Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PATOGEN TANAMAN 1

Pengendalian Nematoda Rongga Akar (Radopholus similis)


pada Tanaman Pisang dengan Menggunakan
Ekstrak Azadirachta indica dan Allium sativum

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Husda Marwan, S.P, M.P

KELOMPOK :
Alan Firmansyah (D1A013118)
Rober Rahmat Putra (D1A014059)
M. Friandi (D1A014090)
Andi Satria (D1A014136)
Fajar Ifan Denitya (D1A014137)
Suhanda (D1A014146)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Industri pisang telah menjadi sumber utama tenaga kerja dan pendapatan
asing ke Kepulauan Windward selama lebih dari delapan puluh tahun (NERA, 2004).
Perdagangan pisang telah memberikan nafkah langsung untuk ribuan produsen skala
kecil dan telah menyumbang hingga 50% dari total pendapatan ekspor Kepulauan
Windward dengan penjualan 274.000 ton per tahundengannilai US$ 147
m.Industriini, sementaradiberkati dengan iklim tropis yang hangat, terancam oleh
badai tropis dan kompleks jamur, serangga dan nematoda, yang terakhir menjadi
salah satu faktor pembatas yang paling penting. Faktor-faktor ini telah menyebabkan
penurunan besar dalam produksi pisang dan ekspor ke hanya 99.000 ton per
tahundengannilai US$ 45 m (Wiltshir, 2004).

Nematoda akar-menggali, Radopholus similis (Cobb 1893) Thorne 1949


dianggap nematoda yang paling merusak yang berhubungan dengan produksi pisang
diseluruh dunia (Gowen et al., 2005). Radopholus similis memakan sel-sel korteks
pada akar dan umbi (rimpang) jaringan menyebabkan gigi berlubang untuk
mengembangkan, yang berkembang sebagai nekrosis akar (Brooks, 2008). Hal ini
pada gilirannya akan mengurangi pertumbuhan dan hasil lebih dari 50%,
memperpanjang waktu untuk berbuah, dan mengurangi kehidupan produktif bidang
pisang (Quénéhervé et al., 2006). Tanaman pelabuhan juga dipengaruhi, yang
mengakibatkan penggulingan atau pencabutan (Gowen et al., 2005) pengendalian
efektif R. similis oleh karena itu penting untuk kelangsungan hidup industri pisang.

Penyerapan prinsip organik produksi lambat di Trinidad dan


Tobago.Meskipun 164 negara melaporkan statistik pertanian organik bersertifikat,
dan beberapa melaporkan produksi pisang organik, lahan yang dikelola secara
organik tidak dilaporkan oleh Trinidad dan Tobago (Willer & Lernoud 2014). Di
masalalu, di Trinidad dan Tobago, pengendalian Radopholus similis telah didasarkan
terutama pada penggunaan nematisida sintetis seperti, ethoprophos, oxamyl dan
aldicarb (Chabrier & Queneherve, 2003). Produk-produk ini sekarang dilarang karena
dampak buruk terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Nagaraju et al., 2010).
Kepulauan Windward petani pisang juga dilarang menggunakan nematisida sintetis
lainnya karena pengaturan perdagangan (Isaac et al., 2007).

Agen pengendalian hama nabati telah lama disebut-sebut sebagai alternatif


untuk nematisida sintetis (Javed et al., 2006). Fitokimia seperti itu konon
menimbulkan sedikit ancaman terhadap lingkungan atau kesehatan manusia dan
penggunaannya disetujui di bawah pengaturan organik dan Fair-trade
(Amadioha2003 ). Namun, adopsi seperti strategi manajemen telah ditanggapi dengan
skeptis oleh produsen pisang yang mempertanyakan efektivitas dan konsistensi
fitokimia ini (Villanueva 2005). Dalam studi ini, fitokimia yang berasal dari
Azadirachta indica dan Allium sativum dinilai dan dibandingkan dengan ethoprophos
untuk efektivitas mereka dalam mengurangi kepadatan penduduk R. similis di akar
dan tanah, dan mencegah pertumbuhan pisang dan hasil kerugian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Pisang

