Gayatri-Lengkap 25 Januari
Gayatri-Lengkap 25 Januari
SKRIPSI
Oleh :
GAYATTHIRI NAAIDU
130100476
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
i
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Prevalensi penyakit menular seksual pada pasien
HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan dari Januari
2012 hingga Desember 2015
Nama : GAYATTHIRI NAAIDU
NIM : 130100476
Pembimbing I Pembimbing II
(dr. Dina A. Dalimunthe, M.Ked (KK), Sp.KK) (dr. T. Helvi Mardiani, M.Kes)
NIP : 198204152008012015 NIP : 197201072001122002
(dr. T. Siti Harilza Zubaidah, Sp.M) (dr. Riana Miranda Sinaga, Sp.KK)
NIP : 197604222005012002 NIP : 198104072009122004
Medan,
Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Hasil: Dari 107 pasien, didapati 32,7% menderita Gonorrhea, 8,4% menderita
Herpes simpleks, 36,5% menderita Kondiloma akuminata, 19,6% menderita
Sifilis dan 2,8% menderita Trikomoniasis. Penyakit menular seksual yang paling
banyak diderita oleh pasien HIV/AIDS adalah pada usia 31-40 tahun (37,4%),
jenis kelamin laki-laki (71,0%), berpendidikan SMA (72,9%), menikah (81,3%),
bekerja sebagai wiraswasta (53,3%) dan juga bersuku jawa iaitu (38,3%).
ABSTRACT
Results: Out of 107 patients, it is found that 32.7% has Gonorrhea, 8.4%
suffering from Herpes simplex, 36.5% has Condyloma acuminata, 19.6% has
Syphilis and 2.8% have Trichomoniasis. Sexually transmitted diseases are the
most suffered by patients who have HIV / AIDS are in the age of 31-40 years
(37.4%), male gender (71.0%), high school educated (72.9%), married (81 , 3%),
working as self-employed (53.3%) and also have tribes of Java (38.3%).
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Karya
Tulis Ilmiah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Penelitian ini berjudul
“Prevalensi penyakit menular seksual pada pasien HIV/AIDS di RSUP Haji Adam
Malik di Medan dari Januari 2012 hingga Desember 2015”, yang merupakan salah
satu persyaratan untk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih kepada orang tua penulis yang telah membesarkan dan
mendidik penulis dengan baik sehingga penulis dapat duduk di bangku kuliah,
serta memberikan dukungan baik secara moril dan material.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis telah banyak mendapat
bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, dan Dr. dr. Imam Budi Putra, Sp.KK(K)
selaku wakil dekan I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
2. dr. Dina Arwina Dalimuthe, M.Ked(KK), Sp.KK dan dr. T. Helvi
Mardiani, M.Kes selaku dosen pembimbing penulis atas kesabaran, waktu
dan masukan-masukan yang diberikan untuk membimbing penulis
sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. dr. T. Siti Harilza Zubaidah, Sp.M dan dr. Riana Miranda Sinaga, Sp.KK
selaku dosen penguji pada seminar proposal Karya Tulis Ilmiah dan
seminar hasil Karya Tulis Ilmiah ini, atas pengarahan yang diberikan
sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. dr. Arlinda Sari Wayuni, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.
5. Bagian komisi etik yang telah memberi izin secara validasi untuk membuat
penelitian.
6. Kepala bagian direktorat sdm dan pendidikan instalasi penelitian dan
pengembangan RSUP Haji Adam Malik Medan, yang telah memberikan
izin untuk mengambil rekam medis di Instalasi Rekam Medis.
v
7. Seluruh staf perawat yang membantu penulis pada saat melakukan validasi
dan penelitian di Instalasi Rekam Medis.
8. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis selama masa pendidikan.
9. Teman-teman kelompok sesama bimbingan Karya Tulis Ilmiah dan teman-
teman peneliti lainnya, yang telah memberi bantuan berupa saran, kritikan
dan motivasi selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
10. Seluruh pihak yang telah memberi bantuan kepada peneliti.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik sangat diharapkan demi kemajuan kualitas
Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat
memberikan manfaat bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
bangsa dan Negara Indonesia, serta bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, khususnya dalam dunia kedokteran.
GAYATTHIRI NAAIDU
(NIM: 130100476)
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan ....……………………………………….……………... i
Abstrak ..……………………………………………………………............... ii
Abstract ..…………………………………………………………….............. iii
Kata Pengantar ................................................................................................ iv
Daftar Isi ......…………………………………………………………............. vi
Daftar Tabel ......………………………………………………………........... viii
Daftar Gambar.................................................................................................. ix
Daftar Lampiran ..........……………………………………………................ x
Daftar Istilah/Singkatan……………………………………………............... xi
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2. Permasalahan ............................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian........................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian........................................................................ 4
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 52
viii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 4.1 Jadwal Penelitan 36
Tabel 5.1 Sampel Pasien HIV/AIDS berdasarkan PMS 37
Tabel 5.2 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Usia 38
Tabel 5.3 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Jenis Kelamin 38
Tabel 5.4 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Pendidikan 39
Tabel 5.5 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Status Marital 40
Tabel 5.6 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Pekerjaan 40
Tabel 5.7 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Suku 41
Tabel 5.8 Pasien HIV/AIDS dengan PMS berdasarkan Nilai CD4 42
ix
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Anatomi Virus HIV 8
Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian 28
Gambar 3.2. Kerangka Konsep 28
x
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup
2. Logbook Bimbingan Proposal Penelitian
3. Persetujuan Etik
4. Izin penelitian dari Universitas Sumatera Utara
5. Izin penelitian dari RSUP Haji Adam Malik Medan
6. Master Data Penelitian
7. Tabel distribusi frekuensi
8. Logbook Bimbingan Karya Tulis Ilmiah
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Sumatera Utara juga mengalami peningkatan prevalensi HIV/ AIDS dimana jumlah kasus
HIV di Sumatera Utara pada tahun 2011 terdapat 1.251 kasus, jumlah kumulatif AIDS s/d 2011
ada 515 kasus, di kota Medan jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun 2006 sampai tahun 2011
terdapat 2.904 penderita (HIV 2.153 /AIDS 751), diantaranya terjadi pada kelompok Homoseksual
(3,68%), berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki prevalensinya lebih tinggi (76%), berdasarkan
kelompok usia pada usia 25-34 tahun prevalensi paling tinggi (57%), CFR (18,53%). 7 Sedangkan
menurut Dinas Kesehatan Sumatera Utara sejak tahun 1994 hingga Maret 2013, prevalensi AIDS
mencapai 2.580 orang dan jumlah penderita HIV (+) mencapai 1417 orang, hingga totalnya ada
sebanyak 3.997.8
Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang sebagian besar ditularkan melalui
hubungan seksual. Penyakit menular seksual sebenarnya bukanlah masalah baru dalam ruang
lingkup kesehatan reproduksi. Namun, sejak ditemukannya kasus HIV/AIDS pertama kalinya di
Bali pada tahun 1988, maka upaya penanggulangan PMS mulai berkembang pesat, karena adanya
PMS mempermudah seseorang tertular HIV.9
Penyakit menular seksual merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup menonjol
di sebagian besar wilayah dunia.10 Insidensi dan penyebarannya bervariasi dan tidak dapat
diperkirakan secara tepat.11 WHO memperkirakan insidensi PMS pada tahun 2008 ada sebanyak
498.9 juta kasus baru dan jumlahnya meningkat sebesar 11% bila dibandingkan dengan penelitian
pada tahun 2005. Jumlah kasus baru yang didapatkan pada tahun 2008 tersebut meliputi wilayah
Afrika ada sebanyak 92,6 juta kasus, wilayah Amerika ada sebanyak 125,7 juta kasus, wilayah
Eropa ada sekitar 46,8 juta kasus, wilayah Mediterania ada 26,5 juta kasus, wilayah Pasifik Barat
ada sekitar 128,2 juta dan wilayah Asia Tenggara, ada sebanyak 78,5 juta kasus.12
Sementara itu, terdapat juga beberapa laporan mengenai angka kejadian PMS di berbagai
wilayah Indonesia, seperti di Provinsi DKI Jakarta, pada tahun 2009 terdapat sekitar 7.380 kasus
PMS.13 Di Provinsi Jawa Timur, pada tahun 2011 terdapat sekitar 10.752 kasus PMS. 14 Di Provinsi
Sumatera Utara pada tahun 2008, terdapat sekitar 6.787 kasus PMS. 15 Di Kota Medan pada tahun
2012, terdapat sekitar 3.452 kasus.16 Di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2004 hingga 2008
terdapat sebanyak 262 kasus.17
Menurut Duarsa PMS merupakan ko-faktor penularan HIV. Penderita penyakit menular
seksual (PMS) lebih rentan terhadap HIV karena daerah genital adalah titik rawan dari mana virus
HIV dapat memiliki entri yang mudah. Penderita PMS serta HIV akan lebih mudah menularkan
3
ke orang lain. Pengidap HIV dengan PMS akan lebih cepat menjadi AIDS karena system
kekebalan tubuh menurun dan menyebabkan HIV maju menjadi AIDS.18
1.2. Permasalahan
Penyakit PMS terus mengalami perkembangan pesat. Banyak faktor yang berhubungan
dengan peningkatan prevalensi penyakit menular seksual, salah satunya adalah HIV/AIDS.
