……………………………………………................ x
Daftar Istilah/Singkatan……………………………………………............... xi

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2. Permasalahan ............................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian........................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian........................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………........ 6


2.1. HIV/AIDS.................................................................................... 6
2.1.1. Pengertian........................................................................... 7
2.1.2. Klasifikasi HIV/AIDS........................................................ 7
..............................................................................................................
2.1.3. Etiologi dan Patogenesis.................................................... 7
2.1.4. Tanda dan Gejala................................................................ 13
2.1.5. Penularan HIV/AIDS......................................................... 14
2.1.6. Pencegahan Penularan........................................................ 16
2.1.7. Diagnosis HIV/AIDS......................................................... 16
2.1.8. Penatalaksanaan HIV/AIDS............................................... 18
2.2. Penyakit Menular Seksual............................................................ 20
2.2.1. Pengertian........................................................................... 20
2.2.2. Etiologi Penyakit Menular Seksual.................................... 21
2.2.3. Penularan Penyakit Menular Seksual................................. 22
2.2.4. Jenis-Jenis Penyakit Menular Seksual............................... 22
2.2.5. Tanda dan Gejala Penyakit Menular Seksual..................... 25
2.2.6. Pencegahan Penyakit Menular Seksual.............................. 25
2.2.7. Penatalaksanaan Penyakit Menular Seksual...................... 25
2.3. Hubungan Penyakit Menular Seksual dengan HIV/AIDS........... 26

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS


PENELITIAN…………………………………………………………………. 28
3.1. Kerangka Teori Penelitian........................................................... 28
3.2. Kerangka Konsep Penelitian ....................................................... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN……………………………………………. 29


4.1. Jenis Penelitian............................................................................. 29
vii

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian....................................................... 29


4.3. Populasi dan Sampel.................................................................... 29
4.4. Teknik Pengumpulan Data........................................................... 29
4.5. Definisi Operasional..................................................................... 30
4.6. Pengolahan dan Analisa Data…………………………………... 35
4.7. Kerangka Operasional………………………………………….. 35
4.8. Jadwal Penelitian……………………………………………….. 36
4.9. Rincian Biaya Penelitian………………………………………. . 36

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN…….…………………………………. 37


5.1. Sampel .......................................................................................... 37
5.2. Sampel Berdasarkan Penyakit Menular Seksual.......................... 37
5.3. Karakteristik Sampel.................................................................... 37
5.3.1. Karakteristik Sampel berdasarkan Usia.............................. 37
5.3.2. Karakteristik Sampel berdasarkan Jenis Kelamin.............. 38
5.3.3. Karakteristik Sampel berdasarkan Pendidikan…………… 39
5.3.4. Karakteristik Sampel berdasarkan Status Marital.............. 40
5.3.5. Karakteristik Sampel berdasarkan Pekerjaan..................... 40
5.3.6. Karakteristik Sampel berdasarkan Suku............................. 41
5.3.7. Karakteristik Sampel berdasarkan Nilai CD4.................... 42
5.4. Pembahasan................................................................................. 43
5.4.1. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual........ 43
5.4.2. Karakteristik Penderita HIV/AIDS dengan Penyakit Menular
Seksual Berdasarkan Usia.................................................. 44
5.4.3. Karakteristik Penderita HIV/AIDS dengan Penyakit Menular
Seksual Berdasarkan Jenis Kelamin................................... 45
5.4.4. Karakteristik Penderita HIV/AIDS dengan Penyakit Menular
Seksual Berdasarkan Pendidikan........................................ 46
5.4.5. Karakteristik Penderita HIV/AIDS dengan Penyakit Menular
Seksual Berdasarkan Status Marital................................... 46
5.4.6. Karakteristik Penderita HIV/AIDS dengan Penyakit Menular
Seksual Berdasarkan Pekerjaan.......................................... 47
5.4.7. Karakteristik Penderita HIV/AIDS dengan Penyakit Menular
Seksual Berdasarkan Suku.................................................. 48
5.4.8. Karakteristik Penderita HIV/AIDS dengan Penyakit Menular
Seksual Berdasarkan Nilai CD4......................................... 48

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN …….………………………………. 50


6.1. Kesimpulan................................................................................... 50
6.2. Saran.............................................................................................. 50

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 52
viii

DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 4.1 Jadwal Penelitan 36
Tabel 5.1 Sampel Pasien HIV/AIDS berdasarkan PMS 37
Tabel 5.2 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Usia 38
Tabel 5.3 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Jenis Kelamin 38
Tabel 5.4 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Pendidikan 39
Tabel 5.5 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Status Marital 40
Tabel 5.6 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Pekerjaan 40
Tabel 5.7 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Suku 41
Tabel 5.8 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Nilai CD4 42
ix

DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Anatomi Virus HIV 8
Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian 28
Gambar 3.2. Kerangka Konsep 28
x

DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup
2. Logbook Bimbingan Proposal Penelitian
3. Persetujuan Etik
4. Izin penelitian dari Universitas Sumatera Utara
5. Izin penelitian dari RSUP Haji Adam Malik Medan
6. Master Data Penelitian
7. Tabel distribusi frekuensi
8. Logbook Bimbingan Karya Tulis Ilmiah
xi

DAFTAR ISTILAH/ SINGKATAN


1. HIV : Human Immunodeficiency Virus
2. AIDS : Acquired Immunodeficiency Virus
3. IO : Infeksi Oportunistik
4. RNA : Ribonucleic Acid
5. DNA : Deoxyribonucleic Acid
6. CD4 : Cluster of Differentiation 4
7. WHO : World Health Organization
8. IFA : Indirect Immunofluorescnece Assays
9. LGV : Lymphogranuloma Venereum
10. PMS : Penyakit Menular Seksual
11. SD : Sekolah Dasar
12. SMP : Sekolah Menengah Pertama
13. SMA : Sekolah Menengah Atas
14. D3 : Diploma 3
15. S1 : Sarjana 1
16. PNS : Pegawai Negeri Sipil
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) yang dapat menular dan mematikan. 1 Virus tersebut menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia sehingga mengalami penurunan daya tahan tubuh yang ekstrim dan
mudah terjangkit penyakit-penyakit infeksi dan keganasan yang dapat menyebabkan kematian.2
United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) tahun 2011 melaporkan bahwa
jumlah orang yang terjangkit HIV di dunia sampai akhir tahun 2010 adalah 34 juta orang, dua
pertiganya tinggal di Afrika kawasan Selatan Sahara, di kawasan itu kasus infeksi baru mencapai
70 persen, di Afrika Selatan 5,6 juta orang terinfeksi HIV, di Eropa tengah dan barat jumlah kasus
infeksi baru HIV/AIDS sekitar 840 ribu, di Jerman secara kumulasi ada 73 ribu orang, kawasan
Asia Pasifik merupakan urutan kedua terbesar di dunia setelah Afrika selatan dimana terdapat 5
juta penderita HIV/AIDS.3
Asia tenggara menurut World Health Organization (WHO) juga pada tahun 2011 terdapat
3,5 juta orang hidup dengan HIV/AIDS. Beberapa negara seperti Myanmar, Nepal dan Thailand
menunjukkan trend penurunan infeksi baru HIV. Hal ini berhubungan dengan penerapan program
pencegahan HIV/AIDS melalui program Condom use 100 persen (CUP). Trend kematian yang
disebabkan oleh AIDS antara tahun 2001 sampai 2010 berbeda disetiap bagian negara. Di Eropa
timur dan Asia tengah sejumlah orang meninggal karena AIDS meningkat dari 7.800 menjadi
90.000, di Timur tengah dan Afrika utara meningkat dari 22.000 menjadi 35.000, di Asia timur
juga meningkat dari 24.000 menjadi 56.000.4
Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia mencapai 5%, sehingga sejak itu Indonesia
dimasukkan ke dalam kelompok negara dengan endemi terkonsentrasi. Di tingkat nasional, jumlah
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia diperkirakan 287.357 orang yang tersebar di
5
seluruh provinsi di Indonesia, meningkat
1 sedikit dibandingkan pada 2007 sebesar 270.000.
Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2011 pada Lelaki
Suka Lelaki (LSL), Prevalensi HIV tertinggi di kota Jakarta (17%) dan terendah di kota Semarang
(2,4%).6
2

Sumatera Utara juga mengalami peningkatan prevalensi HIV/ AIDS dimana jumlah kasus
HIV di Sumatera Utara pada tahun 2011 terdapat 1.251 kasus, jumlah kumulatif AIDS s/d 2011
ada 515 kasus, di kota Medan jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun 2006 sampai tahun 2011
terdapat 2.904 penderita (HIV 2.153 /AIDS 751), diantaranya terjadi pada kelompok Homoseksual
(3,68%), berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki prevalensinya lebih tinggi (76%), berdasarkan
kelompok usia pada usia 25-34 tahun prevalensi paling tinggi (57%), CFR (18,53%). 7 Sedangkan
menurut Dinas Kesehatan Sumatera Utara sejak tahun 1994 hingga Maret 2013, prevalensi AIDS
mencapai 2.580 orang dan jumlah penderita HIV (+) mencapai 1417 orang, hingga totalnya ada
sebanyak 3.997.8
Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang sebagian besar ditularkan melalui
hubungan seksual. Penyakit menular seksual sebenarnya bukanlah masalah baru dalam ruang
lingkup kesehatan reproduksi. Namun, sejak ditemukannya kasus HIV/AIDS pertama kalinya di
Bali pada tahun 1988, maka upaya penanggulangan PMS mulai berkembang pesat, karena adanya
PMS mempermudah seseorang tertular HIV.9
Penyakit menular seksual merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup menonjol
di sebagian besar wilayah dunia.10 Insidensi dan penyebarannya bervariasi dan tidak dapat
diperkirakan secara tepat.11 WHO memperkirakan insidensi PMS pada tahun 2008 ada sebanyak
498.9 juta kasus baru dan jumlahnya meningkat sebesar 11% bila dibandingkan dengan penelitian
pada tahun 2005. Jumlah kasus baru yang didapatkan pada tahun 2008 tersebut meliputi wilayah
Afrika ada sebanyak 92,6 juta kasus, wilayah Amerika ada sebanyak 125,7 juta kasus, wilayah
Eropa ada sekitar 46,8 juta kasus, wilayah Mediterania ada 26,5 juta kasus, wilayah Pasifik Barat
ada sekitar 128,2 juta dan wilayah Asia Tenggara, ada sebanyak 78,5 juta kasus.12
Sementara itu, terdapat juga beberapa laporan mengenai angka kejadian PMS di berbagai
wilayah Indonesia, seperti di Provinsi DKI Jakarta, pada tahun 2009 terdapat sekitar 7.380 kasus
PMS.13 Di Provinsi Jawa Timur, pada tahun 2011 terdapat sekitar 10.752 kasus PMS. 14 Di Provinsi
Sumatera Utara pada tahun 2008, terdapat sekitar 6.787 kasus PMS. 15 Di Kota Medan pada tahun
2012, terdapat sekitar 3.452 kasus.16 Di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2004 hingga 2008
terdapat sebanyak 262 kasus.17
Menurut Duarsa PMS merupakan ko-faktor penularan HIV. Penderita penyakit menular
seksual (PMS) lebih rentan terhadap HIV karena daerah genital adalah titik rawan dari mana virus
HIV dapat memiliki entri yang mudah. Penderita PMS serta HIV akan lebih mudah menularkan
3

ke orang lain. Pengidap HIV dengan PMS akan lebih cepat menjadi AIDS karena system
kekebalan tubuh menurun dan menyebabkan HIV maju menjadi AIDS.18

1.2. Permasalahan
Penyakit PMS terus mengalami perkembangan pesat. Banyak faktor yang berhubungan
dengan peningkatan prevalensi penyakit menular seksual, salah satunya adalah HIV/AIDS.
Mengacu kepada fenomena diatas, penulis tertarik untuk meneliti gambaran prevalensi penyakit
menular seksual pada pasien HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan dari Januari 2012
hingga Desember 2015.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran prevalensi penyakit menular seksual pada pasien HIV/AIDS
di RSUP Haji Adam Malik Medan dari Januari 2012 hingga Desember 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus


a. Untuk mengidentifikasi prevalensi penyakit menular seksual pada pasien HIV/AIDS.
b. Untuk mengidentifikasi prevalensi penyakit menular seksual pada pasien HIV/AIDS
berdasarkan karakteristik usia.
c. Untuk mengidentifikasi prevalensi penyakit menular seksual pada pasien HIV/AIDS
berdasarkan karakteristik jenis kelamin.
d. Untuk mengidentifikasi prevalensi penyakit menular seksual pada pasien HIV/AIDS
berdasarkan karakteristik pendidikan.
e. Untuk mengidentifikasi prevalensi penyakit menular seksual pada pasien HIV/AIDS
berdasarkan karakteristik status marital.
f. Untuk mengidentifikasi prevalensi penyakit menular seksual pada pasien HIV/AIDS
berdasarkan karakteristik pekerjaan.
g. Untuk mengidentifikasi prevalensi penyakit menular seksual pada pasien HIV/AIDS
berdasarkan karakteristik suku.
h. Untuk mengidentifikasi prevalensi penyakit menular seksual pada pasien HIV/AIDS
berdasarkan karakteristik nilai CD4.
4

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Bidang Pelayanan Masyarakat
Menambah pengetahuan kepada tenaga medis tentang prevalensi penyakit menular seksual
pada pasien HIV/AIDS untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada pasien HIV/AIDS.

1.4.2. Bidang Pendidikan


Menambah pengetahuan kepada tenaga medis tentang prevalensi penyakit menular seksual
pada pasien HIV/AIDS berdasarkan karakteristik usia, jenis kelamin, pendidikan, status marital,
pekerjaan, suku serta nilai CD4.

1.4.3. Bidang Penelitian


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melaksanakan penelitian
lebih lanjut.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immunodeficiency Syndrome


(HIV/AIDS)
2.1.1. Pengertian
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan dan
melemahkan sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Virus HIV menyerang dan merusak fungsi
sel-sel pertahanan tubuh, sehingga imunitas tubuh akan terus menurun secara progresif. Akibat
lemahnya imunitas tubuh, maka terjadi kerentanan terhadap berbagai infeksi dan penyakit,
walaupun infeksi tersebut dapat diatasi atau sembuh bila menyerang pasien imunitas tubuh yang
baik.3
Human Immunodeficiency Virus (HIV) secara fisiologis adalah retrovirus yang termasuk
dalam family lentivirus, yaitu virus yang dapat berkembang biak dalam darah manusia. Pasien
yang sudah terinfeksi HIV dan mengalami stress yang berkepanjangan, akan mempercepat
menyebarnya AIDS. HIV menyerang salah satu jenis sel darah putih (limfosit/sel-sel T4) yang
berfungsi untuk menangkal infeksi. Replikasi virus yang terus menerus mengakibatkan semakin
berat kerusakan sistem kekebalan tubuh dan semakin rentan terhadap infeksi oportunistik (IO)
sehingga akan berakhir dengan kematian.19
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat menyebabkan sistem imun mengalami
beberapa kerusakan dan kehancuran, lambat laun sistem kekebalan tubuh manusia menjadi lemah
atau tidak memiliki kekuatan pada tubuhnya, maka pada saat inilah berbagai penyakit yang
dibawa virus, kuman dan bakteri sangat mudah menyerang seseorang yang sudah terinfeksi HIV.
Kemampuan HIV untuk tetap tersembunyi adalah yang menyebabkannya virus ini tetap ada seusia
hidup, bahkan dengan pengobatan yang efektif. 20
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sindrom yang disebabkan oleh virus
HIV. Sindrom ini merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan melemahnya fungsi sistem
kekebalan tubuh. Sindrom ini merupakan tahap lanjutan dari infeksi HIV yaitu pada 10 sampai 15
tahun kemudian akan berkembang dan ditandai dengan perkembangan kanker tertentu, infeksi,
6
atau manifestasi klinis lain yang parah.21
6

2.1.2. Klasifikasi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome


(HIV/AIDS)
Human Immunodeficiency Virus (HIV) diklasifikasikan kedalam famili berikut ini:
Famili : Retroviridae
Sub famili : Lentivirinae
Genus : Lentivirus
Spesies : Human Immunodeficiency Virus 1 (HIV-1)
Human Immunodeficiency Virus 2 (HIV-2)