Pisang adalah salah satu komoditas buah unggulan Indonesia. Luas panen dan
produksi pisang selalu menempati posisi pertama (Widiandani et al., 2009). Buah ini
sangat memasyarakat karena dapat dikonsumsi kapan saja dan di segala tingkatan
usia dari bayi hingga manula. Daerah penyebaran pisang cukup luas, umumnya
pisang ditanam di pekarangan maupun ladang dan sebagian sudah ada dalam bentuk
perkebunan. Selain diambil buahnya, tanaman pisang juga dapat dimanfaatkan daun,
bunga, batang, dan bonggolnya (Kuntarsih, 2012).
Tanaman pisang berasal dari Asia Tenggara dan pulau-pulau Pasifik Barat,
beberapa tanaman pisang liar yang berbiji yaitu Musa spp. masih terdapat tumbuh
sebagai vegetasi alami. Belum terdapat ketegasan secara botanik untuk membedakan
antara berbagai tipe tanaman pisang dan klasifikasi yang terbaik untuk tanaman
tersebut yaitu membagi berbagai tipe tanaman tersebut ke dalam rasa manis dan dapat
langsun g dimakan sebagai buah setelah makan serta hanya dapat dimakan
setelah dimasak, atau difermentasikan untuk menghasilkan suatu tipe nutrisi (Gowen
& Queneherve, 1995).
Pisang buah berasal dari Musa acuminata (A) atau Musa balbasiana (B) atau
kombinasi dari keduanya. Kultivar diploid atau triploid, serta beberapa kultivar
tetraploid hasil dari pemuliaan tanaman. Kultivar diberi nama dari genom yang
menyusunnya, contoh pisang raja AAB, yang menunjukkan bahwa pisang raja terdiri
dari dua genom A dan satu genom B. Kebanyakan kultivar pisang yang dimakan
sebagai pencuci mulut sehabis makan adalah AA atau AAA. Kultivar triploid AAA
merupakan kultivar paling penting dalam perdagangan (Nakasone dan Paull, 2010).
Pisang yang dapat dimakan selain kultivar tersebut, ada juga kultivar AB, AAB, dan
ABB (Gowen dan Queneherve, 1995)
Kandungan gizi yang terdapat dalam setiap 100 g buah pisang terdiri atas 99
kalori, protein 1,2 g, lemak 0,2 g, karbohidrat 38,2 g, serat 0,7 g, kalsium 8 mg, fosfor
28 mg, besi 0,5 mg, vitamin A 44 IU, vitamin B 0,88 mg, vitamin C 3 mg, dan air 72
g (Kuntarsih, 2012).
Di Indonesia terdapat lebih kurang 230 jenis pisang, namun tidak semua jenis
pisang yang ada dapat diperoleh di pasaran. Dari berbagai jenis pisang, terdapat dua
jenis pisang yang dapat dimakan dan dikelompokkan berdasarkan penggunaannya,
yaitu pisang meja (banana) yang umumnya disajikan sebagai buah segar dan pisang
untuk olahan (plantain) yang hanya enak dimakan setelah diolah terlebih dahulu
(Prabawati, et al., 2008).
Banyak tanaman pisang yang dapat langsung dimakan, varietas yang paling
penting bersifat triploid dan diperbanyak secara vegetatif. Kebanyakan klon-klon
pisang berasal dari Musa acuminata Colla dan dari hibridisasi alami dari M.
acuminata dengan M. balbisiana Colla. Saat ini momenklatur untuk klon-klon pisang
berasal dari banyaknya kromosom dan asal genom. Genom A untuk acuminata dan
genom B untuk balbisiana (Gowen dan Queneherve, 1995).

Syarat Tumbuh Tanaman Pisang

Tanaman pisang tumbuh subur di daerah tropika dataran rendah yang curah
hujannya lebih dari 1.250 mm tiap tahun dan suhu minimum di atas 15 oC (Gowen &
Queneherve, 1995).
Menurut Nakasone dan Paull (2010), tanaman pisang akan tumbuh baik pada
tanah liat yang gembur, dengan drainase alami, dan tidak ada pemadatan tanah.
Kandungan bahan organik dan kesuburan yang tinggi akan menjamin produksi yang
tinggi. Tanaman pisang dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,5—7,5 dengan pH
anjuran 5,8—6,5 dan pada tanah bertekstur pasir sampai tanah bertekstur liat yang
tebal. Untuk pertumbuhan tanaman pisang terbaik membutuhkan sinar matahari yang
penuh meskipun dapat menyebabkan buah menjadi sunburn, terutama pada saat
suplai air rendah.
Tanaman pisang memerlukan cukup air terutama pada awal penanaman dan
pada saat pembentukan buah (Ansyori, 2009). Menurut Trubus (1997), pisang dapat
tumbuh di daerah dataran rendah sampai dengan ketinggian tempat 1.300 m di atas
permukaan laut. Tanaman pisang cocok tumbuh di daerah dengan kisaran suhu 21--
32 oC, pada lahan datar sampai kemiringan 8o, dengan curah hujan 2.000 mm merata
sepanjang tahun. Keasaman tanah yang paling baik untuk tanaman pisang adalah pH
5,5--7,5.