Mengacu kepada fenomena diatas, penulis tertarik untuk meneliti gambaran prevalensi penyakit
menular seksual pada pasien HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan dari Januari 2012
hingga Desember 2015.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
digunakan untuk membuat salinan RNA yang deperlukan untuk replikasi HIV yakni : reverse
transcriptase, integrase dan protease. Penyebab utama HIV/AIDS adalah virus yang disebut
retrovirus karena memiliki enzim reverse transcriptase, yang mampu mengubah RNA menjadi
DNA pada sel yang terinfeksi, kemudian berintegrasi dengan DNA sel pejamu yang selanjutnya
bereplikasi menjadi virus baru.25
dikonversi menjadi DNA). DNA HIV lalu memasuki inti sel dan menyebabkan sel ini mulai
mereproduksi HIV dan melepaskan partikel partikel HIV dalam jumlah lebih banyak.29
Interaksi gp120 HIV dengan CD4 mengakibatkan terjadi ikatan antara HIV dan sel target.
Ikatan semakin diperkuat dengan adanya ko-reseptor kedua yang memungkinkan gp41
menjalankan fungsinya untuk memperantarai masuknya virus ke dalam sel target. Melalui gp41
terjadi fusi membran HIV dengan membrane sel target. Fusi antara kedua membran
memungkinkan semua partikel HIV masuk ke dalam sitoplasma sel target. Bertindak sebagai ko-
reseptor lini kedua adalah 7 (tujuh) reseptor transmembran, tetapi yang terpenting adalah CC
Chemokine reseptor 5 (CCR5) dan CXC chemokine reseptor 4 (CXCR4) dengan melibatkan lebih
100 protein terkait. Setelah gp120 HIV terikat pada reseptor CD4 dan ko-reseptor CCR5 dan
CXCR4, diiringi terjadinya perubahan konformasi gp41 sehingga memungkinkan terjadi insersi
pada region N-terminal hydrophobic fusion-peptide ke dalam membran sel taret. Sehingga akibat
insersi ini menghasilkan fusi kedua membran.29
Pada tahap selanjutnya, enzim polymerase akan mentranskrip DNA menjadi RNA yang
secara stuktur berfungsi sebagai RNA genomik dan mRNA. RNA keluar dari nukleus, mRNA
mengalami translasi menghasilkan polipeptida. Polipeptida akan bergabung dengan RNA menjadi
inti virus baru. Inti beserta perangkat lengkap virion baru ini membentuk tonjolan pada permukaan
sel host, kemudian polipeptida dipecah oleh enzim protease menjadi protein dan enzim fungsioal.
Inti virus baru dilengkapi oleh kolesterol dan glikolipid dari permukaan sel host, sehingga
terbentuk virus baru yang lengkap dan matang. Virus ini akan keluar dari sel, dan akan
menginfeksi sel target berikutnya. Dalam satu hari HIV mampu melakukan replikasi hingga
mencapai 109 sampai 1011 virus baru.30
Setelah HIV mengifeksi seseorang, kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu
disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Serokonversi (perubahan
antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi. Pada masa ini, tidak ada
dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat serta test HIV belum
bisa mendeteksi keberadaan virus ini, tahap ini disebut juga periode jendela (window period).
Kemudian dimulailah infeksi HIV asimptomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi
penurunan CD4+ secara bertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun,
tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-100 sel/tahun, sehingga tanpa
pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8- 10 tahun, dimana jumlah
CD4+ akan mencapai <200 sel/ul.27
2.1.3.4. Patogenesis Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Human Immunodeficiency Virus (HIV) mempunyai sejumlah gen yang dapat mengatur
replikasi maupun pertumbuhan virus yang baru. Salah satu gen tersebut ialah tat yang dapat
mempercepat replikasi virus sedemikian hebatnya sehingga terjadi enghancuran limfosit T4 secara
besar-besaran yang akhirnya menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lumpuh.18
Melalui berbagi transmisi yang terjadi, virus HIV dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan
mencapai sirkulasi sistemik. Dalam waktu 4 sampai 11 hari sejak paparan pertama, HIV dapat
dideteksi di dalam darah. Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala
dan tanda infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot,
mual, muntah, sulit tidur, batuk-batuk, dan lain-lain. Keadaan-keadaan ini disebut sindrom
retroviral akut. Pada fase ini terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA viral load. Viral
load akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi, kemudian turun sampai pada suatu titik
tertentu. Dengan semakin berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan cenderung terus
meningkat. Keadaan tersebut akan diikuti penurunan hitung CD4 secara perlahan dalam waktu
beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada kurun waktu 1,5 sampai 2,5
tahun sebelum akhirnya jatuh ke stadium AIDS.27
Pada fase berikutnya, HIV akan berusaha masuk ke dalam sel target dimana sel target HIV
adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4. Reseptor CD4 ini terdapat pada
permukaan limfosit T, monosit, makrofag, Langerhan’s, sel dendrit, astrosit, microglia. Selain itu,
untuk masuk ke sel HIV memerlukan chemokine reseptor yaitu CXCR4, CCR5, CCR2b dan
CCR3. Selanjutnya akan diikuti fase fusi membran HIV dengan membran sel target melalui
10
peranan glikoprotein 41 (gp41). Dengan terjadinya fusi kedua membran, seluruh isi sitoplasma
HIV termasuk enzim reverse transkriptase dan inti masuk ke dalam sitoplasma sel target. Setelah
masuk dalam sel target, HIV melepaskan single strand RNA (ssRNA). Enzim reverse
transcriptase akan menggunakan RNA sebagai template untuk mensisntesis DNA. Kemudian
RNA dipindahkan oleh ribonuklease dan enzim reverse transcriptase untuk mensintesis DNA lagi
menjadi double strand DNA yang disebut sebagai provirus. Provirus masuk ke dalam inti sel,
menyatu dengan kromosom host dengan perantara enzim integrase. Penggabungan ini
menyebabkan provirus menjadi tidak aktif untuk melakukan transkripsi dan translasi. Untuk
mengaktifkan provirus ini memerlukan aktivasi dari sel host. Bila sel host teraktivasi oleh induktor
seperti antigen, sitokin atau faktor lain maka sel akan memicu nuclear factor sehingga menjadi
aktif dan berikatan dengan 5 LTR (Long terminal repeats) yang mengapit gen-gen tersebut. Long
terminal repeats berisi berbagai elemen pengatur yang terlibat pada ekspresi gen, NF menginduksi
replikasi DNA. Induktor NF cepat memicu replikasi HIV dengan cara intervensi dari
mikroorganisme lain, misalnya bakteri, jamur, protozoa, ataupun virus. Dari keempat golongan
tersebut, yang paling cepat menginduksi replikasi HIV adalah virus non HIV, terutama virus DNA.
Pada saat HIV masuk ke tubuh, virus tersebut akan mencari sel CD4 dan mereplikasikan diri. Sel
CD4 merupakan target utama HIV untuk menghancurkan sistem imun tubuh. Setelah virus
bereplikasi dan menghancurkan sel CD4, maka partikel virus baru akan mencari lagi dan
menginfeksi sel CD4 yang lain.32
Sebagai konsekuensinya, jumlah CD4 akan semakin rendah didalam tubuh. Secara
progresif, sistem defensif tubuh akan menurun dan tidak dapat melindungi tubuh dari infeksi dan
penyakit. Oleh sebab itu pemantauan jumlah CD4 pada seseorang yang terinfeksi HIV sangatlah
penting untuk melihat perjalanan penyakit beserta prognosisnya.33
Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan jumlah limfosit T-CD4 melalui beberapa
mekanisme yakni dari jumlah normal yang berkisar 600-1200/mm3 menjadi 200/mm3 atau lebih
rendah lagi, sehingga pertahanan individu terhadap mikroorganisme patogen menjadi lemah dan
meningkatkan risiko terjadinya infeksi sekunder dan akhirnya masuk ke stadium AIDS. Infeksi
sekunder ini biasanya disebut infeksi oportunistik, yang menyebabkan munculnya keluhan dan
gejala klinis sesuai jenis infeksi.27
Virus HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki molekul
reseptor membran CD4. Sejauh ini, sasaran yang disukai adalah limfosit T helper positif, atau sel
11
T4 (limfosit CD4+). Gp120 HIV berikatan kuat dengan limfosit CD4+ sehingga gp41 dapat
memperantarai fusi membran virus ke membran sel. Setelah berfusi dengan limfosit CD4+, maka
berlangsung serangkaian proses kompleks yang apabila berjalan lancar, menyebabkan
terbentuknya partikel virus baru dari sel yang terinfeksi. Limfosit CD4 yang terinfeksi mungkin
tetap laten dalam keadaan provirus atau mungkin mengalami proses-proses replikasi sehingga
menghasilkan banyak virus.24
Virus HIV-1 awalnya menginfeksi sel T dan makrofag secara langsung atau dibawa oleh sel
dendrit. Replikasi virus pada kelenjar getah bening regional menimbulkan viremia dan penyebaran
virus yang meluas pada jaringan limfoid. Viremia tersebut dikendalikan oleh respon imun pejamu,
kemudian pasien memasuki fase laten klinis. Selama fase ini, replikasi virus pada sel T maupun
makrofag terus berlangsung, tetapi virus tetap tertahan. Pada tempat itu berlangsung pengikisan
bertahap sel CD4+ melalui infeksi sel yang produktif. Jika sel CD4+ yang tidak hancur tidak dapat
tergantikan, jumlah sel CD4+ menurun dan pasien mengalami gejala klinis AIDS. Makrofag pada
awalnya juga ditumpangi virus; makrofag tidak dilisiskan oleh HIV-1, dapat mengangkut virus ke
berbagai jaringan, terutama ke otak.34
Penularan utama HIV dapat melalui beberapa cara yaitu melalui hubungan seksual,
pemindahan darah atau produk darah, proses penyuntikan dengan alatalat yang yang
terkontaminasi darah dari penderita HIV dan juga melalui transmisi vertikal dari ibu ke anak.