Human Immunodeficiency Virus (HIV) menunjukkan banyak gambaran khas fisikokimia


dari familinya. Terdapat dua tipe yang berbeda dari virus AIDS manusia, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Kedua tipe dibedakan berdasarkan susunan genom dan hubungan filogenetik (evolusioner) dengan
lentivirus primata lainnya. Berdasarkan pada deretan gen env, HIV-1 meliputi tiga kelompok virus
yang berbeda yaitu M (main), N (New atau non-M, non-O) dan O (Outlier). Kelompok M yang
dominan terdiri dari 11 subtipe atau clades (A-K). Telah teridentifikasi 6 subtipe HIV-2 yaitu sub
tipe A-F.22

2.1.3. Etiologi dan Patogenesis


2.1.3.1. Etiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu retrovirus anggota subfamili lentivirinae.
Retrovirus berdiameter 70-130 nm.Masa inkubasi virus ini selama sekitar 10 tahun Virion HIV
matang memiliki bentuk hampir bulat. Selubung luarnya, atau kapsul viral, terdiri dari lemak lapis
ganda yang banyak mengandung tonjolan protein. Duri-duri ini terdiri dari dua glikoprotein;
gp120 dan gp41. Terdapat suatu protein matriks yang disebut gp17 yang mengelilingi segmen
bagian dalam membran virus. Sedangkan inti dikelilingi oleh suatu protein kapsid yang disebut
p24.23
Di dalam kapsid terdapat dua untai ribonucleic acid (RNA) identik dan molekul preformed
reverse transcriptase, integrase dan protease yang sudah terbentuk. Reverse transcriptase adalah
enzim yang mentranskripsikan RNA virus menjadi deoxyribonuclic acid (DNA) setelah virus
masuk ke sel sasaran.24
Virus HIV ini memiliki struktur dimana bagian luar selubung disebut envelope dan bagian
dalam terdapat inti yang disebut core. Di dalam inti virus juga terdapat enzim-enzim yang
7

digunakan untuk membuat salinan RNA yang deperlukan untuk replikasi HIV yakni : reverse
transcriptase, integrase dan protease. Penyebab utama HIV/AIDS adalah virus yang disebut
retrovirus karena memiliki enzim reverse transcriptase, yang mampu mengubah RNA menjadi
DNA pada sel yang terinfeksi, kemudian berintegrasi dengan DNA sel pejamu yang selanjutnya
bereplikasi menjadi virus baru.25

Gambar 2.1 Anatomi Virus HIV26


2.1.3.2. Siklus Hidup Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Virus HIV merupakan retrovirus obligat intraselular dengan replikasi sepenuhnya di dalam
sel host. Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh manusia diawali dari interaksi gp120 pada
selubung HIV berikatan dengan reseptor spesifik CD4 yang terdapat pada permukaan membran
sel target (kebanyakan limfosit TCD4+). Sel target utama adalah sel yang mampu
mengekspresikan reseptor CD4 (astrosit, mikroglia, monosit-makrofag, limfosit, Langerhan’s
dendritik).27
Virus HIV akan menyerang limfosit T yang mempunyai marker permukaan seperti sel
CD4+, yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan makrofag saat terdapat
antigen target khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit T yang menjadi target utama HIV.
Human Immunodeficiency Virus menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T secara
tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi
dengan CD4+ yang kemudian akan menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen.28
Jika partikel HIV memasuki tubuh seseorang, maka partikel HIV ini akan berikatan dengan
permukaan sel target (CD4+ T-cell). Virus ini kemudian memasuki lapisan terluar sel sehingga
memungkinkan partile HIV melepaskan rantai HIV ribonucleic acid (RNA) kedalam sel kemudian
8

dikonversi menjadi DNA). DNA HIV lalu memasuki inti sel dan menyebabkan sel ini mulai
mereproduksi HIV dan melepaskan partikel partikel HIV dalam jumlah lebih banyak.29
Interaksi gp120 HIV dengan CD4 mengakibatkan terjadi ikatan antara HIV dan sel target.
Ikatan semakin diperkuat dengan adanya ko-reseptor kedua yang memungkinkan gp41
menjalankan fungsinya untuk memperantarai masuknya virus ke dalam sel target. Melalui gp41
terjadi fusi membran HIV dengan membrane sel target. Fusi antara kedua membran
memungkinkan semua partikel HIV masuk ke dalam sitoplasma sel target. Bertindak sebagai ko-
reseptor lini kedua adalah 7 (tujuh) reseptor transmembran, tetapi yang terpenting adalah CC
Chemokine reseptor 5 (CCR5) dan CXC chemokine reseptor 4 (CXCR4) dengan melibatkan lebih
100 protein terkait. Setelah gp120 HIV terikat pada reseptor CD4 dan ko-reseptor CCR5 dan
CXCR4, diiringi terjadinya perubahan konformasi gp41 sehingga memungkinkan terjadi insersi
pada region N-terminal hydrophobic fusion-peptide ke dalam membran sel taret. Sehingga akibat
insersi ini menghasilkan fusi kedua membran.29
Pada tahap selanjutnya, enzim polymerase akan mentranskrip DNA menjadi RNA yang
secara stuktur berfungsi sebagai RNA genomik dan mRNA. RNA keluar dari nukleus, mRNA
mengalami translasi menghasilkan polipeptida. Polipeptida akan bergabung dengan RNA menjadi
inti virus baru. Inti beserta perangkat lengkap virion baru ini membentuk tonjolan pada permukaan
sel host, kemudian polipeptida dipecah oleh enzim protease menjadi protein dan enzim fungsioal.
Inti virus baru dilengkapi oleh kolesterol dan glikolipid dari permukaan sel host, sehingga
terbentuk virus baru yang lengkap dan matang. Virus ini akan keluar dari sel, dan akan
menginfeksi sel target berikutnya. Dalam satu hari HIV mampu melakukan replikasi hingga
mencapai 109 sampai 1011 virus baru.30

2.1.3.3. Transmisi Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui tiga jalan utama, yaitu secara vertikal dari
ibu yang terinfeksi HIV ke anak (selama mengandung, persalinan, dan menyusui), secara
transeksual (homoseksual maupun heteroseksual), dan secara horizontal yaitu kontak antara darah
atau produk darah yang terinfeksi). Di Indoneia kasus HIV dan AIDS paling sering menular
melalui hubungan seksual, kemudian diikuti faktor risiko yang tidak diketahui, penyalahgunaan
jarum suntik, perinatal, dan melalui transfusi darah.31
9

Setelah HIV mengifeksi seseorang, kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu
disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Serokonversi (perubahan
antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi. Pada masa ini, tidak ada
dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat serta test HIV belum
bisa mendeteksi keberadaan virus ini, tahap ini disebut juga periode jendela (window period).
Kemudian dimulailah infeksi HIV asimptomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi
penurunan CD4+ secara bertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun,
tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-100 sel/tahun, sehingga tanpa
pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8- 10 tahun, dimana jumlah
CD4+ akan mencapai <200 sel/ul.27
2.1.3.4. Patogenesis Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Human Immunodeficiency Virus (HIV) mempunyai sejumlah gen yang dapat mengatur
replikasi maupun pertumbuhan virus yang baru. Salah satu gen tersebut ialah tat yang dapat
mempercepat replikasi virus sedemikian hebatnya sehingga terjadi enghancuran limfosit T4 secara
besar-besaran yang akhirnya menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lumpuh.18
Melalui berbagi transmisi yang terjadi, virus HIV dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan
mencapai sirkulasi sistemik. Dalam waktu 4 sampai 11 hari sejak paparan pertama, HIV dapat
dideteksi di dalam darah. Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala
dan tanda infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot,
mual, muntah, sulit tidur, batuk-batuk, dan lain-lain. Keadaan-keadaan ini disebut sindrom
retroviral akut. Pada fase ini terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA viral load. Viral
load akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi, kemudian turun sampai pada suatu titik
tertentu. Dengan semakin berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan cenderung terus
meningkat. Keadaan tersebut akan diikuti penurunan hitung CD4 secara perlahan dalam waktu
beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada kurun waktu 1,5 sampai 2,5
tahun sebelum akhirnya jatuh ke stadium AIDS.27
Pada fase berikutnya, HIV akan berusaha masuk ke dalam sel target dimana sel target HIV
adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4. Reseptor CD4 ini terdapat pada
permukaan limfosit T, monosit, makrofag, Langerhan’s, sel dendrit, astrosit, microglia. Selain itu,
untuk masuk ke sel HIV memerlukan chemokine reseptor yaitu CXCR4, CCR5, CCR2b dan
CCR3. Selanjutnya akan diikuti fase fusi membran HIV dengan membran sel target melalui
10

peranan glikoprotein 41 (gp41). Dengan terjadinya fusi kedua membran, seluruh isi sitoplasma
HIV termasuk enzim reverse transkriptase dan inti masuk ke dalam sitoplasma sel target. Setelah
masuk dalam sel target, HIV melepaskan single strand RNA (ssRNA). Enzim reverse
transcriptase akan menggunakan RNA sebagai template untuk mensisntesis DNA. Kemudian
RNA dipindahkan oleh ribonuklease dan enzim reverse transcriptase untuk mensintesis DNA lagi
menjadi double strand DNA yang disebut sebagai provirus. Provirus masuk ke dalam inti sel,
menyatu dengan kromosom host dengan perantara enzim integrase. Penggabungan ini
menyebabkan provirus menjadi tidak aktif untuk melakukan transkripsi dan translasi. Untuk
mengaktifkan provirus ini memerlukan aktivasi dari sel host. Bila sel host teraktivasi oleh induktor
seperti antigen, sitokin atau faktor lain maka sel akan memicu nuclear factor sehingga menjadi
aktif dan berikatan dengan 5 LTR (Long terminal repeats) yang mengapit gen-gen tersebut. Long
terminal repeats berisi berbagai elemen pengatur yang terlibat pada ekspresi gen, NF menginduksi
replikasi DNA. Induktor NF cepat memicu replikasi HIV dengan cara intervensi dari
mikroorganisme lain, misalnya bakteri, jamur, protozoa, ataupun virus. Dari keempat golongan
tersebut, yang paling cepat menginduksi replikasi HIV adalah virus non HIV, terutama virus DNA.
Pada saat HIV masuk ke tubuh, virus tersebut akan mencari sel CD4 dan mereplikasikan diri. Sel
CD4 merupakan target utama HIV untuk menghancurkan sistem imun tubuh. Setelah virus
bereplikasi dan menghancurkan sel CD4, maka partikel virus baru akan mencari lagi dan
menginfeksi sel CD4 yang lain.32
Sebagai konsekuensinya, jumlah CD4 akan semakin rendah didalam tubuh. Secara
progresif, sistem defensif tubuh akan menurun dan tidak dapat melindungi tubuh dari infeksi dan
penyakit. Oleh sebab itu pemantauan jumlah CD4 pada seseorang yang terinfeksi HIV sangatlah
penting untuk melihat perjalanan penyakit beserta prognosisnya.33
Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan jumlah limfosit T-CD4 melalui beberapa
mekanisme yakni dari jumlah normal yang berkisar 600-1200/mm3 menjadi 200/mm3 atau lebih
rendah lagi, sehingga pertahanan individu terhadap mikroorganisme patogen menjadi lemah dan
meningkatkan risiko terjadinya infeksi sekunder dan akhirnya masuk ke stadium AIDS. Infeksi
sekunder ini biasanya disebut infeksi oportunistik, yang menyebabkan munculnya keluhan dan
gejala klinis sesuai jenis infeksi.27
Virus HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki molekul
reseptor membran CD4. Sejauh ini, sasaran yang disukai adalah limfosit T helper positif, atau sel
11

T4 (limfosit CD4+). Gp120 HIV berikatan kuat dengan limfosit CD4+ sehingga gp41 dapat
memperantarai fusi membran virus ke membran sel. Setelah berfusi dengan limfosit CD4+, maka
berlangsung serangkaian proses kompleks yang apabila berjalan lancar, menyebabkan
terbentuknya partikel virus baru dari sel yang terinfeksi. Limfosit CD4 yang terinfeksi mungkin
tetap laten dalam keadaan provirus atau mungkin mengalami proses-proses replikasi sehingga
menghasilkan banyak virus.24
Virus HIV-1 awalnya menginfeksi sel T dan makrofag secara langsung atau dibawa oleh sel
dendrit. Replikasi virus pada kelenjar getah bening regional menimbulkan viremia dan penyebaran
virus yang meluas pada jaringan limfoid. Viremia tersebut dikendalikan oleh respon imun pejamu,
kemudian pasien memasuki fase laten klinis. Selama fase ini, replikasi virus pada sel T maupun
makrofag terus berlangsung, tetapi virus tetap tertahan. Pada tempat itu berlangsung pengikisan
bertahap sel CD4+ melalui infeksi sel yang produktif. Jika sel CD4+ yang tidak hancur tidak dapat
tergantikan, jumlah sel CD4+ menurun dan pasien mengalami gejala klinis AIDS. Makrofag pada
awalnya juga ditumpangi virus; makrofag tidak dilisiskan oleh HIV-1, dapat mengangkut virus ke
berbagai jaringan, terutama ke otak.34

2.1.4. Tanda dan Gejala


Gejala awal infeksi HIV sama dengan gejala serangan penyakit yang disebabkan oleh virus,
seperti: demam tinggi, malaise, flu, radang tenggorokan, sakit kepala, nyeri perut, pegal-pegal,
sangat lelah dan terasa meriang. Setelah beberapa hari sampai sekitar dua minggu kemudian
gejalanya hilang dan masuk ke fase laten (fase tenang disebut juga fase inkubasi). Beberapa tahun
sampai sepuluh tahun kemudian baru muncul tanda dan gejala sebagai penderita AIDS.35
Tanda dan gejala AIDS yang utama diantaranya: diare kronis yang tidak jelas penyebabnya
yang berlangsung lebih dari 1 minggu, berat badan menurun drastis, dan demam tinggi lebih dari 1
bulan. Acquired Immunodeficiency Syndrome juga memiliki gejala tambahan berupa infeksi yang
tidak kunjung sembuh pada mulut dan kerongkongan; kelainan kulit dan iritasi (gatal);
pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuh seperti di bawah telinga, leher, ketiak, lipat
paha; pucat dan lemah; gusi sering berdarah; depresi; hilang daya ingat; dan berkeringat waktu
malam hari.36

2.1.5. Penularan Human Immunodeficiency Virus / Acquired


Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS)
12

Penularan utama HIV dapat melalui beberapa cara yaitu melalui hubungan seksual,
pemindahan darah atau produk darah, proses penyuntikan dengan alatalat yang yang
terkontaminasi darah dari penderita HIV dan juga melalui transmisi vertikal dari ibu ke anak.
Sekali terinfeksi, maka orang tersebut akan tetap terinfeksi dan dapat menjadi infeksius bagi orang
lain.37

2.1.5.1. Penularan Seksual


Penularan seksual merupakan cara infeksi yang paling utama diseluruh dunia, yang berperan
lebih dari 75% dari semua kasus penularan HIV. Penularan seksual ini dapat terjadi dengan
hubungan seksual genitogenital ataupun anogenital antara heteroseksual ataupun homoseksual.
Risiko seorang wanita terinfeksi dari laki-laki yang seropositif lebih besar jika dibandingkan
seorang laki-laki yang terinfeksi dari wanita yang seropositif.38

2.1.5.2. Transfusi darah dan produk darah


Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditularkan melalui pemberian whole blood,
komponen sel darah, plasma dan faktor-faktor pembekuan darah. Kejadian ini semakin berkurang
karena sekarang sudah dilakukan tes antibodi-HIV pada seorang donor. Apabila tes antibodi
dilakukan pada masa sebelum serokonversi maka antibodi-HIV tersebut tidak dapat terdeteksi.39

2.1.5.3. Penyalah guna obat-obat intravena


Penggunaan jarum suntik secara bersama-sama dan bergantian semakin meningkatkan
prevalensi HIV/AIDS pada pengguna narkotika. Di negara maju, wanita pengguna narkotika
jarum suntik menjadi penularan utama pada populasi umum melalui pelacuran dan transmisi
vertikal kepada anak mereka.40
2.1.5.4. Petugas Kesehatan
Menurut Murtiastutik (2008) petugas kesehatan sangat berisiko terpapar bahan infeksius
termasuk HIV. Berdasarkan data yang didapat dari 25 penelitian retrospektif terhadap petugas
kesehatan, didapatkan rata-rata risiko transmisi setelah tusukan jarum ataupun paparan perekutan
lainnya sebesar 0,32% (CI 95%) atau terjadi 21 penularan HIV setelah 6.498 paparan, dan setelah
paparan melalui mukosa sebesar 0,09% (CI 95%).41
2.1.5.5. Maternofetal
13