2.2 Nematoda

Menurut Semangun (2001) kebanyakan nematoda yang memarasit tumbuhan


hidupnya berhubungan dengan akar sebagai endoparasit, ektoparasit, atau
endoektoparasit. Dewasa ini telah dikenal sekitar 17 ribu jenis nematoda yang
memarasit tumbuhan, yang sering disebut fitonematoda.
Menurut Smart dan Nguyen (1988) nematoda dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Divisi : Bilateralia
Filum : Nematoda
Kajian nematoda di daerah tropika diawali pada akhir abad ke 19 dan mulai
berkembang pada abad ke 20. Di Indonesia, untuk pertama kalinya nematoda
Meloidogyne javanica berhasil diidentifikasi oleh Treub pada tahun 1885 dan
Hirschmanniella oryzae oleh Van Breda de Haan pada tahun 1902 (Luc et al.,
1995a).
Nematoda kebanyakan terdapat di dalam lapisan tanah bagian atas antara
15—30 cm (Semangun, 2001). Nematoda mempunyai koloni besar dengan berbagai
habitat yang luas dibandingkan dengan kelompok binatang yang bersel banyak yang
lain. Nematoda dapat dijumpai di semua lautan, dari daerah kutub sampai katulistiwa,
dari zone litosol sampai pedalaman abizal, nematoda berkoloni di danau air tawar,
sungai, paya-paya, dan di semua tipe tanah dari antartika sampai daerah tropika,
memarasit sebagian besar kelompok binatang, termasuk nematoda lain, parasit pada
berbagai varietas ganggang, jamur, dan tumbuhan tingkat tinggi (Luc et al., 1995b).
Tubuh nematoda umumnya transparan dan simetris bilateral, ada juga yang
simetris radial dan asimertris. Dinding tubuh nematoda terdiri atas tiga lapisan utama
yaitu kutikula pada lapisan terluar, di bawah kutikula terdapat jaringan hipodermis
yang tipis dan di bawah hipodermis terdapat jaringan otot. Selama perkembangannya
menjadi dewasa, larva nematoda mengalami empat kali ganti kulit. Setiap ganti kulit,
kutikula lama diganti dengan kutikula baru yang dibentuk oleh hipodermis
(Hirschmann, 1971).
Nematoda tidak memiliki sistem respirasi dan peredaran darah. Sistem
pencernaan nematoda terdiri dari stoma, esofagus, usus halus (intestine), dan usus
belakang (posterior gut) yang terdiri dari rektum dan kloaka (Hirschmann, 1971).
Sistem reproduksi nematoda ada yang bersifat amfimiktik (memiliki jenis jantan dan
betina serta menghasilkan keturunan melalui kawin) atau bersifat partenogenetik
(tidak terdapat nematoda jantan tapi betina dapat menghasilkan keturunan).
Sistem syaraf Nematoda pada umumnya dapat dilihat dengan memeriksa
sejumlah kecil jaringan tumbuhan dengan menggunakan mikroskop stereoskopik
pada perbesaran 15 sampai 50 kali dengan bantuan transmisi cahaya (Hooper, 1995).
Nematoda adalah hewan invertebrata kecil berbentuk seperti benang, dengan panjang
tubuh 0,15—5,00 mm dan lebar 2—100 μm, dengan bobot 20—60 ng (Goodey,
1963).pada nematoda terdiri dari komisura yang melingkar pada esofagus yang
disebutcincin syaraf dan jaringan syaraf yang dihubungkan dengan organ-organ tubuh
sertadengan berbagai alat peraba. Alat peraba tersebut kebanyakan terdapat di kepala,
didaerah esofagus, dan di daerah ekor (Luc et al., 1995b).
Di dalam tanah nematoda mempunyai banyak musuh. Bahkan ada jenis-jenis
nematoda yang bersifat predator, yang memangsa nematoda lain. Jamur tertentu dapat
membunuh nematoda. Beberapa diantaranya mempunyai permukaan yang
mengandung zat perekat yang menyebabkan nematoda dapat terekat padanya. Jamur
lain mempunyai gelang jerat yang dapat menjerat jika ada nematoda yang melewati
jerat tersebut (Semangun, 2001).
2.3. Radopholus
Radopholus yang dikenal dengan nematoda rongga akar (burrowing
nematodes) berukuran kurang dari 1 mm, apabila diperlakukan dengan panas maka
nematoda yang mati tubuhnya lurus atau sedikit melengkung pada bagian ventral,
spesies penting ialah Radopholus similis menyerang tanaman pisang dan berbagai
jenis tumbuhan lain (Luc et al., 1995b). Nematoda R. similis dapat menyerang jeruk,
tanaman hias, rumput-rumputan, teh, kopi, tebu, ubi jalar, buncis, labu-labuan, tomat,
dan jagung (Thorne, 1961 dalam Ekasari, 2001). Bentuk nematoda Radopholus yang
ditemukan pada pertanaman kopi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Nematoda Radopholus yang menyerang tanaman kopi.


