Oleh :
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Pasien
a. Membantu menyelesaikan masalah pasien sehingga mempercepat masa
penyembuhan.
b. Memberikan perawatan secara profesional dan efektif kepada pasien
c. Memenuhi kebutuhan pasien
PERSIAPAN PASIEN :
INFORMED CONCENT
HASIL PENGKAJIAN/ INTERVENSI
Tahap Pelaksanaan di
Nurse Station
APA YANG MENJADI MASALAH
PENYAJIAN MASALAH CROSS CEK DATA YANG ADA YANG MENDUKUNG
APA YANG MENYEBABKAN MASALAH TERSEBUT
INTERVENSI APA YANG SUDAH DILAKUKAN
APA HAMBATAN YANG DITEMUKAN
Tahap Pelaksanaan di
VALIDASI DATA
Kamar Pasien
Lanjutan – Diskusi di
Nurse Station
Solusi Masalah
2.1.8 Hasil yang diharapkan
a. Struktur
- Persyaratan administrasi (IC, alat, dsb)
- Tim ronde keperawatan hadir di tempat pelaksanaan ronde
- Persiapan dilaksanakan sebelumnya
b. Proses
- Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir
- Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah
ditentukan
c. Hasil
- Pasien merasa puas dengan hasil pelayanan
- Masalah pasien dapat teratasi
- Perawat dapat :
1. Menumbuhkan cara berfikir kritis
2. Menumbuhkan cara berfikir sistematis
3. Menumbuhkan kemampuan validasi data pasien
4. Menumbuhkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan
5. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keputusan yang berorientasi pada
masalah klien.
OLEH :
2. E
TI
O
L
O
GI
a.
D
M
tip
e
1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh :
1) Factor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe 1. Kecenderungan genetic ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi
dan proses imun lainnya.
2) Factor imunologi (autoimun). Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu
respons autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jarigan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi
terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi ada
saat diagnosis
dibuat dan ahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes
tipe 1.
3) Factor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b. DM tipe 2
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi
insulin pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Factor genetic memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas
sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin alami untuk mengontrol kadar
glukosa darah.
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Tidak tergantung insulin. Disebabkan oleh gangguan metabolisme dan penurunan
fungsi hormon insulin dalam mengontrol kadar glukosa darah dan hal ini bisa terjadi
karena faktor genetik dan juga dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat.
c. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil. Diabetes melitus (
gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu kombinasi dari
kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, sama dengan
jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan selama kehamilan dan dapat
meningkatkan atau menghilang setelah persalinan. Walaupun demikian, tidak
menutup kemungkinan diabetes gestational dapat mengganggu kesehatan dari janin
atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-wanita dengan Diabetes Melitus
gestational sewaktu-waktu dapat menjadi penderita.
Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2
Penderita menghasilkan sedikit insulin atau sama Pankreas tetap menghasilkan insulin,
sekali tidak menghasilkan insulin kadang kadarnya lebih tinggi dari normal.
Tetapi tubuh membentuk kekebalan
terhadap efeknya, sehingga terjadi
kekurangan insulin relatif
Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu anak- Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
anak dan remaja. tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah
(berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa obesitas dimana sekitar 80-90% penderita
kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem mengalami obesitas.
kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di
pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan
kecenderungan genetik.
90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung
kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin diturunkan secara genetik dalam keluarga
yang berat dan penderita harus mendapatkan
suntikan insulin secara teratur
4. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai
40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua proses tersebut terganggu
karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan
metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap
berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormone insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah
glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua
kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan
glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria
mengakibatkan dehidrasi intraseluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien
akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut
polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa
kel sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh,
maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat
dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine
dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton dan bau buah-
buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut
koma diabetic.