Sekali terinfeksi, maka orang tersebut akan tetap terinfeksi dan dapat menjadi infeksius bagi orang
lain.37
Sebelum ditemukan HIV, banyak anak yang terinfeksi dari darah ataupun produk darah atau
dengan penggunan jarum suntik secara berulang. Sekarang ini, hampir semua anak yang menderita
HIV/AIDS terinfeksi melalui transmisi vertikal dari ibu ke anak. Diperkirakan hampir satu pertiga
(20-50%) anak yang lahir dari seorang ibu penderita HIV akan terinfeksi HIV. Peningkatan
penularan berhubungan dengan rendahnya jumlah CD4 ibu. Infeksi juga dapat secara
transplasental, tetapi 95% melalui transmisi perinatal.37
Angka penularan ibu ke anaknya bervariasi dari 13 % sampai 48% pada wanita yang tidak
diobati. Bayi bisa terinfeksi di dalam rahim, selama proses persalinan atau yang lebih sering
melalui air susu ibu (ASI). Tanpa penularan melalui ASI, sekitar 30% dari infeksi terjadi di dalam
rahim dan 70% saat kelahiran. Data menunjukkan bahwa sepertiga sampai separuh infeksi HIV
perinatal di Afrika disebabkan oleh ASI. Penularan selama menyusui biasanya terjadi pada 6 bulan
pertama setelah kelahiran.42
Selain itu, hindari pemakaian jarum bersama seperti jarum suntik, tindik, tato atau alat lain
yang dapat melukai kulit. Penggunaan alat suntik dalam sistem pelayanan kesehatan juga
perlu mendapatkan pengawasan ketat agar setiap alat suntik dan alat lainnya yang
dipergunakan selalu dalam keadaan steril. Petugas kesehatan yang merawat penderita
AIDS hendaknya mengikuti universal precaution.43
tanggal berikutnya. Hasil negatif palsu dapat terjadi pada orang-orang yang terinfeksi HIV-1 tetapi
belum mengeluarkan antibodi melawan HIV-1 (yaitu, dalam 6 (enam) minggu pertama dari
infeksi, termasuk semua tanda-tanda klinik dan gejala dari sindrom retroviral yang akut. Positif
palsu dapat terjadi pada individu yang telah diimunisasi atau kelainan autoimune, wanita hamil,
dan transfer maternal imunoglobulin G (IgG) antibodi anak baru lahir dari ibu yang terinfeksi
HIV-1. Oleh karena itu hasil positif ELISA pada seorang anak usia kurang dari 18 bulan harus di
konfirmasi melalui uji virologi (tes virus), sebelum anak dianggap mengidap HIV-1.44
2.1.7.3. Rapid Test
Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibodi terhadap HIV-1. Prinsip
pengujian berdasarkan aglutinasi partikel, imunodot (dipstik), imunofiltrasi atau
imunokromatografi. ELISA tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil rapid tes dan
semua hasil rapid tes reaktif harus dikonfirmasi dengan Western blot atau IFA. Western blot
digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid tes sebagai hasil yang
benar-benar positif. Uji Western blot menemukan keberadaan antibodi yang melawan protein HIV-
1 spesifik (struktural dan enzimatik). Western blot dilakukan hanya sebagai konfirmasi pada hasil
skrining berulang (ELISA atau rapid tes). Hasil negative Western blot menunjukkan bahwa hasil
positif ELISA atau rapid tes dinyatakan sebagai hasil positif palsu dan pasien tidak mempunyai
antibodi HIV-1. Hasil Western blot positif menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1 pada individu
dengan usia lebih dari 18 bulan.45
Penyakit Menular Seksual (PMS) juga didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan
karena adanya invasi organisme virus, bakteri, parasit dan kutu kelamin yang sebagian besar
menular melalui hubungan seksual, baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis.49
Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan
melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi Gonorrhea,
Klamidia, Sifilis, Trikomoniasis, Chancroid, Herpes genital, infeksi human immunodeficiensy
virus (HIV) dan Hepatitis B. Human Immunodeficiency Virus dan Sifilis juga dapat ditularkan dari
ibu ke anaknya selama kehamilan dan kelahiran, dan juga melalui darah serta jaringan tubuh.40
Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar, dan akan membentuk
keropeng.52
Sifilis juga merupakan penyakit menular seksual yang termasuk kedalam golongan PMS ini
yang sangat berbahaya, karena mengganggu otak dan fungsi organ lainnya, disebabkan oleh
Treponema pallidum. Penularannya terjadi lewat hubungan seksual yang tidak sehat. Bakteri ini
masuk kedalam tubuh melalui selaput lender (vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam
beberapa jam, bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat, kemudian menyebar
keseluruh tubuh melalui darah. Sifilis juga dapat menginfeksi janin dalam kandungan dan janin
bisa berakibat cacat bawaan.52
Gejala-gejala umum yang timbul:
Muncul benjolan di sekitar kelamin
Kadang-kadang disertai pusing dan nyeri tulang seperti flu, yang akan hilang sendiri tanpa
diobati.
Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah berhubungan seksual.
Selama 2-3 tahun pertama, penyakit ini tidak menunjukkan gejala apapun. Namun setelah 5-10
panyakit ini menyerang susunan saraf otak, pembuluh darah, dan jantung.
Pada perempuan penyakit ini dapat menular pada bayi yang di kandung.
c). Penyakit Menular Seksual yang menunjukkan adanya benjolan atau tumor, terdapat pada
penyakit Kondiloma akuminata.52
Kutil Genitalis (Kondiloma akuminata) merupakan kutil di dalam atau di sekeliling vagina,
penis atau dubur, yang ditularkan melalui hubungan seksual. Kutil genitalis sering ditemukan dan
menyebabkan kecemasan karena tidak enak dilihat, bisa terinfeksi bakteri, bisa merupakan
petunjuk adanya gangguan sistem kekebalan. Pada wanita, virus papiloma tipe 16 dan 18, yang
menyerang leher rahim tetapi tidak menyebabkan kutil pada alat kelamin luar dan bisa
menyebabkan kanker leher rahim. Virus tipe ini dan virus papiloma lainnya bisa menyebabkan
tumor intra-epitel pada leher rahim (ditunjukkan dengan hasil pap smear yang abnormal) atau
kanker pada vagina, vulva, dubur, penis, mulut, tenggorokan atau kerongkongan.52
Kutil genitalis disebabkan oleh Human Papiloma Virus. Gejala yang ditimbulkan : tonjolan
kulit seperti kutil besar disekitar alat kelamin (seperti jengger ayam). Komplikasi yang mungkin
terjadi : kutil dapat membesar seperti tumor; bisa berubah menjadi kanker mulut rahim;
21
meningkatkan resiko tertular HIV-AIDS. Tidak perlu mendeteksi laboratorium karena langsung
dapat terlihat oleh mata biasa.52
d). Penyakit Menular Seksual yang memberi gejala pada tahap permulaan, seperti penyakit
Hepatitis B.
Saat ini dikenal dua macam herpes yakni Herpes zoster dan Herpes simpleks. Kedua herpes ini
berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella zoster, sedangkan
Herpes simpleks disebabkan oleh Herpes simplex virus (HSV), Penyakit Hepatitis ini juga banyak
disebabkan oleh hubungan seks yang tidak aman. Hepatitis B dapat berlanjut ke sirosis hati atau
kanker hati. Setiap tahun kasus yang dilaporkan mencapai 200.000, walaupun ini satu-satunya
STD yang dapat dicegah melalui vaksinasi.52
e). Bila nampak gejala-gejala PMS segera ke dokter atau petugas kesehatan setempat.53
2.3. Hubungan Penyakit Menular Seksual (PMS) dengan Human Immunodeficiency Virus /
Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS)
Penyakit menular seksual (PMS) adalah jenis penyakit yang disebabkan oleh kuman yang
ditularkan melalui hubungan seks oral maupun melalui hubungan kelamin. Jenisnya meliputi
Gonorrhea, Sifilis, Herpes simpleks, HIV/AIDS, dan lain sebagainya.40
Hubungan penyakit menular dengan HIV/AIDS dapat dilihat dari studi epidemiologi yang
menggambarkan bahwa pasien dengan infeksi menular seksual lebih rentan terhadap HIV
sehingga infeksi menular seksual diimplikasikan sebagai faktor yang memfasilitasi penyebaran.