Sumber : Swibawa (2014, tidak dipublikasikan)

Nematoda R. similis adalah spesies endoparasit berpindah-pindah yang


mampu menyelesaikan daur hidupnya di dalam jaringan korteks akar (Gowen dan
Queneherve, 1995). Nematoda ini menyerang jaringan akar dan umbi, tersebar luas di
seluruh dunia, di daerah tropika dan terdapat di negara penghasil pisang (Luc et al.,
1995b), seperti di Fiji, Formosa, Philipina, Indonesia, India Selatan, Pulau Hawai,
Jamaica, Brazilia, Amerika Tengah, Puerto Rico, Louisina, dan Florida (Christie,
1959 dalam Ekasari, 2001).
Tanaman pisang yang terserang berat oleh R. similis akan mengalami penuaan
daun secara dini, tumbuhnya merana, daunnya sempit dan sedikit (Ekasari, 2001).
Menurut Gowen dan Queneherve (1995), gejala kerusakan yang paling jelas akibat
serangan R. similis pada pertanaman pisang ialah masa pertumbuhan vegetatifnya
makin panjang, rebahnya batang pisang atau mudahnya tanaman dicabut khususnya
pada waktu tanaman berbuah, dan berkurangnya berat tandan buah secara drastis.
Penetrasi nematoda ke dalam akar, biasanya terjadi dekat dengan ujung akar, tetapi
nematoda dapat melakukan serangan di seluruh panjang akar. Nematoda betina dan
larva merupakan stadium yang infektif, sedangkan yang jantan, secara morfologis
mengalami degenerasi (tidak mempunyai stilet) dan mungkin tidak bersifat parasit.
Setelah masuk ke dalam jaringan akar tanaman pisang, nematoda menempati ruang
interseluler di parenkim korteks tempat nematoda tersebut memperoleh makanannya
yaitu sitoplasma sel-sel yang berada di dekatnya dan menimbulkan rongga-rongga
yang kemudian menjadi satu membentuk saluran-saluran di dalam jaringan tersebut
(Gowen dan Queneherve, 1995).
Invasi ke dalam stele tidak pernah dijumpai walaupun akar terserang berat.
Perpindahan dan peletakan telur diatur oleh faktor makanan, misalnya nematoda
betina berpindah tempat dari luka pada akar untuk mencari jaringan akar sehat. Di
dalam jaringan yang terinfeksi nematoda betina meletakkan telur dengan rata-rata 4—
5 telur tiap hari selama 2 minggu. Daur hidupnya dari telur ke telur generasi
berikutnya membutuhkan waktu 20—25 hari pada suhu berkisar antara 24—32oC,
telur tersebut menetas setelah 8—10 hari dan stadium larva menjadi dewasa dalam
waktu 10—13 hari (Loos, 1962 dalam Gowen dan Queneherve, 1995).
Sampai sekarang R. similis diketahui mempunyai 2 ras yaitu 1 ras menyerang
tanaman pisang tetapi bukan jeruk dan ras jeruk yang bersifat patogenik terhadap
kedua tanaman tersebut. Kedua ras tersebut sekarang disebut sebagai sibling spesies
(R. similis sensu strico dan R. citrophilus) berdasarkan genetika, biokimia, perilaku
dan sedikit perbedaan morfologi (Huettel et al., 1984 dalam Gowen dan Queneherve,
1995).
Cara hidup R. similis di dalam tanah pertanaman pisang tergantung pada
efektivitas merusaknya dan pembongkaran rumpun pertanaman pisang yang
terinfeksi, rizom, dan akar-akar di dalam tanah sebelum diberakan. Nematoda R.
similis tidak dapat hidup di dalam tanah lebih dari 6 bulan tanpa adanya akar-akar
inangnya atau bagian dari kormus yang masih hidup. Nematoda R. similis dapat hidup
pada kormus dan akar-akar tanaman pisang terdahulu dalam waktu yang lama serta di
dalam bahan tanaman, yang merupakan sarana utama terjadinya infestasi kembali
(Gowen dan Queneherve, 1995).

2.4. Mimba\Azadirachta indica A. Juss.

Divisi : Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae,


Subkelas : Dialypetaleae, Bangsa : Rutales, Suku : Meliaceae, Marga : Azadirachta ,
Jenis : Azadirachta indica A. Juss.
Azadirachta indica A. Juss.adalah jenis daun-daun yang tergolong dalam
tanaman perdu/terna. Mimba biasanya tumbuh di daerah tropis, pada dataran rendah.
Tanaman ini tumbuh di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Madura pada ketinggian
sampai dengan 300 m dpl, tumbuh di tempat kering berkala, sering ditemukan di tepi
jalan atau di hutan terang
Merupakan pohon yang tingi batangnya dapat mencapai 20 m. Kulit tebal,
batang agak kasar, daun menyirip genap, dan berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi
dan runcing, sedangkan buahnya merupakan buah batu dengan panjang 1 cm. Buah
mimba dihasilkan dalam satu sampai dua kali setahun, berbentuk oval, bila masak
daging buahnya berwarna kuning, biji ditutupi kulit keras berwarna coklat dan
didalamnya melekat kulit buah berwarna putih. Batangnya agak bengkok dan pendek,
oleh karena itu kayunya tidak terdapat dalam ukuran besar.