PATHWAY
DM Tipe I DM Tipe II
Defisiensi Insulin
Katabolisme protein
Anabolisme Protein Lipolisis Meningkat Penurunan pemakaian
Glukosa
Kerusakan pada antibody Merangsang Gliserol Asam
Hipotalamus Lemak Bebas Hiperglikemia
Kekebalan tubuh
Glycosuria Viskositas
Aterosklerosis Ketogenesis
haus
darah
Resiko Neuropati
Osmotic
Ketonuria
Infeksi Sensori Perifer Polidipsi dan
Diuresis Aliran darah
Polifagi
Ketoasidosis melambat
Poliurea
Klien merasa tidak
sakit saat luka
Coma fektifan
Perfusi
Makro Vaskuler Mikro Vaskuler Kekurangan Jaringan
volume perifer
cairan
Stoke Penglihatan
Resiko cedera
Nekrosis Luka
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi
vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien.
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan
atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya.
2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan
glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pemba karan asam lemak
menjadi lebih baik.
c. Penyuluha
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu
bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau
media misalnya : leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Anti
Diabetes) Mekanisme kerja
sulfanilurea
- Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
- Kerja OAD tingkat reseptor
2) Insulin
Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan
subkutan, kecepatan absorbsi ditempat suntikan tergantung pada beberapa faktor
antara lain :
(1) Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan
paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari
tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi
perubahan kecepatan absorbsi setiap hari.
(2) Pengaruh latihan pada absorbsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30
menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(3) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorbsi insulin.
(4) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan.
b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada
kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan
intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, infark miokar akut, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
3) Integritas ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria ), nokturia. Rasa nyeri / terbakar,
kesulitan berkemih ( infeksi ), ISK baru / berulang, nyeri tekan
abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguri/anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine berkabut, bau busuk
infeksi ), abdomen keras, adanya ansietas, bising usus lemah dan
menurun, hiperaktif ( diare ).
5) Makanan / cairan
Gejala : Hilang napsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan
masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode
beberapa hari / minggu, haus, penggunaan diuretik ( tiazid ).
Tanda : Kulit kering / bersisik, turgor jelek, kekakuan / distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah ), bau halitosis/manis, bau buah ( napas aseton)
6) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan,kebas kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor / koma ( tahap lanjut ), gangguan
memori , reflek tendon menurun, kejang.
7) Nyeri / keamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri ( sedang/berat ).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen
( tergantung adanya infeksi/tidak ).
Tanda : Lapar udara, batuk dengan / tanpa sputum purulen ( infeksi ), frekuensi
pernapasan.
9) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi / ulserasi, menurunnya kekuatan
umum / rentang gerak, parestesia / paralysis otot termasuk otot-otot
pernapasan ( jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam ).
2. DIAGNOSA
a. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(diuresis osmotic)
b. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan
dengan faktor biologis
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes
mellitus, kurang pengetahuan tentang proses penyakit diabetes melitus
d. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis
e. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi, defisit cairan
f. Resiko Tinggi Infeksi
g. Resiko Cedera
3. RENCANA TINDAKAN dan RASIONALISASI
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam homeostasis dapat dipertahankan
kriteria evaluasi :
- Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
- Nadi perifer dapat diraba
- Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
- Haluaran urine tepat secara individu
- Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Pantau tanda vital, catat perubahan Hipotensi postural merupakan bagian hivolemia
tekanan darah pada perubahan posisi, akibat kekurangan hormone aldosteron dan
kekuatan nadi perifer penurunan curah jantung sebagai akibat dari
penurunan kortisol. Nadi mungkin meemah yang
dengan mudah dapat hilang.