Sebelum ditemukan HIV, banyak anak yang terinfeksi dari darah ataupun produk darah atau
dengan penggunan jarum suntik secara berulang. Sekarang ini, hampir semua anak yang menderita
HIV/AIDS terinfeksi melalui transmisi vertikal dari ibu ke anak. Diperkirakan hampir satu pertiga
(20-50%) anak yang lahir dari seorang ibu penderita HIV akan terinfeksi HIV. Peningkatan
penularan berhubungan dengan rendahnya jumlah CD4 ibu. Infeksi juga dapat secara
transplasental, tetapi 95% melalui transmisi perinatal.37
Angka penularan ibu ke anaknya bervariasi dari 13 % sampai 48% pada wanita yang tidak
diobati. Bayi bisa terinfeksi di dalam rahim, selama proses persalinan atau yang lebih sering
melalui air susu ibu (ASI). Tanpa penularan melalui ASI, sekitar 30% dari infeksi terjadi di dalam
rahim dan 70% saat kelahiran. Data menunjukkan bahwa sepertiga sampai separuh infeksi HIV
perinatal di Afrika disebabkan oleh ASI. Penularan selama menyusui biasanya terjadi pada 6 bulan
pertama setelah kelahiran.42

2.1.5.6. Pemberian ASI


Peningkatan penularan melalui pemberian ASI pada bayi adalah 14%. Di negara maju, ibu
yang terinfeksi HIV tidak diperbolehkan memberikan ASI kepada bayinya.37
Human Immunodeficiency Virus tidak dapat ditularkan melalui cairan tubuh lainnya seperti
air liur, air mata. Human Immunodeficiency Virus juga tidak dapat ditularkan hanya dengan
berjabat tangan, pelukan, ciuman di bibir, kontak sosial sehari-hari sewaktu kerja, di sekolah, atau
dimanapun, air atau udara misalnya bersin, batuk, berenang di kolam bersama penderita HIV,
barang-barang seperti handuk, pakaian, sabun dan serangga seperti gigitan nyamuk atau serangga
lainnya.43

2.1.6. Pencegahan Penularan


Menurut suatu penelitian, pencegahan penularan dapat dilakukan melalui upaya :
a. Pencegahan dalam hubungan seksual dapat dilakukan dengan mengadakan hubungan
seksual dengan jumlah pasangan yang terbatas, memilih pasangan seksual yang
mempunyai risiko rendah terhadap infeksi HIV, dan mempraktikkan seks yang aman yakni
menggunakan kondom secara tepat dan konsisten selama melakukan hubungan seksual.
b. Pencegahan penularan melalui darah dapat dilakukan dengan menghindari transfusi darah
yang tidak jelas asalnya, sebaiknya dilakukan skrining setiap donor darah yang akan
menyumbangkan darahnya dengan memeriksa darah tersebut terhadap antibodi HIV.
14

Selain itu, hindari pemakaian jarum bersama seperti jarum suntik, tindik, tato atau alat lain
yang dapat melukai kulit. Penggunaan alat suntik dalam sistem pelayanan kesehatan juga
perlu mendapatkan pengawasan ketat agar setiap alat suntik dan alat lainnya yang
dipergunakan selalu dalam keadaan steril. Petugas kesehatan yang merawat penderita
AIDS hendaknya mengikuti universal precaution.43

2.1.7. Diagnosis Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency


Syndrome (HIV/AIDS)
Diagnosis pada infeksi HIV dilakukan dengan dua metode yaitu metode pemeriksaan klinis
dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium meliputi uji imunologi dan uji virologi.
a). Diagnosis klinik
World Health Organization (2007) telah mengeluarkan batasan kasus infeksi HIV untuk
tujuan pengawasan dan merubah klasifikasi stadium klinik yang berhubungan dengan infeksi HIV
pada dewasa dan anak. Pedoman ini meliputi kriteria diagnosa klinik yang patut diduga pada
penyakit berat HIV untuk mempertimbangkan memulai terapi antiretroviral lebih cepat.40
b) Diagnosis Laboratorium
Metode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnosis infeksi HIV terbagi empat yaitu :

2.1.7.1. Uji Imunologi


Uji imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap HIV-1 dan digunakan sebagai
test skrining, meliputi enzyme immunoassays atau enzyme – linked immunosorbent assay (ELISAs)
sebaik tes serologi cepat (rapid test). Uji Western blot atau indirect immunofluorescence assay
(IFA) digunakan untuk memperkuat hasil reaktif dari test krining. Uji yang menentukan perkiraan
abnormalitas sistem imun meliputi jumlah dan persentase CD4+ dan CD8+ T-limfosit absolute.41

2.1.7.2. Deteksi antibodi Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang diduga telah terinfeksi HIV. ELISA dengan
hasil reaktif (positif) harus diulang dengan sampel darah yang sama, dan hasilnya dikonfirmasikan
dengan Western Blot atau IFA (Indirect Immunofluorescence Assays). Sedangkan hasil yang
negatif tidak memerlukan tes konfirmasi lanjutan, walaupun pada pasien yang terinfeksi pada
masa jendela (window period), tetapi harus ditindak lanjuti dengan dilakukan uji virologi pada
15

tanggal berikutnya. Hasil negatif palsu dapat terjadi pada orang-orang yang terinfeksi HIV-1 tetapi
belum mengeluarkan antibodi melawan HIV-1 (yaitu, dalam 6 (enam) minggu pertama dari
infeksi, termasuk semua tanda-tanda klinik dan gejala dari sindrom retroviral yang akut. Positif
palsu dapat terjadi pada individu yang telah diimunisasi atau kelainan autoimune, wanita hamil,
dan transfer maternal imunoglobulin G (IgG) antibodi anak baru lahir dari ibu yang terinfeksi
HIV-1. Oleh karena itu hasil positif ELISA pada seorang anak usia kurang dari 18 bulan harus di
konfirmasi melalui uji virologi (tes virus), sebelum anak dianggap mengidap HIV-1.44
2.1.7.3. Rapid Test
Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibodi terhadap HIV-1. Prinsip
pengujian berdasarkan aglutinasi partikel, imunodot (dipstik), imunofiltrasi atau
imunokromatografi. ELISA tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil rapid tes dan
semua hasil rapid tes reaktif harus dikonfirmasi dengan Western blot atau IFA. Western blot
digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid tes sebagai hasil yang
benar-benar positif. Uji Western blot menemukan keberadaan antibodi yang melawan protein HIV-
1 spesifik (struktural dan enzimatik). Western blot dilakukan hanya sebagai konfirmasi pada hasil
skrining berulang (ELISA atau rapid tes). Hasil negative Western blot menunjukkan bahwa hasil
positif ELISA atau rapid tes dinyatakan sebagai hasil positif palsu dan pasien tidak mempunyai
antibodi HIV-1. Hasil Western blot positif menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1 pada individu
dengan usia lebih dari 18 bulan.45

2.1.7.4. Indirect Immunofluorescence Assays (IFA)


Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dan sedikit lebih
mahal dari uji Western blot. Antibodi Ig dilabel dengan penambahan fluorokrom dan akan
berikatan pada antibodi HIV jika berada pada sampel. Jika slide menunjukkan fluoresen
sitoplasma dianggap hasil positif (reaktif), yang menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1.
Penurunan sistem imun Progresi infeksi HIV ditandai dengan penurunan CD4+ T limfosit,
sebagian besar sel target HIV pada manusia. Kecepatan penurunan CD4 telah terbukti dapat
dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4 menurun secara bertahap
selama perjalanan penyakit. Kecepatan penurunannya dari waktu ke waktu rata-rata 100
sel/tahun.45
16

2.1.8. Penatalaksanaan Human Immunodeficiency Virus / Acquired


Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS)
Menurut Djoerban dan Djauzi (2007) secara umum, penatalaksanaan ODHA terdiri dari
beberapa jenis, yaitu:
1) Pengobatan untuk menekan replikasi HIV dengan obat anti retroviral (ARV).
2) Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi
HIV/AIDS seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks.
3) Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi lebih baik dan pengobatan
pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta tidur yang cukup
dan menjaga kebersihan.1
Antiretroviral therapy ditemukan pada tahun 1996 dan mendorong suatu evolusi dalam
perawatan penderita HIV/AIDS. Replikasi HIV sangat cepat dan terus-menerus sejak awal infeksi,
sedikitnya terbentuk 10 miliar virus setiap hari. Namun karena waktu paruh virus bebas (virion)
sangat singkat maka sebagian besar virus akan mati. Penurunan CD4 menunjukkan tingkat
kerusakan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Pemeriksaan CD4 ini berguna untuk
memulai, mengontrol dan mengubah regimen ARV yang diberikan.41
Faktor yang harus diperhatikan dalam memilih regimen ART baik di tingkat program
ataupun tingkat individual.
- Efikasi obat
- Profil efek samping obat
- Persyaratan pemantauan laboratorium
- Kemungkinan kesinambungan sebagai pilihan obat di masa depan
- Antisipasi kepatuhan oleh pasien
- Kondisi penyakit penyerta
- Kehamilan dan risikonya
- Penggunaan obat lain secara bersamaan
- Infeksi strain virus lain yang berpotensi meningkatkan resistensi terhadap satu atau lebih ART.
- Ketersediaan dan harga ART. 46
Menurut WHO (2007) waktu pemberian ART dibagi dalam 2 (dua) kategori yakni, apakah
ada perhitungan CD4. Penghitungan TLC dapat digunakan sebagai pengganti hitung CD4,
meskipun hal ini dianggap kurang bermakna pada pasien asimptomatis. Pemberian ART
17

tergantung tingkat progresivitas masing-masing penderita. Terapi kombinasi ART mampu


menekan replikasi virus sampai tidak terdeteksi oleh PCR. Pada kondisi demikian, penekanan
virus berlangsung efektif mencegah timbulnya virus yang resisten terhadap obat dan
memperlambat progersifitas penyakit. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka terapi kombinasi
ART harus menggunakan dosis dan jadwal yang tepat.40
Menurut Djoerban dan Djauzi (2007) obat anti retroviral terdiri dari beberapa golongan
seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor, inleotide reverse transcriptase inhibitor, non-
nucleoside reverse transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease. Dewasa ini regimen pengobatan
anti retroviral yang dianjurkan WHO (World Health Organization) adalah kombinasi dari 3 obat
ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan dengan keunggulan dan kerugian
masing-masing. Kombinasi ARV lini pertama yang umumnya digunakan di Indonesia adalah
kombinasi zidovudin (ZDV), lamivudin (3TC), dengan nevirapin (NVP).1

2.2. Penyakit Menular Seksual (PMS)


2.2.1. Pengertian
Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular Seksual (Sexually
Transmitted Disease (STDs) atau Sexually Transmitted Infection (STI) atau Venereal Disease (VD)
yang didefinisikan sebagai infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan
pasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit menular seksual atau penyakit kotor.47
Sexually Transmitted Disease (Infeksi Menular Seksual) adalah suatu gangguan atau
penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan seksual. Infeksi
Menular Seksual yang sering terjadi adalah Gonorrhea, Sifilis, Herpes simpleks, namun yang
paling terbesar diantaranya adalah AIDS, karena mengakibatkan sepenuhnya pada kematian pada
penderitanya. Acquired Immunodeficiency Syndrome tidak bisa diobati dengan antibiotik.48
Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan penyakit yang penularannya terutama terjadi
melalui hubungan kelamin. Hubungan kelamin ini tidak hanya terbatas secara genito genital tetapi
dapat secara orogenital sehingga kelainan yang timbul akibat penyakit ini tidak terbatas pada
daerah genital, tetapi dapat juga pada daerah extra genital. Secara global, tingkah laku anak
jalanan mencakup pengetahuan risiko PMS.40
18

Penyakit Menular Seksual (PMS) juga didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan
karena adanya invasi organisme virus, bakteri, parasit dan kutu kelamin yang sebagian besar
menular melalui hubungan seksual, baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis.49
Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan
melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi Gonorrhea,
Klamidia, Sifilis, Trikomoniasis, Chancroid, Herpes genital, infeksi human immunodeficiensy
virus (HIV) dan Hepatitis B. Human Immunodeficiency Virus dan Sifilis juga dapat ditularkan dari
ibu ke anaknya selama kehamilan dan kelahiran, dan juga melalui darah serta jaringan tubuh.40

2.2.2. Etiologi Penyakit Menular Seksual (PMS)


Menurut Handsfield (2001) dalam Chiuman (2009), penyakit menular seksual (PMS) dapat
diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, yakni:
a. Golongan bakteri, yakni Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Chlamydia
trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis,
Salmonella sp, Shigella sp, Campylobacter sp, Streptococcus group B, Mobiluncus sp.
b. Golongan protozoa, yakni Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia ,
c. Golongan virus, yakni Human Immunodeficiency Virus (tipe 1 dan 2), Herpes Simplex
Virus (tipe 1 dan 2), Human papiloma Virus, Cytomegalovirus, Epstein-barr virus,
Molluscum contagiosum virus,
d. Golongan ektoparasit, yakni Phthirus pubis dan Sarcoptes scabei.50

2.2.3. Penularan Penyakit Menular Seksual (PMS)


Perilaku seks yang dapat mempermudah penularan PMS adalah :
1). Berhubungan seks secara tidak aman (tanpa menggunakan kondom).
2). Gonta-ganti pasangan seks.
3). Prostitusi.
4). Melakukan hubungan seks anal (dubur), perilaku ini akan menimbulkan luka atau radang
karena epitel mukosa anus relative tipis dan lebih mudah terluka disbanding epitel dinding
vagina.
5). Penggunaan pakaian dalam atau handunk yang telah dipakai penderita PMS.51
19

2.2.4. Jenis-jenis Penyakit Menular Seksual (PMS)


Penyakit Menular Seksual (PMS) dapat dibedakan menjadi 5 (lima) kelompok yakni:
a). Penyakit Menular Seksual yang menunjukkan gejala klinis berupa keluarnya
cairan yang keluar dari alat kelamin, yaitu penyakit Gonore dan Uretritis Non
Spesifik (UNS).
Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini adalah kencing
nanah. Penyakit ini menyerang organ reproduksi dan menyerang selaput lendir, mucus, mata, anus
dan beberapa organ tubuh lainnya. Bakteri yang membawa penyakit ini adalah Neisseria
Gonorrhoeae.52
Gonorrhea adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri itu adalah
Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan,
dan bagian putih mata (konjungtiva). Gonorrhea ini sering di kenal dengan kencing nanah, karena
memang penis akan mengeluarkan nanah berwarna putih kuning atau putih kehijauan. Gonorrhea
bisa menyebar melalui aliran darah kebagian tubuh lainnya, teutama kulit dan persendian. Gejala-
gejalanya sangat mudah di deteksi dan di ketahui terutama untuk laki-laki. Ciri-cirinya adalah
terasa sakit perih ketika buang air kecil, kadang-kadang pada waktu kencing atau sesudah kencing
akan terasa nyeri beberapa saat, setelah itu tidak terasa lagi. Ciri kedua adalah penis akan
mengeluarkan cairan putih kekuning-kuningan atau kehijau-hijaun. Jika anda menemukan dua
gejala itu pada diri anda bisa dipastikan anda telah terinfeksi bakteri ini. 52
b). Penyakit Menular Seksual yang menunjukkan adanya luka pada alat kelamin misalnya
penyakit Chanroid (Ulkus mole), Sifilis, LGV, dan Herpes simpleks.
Penyakit ini disebut raja singa dan ditularkan melalui hubungan seksual atau penggunan
barang-barang dari seseorang yang tertular (misalnya : baju, handuk dan jarum suntik). Penyebab
timbulnya penyakit ini adanya kuman Treponema pallidum, kuman ini menyerang organ penting
tubuh lainya seperti selaput lender, anus, bibir, lidah dan mulut.52
Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan herpes genitalis (herpes kelamin). Penyebab
herpes ini adalah Virus Herpes Simplex (HSV) dan di tularkan melalui hubungan seks, baik
vaginal, anal atau oral yang menimbulkan luka atau lecet pada kelamin dan mengenai langsung
bagian luka/bintil/kutil. Gejala awal biasanya berupa gatal, kesemutan dan sakit. Lalu akan
muncul bercak kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang nyeri.
20

Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar, dan akan membentuk
keropeng.52
Sifilis juga merupakan penyakit menular seksual yang termasuk kedalam golongan PMS ini
yang sangat berbahaya, karena mengganggu otak dan fungsi organ lainnya, disebabkan oleh
Treponema pallidum. Penularannya terjadi lewat hubungan seksual yang tidak sehat. Bakteri ini
masuk kedalam tubuh melalui selaput lender (vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam
beberapa jam, bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat, kemudian menyebar
keseluruh tubuh melalui darah. Sifilis juga dapat menginfeksi janin dalam kandungan dan janin
bisa berakibat cacat bawaan.52
Gejala-gejala umum yang timbul:
 Muncul benjolan di sekitar kelamin
 Kadang-kadang disertai pusing dan nyeri tulang seperti flu, yang akan hilang sendiri tanpa
diobati.
 Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah berhubungan seksual.
 Selama 2-3 tahun pertama, penyakit ini tidak menunjukkan gejala apapun. Namun setelah 5-10
panyakit ini menyerang susunan saraf otak, pembuluh darah, dan jantung.
 Pada perempuan penyakit ini dapat menular pada bayi yang di kandung.
c). Penyakit Menular Seksual yang menunjukkan adanya benjolan atau tumor, terdapat pada
penyakit Kondiloma akuminata.52
Kutil Genitalis (Kondiloma akuminata) merupakan kutil di dalam atau di sekeliling vagina,
penis atau dubur, yang ditularkan melalui hubungan seksual. Kutil genitalis sering ditemukan dan
menyebabkan kecemasan karena tidak enak dilihat, bisa terinfeksi bakteri, bisa merupakan
petunjuk adanya gangguan sistem kekebalan. Pada wanita, virus papiloma tipe 16 dan 18, yang
menyerang leher rahim tetapi tidak menyebabkan kutil pada alat kelamin luar dan bisa
menyebabkan kanker leher rahim. Virus tipe ini dan virus papiloma lainnya bisa menyebabkan
tumor intra-epitel pada leher rahim (ditunjukkan dengan hasil pap smear yang abnormal) atau
kanker pada vagina, vulva, dubur, penis, mulut, tenggorokan atau kerongkongan.52
Kutil genitalis disebabkan oleh Human Papiloma Virus. Gejala yang ditimbulkan : tonjolan
kulit seperti kutil besar disekitar alat kelamin (seperti jengger ayam). Komplikasi yang mungkin
terjadi : kutil dapat membesar seperti tumor; bisa berubah menjadi kanker mulut rahim;
21

meningkatkan resiko tertular HIV-AIDS. Tidak perlu mendeteksi laboratorium karena langsung
dapat terlihat oleh mata biasa.52
d). Penyakit Menular Seksual yang memberi gejala pada tahap permulaan, seperti penyakit
Hepatitis B.
Saat ini dikenal dua macam herpes yakni Herpes zoster dan Herpes simpleks. Kedua herpes ini
berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella zoster, sedangkan
Herpes simpleks disebabkan oleh Herpes simplex virus (HSV), Penyakit Hepatitis ini juga banyak
disebabkan oleh hubungan seks yang tidak aman. Hepatitis B dapat berlanjut ke sirosis hati atau
kanker hati. Setiap tahun kasus yang dilaporkan mencapai 200.000, walaupun ini satu-satunya
STD yang dapat dicegah melalui vaksinasi.52

2.2.5. Tanda dan Gejala Penyakit Menular Seksual (PMS)


Tanda dan gejala Penyakit Menular Seksual pada perempuan antara lain adalah :
a). Cairan yang tidak biasa keluar dari alat kelamin perempuan warnanya kekuningan-
kuningan, berbau tidak sedap.
b). Menstruasi atau haid tidak teratur.
c). Rasa sakit di perut bagian bawah.
d). Rasa gatal yang berkepanjangan di sekitar kelamin.
Sedangkan tanda dan gejala pada laki-laki antara lain adalah :
a). Rasa sakit atau panas saat kencing.
b). Keluarnya darah saat kencing.
c). Keluarnya nanah dari penis.
d). Adanya luka pada alat kelamin.
e). Rasa gatal pada penis atau dubur.51

2.2.6. Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS)


Pencegahan Penyakit Menular Seksual yang dapat dilakukan adalah:
a). Tidak melakukan hubungan seks.
b). Menjaga perilaku seksual (seperti: penggunaan kondom).
c). Bila sudah berperilaku seks yang aktif tetaplah setia pada pasngannya.
d). Hindari penggunaan pakaian dalam serta handuk dari penderita PMS.
22

e). Bila nampak gejala-gejala PMS segera ke dokter atau petugas kesehatan setempat.53

2.2.7. Penatalaksanaan Penyakit Menular Seksual (PMS)


Penanganan pasien infeksi menular seksual terdiri dari dua cara, bisa dengan penaganan
berdasarkan kasus (case management) ataupun penanganan berdasarkan sindrom (syndrome
management). Penanganan berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya berupa pemberian terapi
antimikroba untuk menyembuhkan dan mengurangi infektifitas mikroba, tetapi juga diberikan
perawatan kesehatan reproduksi yang komprehensif.40
Penanganan berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi dari sekelompok tanda dan
gejala yang konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba tertentu yang menimbulkan
sindrom. Penanganan infeksi menular seksual yang ideal adalah penanganan berdasarkan
mikrooganisme penyebabnya. Namun, dalam kenyataannya penderita infeksi menular seksual
selalu diberi pengobatan secara empiris.41

2.3. Hubungan Penyakit Menular Seksual (PMS) dengan Human Immunodeficiency Virus /
Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS)

Penyakit menular seksual (PMS) adalah jenis penyakit yang disebabkan oleh kuman yang
ditularkan melalui hubungan seks oral maupun melalui hubungan kelamin. Jenisnya meliputi
Gonorrhea, Sifilis, Herpes simpleks, HIV/AIDS, dan lain sebagainya.40
Hubungan penyakit menular dengan HIV/AIDS dapat dilihat dari studi epidemiologi yang
menggambarkan bahwa pasien dengan infeksi menular seksual lebih rentan terhadap HIV
sehingga infeksi menular seksual diimplikasikan sebagai faktor yang memfasilitasi penyebaran.
Hal ini terjadi karena dua alasan. Ulkus kelamin yang disebabkan oleh PMS menciptakan retakan
pada permukaan daerah genital. Daerah ini membuat titik rawan dari mana virus HIV dapat
memiliki entri yang mudah. Selain itu, peradangan yang dihasilkan dari PMS juga membuat sel-
sel di daerah kelamin lebih rentan terhadap HIV.54
Jika orang HIV positif menderita PMS, dia lebih cenderung untuk menularkan virus
kepada pasangannya, dibandingkan dengan orang HIV tapi tidak ada PMS. Hal ini terjadi karena
orang yang menderita PMS memiliki konsentrasi lebih dari virus HIV dalam cairan vagina mereka
dibandingkan dengan orang lain. Penyakit seperti herpes sangat relevan dengan HIV. Hal ini
karena virus HIV kebanyakan ditemukan pada mereka juga.54
23

Semakin tinggi infeksi menular seksual (PMS), semakin memudahkan penyebaran HIV.
Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui
hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi Gonorrhea, Klamidia,
Sifilis, Trikomoniasis, Chancroid, Herpes genital, infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan hepatitis B. Human Immunodeficiency Virus dan Sifilis juga dapat ditularkan dari ibu ke
anaknya selama kehamilan dan kelahiran, dan juga melalui darah serta jaringan tubuh HIV.54
Virus HIV termasuk golongan virus yang khusus. Proses reproduksi virus HIV dalam
tubuh memudahkannya untuk membunuh seluruh sel darah putih khususnya tipe sel darah putih
(sel CD4) yang berguna untuk melindungi tubuh dari penyakit. Dengan demikian, jika seseorang
mulai dihinggapi infeksi opportunistik karena virus HIV telah melemahkan sistem kekebalan
tubuhnya, maka orang tersebut dikatakan sebagai penderita AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrom).55
Penyakit Menular Seksual merupakan penyakit yang ditakuti oleh setiap orang. Angka
kejadian penyakit ini termasuk tinggi di Indonesia. Kelompok resiko yang rentan terinfeksi
tentunya adalah seseorang yang sering “jajan” alias punya kebiasaan perilaku yang tidak sehat.56

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
24

3.1 Kerangka Teori Penelitian

Penentuan Subjek Penelitian


Pasien HIV/AIDS
Jan 2012- Des 2015

Pasien PMS Pasien PMS


positif negatif

Penentuan klasifikasi PMS

o Sifilis
o Gonorrhea PENYAJIAN DATA
o Kondiloma akuminata
o Herpes genital
o Trikomoniasis

Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian penyakit PMS pada pasien HIV/AIDS

3.2. Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah:
 Karakteristik pasien HIV/AIDS
HIV/AIDS
 JENIS PMS

Gambar 3.2. Kerangka Konsep


Berdasarkan skema di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini adalah pasien
HIV/AIDS dengan jenis penyakit menular seksual berdasarkan karakteristik dari segi usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, status marital, suku dan nilai CD4.

28
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis penelitian

29
25

Penelitian ini merupakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan cross-sectional,


dimana penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien HIV/AIDS dengan penyakit
menular seksual dari Januari 2012 hingga Desember 2015 di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan
Oktober 2016 hingga November 2016.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh rekam medis pasien yang menderita HIV/AIDS
dengan penyakit menular seksual sejak Januari 2012 hingga Desember 2015.

4.3.2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik total sampling.

4.4. Teknik Pengumpulan Data


Jenis data yang dikumpulkan dari penelitian ini berupa data rekam medis pasien
HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan selama Januari 2012 hingga Desember 2015.
Prosedur pengumpulan data penelitian mengikuti tahapan proses seperti berikut :
1. Mengajukan permohonan izin untuk melaksanakan penelitian di RSUP H. Adam Malik
Medan dari bagian komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Setelah mendapatkan izin dari instansi pendidikan yakni Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, kemudian mengajukan permohonan izin kepada RSUP H.Adam Malik
Medan untuk mengambil data.
3. Setelah mendapatkan izin dari pihak RSUP H. Adam Malik Medan, mengajukan
permohonan dari diklat untuk mengambil data rekam medis pasien yang di rawat jalan dari
Instalasi Rekam Medis.

4.5. Definisi Operasional


4.5.1. HIV/AIDS
a). Definisi operasional : Jenis penyakit yang menular secara seksual.
26

b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik


c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Positif
- Negatif

4.5.2. Jenis Penyakit Menular Seksual


a). Definisi operasional : Jenis penyakit menular seksual adalah penyakit yang diderita oleh
pasien setelah melakukan hubungan seksual.
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Gonorrhea
- Sifilis
- Herpes simpleks
- Kondiloma akuminata
- Trikomoniasis

4.5.3. Gonorrhea
a). Definisi operasional : Gonorrhea atau kencing nanah adalah salah satu penyakit menular
seksual yang umum dan disebabkan oleh bakteri bernama Neisseria
gonorrhoeae atau gonococcus.
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Positif
- Negatif

4.5.4. Sifilis
27

a). Definisi operasional : Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri
spiroset Treponema pallidum sub-spesies pallidum.
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Positif
- Negatif

4.5.5. Herpes simpleks


a). Definisi operasional : Herpes simpleks adalah erupsi vesikula pada kulit dan membrane
mukosa yang disebabkan oleh virus herpes.
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Positif
- Negatif

4.5.6. Kondiloma akuminata


a). Definisi operasional : Kondiloma akuminata adalah kelainan kulit berbentuk vegetasi
bertangkai dengan permukaan berjonjot dan disebabkan oleh virus
yaitu Human Papilloma Virus (HPV) jenis tertentu.
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Positif
- Negatif

4.5.7. Trikomoniasis
a). Definisi operasional : Trikomoniasis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
serangan protozoa parasite Trichomonas vaginalis.
28

b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik


c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Positif
- Negatif

4.5.8. Usia
a). Definisi operasional : Usia adalah waktu hidup pasien HIV/AIDS sejak lahir sampai ulang
tahun terakhir sesuai dengan rekam medik.
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Numerik

4.5.9. Jenis kelamin


a). Definisi operasional : Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien HIV/AIDS yakni laki-laki
dan perempuan.
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Laki-laki
- Perempuan

4.5.10. Pendidikan
a). Definisi operasional : Pendidikan adalah jenis pendidikan formal yang terakhir yang
diselesaikan oleh pasien HIV/AIDS
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- SMP
29

- SMA
- D3
- S1

4.5.11. Status marital


a). Definisi operasional : yakni status pernikahan pasien HIV/AIDS sesuai dengan data rekam
medik
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Menikah
- Belum menikah

4.5.12. Pekerjaan
a). Definisi operasional : Pekerjaan adalah kegiatan formal pasien HIV/AIDS sesuai dengan
data rekam medik pada saat penelitian dilakukan
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Pedagang
- PNS
- Wiraswasta
- Pegawai swasta
- Mahasiswa
- Tidak Bekerja

4.5.13. Suku
a). Definisi operasional : Suku adalah etnik atau suku bangsa pasien HIV/AIDS sesuai dengan
data yang tercatat dalam rekam medik
30

b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik


c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Jawa
- Pakpak
- Karo
- Tionghoa
- Nias
- Toba
- Minang
- Aceh

4.5.14. Nilai CD4


a). Definisi operasional : Nilai CD4 pada pasien HIV/AIDS sesuai dengan data yang tercatat
dalam rekam medik
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Numerik

4.6. Teknik Pengolahan dan Analisa data


4.6.1. Pengolahan data
Langkah-langkah dalam menganalisa data dalam penelitian ini adalah:
1. Editing
Yakni memeriksa data awal yang telah ada. Bertujuan untuk mengurangi kesalahan atau
kekurangan yang ada.
2. Koding
Yakni memberikan kode pada masing-masing variabel penelitian untuk memudahkan
dalam analisis data.
3. Entry
Yakni memasukkan data dengan bantuan komputer.
4. Tabulasi
31

Yakni mengelompokkan data hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian kemudian
menyusunnya ke dalam tabel unutuk mempermudah dalam pembacaan hasil penelitian.

4.6.2. Analisa Data


Data yang diperoleh dalam penelitian ini disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Data
yang diperoleh adalah berupa jumlah pasien HIV/AIDS dengan penyakit menular seksual,
distribusi pasien berdasarkan usia, etiologi jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,status marital,
suku dan kadar CD4 yang kemudian ditampilkan dalam bentuk table distribusi frekuensi.

4.7. Kerangka Operasional


Tahapan operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
No Kegiatan Juli Agus. Sept. Okt. Nop. Des. 1. Menentuk
2016 2016 2016 2016 2016 an subjek
2016
penelitian
1 Persiapan
yang
penelitian
sesuai
2 Pelaksanaan
dengan
penelitian
kriteria
3 Pengolahan
inklusi dan
data
ekslusi.
4 Penyusunan
2. Mengkate
data
gorikan
pasien HIV/AIDS yang PMS nya positif dan negatif.
3. Mengkategorikan pasien PMS positif sesuai dengan klasifikasi PMS seperti Sifilis,
Gonorrhea, Kondiloma akuminata, Herpes simpleks dan Trikomoniasis.
4. Klasifikasi pasien HIV/AIDS dengan penyakit menular seksual berdasarkan karakteristik
usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status marital, suku dan nilai CD4.

4.8. Jadwal Penelitian


Tabel 4.1 Jadwal Penelitian

4.9. Rincian Biaya Penelitian


32

- Kertas A4 3 rim (500 lembar) x Rp 60.000 : Rp 180.000


- Fotocopy sumber pustaka : Rp. 200.000
- CD : Rp 10.000
- Penjilidan : Rp 100.000
- Lain-lain : Rp 100.000
Jumlah : Rp. 590.000
33

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Sampel
Sampel penelitian ini diambil dari populasi penelitian sesuai dengan kriteria penentuan
sampel yaitu rekam medis pasien HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan dari Januari 2012
hingga Desember 2015 dengan menggunakan metode total sampling terpilih 107 sampel
penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan bantuan rekam medik.