Daun mimba tersusun spiralis, mengumpul di ujung rantai, merupakan daun


majemuk menyirip genap. Anak daun berjumlah genap diujung tangkai, dengan
jumlah helaian 8-16. tepi daun bergerigi, bergigi, beringgit, helaian daun tipis seperti
kulit dan mudah laya. Bangun anak daun memanjang sampai setengah lancet, pangkal
anak daun runcing, ujung anak daun runcing dan setengah meruncing, gandul atau
sedikit berambut. Panjang anak daun 3-10,5 cm .

Helaian anak daun berwarna coklat kehijauan, bentuk bundar telur


memanjanga tidak setangkup sampai serupa bentuk bulan sabit agak melengkung,
panjang helaian daun 5 cm, lebar 3 cm sampai 4 cm. Ujung daun meruncing, pangkal
daun miring, tepi daun bergerigi kasar. Tulang daun menyirip, tulang cabang utama
umumnya hampir sejajar satu dengan lainnya.

Daun mimba mengandung senyawa-senyawa diantaranya adalah β-sitosterol,


hyperoside, nimbolide, quercetin, quercitrin, rutin, azadirachtin, dan nimbine.
Beberapa diantaranya diungkapkan memiliki aktivitas antikanker . Daun mimba
mengandung nimbin, nimbine, 6-desacetylbimbine, nimbolide dan quercetinTanaman
mimba mempunyai beberapa kegunaan. Di India tanaman ini disebut “the village
pharmacy”, dimana mimba digunakan untuk insektisida dan daun ini bersifat
antibakteri dan antiviral.

2.5. Bawang Putih (Allium sativum L.)

Kingdom : Plantae, Super division : Spermatophyta, Division :


Magnoliophyta, Class : Liliopsida, Order : Liliales, Family : Liliaceae, Genus :
Allium, Species : Allium sativum L.
Bawang putih termasuk salah satu rempah yang telah terbukti dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Golongan senyawa yang diperkirakan
memiliki aktivitas antimikroba pada bawang putih, seperti allisin, ajoene, dialil
sulfida, dialil disulfida, yang termasuk dalam golongan senyawa tiosulfinat.
Tiosulfinat adalah golongan senyawa yang mengandung 2 atom belerang yang saling
berikatan rangkap dengan atom oksigen seperti allisin.
Dari beberapa penelitian umbi bawang putih mengandung zar aktif awcin,
enzim alinase, germanium (mampu mencegah rusaknya sel darah merah), sativine
(mempercepat pertumbuhan sel dan jaringan serta merangsang susunan sel saraf),
sinistrine, selenium (mikromineral penting yang berfungsi sebagai antioksidan),
scordinin (antioksidan), nicotrinic acid. Kandungan allisin pada bawang putih
mermanfaat sebagai bakterisida, fungisida, dan dapat menghambat perkembangan
cendawan maupun antimikroba lainnya (Solihin, 2009, hlm. 58).

Manfaat Bawang Putih

Bawang putih memiliki potensi sebagai antimikroba, kemampuan dalam


menghambat pertumbuhan mikroba meliputi virus, bakteri, protozoa, dan jamur.
Fungsi bawang putih dalam menghambat pertumbuhan bakteri memiliki spektrum
yang luas, karena dapat menghambat pertumbuhan gram positif maupun bakteri gram
negatif. Dialildisulfida (DADS) dan dialiltetrasulfida (DATS) yang merupakan
kandungan dari bawang putih memiliki berpotensi sebagai antibakteri. Cara senyawa
ini bekerja dengan mereduksi sistein dalam bakteri yang akhirnya mengganggu ikatan
disulfida dalam protein bakteri (Damayanti, 2014, hlm. 8)

Kandungan Bawang Putih


Kandungan farmakologi dari tiap zat bawang putih :
Senyawa Aktif Efek Farmakologi
1. Alil-metil-sulfida (AMS) Antihipertensi, antibakteri.
2. Vinil-ditiin Antioksidan, kardioprotektif.
3. Alistatin Fungisida, antibiotik, neuroprotektif.
4. Allixin Antitumor, antiradikal bebas, neuroprotektif.
5.Scordinin Antikanker,antipotensif,antibakteri,antihiperkolesterol.
Sumber: Kuswardhani (2015, hlm. 12)
BAB III
METODOLOGI

Dilakukan uji coba dua pot pada tahun 2009 dan 2010 di University of Field
Station Hindia Barat (UFS) terletak di Valsayn, Trinidad (10 ° 39' 0" N, 61 ° 25' 0"
W). Suhu rata-rata bulanan dan curah hujan di UFS 27,2 ° C dan 1720 mm, masing-
masing untuk selama penelitian. Media tumbuh terdiri dari disterilkan dengan tanah
Fluventic Eutropept (River Estate Loam), kapasitas tukar kation dari 4,8 cmol / kg
dan pH 6,5.