Pantau pola nafas seperti adanya Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui
pernafasan kusmaul atau pernafasan yang pernafasan yang menghasilkan kompensasi
berbau keton alkalosis respiratorid terhadap keadaan
ketoasidosis. Pernafasan yang berbau aseton
berhubungan dengan pemecahan aseto-asetat dan
harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi, atau
kulit dan membrane mukosa volume sirkulasi yang adekuat
Pantau masukan dan pengeluaran, catat Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
berat jenis urine pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari
terapi yang diberikan
NURSING TREATMENT
Dapatkan riwayat dari pasien atau orang Membantu memperkirakan penurunan volume
terdekat yang berhubungan dengan lama total cairan
dan intensitas dari gejala yang muncul
seperti contoh: muntah, pengeluaran urine
yang berebihan
EDUKASI
COLABORATION
Berikan terapi cairan sesuai indikasi Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat
(normal salin atau dengan tanpa dekstrosa) kekurangan cairan dan respons pasien secara
individual
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam nutrisi kembali seimbang sesuai
dengan kebutuhan tubuh
Kriteria evaluasi :
- Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
- Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan kearah rentang biasanya atau
yang diinginkan dengan nilai laboratorium dengan batas normal.
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Timbang berat badan setiap hari atau Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
sesuai dengan indikasi. (termasuk absorbsi dan utilisasinya)
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan
abdomen / perut kembung, mual, cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/
muntahan makanan yang belum sempat fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik)
dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai yang akan memperngaruhi intervensi
dengan indikasi.
Pantau masukan dan pengeluaran, catat Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
berat jenis urine pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari
terapi yang diberikan
NURSING TREATMENT
Tentukan program diet dan pola makan Mengidentifikasi kekuarangan dan penyimpangan
pasien dan bandingkan dengan makanan dari kebutuhan terapeutik.
yang dapat dihabiskan pasien.
Berikan makanan cair yang mengandung Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika
zat makanan (nutrien) dan elektrolit pasien secara sadar dan fungsi gastrointestinalnya
dengan segera jika pasien sudah dapat baik
mentoleransinya melalui oral.
EDUKASI
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan
makan ini sesuai dengan indikasi. informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi pasien
COLABORATION
Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih
darah dengan menggunakan “finger stick” akurat daripada memantau gula darah dalam
urine yang tidak cukup akurat untuk mediteksi
fluktuasi kadar gula darahdan dapat dipengaruhi
oleh ambang ginjal pasien secara individual atau
adanya retensi urin/gagal ginjal.
Kolaborasi pemberian pengobatan insulin. Insulin regular memiliki awitan cepat dan
karenanya dengan cepat dapat membantu
memindahkan glikosa ke dalam sel.
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam perfusi jaringan perifer kembali
efektif
Kriteria evaluasi :
- Mendemostrasikan perfusi adekuat secara individual:
- Kulit hangat dan kering
- Ada nadi perifer/kuat
- TTV dalam batas normal
- Pasien sadar atau berorientasi
- Keseimbangan pemasukan/pengeluaran
- Tidak tampak edema
- Bebas dari rasa nyeri atau ketidaknyamanan.
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Kaji pucat, sianosis, belang, kulit Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh
dingin/lembab. Catat kekuatan nadi perifer penurunan curah jantung yang mungkin
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan
penurunan nadi.
Kaji tanda Homan (nyeri pada betis Indikator thrombosis vena dalam dengan
posisi dorsifleksi), eritema, edema.
Pantau pemasukan dan catat perubahan Penurunan pemasukan/mual terus menerus dapat
haluan urine mengakibatkan penerunanvolume sirkulasi, yang
berdampak negative pada perfusi dan fungsi
organ. Berat jenis mengukur status hidrasi dan
fungsi ginjal.
NURSING TREATMENT
Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan Perfusi serebral secara langsung sehubung mental
kontinu. Contoh: cemas, bingung, dengan curah jantung dan juga dipengeruhi oleh
letargi, pingsan elektrolit/variasi asam-basa, hipoksia, atau emboli
sistemik
EDUKASI
COLABORATION
Kolaborasi: Indikator perfusi/ fungsi organ
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
- Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak.
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat Variasi penampilan dan prilaku pasien karena
laporan verbal, peyunjuk non verbal, nyeri terjadi sebagai temuan pengakajian.
repon hemodinamik (meringis, menangis, Riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam
gelisah, berkeringat, mengcengkram dada, terhadap faktor pencetus harus ditunda sampai
nafas cepat, TD/ frekwensi jantung nyeri hilang. Pernapasan mungkin meningkat
berubah) sebagai akibat nyeri dan berhubungan dengan
cemas, sementara hilangnya stress menimbulkan
katolekamin akan meningkatkan kecepatan
jantung dan TD.