Hal ini terjadi karena dua alasan. Ulkus kelamin yang disebabkan oleh PMS menciptakan retakan
pada permukaan daerah genital. Daerah ini membuat titik rawan dari mana virus HIV dapat
memiliki entri yang mudah. Selain itu, peradangan yang dihasilkan dari PMS juga membuat sel-
sel di daerah kelamin lebih rentan terhadap HIV.54
Jika orang HIV positif menderita PMS, dia lebih cenderung untuk menularkan virus
kepada pasangannya, dibandingkan dengan orang HIV tapi tidak ada PMS. Hal ini terjadi karena
orang yang menderita PMS memiliki konsentrasi lebih dari virus HIV dalam cairan vagina mereka
dibandingkan dengan orang lain. Penyakit seperti herpes sangat relevan dengan HIV. Hal ini
karena virus HIV kebanyakan ditemukan pada mereka juga.54
23
Semakin tinggi infeksi menular seksual (PMS), semakin memudahkan penyebaran HIV.
Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui
hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi Gonorrhea, Klamidia,
Sifilis, Trikomoniasis, Chancroid, Herpes genital, infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan hepatitis B. Human Immunodeficiency Virus dan Sifilis juga dapat ditularkan dari ibu ke
anaknya selama kehamilan dan kelahiran, dan juga melalui darah serta jaringan tubuh HIV.54
Virus HIV termasuk golongan virus yang khusus. Proses reproduksi virus HIV dalam
tubuh memudahkannya untuk membunuh seluruh sel darah putih khususnya tipe sel darah putih
(sel CD4) yang berguna untuk melindungi tubuh dari penyakit. Dengan demikian, jika seseorang
mulai dihinggapi infeksi opportunistik karena virus HIV telah melemahkan sistem kekebalan
tubuhnya, maka orang tersebut dikatakan sebagai penderita AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrom).55
Penyakit Menular Seksual merupakan penyakit yang ditakuti oleh setiap orang. Angka
kejadian penyakit ini termasuk tinggi di Indonesia. Kelompok resiko yang rentan terinfeksi
tentunya adalah seseorang yang sering “jajan” alias punya kebiasaan perilaku yang tidak sehat.56
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
24
o Sifilis
o Gonorrhea PENYAJIAN DATA
o Kondiloma akuminata
o Herpes genital
o Trikomoniasis
Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian penyakit PMS pada pasien HIV/AIDS
28
BAB 4
METODE PENELITIAN
29
25
4.3.2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik total sampling.
4.5.3. Gonorrhea
a). Definisi operasional : Gonorrhea atau kencing nanah adalah salah satu penyakit menular
seksual yang umum dan disebabkan oleh bakteri bernama Neisseria
gonorrhoeae atau gonococcus.
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Positif
- Negatif
4.5.4. Sifilis
27
a). Definisi operasional : Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri
spiroset Treponema pallidum sub-spesies pallidum.
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Positif
- Negatif
4.5.7. Trikomoniasis
a). Definisi operasional : Trikomoniasis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
serangan protozoa parasite Trichomonas vaginalis.
28
4.5.8. Usia
a). Definisi operasional : Usia adalah waktu hidup pasien HIV/AIDS sejak lahir sampai ulang
tahun terakhir sesuai dengan rekam medik.
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Numerik
4.5.10. Pendidikan
a). Definisi operasional : Pendidikan adalah jenis pendidikan formal yang terakhir yang
diselesaikan oleh pasien HIV/AIDS
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- SMP
29
- SMA
- D3
- S1
4.5.12. Pekerjaan
a). Definisi operasional : Pekerjaan adalah kegiatan formal pasien HIV/AIDS sesuai dengan
data rekam medik pada saat penelitian dilakukan
b). Cara ukur : Mencatat data rekam medik
c). Alat ukur : Data rekam medik
d). Skala pengukuran : Nominal
- Pedagang
- PNS
- Wiraswasta
- Pegawai swasta
- Mahasiswa
- Tidak Bekerja
4.5.13. Suku
a). Definisi operasional : Suku adalah etnik atau suku bangsa pasien HIV/AIDS sesuai dengan
data yang tercatat dalam rekam medik
30
Yakni mengelompokkan data hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian kemudian
menyusunnya ke dalam tabel unutuk mempermudah dalam pembacaan hasil penelitian.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Sampel
Sampel penelitian ini diambil dari populasi penelitian sesuai dengan kriteria penentuan
sampel yaitu rekam medis pasien HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan dari Januari 2012
hingga Desember 2015 dengan menggunakan metode total sampling terpilih 107 sampel
penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan bantuan rekam medik.
Dari Tabel 5.1 mayoritas sampel pasien HIV/AIDS menderita penyakit Kondiloma
akuminata yakni sebanyak 39 orang (36,4%).
37
34
Usia
HIV/AIDS Dengan Penyakit Menular Seksual
Usia Total
Herpes Kondiloma
Gonorrhea simpleks akuminata Sifilis Trikomoniasis
20-30 tahun 10 (38,5%) 0 (0.0%) 13 (50,0%) 3 (11,5%) 0 (.0%) 26 (100,0%)
31-40 tahun 14 (35,5%) 6 (15,0%) 8 (20,0%) 10 (25,0%) 2 (5,0%) 40 (100,0%)
41-50 tahun 8 (24,2%) 2 (6,1%) 15 (45,5%) 7 (21,2%) 1 (3,0%) 33 (100,0%)
>50 tahun 3 (37,5%) 1 (12.5) 3 (37,5%) 1 (12.5%) 0 (0.0%) 8 (100,0%)
Total 35 (32,7%) 9 (8,4%) 39 (36,5%) 21 (19,6%) 3 (2,8%) 107 (100,0)
Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa mayoritas sampel pasien HIV/AIDS dengan PMS
berdasarkan usia adalah antara 31-40 tahun yakni sebanyak 40 orang (37,4%). Dari 40 sampel
penelitian yang berusia antara 31-40 tahun, mayoritas pasien adalah 14 orang (35,0%) yang
menderita penyakit Gonorrhea. Selanjutnya, dari 33 sampel penelitian yang berusia antara 41-50
tahun, mayoritas pasien adalah 15 orang (45,5%) yang menderita Kondiloma akuminata. Dari 26
sampel penelitian berusia antara 20-30 tahun, mayoritas pasien adalah 13 orang (50,0%) yang
menderita Kondiloma akuminata. Dari 8 sampel penelitian berusia lebih dari 50 tahun, mayoritas
pasien adalah 3 orang (37,5%) yang menderita penyakit Gonorrhea dan 3 orang (37,5%) yang
menderita Kondiloma akuminata. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan usia,
mayoritas sampel pasien HIV/AIDS menderita penyakit Kondiloma akuminata yang berusia
antara 41- 50 tahun yakni sebanyak 15 orang (45,5%).
5.3.2. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan Jenis Kelamin
Komposisi jenis penyakit kelamin berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.3. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan
Jenis Kelamin
HIV/AIDS Dengan Penyakit Menular Seksual
Jenis Total
Kelamin Herpes Kondiloma
Gonorrhea simpleks akuminata Sifilis Trikomoniasis
Perempuan 13 (42,0%) 1 (3,2%) 11 (35,5%) 5 (16,1%) 1 (3,2%) 31 (100,0%)
Laki—laki 22 (29,0%) 8 (10,5%) 28 (36,8%) 16 (21,1%) 2 (2,6%) 76 (100,0%)
Total 35 (32,7%) 9 (8,4%) 39 (36,5%) 21 (19,6%) 3 (2,8%) 107 (100,0)
Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa mayoritas sampel adalah laki-laki yakni sebanyak 76
orang (71,0%). Dari 76 sampel laki-laki 28 orang (36,8%) menderita Kondiloma akuminata.
Selanjutnya, dari 31 sampel perempuan, 13 orang (42,0%) menderita penyakit Gonorrhea. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, mayoritas pasien HIV/AIDS
adalah laki-laki yang menderita penyakit Kondiloma akuminata yakni sebanyak 28 orang (36,8%).
35
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa mayoritas sampel adalah pasien berpendidikan SMA yakni
sebanyak 78 orang (72.9%). Dari 78 sampel penelitian berpendidikan SMA, mayoritas responden
adalah 28 orang (35,9%) yang menderita penyakit Gonorrhea. Dari 12 sampel penelitian
berpendidikan S1, mayoritas responden adalah 5 orang (41,7%) yang menderita Kondiloma
akuminata. Selanjutnya, dari 9 sampel penelitian berpendidikan SMP, mayoritas responden adalah
5 orang (55,6%) yang menderita Kondiloma akuminata. Dari 8 sampel penelitian berpendidikan
D3, mayoritas responden adalah 4 orang (50,0%) yang menderita Kondiloma akuminata. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pendidikan, mayoritas pasien HIV/AIDS
menderita penyakit Gonorrhea yang berpendidikan SMA yakni sebanyak 28 orang (35,9%).