Desain eksperimental

Setiap percobaan terdiri dari 30 tanaman pisang (varietas Lacatan), ditanam di


50 L wadah plastik dan jarak 2 × 2 m. Percobaan disusun dalam rancangan acak
lengkap dengan lima perlakuan: Kontrol A, Kontrol B, Neem X (Pemasaran Arm
Internasional),Garland (OMEX dengan Pertanian Ltd) dan Mocap terpisah. 15G
(Bayer Crop Science) dan enam ulangan. Tanaman ditumbuhkan selama 1 bulan dan
kemudian diinokulasi dengan 500 R. similis mengikuti prosedur Speijer & De Waele
(1997). Satu bulan setelah inokulasi, perawatan nematicidal diterapkan sebagai
membasahi tanah (1L) di dasar semu tersebut. Bahan aktif, sumber, tingkat aplikasi
dan frekuensi setiap perlakuan yang diberikan pada Tabel 1. manajemen agronomi
dilakukan sesuai dengan protokol yang direkomendasikan dalam Kepulauan
Windward untuk produksi pisang, yang termasuk pemupukan, irigasi, pemangkasan,
menopang, de-suckering, dan pencegahan hama dan penyakit (Paul et al., 1993).

Perlakuan Kandungan Bahan aktif Tingkat Aplikasi Frekuensi Aplikasi


Control A Tidak ada R. similis - -
Control B Hanya R. similis - -
Neem X Azadirachtin 2.7ml / L 3 kali aplikasi dengan interval
(3000 ppm) selama 7 hari

Rarland Allicin (<1 ppm) 2.16ml / L 3 kali aplikasi dengan interval


selama 7 hari
Mocap Ethoprophos 15g / m 3 kali aplikasi dengan interval
selama 7 hari
Pengumpulan data
Kerapatan populasi Radopholus similis
Estimasi kepadatan populasi R. similis dilakukan dengan menggunakan
metodologi ekstraksi yang dijelaskan oleh Southey (1986) untuk akar, dan Whitehead
& Hemming (1965) untuk tanah. Nematoda blender metode ekstraksi filter digunakan
untuk mengekstrak nematoda dari 15 g akar sedangkan nampan Metode Whitehead
ini dimodifikasi untuk mengekstrak nematoda dari 200 ml tanah. Sampel nematoda
yang dikumpulkan adalah diidentifikasi dan dihitung dalam tiga 1 ml aliquot dari
suspensi 10 ml air menggunakan mikroskop stereoskopik. Semua tahap vermiform
(remaja dan dewasa) dihitung.

Indeks akar nekrosis dan akar pisang dan bobot segar


Pada akhir setiap percobaan tanaman digali, akar dan cormanya dibersihkan
untuk menghilangkan tanah partikel dan indeks akar nekrosis (RNI) dan akar dan
bobot segar rorm (RCFW) ditentukan. Sebuah diubah Bridge & Gowen (1993) indeks
akar nekrosis digunakan untuk menentukan akar membusuk pada 0 sampai 4 skala [0
= tidak ada kerusakan; 1 = <25% total korteks akar dengan nekrosis; 2 = 26-50% dari
total korteks akar dengan nekrosis; 3 = 51-75% total korteks akar dengan nekrosis; 4
=> 75% dari total korteks akar dengan nekrosis]. Berat segar (kg) ditentukan dengan
menggunakan saldo saku Rebure (Jerman).

Pertumbuhan tanaman
Sepanjang penelitian, pengukuran tanaman berikut dicatat setiap minggu:
(a) Panjang semu (cm) diukur dari titik daun terendah ke dasar yang semu.

(b) semu lingkar / lingkar (cm) diukur dari titik di setengah panjang semu.

(c) Jumlah daun yang berfungsi penuh dibuka (Fogain, 2000).

(d) Luas daun (LA) diprediksi dengan model regresi: LA = 0,0266 + (L × W ×


0,7629) (r = 0,98), di mana L = panjang daun dan W = daun lebar. Daun ketiga dari
atas tanaman terpilih sebagai daun standar untuk pengukuran (Potder & pawer, 1990).
Analisis data