5.2. Sampel Berdasarkan Penyakit Menular Seksual


Penyakit kelamin dalam penelitian ini dikelompokkan kedalam 4 jenis yakni Gonorrhea,
Herpes simpleks, Sifilis dan Kondiloma akuminata dengan distribusi frekuensi dalam tabel 5.1.
sebagai berikut:

Tabel 5.1. Sampel Pasien HIV/AIDS Berdasarkan Jenis Penyakit Menular


Seksual
No Penyakit Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Gonorrhea 35 32,7
2 Herpes simpleks 9 8,4
3 Kondiloma akuminata 39 36,5
4 Sifilis 21 19,6
5 Trikomoniasis 3 2,8
Total 107 100,0

Dari Tabel 5.1 mayoritas sampel pasien HIV/AIDS menderita penyakit Kondiloma
akuminata yakni sebanyak 39 orang (36,4%).

5.3. Karakteristik Sampel


Karakteristik sampel dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, status
marital, pekerjaan, suku dan nilai CD4.

5.3.1. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan Usia


Komposisi jenis penyakit kelamin berdasarkan usia dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 5.2. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan

37
34

Usia
HIV/AIDS Dengan Penyakit Menular Seksual
Usia Total
Herpes Kondiloma
Gonorrhea simpleks akuminata Sifilis Trikomoniasis
20-30 tahun 10 (38,5%) 0 (0.0%) 13 (50,0%) 3 (11,5%) 0 (.0%) 26 (100,0%)
31-40 tahun 14 (35,5%) 6 (15,0%) 8 (20,0%) 10 (25,0%) 2 (5,0%) 40 (100,0%)
41-50 tahun 8 (24,2%) 2 (6,1%) 15 (45,5%) 7 (21,2%) 1 (3,0%) 33 (100,0%)
>50 tahun 3 (37,5%) 1 (12.5) 3 (37,5%) 1 (12.5%) 0 (0.0%) 8 (100,0%)
Total 35 (32,7%) 9 (8,4%) 39 (36,5%) 21 (19,6%) 3 (2,8%) 107 (100,0)

Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa mayoritas sampel pasien HIV/AIDS dengan PMS
berdasarkan usia adalah antara 31-40 tahun yakni sebanyak 40 orang (37,4%). Dari 40 sampel
penelitian yang berusia antara 31-40 tahun, mayoritas pasien adalah 14 orang (35,0%) yang
menderita penyakit Gonorrhea. Selanjutnya, dari 33 sampel penelitian yang berusia antara 41-50
tahun, mayoritas pasien adalah 15 orang (45,5%) yang menderita Kondiloma akuminata. Dari 26
sampel penelitian berusia antara 20-30 tahun, mayoritas pasien adalah 13 orang (50,0%) yang
menderita Kondiloma akuminata. Dari 8 sampel penelitian berusia lebih dari 50 tahun, mayoritas
pasien adalah 3 orang (37,5%) yang menderita penyakit Gonorrhea dan 3 orang (37,5%) yang
menderita Kondiloma akuminata. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan usia,
mayoritas sampel pasien HIV/AIDS menderita penyakit Kondiloma akuminata yang berusia
antara 41- 50 tahun yakni sebanyak 15 orang (45,5%).

5.3.2. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan Jenis Kelamin
Komposisi jenis penyakit kelamin berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.3. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan
Jenis Kelamin
HIV/AIDS Dengan Penyakit Menular Seksual
Jenis Total
Kelamin Herpes Kondiloma
Gonorrhea simpleks akuminata Sifilis Trikomoniasis
Perempuan 13 (42,0%) 1 (3,2%) 11 (35,5%) 5 (16,1%) 1 (3,2%) 31 (100,0%)
Laki—laki 22 (29,0%) 8 (10,5%) 28 (36,8%) 16 (21,1%) 2 (2,6%) 76 (100,0%)
Total 35 (32,7%) 9 (8,4%) 39 (36,5%) 21 (19,6%) 3 (2,8%) 107 (100,0)
Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa mayoritas sampel adalah laki-laki yakni sebanyak 76
orang (71,0%). Dari 76 sampel laki-laki 28 orang (36,8%) menderita Kondiloma akuminata.
Selanjutnya, dari 31 sampel perempuan, 13 orang (42,0%) menderita penyakit Gonorrhea. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, mayoritas pasien HIV/AIDS
adalah laki-laki yang menderita penyakit Kondiloma akuminata yakni sebanyak 28 orang (36,8%).
35

5.3.3. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan Pendidikan


Komposisi jenis penyakit kelamin berdasarkan pendidikan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.4. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan
Pendidikan
HIV/AIDS Dengan Penyakit Menular Seksual
Pendidikan Total
Herpes Kondiloma
Gonorrhea simpleks akuminata Sifilis Trikomoniasis
SMP 2 (22,2%) 1 (11,1%) 5 (55,6%) 1 (11,1%) 0 (0.0%) 9 (100,0%)
SMA 28 (35,9%) 6 (7,7%) 25 (32,1%) 17 (21,8%) 2 (2,6%) 78 (100,0%)
D3 2 (25,0%) 1 (12,5%) 4 (50,0%) 1 (12,5%) 0 (0.0%) 8 (100,0%)
S1 3 (25,0%) 1 (8,3%) 5 (41,7%) 2 (16,7%) 1 (8,3%) 12 (100,0%)
Total 35 (32,7%) 9 (8,4%) 39 (36,5%) 21 (19,6%) 3 (2,8%) 107 (100,0)

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa mayoritas sampel adalah pasien berpendidikan SMA yakni
sebanyak 78 orang (72.9%). Dari 78 sampel penelitian berpendidikan SMA, mayoritas responden
adalah 28 orang (35,9%) yang menderita penyakit Gonorrhea. Dari 12 sampel penelitian
berpendidikan S1, mayoritas responden adalah 5 orang (41,7%) yang menderita Kondiloma
akuminata. Selanjutnya, dari 9 sampel penelitian berpendidikan SMP, mayoritas responden adalah
5 orang (55,6%) yang menderita Kondiloma akuminata. Dari 8 sampel penelitian berpendidikan
D3, mayoritas responden adalah 4 orang (50,0%) yang menderita Kondiloma akuminata. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pendidikan, mayoritas pasien HIV/AIDS
menderita penyakit Gonorrhea yang berpendidikan SMA yakni sebanyak 28 orang (35,9%).

5.3.4. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan Status marital
Komposisi jenis penyakit kelamin berdasarkan status marital dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.5. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan
Status Marital
HIV/AIDS Dengan Penyakit Menular Seksual
Status marital Total
Herpes Kondiloma
Gonorrhea simpleks akuminata Sifilis Trikomoniasis
Tidak menikah 9 (45,0%) 0 (0.0%) 9 (45,0%) 2 (10,0%) 0 (0.0%) 20 (100,0%)
Menikah 26 (29,9%) 9 (10,3%) 30 (34,5%) 19 (21,9%) 3 (3,4%) 87 (100,0%)
Total 35 (32,7%) 9 (8,4%) 39 (36,5%) 21 (19,6%) 3 (2,8%) 107 (100,0)

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa mayoritas sampel adalah pasien udah menikah yakni
sebanyak 87 orang (81.3%). Dari 87 sampel yang menikah, 30 orang (34,5%) menderita
36

Kondiloma akuminata. Selanjutnya dari 20 sampel yang tidak menikah, mayoritas responden
adalah 9 orang (45,0%) yang menderita penyakit Gonorrhea dan 9 orang (45,0%) yang menderita
Kondiloma akuminata. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan status marital,
mayoritas pasien HIV/AIDS menderita penyakit Kondiloma akuminata sudah menikah yakni
sebanyak 30 orang (34,5%).

5.3.5. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan Pekerjaan


Komposisi jenis penyakit kelamin berdasarkan pekerjaan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel berikut :

Tabel 5.6. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan


Pekerjaan
HIV/AIDS Dengan Penyakit Menular Seksual
Pekerjaan Total
Herpes Kondiloma
Gonorrhea simpleks akuminata Sifilis Trikomoniasis
PNS 3 (60,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 2 (40,0%) 0 (0.0%) 5 (100,0%)
Pedagang 1 (20,0%) 0 (0,0%) 3 (60,0%) 1 (20,0%) 0 (0.0%) 5 (100,0%)
Tidak bekerja 2 (13,3%) 3 (20,0%) 5 (33,3%) 5 (33,3%) 0 (0.0%) 15 (100,0%)
Peg. Swasta 10 (40,0%) 2 (8,0%) 8 (32,0%) 4 (16,0%) 1 (4,0%) 25 (100,0%)
Wiraswasta 19 (33,3%) 4 (7,0%) 23 (40,4%) 9 (15,8%) 2 (3,5%) 57 (100,0%)
Total 35 (32,7%) 9 (8,4%) 39 (36,5%) 21 (19,6%) 3 (2,8%) 107 (100,0)
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa mayoritas sampel bekerja sebagai wiraswasta yakni
sebanyak 57 orang (53.3%). Dari 57 sampel yang bekerja sebagai wiraswasta, mayoritas
responden adalah 23 orang (40,4%) yang menderita Kondiloma akuminata. Dari 25 sampel yang
bekerja sebagai pegawai swasta, mayoritas responden adalah 10 orang (40,0%) yang menderita
penyakit Gonorrhea. Dari 15 sampel yang tidak bekerja, mayoritas responden adalah 5 orang
(33,3%) yang menderita Kondiloma akuminata dan 5 orang (33,3%) yang menderita Sifilis.
Selanjutnya dari 5 sampel yang bekerja sebagai PNS, mayoritas responden adalah 3 orang (60,0%)
yang menderita penyakit Gonorrhea. Selanjutnya, dari 5 sampel yang bekerja sebagai pedagang,
mayoritas responden adalah 3 orang (60,0%) yang menderita Kondiloma akuminata. Dengan
demikian, berdasarkan pekerjaan, mayoritas pasien HIV/AIDS menderita penyakit Kondiloma
akuminata yang bekerja sebagai wiraswasta yakni sebanyak 23 orang (40,4%).

5.3.6. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan Suku


Komposisi jenis penyakit kelamin berdasarkan suku dalam penelitian ini dapat dilihat pada
table berikut :
37

Tabel 5.7. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan


Suku
HIV/AIDS Dengan Penyakit Menular Seksual
Pekerjaan Total
Herpes Kondiloma
Gonorrhea simpleks akuminata Sifilis Trikomoniasis
Nias 1 (25,0%) 1 (25,0%) 2 (50,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 4 (100,0%)
Tionghoa 1 (25,0%) 1 (25,0%) 2 (50,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 4 (100,0%)
Pakpak 5 (50,0%) 0 (0,0%) 2 (20,0%) 2 (20,0%) 1 (10,0%) 10 (100,0%)
Karo 2 (15,4%) 1 (7,7%) 4 (30,8%) 5 (38,4%) 1(7,7%) 13 (100,0%)
Toba 2 (15,4%) 3 (23,0%) 4 (30,8%) 4 (30,8%) 0 (0,0%) 13 (100,0%)
Minang 5 (35,7%) 1 (7,1%) 5 (37,5%) 3 (21,5%) 0 (0,0%) 14 (100,0%)
Aceh 3 (37,5%) 0 (0,0%) 3 (37,5%) 2 (25,0%) 0 (0,0%) 8 (100,0%)
Jawa 16 (39,0%) 2 (4,9%) 17 (41,5%) 5 (12,2%) 1 (2,4%) 41 (100,0%)
Total 35 (32,7%) 9 (8,4%) 39 (36,5%) 21 (19,6%) 3 (2,8%) 107 (100,0)

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa mayoritas sampel adalah suku Jawa yakni sebanyak 41
orang (38,3%). Dari 41 sampel yang bersuku Jawa, mayoritas responden adalah 17 orang (41,5%)
yang menderita Kondiloma akuminata. Selanjutnya dari 14 sampel yang bersuku Minang,
mayoritas responden adalah 5 orang (35,7%) yang menderita Gonorrhea dan 5 orang (35,7%)
yang menderita Kondiloma akuminata. Dari 13 sampel yang bersuku Karo, mayoritas responden
adalah 5 orang (38,4%) yang menderita Sifilis. Selanjutnya dari 13 sampel yang bersuku Toba,
mayoritas responden adalah 4 orang (30,8%) yang menderita Kondiloma akuminata dan 4 orang
(30,8%) yang menderita Sifilis. Dari 10 sampel yang bersuku Pakpak, mayoritas responden adalah
5 orang (50,0%) yang menderita Gonorrhea. Selanjutnya, 8 sampel yang bersuku Aceh, mayoritas
responden adalah 3 orang (37,5%) yang menderita Gonorrhea dan 3 orang (37,5%) yang
menderira Kondiloma akuminata. Dari 4 sampel yang bersuku Nias, mayoritas responden adalah 2
orang (50,0%) yang menderita Kondiloma akuminata. Selanjutnya, 4 sampel yang bersuku
Tionghoa, mayoritas responden adalah 2 orang (50,0%) yang menderita Kondiloma akuminata.
Dengan demikian, berdasarkan suku, mayoritas pasien HIV/AIDS menderita penyakit Kondiloma
akuminata yang bersuku Jawa yakni sebanyak 17 orang (41,5%).

5.3.7. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan Nilai CD4
Komposisi jenis penyakit kelamin berdasarkan CD4 dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 5.8. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan
Nilai CD4
HIV/AIDS Dengan Penyakit Menular Seksual
Nilai CD4 Total
Herpes Kondiloma
Gonorrhea simpleks akuminata Sifilis Trikomoniasis
38

CD <200 12 (36,4%) 3 (9,1%) 13 (39,4%) 5 (15,1%) 0 (0,0%) 33 (100.0%)


CD >200 23 (31,1%) 6 (8,1%) 26 (35,1%) 16 (21,6%) 3 (4,1%) 74 (100.0%)
Total 35 (32,7%) 9 (8,4%) 36 (36,5%) 22 (19,6%) 3 (2,8%) 107 (100.0)

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa mayoritas sampel memiliki nilai CD4 lebih besar dari 200
sel/l yakni sebanyak 74 orang (69.2%). Dari 74 sampel dengan nilai CD > 200, mayoritas
responden adalah 26 orang (35,1%) yang menderita Kondiloma akuminata. Selanjutnya dari 33
sampel dengan nilai CD < 200, mayoritas responden adalah 13 orang (39,4%) yang menderita
Kondiloma akuminata. Dengan demikian, berdasarkan nilai CD4, mayoritas pasien HIV/AIDS
menderita penyakit Kondiloma akuminata dengan nilai CD4 lebih dari 200 yakni sebanyak 26
orang (35,1%).