5.3.4. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan Status marital
Komposisi jenis penyakit kelamin berdasarkan status marital dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.5. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan
Status Marital
HIV/AIDS Dengan Penyakit Menular Seksual
Status marital Total
Herpes Kondiloma
Gonorrhea simpleks akuminata Sifilis Trikomoniasis
Tidak menikah 9 (45,0%) 0 (0.0%) 9 (45,0%) 2 (10,0%) 0 (0.0%) 20 (100,0%)
Menikah 26 (29,9%) 9 (10,3%) 30 (34,5%) 19 (21,9%) 3 (3,4%) 87 (100,0%)
Total 35 (32,7%) 9 (8,4%) 39 (36,5%) 21 (19,6%) 3 (2,8%) 107 (100,0)
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa mayoritas sampel adalah pasien udah menikah yakni
sebanyak 87 orang (81.3%). Dari 87 sampel yang menikah, 30 orang (34,5%) menderita
36
Kondiloma akuminata. Selanjutnya dari 20 sampel yang tidak menikah, mayoritas responden
adalah 9 orang (45,0%) yang menderita penyakit Gonorrhea dan 9 orang (45,0%) yang menderita
Kondiloma akuminata. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan status marital,
mayoritas pasien HIV/AIDS menderita penyakit Kondiloma akuminata sudah menikah yakni
sebanyak 30 orang (34,5%).
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa mayoritas sampel adalah suku Jawa yakni sebanyak 41
orang (38,3%). Dari 41 sampel yang bersuku Jawa, mayoritas responden adalah 17 orang (41,5%)
yang menderita Kondiloma akuminata. Selanjutnya dari 14 sampel yang bersuku Minang,
mayoritas responden adalah 5 orang (35,7%) yang menderita Gonorrhea dan 5 orang (35,7%)
yang menderita Kondiloma akuminata. Dari 13 sampel yang bersuku Karo, mayoritas responden
adalah 5 orang (38,4%) yang menderita Sifilis. Selanjutnya dari 13 sampel yang bersuku Toba,
mayoritas responden adalah 4 orang (30,8%) yang menderita Kondiloma akuminata dan 4 orang
(30,8%) yang menderita Sifilis. Dari 10 sampel yang bersuku Pakpak, mayoritas responden adalah
5 orang (50,0%) yang menderita Gonorrhea. Selanjutnya, 8 sampel yang bersuku Aceh, mayoritas
responden adalah 3 orang (37,5%) yang menderita Gonorrhea dan 3 orang (37,5%) yang
menderira Kondiloma akuminata. Dari 4 sampel yang bersuku Nias, mayoritas responden adalah 2
orang (50,0%) yang menderita Kondiloma akuminata. Selanjutnya, 4 sampel yang bersuku
Tionghoa, mayoritas responden adalah 2 orang (50,0%) yang menderita Kondiloma akuminata.
Dengan demikian, berdasarkan suku, mayoritas pasien HIV/AIDS menderita penyakit Kondiloma
akuminata yang bersuku Jawa yakni sebanyak 17 orang (41,5%).
5.3.7. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan Nilai CD4
Komposisi jenis penyakit kelamin berdasarkan CD4 dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 5.8. Pasien HIV/AIDS dengan Penyakit Menular Seksual Berdasarkan
Nilai CD4
HIV/AIDS Dengan Penyakit Menular Seksual
Nilai CD4 Total
Herpes Kondiloma
Gonorrhea simpleks akuminata Sifilis Trikomoniasis
38
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa mayoritas sampel memiliki nilai CD4 lebih besar dari 200
sel/l yakni sebanyak 74 orang (69.2%). Dari 74 sampel dengan nilai CD > 200, mayoritas
responden adalah 26 orang (35,1%) yang menderita Kondiloma akuminata. Selanjutnya dari 33
sampel dengan nilai CD < 200, mayoritas responden adalah 13 orang (39,4%) yang menderita
Kondiloma akuminata. Dengan demikian, berdasarkan nilai CD4, mayoritas pasien HIV/AIDS
menderita penyakit Kondiloma akuminata dengan nilai CD4 lebih dari 200 yakni sebanyak 26
orang (35,1%).
5.4. Pembahasan
5.4.1. Pasien HIV/AIDS dengan Jenis Penyakit Menular Seksual
Berdasarkan hasil penelitian ini didapati bahwa Kondiloma akuminata adalah PMS yang
paling sering diderita yaitu sebanyak 39 orang (36,5%). Hasil penelitian Purba (2005-2008) di
RSUP Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa Kondiloma akuminata (16,41%) berada pada
urutan yang ketiga.17 Penelitian Faisal (1998-2007) di RSUP Hasan Sadikin Bandung menyatakan
penyakit Kondiloma akuminata adalah sedikit yaitu 12,6% dan berada pada urutan keempat. 57
Menurut penelitian Ray et al. (2006) di India, infeksi Kondiloma akuminata (20%) berada pada
urutan ketiga.58 Akan tetapi, hasil penelitian WHO (2012) di Amerika mengatakan bahwa infeksi
Kondiloma akuminata berada pada urutan pertama.12
Berdasarkan hasil penelitian ini didapati urutan kedua PMS yang diderita oleh pasien
HIV/AIDS adalah Gonorrhea yakni sebanyak 35 orang (32,7%). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Purba (2004–2008) di RSUP Haji Adam Malik Medan menyatakan Gonorrhea berada pada
urutan keempat yaitu sebanyak 16.03%.17 Hasil penelitian Ray et al. (2006) di India menunjukkan
Gonorrhea adalah PMS keempat yang paling banyak diderita.58 Sementara itu, hasil penelitian
Maan (2011) di Pakistan menunjukkan Gonorrhea adalah PMS kedua yang paling banyak diderita
dan masih tingginya angka kejadian Gonorrhea ini diduga karena adanya resistensi terhadap
Neisseria gonorrhoeae akibat penggunaan antibiotik menerus.59
Berdasarkan hasil penelitian ini didapati urutan ketiga paling banyak diderita oleh pasien
HIV/AIDS adalah Sifilis yaitu sebanyak 21 orang (19,6%). Hasil penelitian CDC (2008) di
Georgia menyatakan PMS yang kedua paling banyak diderita adalah Sifilis yaitu 111,6 kasus per
39
100.000 penduduk.60 Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Rosyati (2001) di Bali, didapati hasil
yang menderita Sifilis adalah sebanyak 1,7%.61 Menurut hasil penelitian Jazan (2003) di Bitung,
Sifilis adalah ketiga paling banyak diderita yaitu 9%.62
Berdasarkan hasil penelitian ini didapati bahwa urutan keempat adalah Herpes simpleks
yakni sebanyak 9 orang (8,4%). Menurut hasil penelitian CDC (2008) di Georgia, pasien yang
menderita Herpes simpleks telah kurang dari tahun 1988 hingga 1994 (21%) hingga tahun 1994
hingga 2004 (17%).60 Menurut Ray (2006) di India, pasien yang menderita Herpes simpleks terus
menaik dari 5,7% ke 14,6% dan 19,4%.58
Berdasarkan hasil penelitian ini didapati bahwa PMS yang paling sedikit diderita oleh
pasien HIV/AIDS adalah Trikomoniasis yakni sebanyak 3 orang (2,8%). Menurut WHO (2012),
Trikomoniasis adalah PMS yang paling banyak diderita di Amerika yaitu sebanyak 55,4%. 12
Menurut CDC (2008) di Georgia, PMS yang paling kurang diderita oleh masyarakat adalah
Trikomoniasis yaitu 3,1%.60
bertambahnya usia remaja. Dengan kata lain, perilaku seksual tidak aman semakin meningkat
prevalensinya dengan bertambahnya usia remaja. Semakin bertambah usia semakin terpapar
dengan informasi dari berbagai media.63 Hasil penelitian ini sekaligus membuktikan bahwa faktor
usia adalah salah satu karakateristik sampel penelitian yang berhubungan dengan kejadian
penyakit kelamin (HIV/AIDS).