Perbedaan dalam kepadatan nematoda, indeks nekrosis, akar dan bobot segar umbi,
dan parameter pertumbuhan dianalisis dengan menggunakan analisis varians
(ANOVA). Pearson korelasi digunakan untuk menentukan kekuatan hubungan antara
R. similis kepadatan di akar dan indeks nekrosis. Sebelum analisis, variabel diuji
homogenitas varians dan normalitas, dan data ditemukan non-homogen entah log 10
(X + 1) atau akar kuadrat diubah sebelum analisis statistik. Cara-cara non-berubah
dilaporkan di Gambar dan Tabel dan perbedaan hanya signifikan (P ≤ 0,05) dibahas
kecuali dinyatakan lain. Semua analisis statistik dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak statistik Minitab® 16.1.1 (Minitab Inc).
BAB IV
PEMBAHASAN
Kepadatan populasi Radopholus similis.
Semua nematisida berhasil mengurangi kepadatan populasi Radopholus
similis di akar dan tanah. Tanaman diperlakukan dengan ethoprophos memiliki lebih
rendah kepadatan R. similis dibandingkan dengan ekstrak Azadirachta indica dan A.
sativum (Gambar 1). Beberapa penelitian telah melaporkan tentang efek penting dari
ethoprophos di Musa spp. yang bertindak sebagai nematostat dalam konsentrasi
rendah (Stirling & Pattison, 2008; Quénéhervé, 2009; Radwan et al, 2012.). Namun,
untuk menjaga efektivitas yang tinggi, aplikasi yang sering diminta, yang
meningkatkan efek negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia (Sipes &
Schmitt, 1995).
Tanaman diperlakukan dengan Azadirachta indica memiliki R. similis
kepadatan tinggi di tanah (570) tapi kepadatan rendah di akar (275). Perbedaan ini
disebabkan sifat anti-feedant dari azadirachtin, fitokimia yang ditemukan dalam
Azadirachta indica (Sidhu, 2003). Rehma et al., (2009) mengemukakan bahwa
azadirachtin dapat menginduksi nematostatis, proses yang menghambat nematoda
dari menyerang tanaman tanpa langsung membunuh mereka. Fitokimia yang
ditemukan dalam Allium sativum (allicin) menunjukkan efek anti-feedant serupa
tetapi kurang efektif dan tidak konsisten mengurangi R. similis kepadatan di akar.
Ketidakkonsistenan ini mungkin karena siklus hidup R. similis, yang dapat
diselesaikan dalam akar, tanpa panggung dalam tanah.Sehingga mencegah paparan
allicinditerapkan di tanah (Araya, 2003).
Gambar 1.Efek dari perawatan nematicidal pada R. similis kepadatan di akar dan
tanah dari tanaman pisang.Nilai adalah rata-rata 6 ulangan. Bar dengan huruf yang
sama tidak berbeda nyata (P> 0,05).
Endo-parasit nematoda, seperti R. similis yang diharapkan akan lebih lazim di
akar dari tanah. Studi ini menunjukkan kecenderungan yang menyimpang yang dapat
dikaitkan dengan kegiatan nematostat perawatan bersama dengan inefisiensi teknik
Southey (1986) ekstraksi ini dipulih R. similis dari akar. Ini adalah kekurangan utama
dalam teknik Southey sejak nematoda endo-parasit tidak mungkin untuk bermigrasi
dari sehat / nekrosis jaringan akar bebas untuk diekstraksi dengan teknik ini. Oleh
karena itu, diperkirakan kepadatan nematoda di akar mungkin lebih rendah dari
kepadatan nematoda yang sebenarnya.

Indeks nekrosis akar


Perbedaandalam RNI antara perlakuan signifikan secara statistik (P <0,05) di
kedua uji coba, dengan Pengendalian A memiliki nilai indeks terendah dan
Pengendalian B tertinggi (Tabel 2). Diantara korelasi kepadatan R. similis dan akar
nekrosis positif di kedua uji coba (Percobaan 1: R2= 0,190; Percobaan2: R2 = 0,574).
Oleh karena itu, kenaikan kepadatan R. similis di akar akan menghasilkan
peningkatan nekrosis akar. Kekuatan hubungan itu namun tidak konsisten dan
korelasi lemah dalam Percobaan 2 mendukung asumsi bahwa sangat jaringan nekrotis
akar mungkin memiliki kepadatan R. similis lebih rendah. Dosselaere (2003)
menunjukkan bahwa nematoda dapat pindah dari sumberdaya yang langka jaringan
pisang akar nekrotik dan menginvestasikan jaringan sehat. Tanaman diperlakukan
dengan Azadirachta indica memiliki indeks nekrosis akar termurah di kedua uji coba
karena kegiatan nematostat dari azadirachtin, yang menghambat nematoda invasi ke
akar .Allium sativum memiliki serupa tetapi kurang efektif kegiatan nematostat,
sedangkan khasiat ethoprophos tidak konsisten
Tabel 2.nilai indeks nekrosis akar dan akar dan berat umbi segar (kg).
Perlakuan Indeks nekrosis akar Akar dan berat umbi (kg)
Ulangan I (SD) Ulangan 2 (SD) Ulangan I (SD) Ulangan 2 (SD)
Kontrol A 1,33 (0,52) 1,03 (0,75) 2,2 a (0,75) 2,1 a (1,11)
Kontrol B 2,67 (0.75) 2,17 (0,75) 1,4 b (0,58) 1,6 b (0,80)
Garland 2,17 (0,82) 1,83 (0,98) 1,6 b (0,60) 2,2 a (1,24)
Neem-X 1,83 (0,75) 1,67 (0,82) 1,8 ab (0,71) 2,1 a (0,56)
Mocap 1,83 (0,98) 2,17 (0,98) 2,0 a (0,33) 2,1 a (1,14)