Pantau tanda-tanda vital sebelum dan Hipotensi /depresi pernapasan dapat terjadi
sesudah obat narkotik sebagai akibat pemberian narkotik.
NURSING TREATMENT
Ambil Gambaran lengkap terhadap nyeri Nyri sebagai pengalaman subjektif dan harus
dari pasien termasuk lokasi, intensitas (0- digambarkan oleh pasien.
10), lamanya, kualitas (dangkal/menyebar)
dan penyebaran
Bantu melakukan teknik relaksasi, Membantu dalam penurunan persepsi/ respon
misalkan: napas dalam, bimbingan nyeri. Memberikan control situasi, meningkatkan
imajinasi. prilaku positif.
COLABORATION
Kolaborasi pemberian obat Suntikan narkotik lain dapat dipakai pada fase
akut atau nyeri dada berulang yangtak hilang
Analgesik, contoh: morfin, meperidin
dengan nitrogliserin untuk nenurunkan nyeri
hebat, mengurangi sedasi dan mengurangi kerja
miokard.
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan gangguan integritas
kulit/jaringan dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria evaluasi :
- Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan
- Kondisi luka tidak terinfeksi
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan Untuk mengetahui luka, adanya epitelisas,
warna, edema, dan discharge, frekuensi perubahan warna, edema, discharge dan frekuensi
ganti balut. ganti balut.
Kaji tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Tanda-tanda vital normal terutama TD,
Respirasi) menunjukkan tidakadanyanya nyeri yang
diakinatkan dari kerusakan intrgritas
kulit/jaringan
NURSING TREATMENT
Lakukan perawatan luka Perawatan luka yang baik dan steril, akan
membatu menambahkan rasa nyaman.
COLABORATION
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan pasien memperlihatkan
upaya menghindari cedera (jatuh) atau cidera (jatuh) tidak terjadi,
Kriteria evaluasi :
Klien mampu :
- Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan cidera
- Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu
- Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko Mengetahui faktor-faktor resiko jatuh yang
jatuh pada klien. dimiliki pasien
NURSING TREATMENT
EDUKASI
Ajarkan klien tentang upaya pencegahan Klien dapat terlibat dalam tindakan keperawatan
cidera (menggunakan pencahayaan yang dan dalam upaya melatih kemadirian klien
baik, memasang penghalangtempat tidur,
menempatkan benda berbahaya ditempat
yang aman)
COLABORATION
Kolaborasi dengan dokter untuk Penetalaksanaan medis dalam penananganan
penatalaksanaan glaukoma dan gangguan pasien
penglihatannya, serta pekerja sosial untuk
pemantauan secara berkala.
Kriteria evaluasi :
- Pasien dapat mencegah atau menurunkan risiko infeksi.
Intervensi Rasional
OBSERVASI
NURSING TREATMENT
Pertahankan teknik aseptik prosedur Kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik
invasif. bagi pertumbuhan kuman.
Berikan perawatan kulit dengan teratur Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan
dan sungguh-sugguh, massage daerah kencang. Sirkulasi perifer bisa terganggu yang
yang tertekan. menempatkan pasien pada peningkatan resiko
terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
Bantu pasien melakukan oral hygiene. Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut.