Permasyarakatan) didapatkan banyak yang berpendidikan rendah, yaitu tidak sekolah sampai
dengan SMP.66 Sementara itu, penelitian Maan (2011) menunjukkan bahwa di Pakistan
mendapatkan pasien PMS yang tidak berpendidikan lebih banyak daripada yang berpendidikan.59
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa mayoritas responden yang menderita
HIV/AIDS dengan jenis PMS berdasarkan pendidikan Gonorrhea yakni sebanyak 28 orang
(35,9%) yang berpendidikan SMA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
berkaitan dengan pengetahuan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2003), seseorang yang
berpendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas daripada seseorang yang
tingkat pendidikannya lebih rendah. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai pendidikan yang
tinggi cenderung melakukan tindakan pencegahan agar tidak tertular penyakit.52
CD4 kurang lebih dari 200. Menurut Sun (1997), pada penderita HIV positif, imunitas tubuh
mengalami penurunan sehingga lebih memudahkan terinfeksi Kondiloma akuminata. Indikator
rendahnya kekebalan tubuh dinilai dari kadar sel T – limfosit atau CD4 tubuh yang rendah (<
200/μL).73 Semaking kurang nilai CD4, artinya system kekebalan tubuhnya kurang yang
menyebabkan mudah terinfeksi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Widoyono (2008) yang mengatakan bahwa nilai CD4
adalah ukuran kunci kesehatan sistem kekebalan tubuh. Semakin rendah jumlahnya, semakin
besar kerusakan yang diakibatkan HIV dimana jumlah CD4 < 200, atau persentase CD4 < 14%,
dianggap AIDS, sedangkan angka normal berkisar antara 30-60%. Sebaliknya, semakin tinggi
nilai CD4 semakin baik sistem kekebalan tubuh. Namun, jumlah CD4 normal tidak berarti sistem
kekebalan tubuh benar-benar sudah pulih. Meskipun demikian, setiap laboratorium mempunyai
kisaran yang berbeda. Belum ada pedoman untuk keputusan pengobatan berdasarkan persentase
CD4, kecuali untuk anak berusia di bawah lima tahun.72
Adanya perilaku menyimpang masyarakat mulai dari pekerja seks komersial, homoseks,
dan penggunaan narkoba suntik yang saling bergantian sangat memengaruhi meningkatnya
penyebaran HIV/AIDS di Indonesia. Adanya pola transmisi yang berkembang selain hanya
transmisi seksual, transmisi nonseksual melalui mekanisme transmisi parenteral dan transmisi
transplasental (dari ibu kepada janinnya) menjadi ancaman baru yang melahirkan korban yang
tidak berdosa. Pola pemberantasan HIV/AIDS di Indonesia harus dilakukan secara nasional
melalui kebijakan khusus pemerintah dan dukungan pembiayaan yang cukup besar. Diharapkan
hal itu mampu menyelamatkan SDM berusia produktif yang berpotensi bagi pembangunan dari
mewabahnya HIV/AIDS di lingkungan masyarakat.72
44
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data tentang prevalensi penyakit menular seksual
pada pasien HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik dari Januari 2012 hingga Desember 2015,
dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan jenis penyakit menular seksual, mayoritas responden menderita
penyakit Kondiloma akuminata yakni sebanyak 39 orang (36,5%).
2. Berdasarkan usia, mayoritas responden berusia antara 31- 40 tahun yakni sebanyak 40 orang
(37,4%).
3. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden adalah laki-laki yakni sebanyak 76 orang
(71,0%).
4. Berdasarkan pendidikan, mayoritas responden berpendidikan SMA yakni sebanyak 78 orang
(72,9%).
5. Berdasarkan status marital, mayoritas responden sudah menikah yakni sebanyak 87 orang
(81,3%).
6. Berdasarkan pekerjaan, mayoritas responden bekerja sebagai wiraswasta yakni sebanyak 57
orang (53,3%).
7. Berdasarkan suku, mayoritas responden bersuku Jawa yakni sebanyak 41 orang (38,3%).
8. Berdasarkan nilai CD4, mayoritas responden mempunyai nilai CD4 lebih dari 200 yakni
sebanyak 74 orang (69,2%).
6.2. Saran
Megingat pentingnya penderita memahami tentang penyakit kelamin AIDS/HIV, maka
dengan ini disampaikan saran saran sebagai berikut :
1. Kepada peneliti lain, disarankan untuk melakukan penelitian sejenis dengan skala
penelitian yang lebih luas misalnya dengan menambahkan karakteristik dan jumlah waktu
penelitian sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat.
50
45
2. Pihak RSUP H.Adam Malik Medan sebaiknya meningkatkan kualitas dan melengkapi data
rekam medik pasien, sehingga penelitian yang dilakukan selanjutnya dapat memberikan
hasil yang lebih tepat.
3. Bagi Pemerintah dan Masyarakat, diharapkan dapat memberikan informasi tentang
infeksi menular seksual pada masyarakat yang mempunyai resiko tinggi PMS
melalui penyuluhan, ceramah atau seminar sehingga peningkatan jumlah kasus
PMS dapat dicegah.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Djoerban,Z., Djauzi, S., HIV/AIDS di Indonesia. Dalam: Sudoyo, A.W. (eds). Ilmu Penyakit
Dalam. Vol.III. Ed.4, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, 2006, hal. 1803-1808.
2. Lan, V. M., 2005. Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV) dan Sindrom Imunodefisiensi Didapat
(AIDS). Dalam Price SA, Wilson LM, 2006; Patofisiologi :Konsep Klinis Proses Penyakit
(Pathophysiology:Clinical Concepts of Disease Processes) ; Edisi 6 volume 1 ; Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta,2006, hal. 227 – 229
3. UNAIDS, Report 2011, UNAIDS World AIDS Day. Geneva (Swizerland) –
Diunduh dari http://www.unaids.org/sites/default/files/en/media/ unaids/
contentassets/documents/epidemiology/2011/gr2011/pdf pada tanggal 22 April 2016
4. World Health Organization (WHO), Progress Report 2011, Global HIV/AIDS Respons.
Epidemic Update and Health Sector Progress Towards Universal Access. Diunduh dari
http://www.who.int/ maternal_child_ adolescent/ documents/9789241596596/ en/ pada tanggal
26 April 2016
5. Rotua Suriany Simamora, Alternative Kebijakan Perilaku Penggunaan Kondom Untuk
Pencegahan HIV Pada Pekerja Seks Waria di Lokalisasi Gor Kota Bekasi Tahun 2014, Jurnal
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Indonesia, edisi 3 volume (2), 2015, hal.62
6. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2007.
Diunduh dari http://www.depkes.go.id/downloads/ publikasi/Situasi%20HIVAIDS
%202006.pdf. Pada tanggal 21 April 2016.
7. Laporan Situasi Perkembangan HIV/AIDS di Kota Medan 2011, diunduh dari
http://www.dinkeskota-Medan.org/data-kasus.html/ pada tanggal 19 April 2016
8. Kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara. Bidang Penanggulangan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan (P2MPL),2013, Diunduh dari http://www.dinkesprov-Sumut.org/data-
kasus.html/ pada tanggal 22 April 2016
9. UNFPA. 2005. Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia.Jakarta:
UNFPA. Available from : http://indonesia.unfpa.org/
application/assets/publications/Kebijakan_Strategi_Nasional_Kesehatan_
Reproduksi_di_Indonesia.pdf.pdf. [Accessed : 31 December 2016]
10. Murtiastutik, Dwi, 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya : Airlangga University
press.
11. Hakim, L., 2007. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. Dalam : Dailli, S.F., Wresti Indriatmi
B. Makes, Farida Zubier, dan Jubianto Junadarso, 2007. Infeksi Menular Seksual Edisi Ketiga.
Jakarta: FK UI,1-10.
12. World Health Organization, 2012. Global Insidence and Prevalence of selected curable
sexually transmitted infections-2008. World Health Organization. Available at :
http://www.who.int/reproductivehealth/ publications/rtis/stisesti mates/en/index.html.
[Accessed : 30 December 2016]
13. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2010. Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun
2009. Jakarta : Dinkes Prov. DKI Jakarta. Available
from:http://111.67.77.202/dinkesdki/index.php?
47
option=com_jdownloads&Itemid=29&view=finish&cid=29&catid=14&m=0.[Accessed : 31
December 2016].
14. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012. Profil Kesehatan Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2011. Surabaya : Dinkes Prov. Jateng. Available
from:http://dinkes.jatimprov.go.id/dokumen/dokumen_publikasi.html. [ Accessed : 31
December 2016].
15. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2008. Medan: Dinas kesehatan Provinsi Sumut. Available from
:http://www.depkes.go.id/en/downloads/profil/prov%20sumut
%202008.pdf. [ Accessed : 31 December 2016]
16. Dinas Kesehatan Kota Medan. 2013. Grafik Sindrom / Jenis IMS di Kota Medan Tahun 2012.
Medan : Depkes Kota Medan.
17. Sri Naita Purba, Fahmi Rizal, Riana Miranda, Kristina Nadeak, dan Richard Hutapea, 2009.
Pola Penyakit Menular Seksual di Subbagian Penyakit Menular Seksual dan Treponematosis
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP.H.Adam Malik Medan Periode Januari
2004 – Desember 2008. Medan: RSUP H. Adam Malik Medan.
18. Duarsa, N.W, Infeksi HIV dan AIDS. Dalam: S.F.Daili, W.I.B.Makes, F.Zubier (eds). Infeksi
Menular Seksual. 4th ed. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2011,
hal. 146-158.
19. Brunner dan Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Alih Bahasa Yasmin
Asih.Penerbit Buku Kedokteran.EGC, Jakarta: 2002, hal.102-104.