5.4. Pembahasan
5.4.1. Pasien HIV/AIDS dengan Jenis Penyakit Menular Seksual
Berdasarkan hasil penelitian ini didapati bahwa Kondiloma akuminata adalah PMS yang
paling sering diderita yaitu sebanyak 39 orang (36,5%). Hasil penelitian Purba (2005-2008) di
RSUP Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa Kondiloma akuminata (16,41%) berada pada
urutan yang ketiga.17 Penelitian Faisal (1998-2007) di RSUP Hasan Sadikin Bandung menyatakan
penyakit Kondiloma akuminata adalah sedikit yaitu 12,6% dan berada pada urutan keempat. 57
Menurut penelitian Ray et al. (2006) di India, infeksi Kondiloma akuminata (20%) berada pada
urutan ketiga.58 Akan tetapi, hasil penelitian WHO (2012) di Amerika mengatakan bahwa infeksi
Kondiloma akuminata berada pada urutan pertama.12
Berdasarkan hasil penelitian ini didapati urutan kedua PMS yang diderita oleh pasien
HIV/AIDS adalah Gonorrhea yakni sebanyak 35 orang (32,7%). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Purba (2004–2008) di RSUP Haji Adam Malik Medan menyatakan Gonorrhea berada pada
urutan keempat yaitu sebanyak 16.03%.17 Hasil penelitian Ray et al. (2006) di India menunjukkan
Gonorrhea adalah PMS keempat yang paling banyak diderita.58 Sementara itu, hasil penelitian
Maan (2011) di Pakistan menunjukkan Gonorrhea adalah PMS kedua yang paling banyak diderita
dan masih tingginya angka kejadian Gonorrhea ini diduga karena adanya resistensi terhadap
Neisseria gonorrhoeae akibat penggunaan antibiotik menerus.59
Berdasarkan hasil penelitian ini didapati urutan ketiga paling banyak diderita oleh pasien
HIV/AIDS adalah Sifilis yaitu sebanyak 21 orang (19,6%). Hasil penelitian CDC (2008) di
Georgia menyatakan PMS yang kedua paling banyak diderita adalah Sifilis yaitu 111,6 kasus per
39

100.000 penduduk.60 Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Rosyati (2001) di Bali, didapati hasil
yang menderita Sifilis adalah sebanyak 1,7%.61 Menurut hasil penelitian Jazan (2003) di Bitung,
Sifilis adalah ketiga paling banyak diderita yaitu 9%.62
Berdasarkan hasil penelitian ini didapati bahwa urutan keempat adalah Herpes simpleks
yakni sebanyak 9 orang (8,4%). Menurut hasil penelitian CDC (2008) di Georgia, pasien yang
menderita Herpes simpleks telah kurang dari tahun 1988 hingga 1994 (21%) hingga tahun 1994
hingga 2004 (17%).60 Menurut Ray (2006) di India, pasien yang menderita Herpes simpleks terus
menaik dari 5,7% ke 14,6% dan 19,4%.58
Berdasarkan hasil penelitian ini didapati bahwa PMS yang paling sedikit diderita oleh
pasien HIV/AIDS adalah Trikomoniasis yakni sebanyak 3 orang (2,8%). Menurut WHO (2012),
Trikomoniasis adalah PMS yang paling banyak diderita di Amerika yaitu sebanyak 55,4%. 12
Menurut CDC (2008) di Georgia, PMS yang paling kurang diderita oleh masyarakat adalah
Trikomoniasis yaitu 3,1%.60

5.4.2. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan Usia


Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa mayoritas sampel pasien HIV/AIDS dengan
PMS berdasarkan usia berusia antara 31-40 tahun yakni sebanyak 40 orang (37,4%). Menurut
definisi Departemen Kesehatan RI (2007) bahwa usia 31-40 tahun adalah termasuk usia golongan
dewasa yang berkisar antara 25 – 45 tahun.6 Hasil penelitian Janni Butar-butar (2013–2014) yang
dilakukan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar menunjukkan karakteristik tertinggi
berdasarkan sosiodemografi karakteristik penderita HIV/AIDS adalah kelompok usia 30-39 tahun
(49,0%).63
Mayoritas sampel pasien HIV/AIDS dengan jenis PMS berdasarkan usia adalah
Kondiloma akuminata yakni sebanyak 15 orang (35,5%) yang berusia antara 41-50 tahun. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Murtiastutik (2011) di Surabaya bahwa penderita Kondiloma
akuminata banyak terdapat pada pasien yang berusia 25 hingga 44 tahun sebanyak 54,9%.64
Menurut penelitian Stella (2012) yang dilakukan di RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou Manado,
penderita Kondiloma akuminata paling banyak dalam golongan usia 25 hingga 44 tahun sebesar
48,15%.65
Hasil penelitian Janni Butar-butar (2015) di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar
membuktikan bahwa ada hubungan signifikan antara perilaku seksual tidak aman dengan
40

bertambahnya usia remaja. Dengan kata lain, perilaku seksual tidak aman semakin meningkat
prevalensinya dengan bertambahnya usia remaja. Semakin bertambah usia semakin terpapar
dengan informasi dari berbagai media.63 Hasil penelitian ini sekaligus membuktikan bahwa faktor
usia adalah salah satu karakateristik sampel penelitian yang berhubungan dengan kejadian
penyakit kelamin (HIV/AIDS).

5.4.3. Karakteristik Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Jenis Kelamin


Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa mayoritas responden yang menderita
HIV/AIDS dengan PMS adalah laki-laki yakni sebanyak 76 orang (71,0%). Penelitian yang
dilakukan oleh Faisal (1998-2007) di Bandung menyatakan pasien laki-laki adalah banyak
disbanding dengan perempuan.57
Hasil penilitian ini memperlihatkan bahwa mayoritas sampel yang menderita HIV/AIDS
dengan jenis PMS berdasarkan jenis kelamin adalah Kondiloma akuminata yakni sebanyak 28
orang (36,8%) yang jenis kelaminnya laki-laki. Hasil penelitian CDC (2008) di Georgia menyatakan
jumlah penderita PMS wanita jauh lebih banyak daripada pria. 60
Hal ini disebutkan mungkin dipengaruhi oleh lebih banyaknya wanita yang melakukan
pemeriksaan ginekologis daripada pria, sehingga penemuan kasus IMS pada wanita lebih banyak
daripada pada pria.60 Faktor penyebab sehingga wanita lebih rentan terhadap penyebaran AIDS/HIV
dibandingkan laki-laki antara lain adalah faktor biologis seperti penipisan dinding vagina yang
dapat membuat wanita rentan terserang virus, faktor sosial budaya dimana prempuan
dikonstruksikan untuk bersikap penurut, asif, abar dan setia sedangkan laki-laki dominan,agresif
dan mengambil inisiatif dalam hubungan seksual serta faktor ekonomi dimana ketidaksetaraan
ekonomi antara perempuan dan laki-laki sering kali memaksa perempuan dalam peran patuh dan
tergantung pada laki-laki. Kerentanan perempuan secara ekonomi seringkali terjadi
dikarenakan perempuan tidak memiliki penghasilan sendiri, sehingga tergantung pada orang
lain,dalam hal ini suami atau pasangan dalam menafkahi hidupnya.18

5.4.4. Karakteristik Penderita HIV/AIDS berdasarkan Pendidikan


Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa mayoritas responden yang menderita
HIV/AIDS dengan PMS adalah berpendidikan SMA yakni sebanyak 78 orang (72,9%).
Berdasarkan penelitian Kemenkes RI(2011) di Jakarta, pada mayoritas Wanita Pekerja Seksual
Langsung), WPSTL (Wanita Pekerja Seksual Tidak Langsung), waria dan WBP (Warga Binaan
41

Permasyarakatan) didapatkan banyak yang berpendidikan rendah, yaitu tidak sekolah sampai
dengan SMP.66 Sementara itu, penelitian Maan (2011) menunjukkan bahwa di Pakistan
mendapatkan pasien PMS yang tidak berpendidikan lebih banyak daripada yang berpendidikan.59
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa mayoritas responden yang menderita
HIV/AIDS dengan jenis PMS berdasarkan pendidikan Gonorrhea yakni sebanyak 28 orang
(35,9%) yang berpendidikan SMA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
berkaitan dengan pengetahuan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2003), seseorang yang
berpendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas daripada seseorang yang
tingkat pendidikannya lebih rendah. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai pendidikan yang
tinggi cenderung melakukan tindakan pencegahan agar tidak tertular penyakit.52

5.4.5. Karakteristik Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Status Marital


Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa mayoritas sampel HIV/AIDS dengan PMS
sudah menikah yakni sebanyak 87 orang (81,3%). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kemenkes
RI (2011) di Jakarta menyatakan bahwa pada pasien PMS dengan kelompok beresiko tinggi lebih
banyak yang sudah menikah (50,85%) daripada yang belum menikah (49.14%). 66 Menurut
penelitian Maan (2011) di Pakistan, juga menyatakan pasien PMS lebih banyak yang sudah
menikah (93,2%) dibandingkan dengan yang belum menikah (6,8%).59
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa mayoritas sampel HIV/AIDS dengan jenis
PMS berdasarkan status marital adalah Kondiloma akuminata yakni sebanyak 30 orang (34,5%)
yang sudah menikah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aswar (2008–2011) RSUP Haji Adam
Malik Medan menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita Kondiloma akuminata terdapat
pada pasien yang sudah menikah 52,6%.67 Hasil penelitian Hidayat (2012) menunjukkan hasil
yang sama sebesar 60% pada penderita Kondiloma akuminata. 68 Penelitian Silitonga (2009) di
RSUP Haji Adam Malik Medan juga menunjukkan hasil yang sama yaitu proporsi terbesar
penderita Kondiloma akuminata ada pada pasien yang sudah menikah sebesar 65%.69
Hal ini mungkin terjadi karena tidak setia pada pasangan, apabila bekerja di luar
kota atau luar negeri penderita berhubungan seksual dengan pekerja seks komersial
(PSK) dan hal ini meningkatkan resiko PMS pada pasangan penderita sehingga turut serta
menderita PMS.
42

5.4.6. Karakteristik Penderita HIV/AIDS berdasarkan Pekerjaan


Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa mayoritas sampel HIV/AIDS dengan PMS
bekerja sebagai wiraswasta yakni sebanyak 57 orang (53,3%). Hasil penelitian Karn (2011) di
Nepal menyatakan pekerjaan supir / kondektur (26.85%) lebih sering dibandingkan dengan
pekerjaan yang lainnya.70 Sementara itu penelitian Maan (2011) di Pakistan menyatakan bahwa
PMS lebih sering didapatkan pada pegawai.59
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa mayoritas sampel HIV/AIDS dengan jenis
PMS berdasarkan pekerjaan adalah Kondiloma akuminata yakni sebanyak 23 orang (40,4%) yang
bekerja sebagai wiraswasta. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aswar (2012) di RSUP Haji
Adam Malik Medan menunjukkan bahwa proporsi tertinggi pekerjaan penderita Kondiloma
akuminata adalah wiraswasta 32,9%.67 Hasil penelitian Silitonga (2009) di RSUP Haji Adam
Malik Medan menunjukkan bahwa penderita Kondiloma akuminata mayoritas terdapat pada
penderita yang bekerja 60%.69
Penderita yang memiliki pekerjaan umumnya lebih memiliki akses untuk melakukan
pengobatan dibanding penderita yang tidak bekerja. Sehingga yang lebih banyak tercatat adalah
penderita yang mempunyai pekerjaan.

5.4.7. Karakteristik Penderita HIV/AIDS berdasarkan Suku


Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa mayoritas sampel HIV/AIDS dengan PMS
adalah suku Jawa yakni sebanyak 42 orang (39,3%). Hasil penelitian Bangun (1999-2000) yang
dilakukan di RSU Dr. Pringadi Medan menunjukkan paling banyak adalah suku Batak sebanyak
68,3% dan kedua dalam urutan adalah suku Jawa 12,3%.71 Hasil penelitian ini menunjukkan
mayoritas sampel HIV/AIDS dengan jenis PMS berdasarkan suku adalah Kondiloma akuminata
yakni sebanyak 17 orang (41,5%) yang bersuku Jawa. Menurut penelitian Bangun (1999–2000),
Kondiloma akuminata adalah paling banyak pada suku Batak.71

5.4.8. Karakteristik Penderita HIV/AIDS berdasarkan Nilai CD4


Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa mayoritas sampel pasien HIV/AIDS dengan
PMS memiliki nilai CD4 lebih besar dari 200 yakni sebanyak 74 orang (69,2%).
Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas sampel HIV/AIDS dengan jenis PMS
berdasarkan CD4 menderita Kondiloma akuminata yakni sebanyak 26 orang (35,1%) yang nilai
43

CD4 kurang lebih dari 200. Menurut Sun (1997), pada penderita HIV positif, imunitas tubuh
mengalami penurunan sehingga lebih memudahkan terinfeksi Kondiloma akuminata. Indikator
rendahnya kekebalan tubuh dinilai dari kadar sel T – limfosit atau CD4 tubuh yang rendah (<
200/μL).73 Semaking kurang nilai CD4, artinya system kekebalan tubuhnya kurang yang
menyebabkan mudah terinfeksi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Widoyono (2008) yang mengatakan bahwa nilai CD4
adalah ukuran kunci kesehatan sistem kekebalan tubuh. Semakin rendah jumlahnya, semakin
besar kerusakan yang diakibatkan HIV dimana jumlah CD4 < 200, atau persentase CD4 < 14%,
dianggap AIDS, sedangkan angka normal berkisar antara 30-60%. Sebaliknya, semakin tinggi
nilai CD4 semakin baik sistem kekebalan tubuh. Namun, jumlah CD4 normal tidak berarti sistem
kekebalan tubuh benar-benar sudah pulih. Meskipun demikian, setiap laboratorium mempunyai
kisaran yang berbeda. Belum ada pedoman untuk keputusan pengobatan berdasarkan persentase
CD4, kecuali untuk anak berusia di bawah lima tahun.72
Adanya perilaku menyimpang masyarakat mulai dari pekerja seks komersial, homoseks,
dan penggunaan narkoba suntik yang saling bergantian sangat memengaruhi meningkatnya
penyebaran HIV/AIDS di Indonesia. Adanya pola transmisi yang berkembang selain hanya
transmisi seksual, transmisi nonseksual melalui mekanisme transmisi parenteral dan transmisi
transplasental (dari ibu kepada janinnya) menjadi ancaman baru yang melahirkan korban yang
tidak berdosa. Pola pemberantasan HIV/AIDS di Indonesia harus dilakukan secara nasional
melalui kebijakan khusus pemerintah dan dukungan pembiayaan yang cukup besar. Diharapkan
hal itu mampu menyelamatkan SDM berusia produktif yang berpotensi bagi pembangunan dari
mewabahnya HIV/AIDS di lingkungan masyarakat.72
44

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data tentang prevalensi penyakit menular seksual
pada pasien HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik dari Januari 2012 hingga Desember 2015,
dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan jenis penyakit menular seksual, mayoritas responden menderita
penyakit Kondiloma akuminata yakni sebanyak 39 orang (36,5%).
2. Berdasarkan usia, mayoritas responden berusia antara 31- 40 tahun yakni sebanyak 40 orang
(37,4%).
3. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden adalah laki-laki yakni sebanyak 76 orang
(71,0%).
4. Berdasarkan pendidikan, mayoritas responden berpendidikan SMA yakni sebanyak 78 orang
(72,9%).
5. Berdasarkan status marital, mayoritas responden sudah menikah yakni sebanyak 87 orang
(81,3%).
6. Berdasarkan pekerjaan, mayoritas responden bekerja sebagai wiraswasta yakni sebanyak 57
orang (53,3%).
7. Berdasarkan suku, mayoritas responden bersuku Jawa yakni sebanyak 41 orang (38,3%).
8. Berdasarkan nilai CD4, mayoritas responden mempunyai nilai CD4 lebih dari 200 yakni
sebanyak 74 orang (69,2%).

6.2. Saran
Megingat pentingnya penderita memahami tentang penyakit kelamin AIDS/HIV, maka
dengan ini disampaikan saran saran sebagai berikut :
1. Kepada peneliti lain, disarankan untuk melakukan penelitian sejenis dengan skala
penelitian yang lebih luas misalnya dengan menambahkan karakteristik dan jumlah waktu
penelitian sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat.

50
45

2. Pihak RSUP H.Adam Malik Medan sebaiknya meningkatkan kualitas dan melengkapi data
rekam medik pasien, sehingga penelitian yang dilakukan selanjutnya dapat memberikan
hasil yang lebih tepat.
3. Bagi Pemerintah dan Masyarakat, diharapkan dapat memberikan informasi tentang
infeksi menular seksual pada masyarakat yang mempunyai resiko tinggi PMS
melalui penyuluhan, ceramah atau seminar sehingga peningkatan jumlah kasus
PMS dapat dicegah.
46

DAFTAR PUSTAKA

1. Djoerban,Z., Djauzi, S., HIV/AIDS di Indonesia. Dalam: Sudoyo, A.W. (eds). Ilmu Penyakit
Dalam. Vol.III. Ed.4, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, 2006, hal. 1803-1808.
2. Lan, V. M., 2005. Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV) dan Sindrom Imunodefisiensi Didapat
(AIDS). Dalam Price SA, Wilson LM, 2006; Patofisiologi :Konsep Klinis Proses Penyakit
(Pathophysiology:Clinical Concepts of Disease Processes) ; Edisi 6 volume 1 ; Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta,2006, hal. 227 – 229
3. UNAIDS, Report 2011, UNAIDS World AIDS Day. Geneva (Swizerland) –
Diunduh dari http://www.unaids.org/sites/default/files/en/media/ unaids/
contentassets/documents/epidemiology/2011/gr2011/pdf pada tanggal 22 April 2016
4. World Health Organization (WHO), Progress Report 2011, Global HIV/AIDS Respons.
Epidemic Update and Health Sector Progress Towards Universal Access. Diunduh dari
http://www.who.int/ maternal_child_ adolescent/ documents/9789241596596/ en/ pada tanggal
26 April 2016
5. Rotua Suriany Simamora, Alternative Kebijakan Perilaku Penggunaan Kondom Untuk
Pencegahan HIV Pada Pekerja Seks Waria di Lokalisasi Gor Kota Bekasi Tahun 2014, Jurnal
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Indonesia, edisi 3 volume (2), 2015, hal.62
6. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2007.
Diunduh dari http://www.depkes.go.id/downloads/ publikasi/Situasi%20HIVAIDS
%202006.pdf. Pada tanggal 21 April 2016.
7. Laporan Situasi Perkembangan HIV/AIDS di Kota Medan 2011, diunduh dari
http://www.dinkeskota-Medan.org/data-kasus.html/ pada tanggal 19 April 2016
8. Kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara. Bidang Penanggulangan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan (P2MPL),2013, Diunduh dari http://www.dinkesprov-Sumut.org/data-
kasus.html/ pada tanggal 22 April 2016
9. UNFPA. 2005. Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia.Jakarta:
UNFPA. Available from : http://indonesia.unfpa.org/
application/assets/publications/Kebijakan_Strategi_Nasional_Kesehatan_
Reproduksi_di_Indonesia.pdf.pdf. [Accessed : 31 December 2016]
10. Murtiastutik, Dwi, 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya : Airlangga University
press.
11. Hakim, L., 2007. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. Dalam : Dailli, S.F., Wresti Indriatmi
B. Makes, Farida Zubier, dan Jubianto Junadarso, 2007. Infeksi Menular Seksual Edisi Ketiga.
Jakarta: FK UI,1-10.