Akar pisang dan berat umbi segar


Semua perlakuan yang efektif untuk mempertahankan akar sehat dan umbi.
Ethoprophos dilakukan secara konsisten dalam kedua percobaan dan mencatat RCFW
tertinggi di antara perlakuan. Efek anti-feedant dari azadirachtin dan allicin juga
konsisten dan sebanding dengan ethoprophos. Kepadatan populasi Radopholus similis
di akar dan jaringan umbi memiliki efek langsung pada RCFW nya. Moens et al.
(2003) menemukan penurunan linear berat akar ketika R. similis diinokulasi
meningkatkan kepadatan. Marin et al. (1999) dan Sarah (2000) juga menemukan
penurunan berat badan akar, mulai 8-80%, beberapa minggu setelah inokulasi dengan
R. similis. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sama dengan yang
dilaporkan dalam literatur, seperti Kontrol A memiliki jumlah tertinggi RCFW
sedangkan Kontrol B memiliki terendah (Tabel 2). Oleh karena itu, RCFW
menunjukkan beberapa potensi untuk digunakan sebagai teknik yang cepat untuk
memperkirakan kepadatan R. similis (Moens et al 2003). Namun, tergantung semata-
mata pada RCFW untuk menentukan pelaksanaan strategi pengendalian nematoda
mungkin tidak dianjurkan, sebagai root dan berat umbi dapat bervariasi karena faktor
lain selain kepadatan nematoda, seperti hama penggerek bonggol pisang
(Cosmopolites sordidus) dan unsurhara (Sarah, 2000).
Pertumbuhan tanaman
Data pertumbuhan pisang menegaskan bahwa perawatan fitokimia sebanding
dengan ethoprophos mencegah kerugian pertumbuhan tanaman, karena tidak ada
perbedaan signifikan yang diamati pada kedua percobaan (Tabel 3).Hal ini mungkin
juga disebabkan oleh kemampuan pisang. Lacatan untuk menahan adanyaR. similis.
Oleh karena itu, sensitivitas tanaman atau toleransi harus dipertimbangkan karena
toleransi nematoda telah diidentifikasi dalam gen Musa (Dochez et al., 2006)
Pemilihan nematoda kultivar pisang toleran dapat memainkan peran yang sangat
penting dalam manajemen nematoda dan peringkat sebagai salah satu persyaratan
untuk penerimaan tipe hibrida pisang (Tenkauano & Swennen, 2004). Di sisi lain,
tanaman pisang toleran tetapi rentan adalah nilai terbatas, reproduksi nematoda dapat
meningkatkan kepadatan penduduk di luar ambang kerusakan (Cook & Starr 2006).
Oleh karena itu, dengan tidak adanya resistensi benar, menggabungkan tanaman
toleran dengan phytochemical mungkin menjadi strategi efektif untuk mencegah R.
similis kepadatan dari persimpangan ambang kerusakan tanaman dan menyebabkan
kehilangan hasil.
Tabel 3.Pengaruh perawatan pada parameter pertumbuhan tanaman pisang.
Pseudostern Daun
Tinggi (cm) Girth (cm) Nomor Wilayah (cm2)
Kontrol A 95 (0,52) 28,0 (0,75) 6,0 (0,75) 2,673 (1,11)
Kontrol B 77 (0,75) 23,6 (0,75) 7,5 (0,58) 2,182 (0,80)
Garland 82 (0,82) 26,2 (0,98) 6,7 (0,60) 2,363 (1,24)
Neem-X 85 (0,75) 27,5 (0,82) 6,7 (0,71) 2,498 (0,56)
Mocap 92 (0,98) 28,5 (0,98) 6,5 (0,33) 2,691 (1,14)
BAB V
KESIMPULAN
Penerapan fitokimia (azadirachtin dan allicin) sebagai alternatif untuk
nematisida sintetis efektif dan sebanding dengan ethoprophos mencegah pertumbuhan
tanaman dan kehilangan hasil. Ini akan bermanfaat bagi produsen pisang dengan
mengurangi waktu untuk berbuah dan meningkatkan kehidupan bidang produktif.
Tanaman diperlakukan dengan azadirachtin juga memiliki indeks nekrosis akar
rendah yang dapat mengakibatkan tanaman lebih sedikit menjatuhkan dan
pencabutan. Namun, fitokimia kurang efektif dalam mengurangi kepadatan R. similis
di tanah yang meninggalkan tanaman rentan terhadap infestasi masa depan kecuali
strategi manajemen nematoda lainnya diadopsi.
Dalam mengejar manajemen hama lebih ramah dan lebih solusi konsumen
dapat diterima dalam produksi pisang itu akan sesuai untuk penelitian lebih lanjut
untuk diarahkan ke penelitian organik dan beberapa perhatian dibayar untuk pelajaran
di negara-negara lain yang mengejar perluasan organik mereka sendiri produksi
pisang.

Anda mungkin juga menyukai