20. Gallant JE. 2010) . Medical management of HIV infection . Baltimore: Johns Hopkins
University Division of Infectious Diseases;. Diunduh dari hopkinsaids.edu/mmhiv/order.html
pada tanggal 20 April 2016
21. Astari L, Sawitri, Safitri YE, Hinda D. Viral load pada infeksi HIV. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin, volume 21(1), 31-8, Jakarta, 2009.
22. Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A., Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XXII,
diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Penerbit
Salemba Medika, Jakarta, 2001, hal. 188-192
23. Kayser, F. A., Bienz, K. A., Eckert, J., Zinkernagel, Medical Microbiology. New York: Thieme
Stuttgart, 2005, p.412-473.
24. Lan, V. M., 2005. Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV) dan Sindrom Imunodefisiensi Didapat
(AIDS). Dalam Price, S. A., Wilson, L. M., ed. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit volume 1 Eds 6. Jakarta: EGC. 224-242.
25. Asjö B., Haaheim L.R., Pattison J.R., Human Immunodeficiency Virus (HIV). A Practical
Guide to Clinical Virulogy Second Edition. John Wiley & Sons Ltd. England, 2001, p.213-218
26. Scanlon Valerie C, Sanders Tina,; Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi (Essentials of Anatomy
and Physiology) ; Edisi III, cetakan pertama ;Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2007,
hal.301 – 306.
27. Fauci A.S., Chiffordlane H. Human immunodeficiency virus disease, AIDS and related
disorders. In : Lango D.L., Kasper D.L., Jameson J.L., Fauci A.S., Hauser S.L., Loscalzo J.,
editors, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th ed, Vol. I, McGraw Hill, New
York,2008, p.1137-1203
28. Kashou AH, Agarwal A, Oxidants and Antioxidants in The Pathogenesis of HIV/AIDS. The
Open Reproductive Science Journal, 3th edition, 2011,p. 154-161
48
29. Nasronudin, 2012. HIV/AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis, dan Sosial. Penerbit
Airlangga University Press, Surabaya, 2012, hal.67-69.
30. Hoffmann C.J., Brown T.T., Thyroid Function Abnormalities in HIV-Infected Patients. Clin
Infect Dis;45(4), 2007 p.488-94.
31. Depkes RI, Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral dan Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi
HIV pada orang Dewasa dan Remaja, Edisi II, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta, 2013, hal.21
32. Fahey JL., DS Flemming, AIDS/HIV Reference Guide for Medical professionals. 4th ed.
Baltimore: Port city press, 1997. p. 161-75.
33. Stein., D.S., Korvick, J.A., and Vermund S.H., CD4+ Lympocyte Cell Enumeration for
Prediction of Clinical Course of Human Immunodeficiency Virus Disease. A review. J. Infect.
Dis. 165, 1992, p.352-363
34. Mitchell, R.N., Kumar, V., Penyakit Imunitas. In: Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L., ed.
Buku Ajar Patologi Robbins Volume 1 Eds.7. Penerbit EGC, Jakarta, 2007.hal. 113-184
35. Miedzinski, L.J., Early Clinical Signs and Symptoms of HIV Infection. Can Fam Physician,
volume 38, 1992, p. 1401-1410
36. National Institute of Health, HIV/AIDS Symptoms,2009. Diunduh dari
http://www.niaid.nih.gov/topics/hivaids/understanding/Pages/symptoms.asp pada tanggal 9
Mei 2016
37. Rook, A., Wilkinson, D.S., Ebling, F.J.G, Viral Infections. Textbook of Dermatology.
Blackwell Science Ltd, Oxford,1998, p.114-116.
38. Royce, R.A., Sena, A., Cates, J..W. and Cohen, M.S., Sexual Transmission of HIV. The New
England Journal of Medicine, 1997, volume 336: p.1072-1078.
39. Nettleman, M., HIV/AIDS Transmission, 2013. Diunduh dari
http://www.emedicinehealth.com/hivaids/page2_em.htm#hivaids_transmissi on HIV pada
tanggal 10 Mei 2016
40. WHO, HIV Transmission Through Breastfeeding, 2007. Diunduh dari
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9789241596596/ en/ pada tanggal 9
Mei 2016
41. Murtiastutik, D., AIDS. Dalam: Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. 2nd National Institute of
Health, 2009, HIV/AIDS Symptoms. Surabaya: Airlangga University Press,2009, hal. 211-
220--buku
47. Direktorat Jenderal PP dan PL Kementrian Kesehatan RI. Laporan Situasi Perkembangan
HIV/AIDS di Indonesia s.d. 31 Maret 2013. Jakarta (Indonesia); 2013, hal. 72-73.
48. Muninjaya, A.A. Gde, Tiga Cara Untuk Pencegahan AIDS. Dalam: AIDS di Indonesia:
Masalah dan Kebijakan Penanggulangannya. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta, 1999,
hal. 29-32.
49. Sofro MAU, Anurogo D. Kewaspadaan universal dalam menangani penderita HIV/AIDS. In: 5
Menit Memahami 55 Problematika Kesehatan. Editor: Wee D. Penerbit Medika Jogjakarta,
2013. hal. 143-8.
50. Handsfield, H. H., Color Atlas and Synopsis of Sexually Transmitted Diseases. 2nd ed. USA:
Mc Graw-Hill, 2001, p.114-117.
51. Hutagalung, Ellisma, Hubungan Karakteristik Anak Jalanan Terhadap Perilaku Seksualnya dan
Kemungkinan Terjadinya Risiko Penyakit Menular Seksual (PMS) di Kawasan Terminal
Terpadu Pinang Baris Medan Tahun 2002. [skripsi] Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara,2002.
52. Notoatmodjo, Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Dalam: Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan, Penerbit PT Rineka Cipta Jakarta, 2003; hal.121, 124- 127.
53. Daili,S,F. Tinjauan penyakit menular seksual (PMS). Dalam: Djuanda,A., Hamzah,M., Aisah,
S. (eds). Ilmu Penyakit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
2007, hal.88-91.
54. Piot, Peter, Wasserheit, Judith N., Corey, Lawrence, Cohen, Myron S.; Watts, D. Heather.
Sexually Transmitted Disease (4th ed.): The McGraw-Hills Companies, 2008,p.131-133
55. Kementrian Kesehatan RI. Penerbit Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Laporan Situasi Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia Sampai
Dengan Juni 2011, Jakarta, 2011, hal.46
56. Brooks, Geo. F., Butel, Janet S., dan Morse, Stephen A., AIDS dan Lentivirus. Dalam:
Sjabana, Dripa, ed. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Salemba Medika Jakarta, 2005.,hal.
292-300
57. Faisal S, dan Toni S. Djajakusumah. Perubahan Pola IMS di Poliklinik IMS Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RS DR. Hasan Sadikin Bandung, dalam periode 10 tahun (1998-
2007). Bandung : Departemen Kulit dan Kelamin RS DR. Hasan Sadikin.
58. Ray, et al., 2006. Changing trends in sexually transmitted infection at regional STD centre in
North India. Indian Journal of Medical Research 124: 559-568.
Availableat:http://search.proquest.com/docview/195974293/fulltextPDF/14223B6F3D026CF2
1E2/1? accountid=50257. [Accessed : 30 December 2016]
59. Maan, Muhammad arif, fatma Hussain, Javed Iqbal, dan Shahid Javed Akhtar,
2011. Sexually Transmitted Infections in Pakistan. Ann Saudi Med 31 (3) : 263-269.
60. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Sexually Transmitted Disease Surveillance
2008. Georgia: U.S. Department of Health and Human Services, Division of STD Prevention.
61. Rosyati, L.M., 2001. Pola Penyakit Menular Seksual (PMS) Wanita di Poliklinik Penyakit
Kulit dan Kelamin RS. Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Januari 1996 - Desember
2000, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Badan Litbang Kesehatan.
62. Jazan, S., et al. 2003. Prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi pada Wanita Penjaja Seks di
Bitung,Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal PPM & PPL.
50
63. Butar-butar Janni, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, 2015,
Karakteristik Penderita HIV/AIDS Di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun
2013–2014
64. Murtiastutik D,.2007 Kondiloma akuminata dan penatalaksanaan Kondiloma akuminata. In:
Barakbah J, Lumintang H, Martodihardjo S, editors. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo; 2007. p. 165-79
65. Stella R. Nelwan.dkk. 2012. Profil Kondiloma akuminata Di Poliklinik Kulit Dan Kelamin
Rsup Prof.Dr. R.D. Kandou Manado Periode Januari 2012 - Desember 2012. Skripsi.
Universitas Sam Ratulangi. Manado.
66. Kementrian Kesehatan RI. Penerbit Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Laporan Situasi Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia Sampai
Dengan Juni 2011, Jakarta, 2011, hal.46
67. Aswar, A. 2012. Karakteristik Pasien Kondiloma akuminata Di RSUP Haji Adam Malik
Medan Periode 1 Januari 2008 - 31 Desember 2011. Skripsi FK USU. Medan
68. Hidayat, Taufik. (2012). Deteksi Human Papilloma Virus Tipe 6 dan 11 Pada Lesi dan Peri
Lesi Kondiloma Akuminatum Dengan Polymerase Chain Reaction.Tesis. Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
69. Silitonga, J.T., 2010. Gambaran Infeksi Menular Seksual (IMS) Di RSUP. H.Adam Malik
Tahun 2009. Skripsi FK USU. Medan.