12. World Health Organization, 2012. Global Insidence and Prevalence of selected curable
sexually transmitted infections-2008. World Health Organization. Available at :
http://www.who.int/reproductivehealth/ publications/rtis/stisesti mates/en/index.html.
[Accessed : 30 December 2016]
13. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2010. Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun
2009. Jakarta : Dinkes Prov. DKI Jakarta. Available
from:http://111.67.77.202/dinkesdki/index.php?
47

option=com_jdownloads&Itemid=29&view=finish&cid=29&catid=14&m=0.[Accessed : 31
December 2016].
14. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012. Profil Kesehatan Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2011. Surabaya : Dinkes Prov. Jateng. Available
from:http://dinkes.jatimprov.go.id/dokumen/dokumen_publikasi.html. [ Accessed : 31
December 2016].
15. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2008. Medan: Dinas kesehatan Provinsi Sumut. Available from
:http://www.depkes.go.id/en/downloads/profil/prov%20sumut
%202008.pdf. [ Accessed : 31 December 2016]
16. Dinas Kesehatan Kota Medan. 2013. Grafik Sindrom / Jenis IMS di Kota Medan Tahun 2012.
Medan : Depkes Kota Medan.
17. Sri Naita Purba, Fahmi Rizal, Riana Miranda, Kristina Nadeak, dan Richard Hutapea, 2009.
Pola Penyakit Menular Seksual di Subbagian Penyakit Menular Seksual dan Treponematosis
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP.H.Adam Malik Medan Periode Januari
2004 – Desember 2008. Medan: RSUP H. Adam Malik Medan.
18. Duarsa, N.W, Infeksi HIV dan AIDS. Dalam: S.F.Daili, W.I.B.Makes, F.Zubier (eds). Infeksi
Menular Seksual. 4th ed. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2011,
hal. 146-158.
19. Brunner dan Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Alih Bahasa Yasmin
Asih.Penerbit Buku Kedokteran.EGC, Jakarta: 2002, hal.102-104.
20. Gallant JE. 2010) . Medical management of HIV infection . Baltimore: Johns Hopkins
University Division of Infectious Diseases;. Diunduh dari hopkinsaids.edu/mmhiv/order.html
pada tanggal 20 April 2016
21. Astari L, Sawitri, Safitri YE, Hinda D. Viral load pada infeksi HIV. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin, volume 21(1), 31-8, Jakarta, 2009.
22. Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A., Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XXII,
diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Penerbit
Salemba Medika, Jakarta, 2001, hal. 188-192
23. Kayser, F. A., Bienz, K. A., Eckert, J., Zinkernagel, Medical Microbiology. New York: Thieme
Stuttgart, 2005, p.412-473.
24. Lan, V. M., 2005. Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV) dan Sindrom Imunodefisiensi Didapat
(AIDS). Dalam Price, S. A., Wilson, L. M., ed. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit volume 1 Eds 6. Jakarta: EGC. 224-242.
25. Asjö B., Haaheim L.R., Pattison J.R., Human Immunodeficiency Virus (HIV). A Practical
Guide to Clinical Virulogy Second Edition. John Wiley & Sons Ltd. England, 2001, p.213-218
26. Scanlon Valerie C, Sanders Tina,; Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi (Essentials of Anatomy
and Physiology) ; Edisi III, cetakan pertama ;Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2007,
hal.301 – 306.
27. Fauci A.S., Chiffordlane H. Human immunodeficiency virus disease, AIDS and related
disorders. In : Lango D.L., Kasper D.L., Jameson J.L., Fauci A.S., Hauser S.L., Loscalzo J.,
editors, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th ed, Vol. I, McGraw Hill, New
York,2008, p.1137-1203
28. Kashou AH, Agarwal A, Oxidants and Antioxidants in The Pathogenesis of HIV/AIDS. The
Open Reproductive Science Journal, 3th edition, 2011,p. 154-161
48

29. Nasronudin, 2012. HIV/AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis, dan Sosial. Penerbit
Airlangga University Press, Surabaya, 2012, hal.67-69.
30. Hoffmann C.J., Brown T.T., Thyroid Function Abnormalities in HIV-Infected Patients. Clin
Infect Dis;45(4), 2007 p.488-94.
31. Depkes RI, Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral dan Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi
HIV pada orang Dewasa dan Remaja, Edisi II, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta, 2013, hal.21
32. Fahey JL., DS Flemming, AIDS/HIV Reference Guide for Medical professionals. 4th ed.
Baltimore: Port city press, 1997. p. 161-75.
33. Stein., D.S., Korvick, J.A., and Vermund S.H., CD4+ Lympocyte Cell Enumeration for
Prediction of Clinical Course of Human Immunodeficiency Virus Disease. A review. J. Infect.
Dis. 165, 1992, p.352-363
34. Mitchell, R.N., Kumar, V., Penyakit Imunitas. In: Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L., ed.
Buku Ajar Patologi Robbins Volume 1 Eds.7. Penerbit EGC, Jakarta, 2007.hal. 113-184
35. Miedzinski, L.J., Early Clinical Signs and Symptoms of HIV Infection. Can Fam Physician,
volume 38, 1992, p. 1401-1410
36. National Institute of Health, HIV/AIDS Symptoms,2009. Diunduh dari
http://www.niaid.nih.gov/topics/hivaids/understanding/Pages/symptoms.asp pada tanggal 9
Mei 2016
37. Rook, A., Wilkinson, D.S., Ebling, F.J.G, Viral Infections. Textbook of Dermatology.
Blackwell Science Ltd, Oxford,1998, p.114-116.
38. Royce, R.A., Sena, A., Cates, J..W. and Cohen, M.S., Sexual Transmission of HIV. The New
England Journal of Medicine, 1997, volume 336: p.1072-1078.
39. Nettleman, M., HIV/AIDS Transmission, 2013. Diunduh dari
http://www.emedicinehealth.com/hivaids/page2_em.htm#hivaids_transmissi on HIV pada
tanggal 10 Mei 2016
40. WHO, HIV Transmission Through Breastfeeding, 2007. Diunduh dari
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9789241596596/ en/ pada tanggal 9
Mei 2016
41. Murtiastutik, D., AIDS. Dalam: Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. 2nd National Institute of
Health, 2009, HIV/AIDS Symptoms. Surabaya: Airlangga University Press,2009, hal. 211-
220--buku

42. Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A.,Mikrobiologi Kedokteran, Edisi


XXII, diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, 2001, hal. 205-209,
43. PubMed Health, National Human Genome Research Institute,AIDS, 2012 Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMHT0024730/ pada tanggal 9 Mei 2016
44. Barakbah, J. (eds), Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Ed.2. Surabaya: Airlangga University
Press, 2008, hal. 244-259.
45. Maurer, T.A., Dermatologic Manifestations of HIV. Top HIV Med. Vol 13(5), 2005, p.149-154
46. Dlova, N., Mosam, A., Cutaneous Manifestations of HIV/AIDS: Part 1. The Southern African
Journal of HIV Medicine, 2007. Diunduh dari http://ajol.info/index.php/sajhivm/
article/viewFile/ 34816/24879 pada tanggal 9 Mei 2016
49

47. Direktorat Jenderal PP dan PL Kementrian Kesehatan RI. Laporan Situasi Perkembangan
HIV/AIDS di Indonesia s.d. 31 Maret 2013. Jakarta (Indonesia); 2013, hal. 72-73.
48. Muninjaya, A.A. Gde, Tiga Cara Untuk Pencegahan AIDS. Dalam: AIDS di Indonesia:
Masalah dan Kebijakan Penanggulangannya. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta, 1999,
hal. 29-32.
49. Sofro MAU, Anurogo D. Kewaspadaan universal dalam menangani penderita HIV/AIDS. In: 5
Menit Memahami 55 Problematika Kesehatan. Editor: Wee D. Penerbit Medika Jogjakarta,
2013. hal. 143-8.
50. Handsfield, H. H., Color Atlas and Synopsis of Sexually Transmitted Diseases. 2nd ed. USA:
Mc Graw-Hill, 2001, p.114-117.
51. Hutagalung, Ellisma, Hubungan Karakteristik Anak Jalanan Terhadap Perilaku Seksualnya dan
Kemungkinan Terjadinya Risiko Penyakit Menular Seksual (PMS) di Kawasan Terminal
Terpadu Pinang Baris Medan Tahun 2002. [skripsi] Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara,2002.
52. Notoatmodjo, Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Dalam: Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan, Penerbit PT Rineka Cipta Jakarta, 2003; hal.121, 124- 127.
53. Daili,S,F. Tinjauan penyakit menular seksual (PMS). Dalam: Djuanda,A., Hamzah,M., Aisah,
S. (eds). Ilmu Penyakit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
2007, hal.88-91.
54. Piot, Peter, Wasserheit, Judith N., Corey, Lawrence, Cohen, Myron S.; Watts, D. Heather.
Sexually Transmitted Disease (4th ed.): The McGraw-Hills Companies, 2008,p.131-133
55. Kementrian Kesehatan RI. Penerbit Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Laporan Situasi Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia Sampai
Dengan Juni 2011, Jakarta, 2011, hal.46
56. Brooks, Geo. F., Butel, Janet S., dan Morse, Stephen A., AIDS dan Lentivirus. Dalam:
Sjabana, Dripa, ed. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Salemba Medika Jakarta, 2005.,hal.
292-300

57. Faisal S, dan Toni S. Djajakusumah. Perubahan Pola IMS di Poliklinik IMS Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RS DR. Hasan Sadikin Bandung, dalam periode 10 tahun (1998-
2007). Bandung : Departemen Kulit dan Kelamin RS DR. Hasan Sadikin.
58. Ray, et al., 2006. Changing trends in sexually transmitted infection at regional STD centre in
North India. Indian Journal of Medical Research 124: 559-568.
Availableat:http://search.proquest.com/docview/195974293/fulltextPDF/14223B6F3D026CF2
1E2/1? accountid=50257. [Accessed : 30 December 2016]
59. Maan, Muhammad arif, fatma Hussain, Javed Iqbal, dan Shahid Javed Akhtar,
2011. Sexually Transmitted Infections in Pakistan. Ann Saudi Med 31 (3) : 263-269.
60. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Sexually Transmitted Disease Surveillance
2008. Georgia: U.S. Department of Health and Human Services, Division of STD Prevention.
61. Rosyati, L.M., 2001. Pola Penyakit Menular Seksual (PMS) Wanita di Poliklinik Penyakit
Kulit dan Kelamin RS. Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Januari 1996 - Desember
2000, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Badan Litbang Kesehatan.
62. Jazan, S., et al. 2003. Prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi pada Wanita Penjaja Seks di
Bitung,Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal PPM & PPL.
50

63. Butar-butar Janni, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, 2015,
Karakteristik Penderita HIV/AIDS Di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun
2013–2014
64. Murtiastutik D,.2007 Kondiloma akuminata dan penatalaksanaan Kondiloma akuminata. In:
Barakbah J, Lumintang H, Martodihardjo S, editors. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo; 2007. p. 165-79
65. Stella R. Nelwan.dkk. 2012. Profil Kondiloma akuminata Di Poliklinik Kulit Dan Kelamin
Rsup Prof.Dr. R.D. Kandou Manado Periode Januari 2012 - Desember 2012. Skripsi.
Universitas Sam Ratulangi. Manado.
66. Kementrian Kesehatan RI. Penerbit Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Laporan Situasi Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia Sampai
Dengan Juni 2011, Jakarta, 2011, hal.46
67. Aswar, A. 2012. Karakteristik Pasien Kondiloma akuminata Di RSUP Haji Adam Malik
Medan Periode 1 Januari 2008 - 31 Desember 2011. Skripsi FK USU. Medan
68. Hidayat, Taufik. (2012). Deteksi Human Papilloma Virus Tipe 6 dan 11 Pada Lesi dan Peri
Lesi Kondiloma Akuminatum Dengan Polymerase Chain Reaction.Tesis. Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
69. Silitonga, J.T., 2010. Gambaran Infeksi Menular Seksual (IMS) Di RSUP. H.Adam Malik
Tahun 2009. Skripsi FK USU. Medan.
70. D. Karn, Amatya A, Aryal ER, KC S, and Timalsina M, 2011. Prevalence of Sexually
Transmitted Infections in a Tertiary Care Centre. Kathmandu Univ Med J 9 (2): 44-48.
Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 22610868. [Accessed : 31 December
2016].
71. Bangun, S., 2013. Karakteristik Penderita Penyakit Menular Seksual (PMS) Yang Berobat
Jalan di Poliklinik Kulit dan kelamin RSU Dr. Pirngadi Medan September 1999-September
2000, Skripsi FKM USU, Medan.
72. Widoyono, HIV-AIDS. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008, hal. 83-90.
73. Sun, Kuhn, Ellerbrock, et al. Human Papillomavirus Infection in Women Infected with the
Human Immunodeficiency Virus. New England J Med. 1997; vol 337; no 19; p 1343 – 49.
51

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Curriculum Vitae

Data Pribadi
Nama : Gayatthiri Naaidu
NIM : 130100476
Alamat : Jl. Setiabudi Ujung Simpang Selayang, No.6D
Kompleks Perumahan Prime, Medan.
Nomor Telepon : 087768512185
E-mail : miloh181293@gmail.com
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Lahir : Negeri Sembilan, Malaysia
Tanggal Lahir : 18 Desember 1993
Warga Negara : Malaysia
Agama : Hindu
Status Pendidikan : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
Dosen Pembimbing 1 : dr. Dina Arwina Dalimunthe, M.Ked(KK), SpKK
Dosen Pembimbing 2 : dr. T. Helvi Mardiani, M.Kes
Judul Penelitian : Prevalensi Penyakit Menular Seksual pada pasien
52

HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan dari


Januari 2012 hingga Desember 2015
Nama orang tua : Ayah : Muniandy A/L Sitharamiah
Ibu : Vasanthi A/P Subramaniam
Riwayat Pendidikan :
1. Sekolah Kebangsaan St.Mary (2000-2005)
2. Sekolah Menengah Kebangsaan St.Mary (2006-2010)
3. Sunway College & University (2012-2012)
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2013-Sekarang)
53
54
55
56

Lampiran 6
Nilai
Sampel Usia Kelamin Pendidikan Marital Pekerjaan Suku CD4 Kategori
Kondiloma
1 22 Pr SMA Menikah Wiraswasta Toba <200 akuminata
Tidak Kondiloma
2 24 Lk SMP menikah Peg.swasta Karo >200 akuminata
Herpes
3 31 Lk SMA Menikah Wiraswasta Karo <200 Simpleks
Herpes
4 39 Pr S1 Menikah Tdk bekerja Toba >200 Simpleks
Kondiloma
5 45 Lk SMA Menikah Peg.swasta Toba <200 akuminata
6 36 Lk S1 Menikah Tdk bekerja Nias >200 Gonorrhea
7 31 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 Sifilis
Tidak Kondiloma
8 29 Lk SMA menikah Tdk bekerja Minang <200 akuminata
Kondiloma
9 44 Pr D3 Menikah Peg.swasta Nias >200 akuminata
Herpes
10 35 Lk SMP Menikah Tdk bekerja Nias >200 Simpleks
Kondiloma
11 49 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa <200 akuminata
12 31 Lk SMA Menikah Tdk bekerja Aceh >200 Gonorrhea
Tidak Kondiloma
13 28 Lk SMA menikah Tdk bekerja Aceh >200 akuminata
Kondiloma
14 32 Lk SMA Menikah Wiraswasta Nias >200 akuminata
15 43 Pr SMA Menikah Tdk bekerja Jawa <200 Gonorrhea
16 25 Lk SMA Menikah Peg.swasta Karo >200 Sifilis
17 37 Lk SMA Menikah Tdk bekerja Aceh >200 Sifilis
18 41 Lk SMA Menikah Tdk bekerja Toba <200 Sifilis
Kondiloma
19 46 Lk S1 Menikah PNS Jawa >200 akuminata
20 51 Lk SMA Menikah Tdk bekerja Toba >200 Sifilis
Kondiloma
21 44 Pr SMA Menikah Peg.swasta Tionghoa <200 akuminata
22 38 Lk SMA Menikah Pedagang Karo >200 Sifilis
23 33 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 Sifilis
Tidak Kondiloma
24 29 Lk SMA menikah Pedagang Minang <200 akuminata
Tidak
25 23 Lk SMA menikah Pedagang Minang >200 Gonorrhea
26 27 Lk SMA Menikah Pedagang Jawa >200 Gonorrhea
57

27 32 Lk S1 Menikah Peg.swasta Karo <200 Sifilis


28 39 Lk SMA Menikah Pedagang Aceh >200 Gonorrhea
29 43 Lk SMA Menikah Wiraswasta Toba >200 Gonorrhea
30 46 Pr D3 Menikah Wiraswasta Jawa >200 Gonorrhea
Kondiloma
31 52 Lk SMA Menikah Wiraswasta Karo <200 akuminata
Herpes
32 44 Lk D3 Menikah Peg.swasta Toba >200 Simpleks
Tidak Kondiloma
33 30 Lk SMA menikah Wiraswasta Jawa >200 akuminata
34 32 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 Gonorrhea
Herpes
35 37 Lk SMA Menikah Wiraswasta Tionghoa <200 Simpleks
Herpes
36 41 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 Simpleks
37 46 Pr S1 Menikah Peg.swasta Jawa >200 Trikomoniasis
Herpes
38 51 Lk SMA Menikah Peg.swasta Toba >200 Simpleks
Kondiloma
39 44 Pr D3 Menikah PNS Jawa <200 akuminata
Herpes
40 38 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 Simpleks
41 33 Lk SMA Menikah Wiraswasta Toba >200 Sifilis
Kondiloma
42 29 Pr SMP Menikah Wiraswasta Toba >200 akuminata
Tidak
43 23 Lk SMP menikah Tdk bekerja Karo <200 Sifilis
Tidak
44 26 Lk SMA menikah Wiraswasta Jawa >200 Gonorrhea
45 32 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa <200 Gonorrhea
46 39 Pr S1 Menikah PNS Minang >200 Sifilis
Kondiloma
47 43 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa <200 akuminata
48 46 Lk SMA Menikah Tdk bekerja Minang >200 Sifilis

Nilai
Sampel Usia Kelamin Pendidikan Marital Pekerjaan Suku CD4 Kategori
Kondiloma
49 52 Lk S1 Menikah Wiraswasta Jawa >200 akuminata
50 44 Pr D3 Menikah PNS Jawa >200 Sifilis
Tidak Kondiloma
51 30 Lk SMA menikah Wiraswasta Minang >200 akuminata
Herpes
52 31 Lk SMA Menikah Tdk bekerja Minang <200 Simpleks
58

53 39 Lk SMA Menikah Peg.swasta Jawa >200 Gonorrhea


54 45 Lk SMA Menikah Peg.swasta Tionghoa >200 Gonorrhea
55 36 Pr SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 Gonorrhea
Kondiloma
56 31 Lk SMA Menikah Peg.swasta Jawa >200 akuminata
57 29 Lk SMA Menikah Wiraswasta Minang <200 Gonorrhea
Kondiloma
58 44 Lk S1 Menikah Wiraswasta Jawa >200 akuminata
59 35 Pr SMA Menikah Peg.swasta Minang >200 Gonorrhea
60 49 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 Gonorrhea
61 31 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa <200 Gonorrhea
Tidak Kondiloma
62 28 Lk SMA menikah Wiraswasta Minang >200 akuminata
63 32 Pr SMA Menikah Peg.swasta Minang >200 Sifilis
Kondiloma
64 43 Lk SMA Menikah Peg.swasta Jawa >200 akuminata
Tidak
65 25 Lk SMA menikah Wiraswasta Jawa <200 Gonorrhea
Kondiloma
66 37 Lk SMA Menikah Wiraswasta Minang >200 akuminata
Kondiloma
67 41 Pr D3 Menikah Wiraswasta Pakpak >200 akuminata
68 46 Pr SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 Sifilis
69 51 Pr SMA Menikah Tdk bekerja Pakpak <200 Gonorrhea
Kondiloma
70 44 Lk SMA Menikah Wiraswasta Karo >200 akuminata
71 38 Lk S1 Menikah Peg.swasta Minang <200 Gonorrhea
72 33 Lk SMA Menikah Wiraswasta Pakpak >200 Trikomoniasis
Tidak
73 29 Lk SMA menikah Peg.swasta Pakpak <200 Gonorrhea
Kondiloma
74 23 Lk SMP Menikah Wiraswasta Jawa >200 akuminata
Tidak
75 27 Pr SMA menikah Tdk bekerja Pakpak >200 Gonorrhea
76 32 Lk SMA Menikah Wiraswasta karo >200 Trikomoniasis
77 39 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa <200 Gonorrhea
78 43 Lk SMA Menikah Wiraswasta Pakpak >200 Sifilis
Kondiloma
79 46 Lk SMP Menikah Peg.swasta Jawa >200 akuminata
Kondiloma
80 52 Pr SMP Menikah Peg.swasta Karo <200 akuminata
81 44 Pr SMA Menikah Peg.swasta Pakpak >200 Gonorrhea
Tidak Kondiloma
82 30 Lk SMA menikah Wiraswasta Tionghoa >200 akuminata
59

Tidak
83 32 Lk SMA menikah Wiraswasta Karo >200 Gonorrhea
84 37 Pr SMA Menikah Wiraswasta Jawa <200 Gonorrhea
85 41 Lk SMA Menikah Wiraswasta Pakpak >200 Sifilis
Kondiloma
86 46 Pr SMA Menikah Peg.swasta Jawa >200 akuminata
87 51 Pr D3 Menikah Wiraswasta Jawa >200 Gonorrhea
88 44 Pr S1 Menikah Wiraswasta Jawa <200 Gonorrhea
89 38 Pr SMA Menikah Peg.swasta Karo >200 Sifilis
Kondiloma
90 33 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa <200 akuminata
Tidak Kondiloma
91 29 Pr SMA menikah Peg.swasta Jawa >200 akuminata
Tidak
92 23 Pr SMA menikah Wiraswasta Aceh <200 Gonorrhea
Tidak
93 25 Lk SMA menikah Wiraswasta Toba >200 Gonorrhea
Kondiloma
94 32 Lk SMA Menikah Wiraswasta Pakpak >200 akuminata
95 39 Pr SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 Gonorrhea
Kondiloma
96 43 Lk SMA Menikah Wiraswasta Aceh <200 akuminata
Kondiloma
97 46 Lk D3 Menikah Peg.swasta Aceh >200 akuminata

Nilai
Sampel Usia Kelamin Pendidikan Marital Pekerjaan Suku CD4 Kategori
98 52 Lk SMP Menikah Wiraswasta Pakpak >200 Gonorrhea
99 46 Lk SMP Menikah Wiraswasta Minang >200 Gonorrhea
100 32 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa <200 Sifilis
Tidak
101 28 Pr SMA menikah Wiraswasta Karo >200 Gonorrhea
Kondiloma
102 41 Lk S1 Menikah Wiraswasta Jawa >200 akuminata
Tidak
103 22 Lk SMA menikah Wiraswasta Toba >200 Sifilis
Kondiloma
104 28 Pr SMA Menikah Peg.swasta Toba <200 akuminata
Kondiloma
105 35 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 akuminata
106 41 Lk SMA Menikah Wiraswasta Aceh <200 Sifilis
Kondiloma
107 36 Pr S1 Menikah PNS Jawa >200 akuminata
60

Lampiran 7
HASIL PENYAJIAN DATA
Frequency Table KARAKTERISTIK RESPONDEN
Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 20-30 tahun 26 24.3 24.3 24.3
31-40 tahun 40 37.4 37.4 61.7
41-50 tahun 33 30.8 30.8 92.5
>50 tahun 8 7.5 7.5 100.0
Total 107 100.0 100.0

Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 31 29.0 29.0 29.0
Laki-laki 76 71.0 71.0 100.0
Total 107 100.0 100.0

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SMP 9 8.4 8.4 8.4
SMA 78 72.9 72.9 81.3
D3 8 7.5 7.5 88.8
S1 12 11.2 11.2 100.0
Total 107 100.0 100.0

Marital

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 20 18.7 18.7 18.7
Menikah 87 81.3 81.3 100.0
Total 107 100.0 100.0
61

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid PNS 5 4.7 4.7 4.7
Pedagang 5 4.7 4.7 9.3
Tidak bekerja 15 14.0 14.0 23.4
Petg.swasta 25 23.4 23.4 46.7
Wiraswasta 57 53.3 53.3 100.0
Total 107 100.0 100.0

Suku

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Nias 4 3.7 3.7 3.7
Tionghoa 4 3.7 3.7 7.5
Pakpak 10 9.3 9.3 16.8
Karo 13 12.1 12.1 29.0
Toba 13 12.1 12.1 41.1
Minang 14 13.1 13.1 54.2
Aceh 8 7.5 7.5 61.7
Jawa 41 38.3 38.3 100.0
Total 107 100.0 100.0

Nilai_CD4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <200 33 30.8 30.8 30.8
>200 74 69.2 69.2 100.0
Total 107 100.0 100.0

Penyakit Menular Seksual

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Gonorrhea 35 32.7 32.7 32.7
Herpes 9 8.4 8.4 41.1
Kondiloma akuminata 39 36.5 36.5 77.6
Sifilis 21 19.6 19.6 97.2
Trikomoniasis 3 2.8 2.8 100.0
Total 107 100.0 100.0

Crosstabs
Usia * Penyakit Menular Seksual
62

Crosstab

Penyakit Menular Seksual


Kondiloma Trikomoni
Gonorrhea Herpes akuminata Sifilis asis Total
Usia 20-30 tahunCount 10 0 13 3 0 26
% within Usia 38.5% .0% 50.0% 11.5% 0% 100.0%
31-40 tahunCount 14 6 8 10 2 40
% within Usia 35.5% 15.0% 20.0% 25.0% 5.0% 100.0%
41-50 tahunCount 8 2 15 7 1 33
% within Usia 24.2% 6.1% 45.5% 21.2% .3.0% 100.0%
>50 tahun Count 3 1 3 1 0 8
% within Usia 37.5% 12.5% 37.5% 12.5% .0% 100.0%
Total Count 35 9 39 21 3 107
% within Usia 32.7% 8.4% 36.5% 19.6% 2.8% 100.0%

Kelamin * Penyakit Menular Seksual


Crosstab

Penyakit Menular Seksual


Kondiloma Trikomoni
Gonorrhea Herpes akuminata Sifilis asis Total
Kelamin PerempuanCount 13 1 11 5 1 31
% within Kelamin 41.9% 3.2% 35.5% 16.1% 3.2% 100.0%
Laki-laki Count 22 8 28 16 2 76
% within Kelamin 28.9% 10.5% 36.8% 21.1% 2.6% 100.0%
Total Count 35 9 39 21 3 107
% within Kelamin 32.7% 8.4% 36.5% 19.6% 2.8% 100.0%

Pendidikan * Penyakit Menular Seksual


Crosstab

Penyakit Menular Seksual


Kondiloma Trikomoni
Gonorrhea Herpes akuminata Sifilis asis Total
PendidikanSMP Count 2 1 5 1 0 9
% within Pendidikan 22.2% 11.1% 55.6% 11.1% .0% 100.0%
SMA Count 28 6 25 17 2 78
% within Pendidikan 35.9% 7.7% 32.1% 21.8% 2.6% 100.0%
D3 Count 2 1 4 1 0 8
% within Pendidikan 25.0% 12.5% 50.0% 12.5% .0% 100.0%
S1 Count 3 1 5 2 1 12
% within Pendidikan 25.0% 8.3% 41.7% 16.7% .8.3% 100.0%
Total Count 35 9 39 21 3 107
% within Pendidikan 32.7% 8.4% 36.5% 19.6% 2.8% 100.0%
63

Marital * Penyakit Menular Seksual


Crosstab

Penyakit Menular Seksual


Kondiloma Trikomoni
Gonorrhea Herpes akuminata Sifilis asis Total
Marital Tidak Count 9 0 9 2 0 20
% within Marital 45.0% .0% 45.0% 10.0% 0% 100.0%
Menikah Count 26 9 30 19 3 87
% within Marital 29.9% 10.3% 34.5% 21.9% 3.4% 100.0%
Total Count 35 9 39 21 3 107
% within Marital 32.7% 8.4% 36.5% 19.6% 2.8% 100.0%
64

Pekerjaan * Penyakit Menular Seksual


Crosstab

Penyakit Menular Seksual


Kondiloma Trikomoni
GonorrheaHerpes akuminata Sifilis asis Total
PekerjaanPNS Count 3 0 0 2 0 5
% within Pekerjaan .60.0% .0% 0% 40.0% .0% 100.0%
Pedagang Count 1 0 3 1 0 5
% within Pekerjaan 20.0% .0% 60.0% 20.0% .0% 100.0%
Tidak bekerja
Count 2 3 5 5 0 15
% within Pekerjaan 13.3% 20.0% 33.3% 33.3% .0% 100.0%
Peg.swasta Count 10 2 8 4 1 25
% within Pekerjaan .40.0% 8.0% 32.0% 16.0% 4.0% 100.0%
Wiraswasta Count 19 4 23 9 2 57
% within Pekerjaan 33.3% 7.0% 40.4% 15.8% 3.5% 100.0%
Total Count 35 9 39 21 3 107
% within Pekerjaan 32.7% 8.4% 36.5% 19.6% 2.8% 100.0%

Suku * Penyakit Menular Seksual


Crosstab

Penyakit Menular Seksual


Kondiloma Trikomoni
Gonorrhea Herpes akuminata Sifilis asis Total
Suku Nias Count 1 1 2 0 0 4
% within Suku 25.0% 25.0% 50.0% 0% .0% 100.0%
Tionghoa Count 1 1 2 0 0 4
% within Suku 25.0% 25.0% 50.0% .0% .0% 100.0%
Pakpak Count 5 0 2 2 1 10
% within Suku 50.0% .0% 20.0% 20.0% 10.0% 100.0%
Karo Count 2 1 4 5 1 13
% within Suku 15.4% 7.7% 30.8% 38.4% .7.7% 100.0%
Toba Count 2 3 4 4 0 13
% within Suku 15.4% 23.0% 30.8% 30.8% .0% 100.0%
Minang Count 5 1 5 3 0 14
% within Suku 35.7% .7.1% 35.7% 21.4% .0% 100.0%
Aceh Count 3 0 3 2 0 8
% within Suku 37.5 .0% 37.5% 25.0% .0% 100.0%
Jawa Count 16 2 17 5 1 41
% within Suku 39.0% 4.9% 41.5% 12.5% 2.4% 100.0%
Total Count 35 9 39 21 3 107
% within Suku 32.7% 8.4% 36.5% 19.6% 2.8% 100.0%
65

Nilai_CD4 * Penyakit Menular Seksual


Crosstab

Penyakit Menular Seksual


Kondiloma Trikomoni
Gonorrhea Herpes akuminata Sifilis asis Total
Nilai_CD4 <200 Count 12 3 13 5 0 33
% within Nilai_CD4 36.4% 9.1% 39.4% 15.1% .0% 100.0%
>200 Count 23 6 26 16 3 74
% within Nilai_CD4 31.1% 8.1% 35.1% 21.6% 4.1% 100.0%
Total Count 35 9 39 21 3 107
% within Nilai_CD4 32.7% 8.4% 36.5% 19.6% 2.8% 100.0%
66

Anda mungkin juga menyukai