70. D. Karn, Amatya A, Aryal ER, KC S, and Timalsina M, 2011. Prevalence of Sexually
Transmitted Infections in a Tertiary Care Centre. Kathmandu Univ Med J 9 (2): 44-48.
Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 22610868. [Accessed : 31 December
2016].
71. Bangun, S., 2013. Karakteristik Penderita Penyakit Menular Seksual (PMS) Yang Berobat
Jalan di Poliklinik Kulit dan kelamin RSU Dr. Pirngadi Medan September 1999-September
2000, Skripsi FKM USU, Medan.
72. Widoyono, HIV-AIDS. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008, hal. 83-90.
73. Sun, Kuhn, Ellerbrock, et al. Human Papillomavirus Infection in Women Infected with the
Human Immunodeficiency Virus. New England J Med. 1997; vol 337; no 19; p 1343 – 49.
51
Lampiran 1
Data Pribadi
Nama : Gayatthiri Naaidu
NIM : 130100476
Alamat : Jl. Setiabudi Ujung Simpang Selayang, No.6D
Kompleks Perumahan Prime, Medan.
Nomor Telepon : 087768512185
E-mail : miloh181293@gmail.com
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Lahir : Negeri Sembilan, Malaysia
Tanggal Lahir : 18 Desember 1993
Warga Negara : Malaysia
Agama : Hindu
Status Pendidikan : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
Dosen Pembimbing 1 : dr. Dina Arwina Dalimunthe, M.Ked(KK), SpKK
Dosen Pembimbing 2 : dr. T. Helvi Mardiani, M.Kes
Judul Penelitian : Prevalensi Penyakit Menular Seksual pada pasien
52
Lampiran 6
Nilai
Sampel Usia Kelamin Pendidikan Marital Pekerjaan Suku CD4 Kategori
Kondiloma
1 22 Pr SMA Menikah Wiraswasta Toba <200 akuminata
Tidak Kondiloma
2 24 Lk SMP menikah Peg.swasta Karo >200 akuminata
Herpes
3 31 Lk SMA Menikah Wiraswasta Karo <200 Simpleks
Herpes
4 39 Pr S1 Menikah Tdk bekerja Toba >200 Simpleks
Kondiloma
5 45 Lk SMA Menikah Peg.swasta Toba <200 akuminata
6 36 Lk S1 Menikah Tdk bekerja Nias >200 Gonorrhea
7 31 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 Sifilis
Tidak Kondiloma
8 29 Lk SMA menikah Tdk bekerja Minang <200 akuminata
Kondiloma
9 44 Pr D3 Menikah Peg.swasta Nias >200 akuminata
Herpes
10 35 Lk SMP Menikah Tdk bekerja Nias >200 Simpleks
Kondiloma
11 49 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa <200 akuminata
12 31 Lk SMA Menikah Tdk bekerja Aceh >200 Gonorrhea
Tidak Kondiloma
13 28 Lk SMA menikah Tdk bekerja Aceh >200 akuminata
Kondiloma
14 32 Lk SMA Menikah Wiraswasta Nias >200 akuminata
15 43 Pr SMA Menikah Tdk bekerja Jawa <200 Gonorrhea
16 25 Lk SMA Menikah Peg.swasta Karo >200 Sifilis
17 37 Lk SMA Menikah Tdk bekerja Aceh >200 Sifilis
18 41 Lk SMA Menikah Tdk bekerja Toba <200 Sifilis
Kondiloma
19 46 Lk S1 Menikah PNS Jawa >200 akuminata
20 51 Lk SMA Menikah Tdk bekerja Toba >200 Sifilis
Kondiloma
21 44 Pr SMA Menikah Peg.swasta Tionghoa <200 akuminata
22 38 Lk SMA Menikah Pedagang Karo >200 Sifilis
23 33 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 Sifilis
Tidak Kondiloma
24 29 Lk SMA menikah Pedagang Minang <200 akuminata
Tidak
25 23 Lk SMA menikah Pedagang Minang >200 Gonorrhea
26 27 Lk SMA Menikah Pedagang Jawa >200 Gonorrhea
57
Nilai
Sampel Usia Kelamin Pendidikan Marital Pekerjaan Suku CD4 Kategori
Kondiloma
49 52 Lk S1 Menikah Wiraswasta Jawa >200 akuminata
50 44 Pr D3 Menikah PNS Jawa >200 Sifilis
Tidak Kondiloma
51 30 Lk SMA menikah Wiraswasta Minang >200 akuminata
Herpes
52 31 Lk SMA Menikah Tdk bekerja Minang <200 Simpleks
58
Tidak
83 32 Lk SMA menikah Wiraswasta Karo >200 Gonorrhea
84 37 Pr SMA Menikah Wiraswasta Jawa <200 Gonorrhea
85 41 Lk SMA Menikah Wiraswasta Pakpak >200 Sifilis
Kondiloma
86 46 Pr SMA Menikah Peg.swasta Jawa >200 akuminata
87 51 Pr D3 Menikah Wiraswasta Jawa >200 Gonorrhea
88 44 Pr S1 Menikah Wiraswasta Jawa <200 Gonorrhea
89 38 Pr SMA Menikah Peg.swasta Karo >200 Sifilis
Kondiloma
90 33 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa <200 akuminata
Tidak Kondiloma
91 29 Pr SMA menikah Peg.swasta Jawa >200 akuminata
Tidak
92 23 Pr SMA menikah Wiraswasta Aceh <200 Gonorrhea
Tidak
93 25 Lk SMA menikah Wiraswasta Toba >200 Gonorrhea
Kondiloma
94 32 Lk SMA Menikah Wiraswasta Pakpak >200 akuminata
95 39 Pr SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 Gonorrhea
Kondiloma
96 43 Lk SMA Menikah Wiraswasta Aceh <200 akuminata
Kondiloma
97 46 Lk D3 Menikah Peg.swasta Aceh >200 akuminata
Nilai
Sampel Usia Kelamin Pendidikan Marital Pekerjaan Suku CD4 Kategori
98 52 Lk SMP Menikah Wiraswasta Pakpak >200 Gonorrhea
99 46 Lk SMP Menikah Wiraswasta Minang >200 Gonorrhea
100 32 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa <200 Sifilis
Tidak
101 28 Pr SMA menikah Wiraswasta Karo >200 Gonorrhea
Kondiloma
102 41 Lk S1 Menikah Wiraswasta Jawa >200 akuminata
Tidak
103 22 Lk SMA menikah Wiraswasta Toba >200 Sifilis
Kondiloma
104 28 Pr SMA Menikah Peg.swasta Toba <200 akuminata
Kondiloma
105 35 Lk SMA Menikah Wiraswasta Jawa >200 akuminata
106 41 Lk SMA Menikah Wiraswasta Aceh <200 Sifilis
Kondiloma
107 36 Pr S1 Menikah PNS Jawa >200 akuminata
60
Lampiran 7
HASIL PENYAJIAN DATA
Frequency Table KARAKTERISTIK RESPONDEN
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 20-30 tahun 26 24.3 24.3 24.3
31-40 tahun 40 37.4 37.4 61.7
41-50 tahun 33 30.8 30.8 92.5
>50 tahun 8 7.5 7.5 100.0
Total 107 100.0 100.0
Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 31 29.0 29.0 29.0
Laki-laki 76 71.0 71.0 100.0
Total 107 100.0 100.0
Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SMP 9 8.4 8.4 8.4
SMA 78 72.9 72.9 81.3
D3 8 7.5 7.5 88.8
S1 12 11.2 11.2 100.0
Total 107 100.0 100.0
Marital
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 20 18.7 18.7 18.7
Menikah 87 81.3 81.3 100.0
Total 107 100.0 100.0
61
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid PNS 5 4.7 4.7 4.7
Pedagang 5 4.7 4.7 9.3
Tidak bekerja 15 14.0 14.0 23.4
Petg.swasta 25 23.4 23.4 46.7
Wiraswasta 57 53.3 53.3 100.0
Total 107 100.0 100.0
Suku
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Nias 4 3.7 3.7 3.7
Tionghoa 4 3.7 3.7 7.5
Pakpak 10 9.3 9.3 16.8
Karo 13 12.1 12.1 29.0
Toba 13 12.1 12.1 41.1
Minang 14 13.1 13.1 54.2
Aceh 8 7.5 7.5 61.7
Jawa 41 38.3 38.3 100.0
Total 107 100.0 100.0
Nilai_CD4
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <200 33 30.8 30.8 30.8
>200 74 69.2 69.2 100.0
Total 107 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Gonorrhea 35 32.7 32.7 32.7
Herpes 9 8.4 8.4 41.1
Kondiloma akuminata 39 36.5 36.5 77.6
Sifilis 21 19.6 19.6 97.2
Trikomoniasis 3 2.8 2.8 100.0
Total 107 100.0 100.0
Crosstabs
Usia * Penyakit Menular Seksual
62
Crosstab