EDUKASI
COLABORATION
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun sebelum ke
pasien
5. EVALUASI
Diagnosa 1 Evaluasi
Kekurangan Volume Cairan berhubungan S:-
dengan kehilangan cairan aktif (diuresis O : tanda vital stabil, turgor kulit
osmotic) elastis baik, haluaran urine tepat,
kadar elektrolit dalam batas normal
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 2 Evaluasi
Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang Dari S:-
Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan factor O : berat badan stabil atau
Biologis penambahan kearah rentang biasanya
atau yang diinginkan, nilai
laboratorium dengan batas normal.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 3 Evaluasi
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer S:-
berhubungan dengan diabetes mellitus, O : Kulit hangat dan kering, ada nadi
kurang pengetahuan tentang proses penyakit perifer/kuat, TTV dalam batas
diabetes melitus normal, pasien sadar atau
berorientasi, keseimbangan
pemasukan/pengeluaran, tidak
tampak edema
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 4 Evaluasi
Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera S:-
Biologis O : Menunjukkan menurunnya
tegangan, rileks, mudah bergerak
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 5 Evaluasi
Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera S:-
Biologis O : Kondisi luka menunjukkan
adanya perbaikan jaringan, luka tidak
terinfeksi
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 6 Evaluasi
Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan S:-
dengan penurunan sensori (tidak mampu O : Pasien tidak cedera
melihat) A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 7 Evaluasi
Resiko Tinggi Infeksi S:-
O : Tidak ada tanda-tanda infeksi
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Surabaya,
Perawat yang menerangkan, Penanggung jawab,
............................................ .....................................
Saksi-saksi : Tanda tangan :
1. ............................. ........................
2. ............................. ........................
BAB 3
KEGIATAN
1. Pelaksanaan Kegiatan
Topik : Asuhan keperawatan pada pasien……..
Hari / Tanggal : Kamis/ 04 April 2019
Waktu : 09.30 WIB
Tempat : Ruang Irna B Kelas I
Sasaran : Keluarga pasien
2. Pengorganisasian
a. Penanggung Jawab : Moh Syafi’i, S.Kep
b. Kepala Ruangan : Dikka Oktaria S.Kep
c. Perawat Primer : Moh. Mohlis, S.Kep
d. Ahli Gizi : Fitri Arma Livia, S.Gz
e. Dokter :
f. Konselor :
g. Perawat Asosiate : Muhammad Maskurillah, S.Kep
h. Pembimbing Akademik : Achmad Mafi,S.Kep.,Ns.M.Kep
i. Pembimbing Klinik : Sri Mauliyati N, S.Kep.,Ns
3. Media
a. Dokumen/status pasien dan Papan
b. Sarana diskusi : kertas, pulpen, pensil, penghapus
c. Materi yang disampaikan secara persentas
4. Sasaran
Pasien
5. Metode
Diskusi
6. Alur Pelaksanaan Ronde Keperawatan
TAHAP PRA PP
RONDE
Penetapan Pasien
Persiapan Pasien :
Inform Concernt
Hasil Pengkajian/ Validasi data
Validasi data di
TAHAP RONDE PADA Bad pasien
BED KLIEN
Diskusi PP,
Konselor,KARU
8. Kriteria Evaluasi
a. Struktur
1) Ronde keperawatan dilaksanakan di Ruang Penyakit dalam Irna B
Bawah
2) Koordinasi dengan pembimbing klinik dan akademik
3) Menentukan kasus
4) Menyusun proposal
5) Persiapan dilakukan sebelumnya
b. Proses
1) Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir
2) Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang
telah ditentukan
3) Pelaksanaan ronde keperawatan sesuai dengan rencana dan alur yang
telah di tentukan
c. Hasil
1) Pasien puas dengan hasil kegiatan
2) Masalah pasien dapat teratasi
3) Perawat dapat :
a) Menumbuhkan cara berfikir yang kritis dan sistematis
b) Meningkatkan kemampuan validitas data pasien
c) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.
d) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berorientasi pada masalah pasien
e) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan
f) Meningkatkan kemampuan justifikasi
g) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS
DM dan CVA
A. Identitas
Nama : Ny Hj. M
NO. RMK : 199551
Umur : 50 tahun
Status : Menikah
Alamat : Dsn. Jatipo’on, Ds. Lerpak Kec. Geger
MRS : 31 Maret 2019
C. Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
G. Pemeriksaan Fisik
Tanda-Tanda Vital
Pada saat pengkajian tanggal 28 Desember 2010 TD : 130/80 mmHg, Nadi :
78 x/m, Suhu : 36,4 0C ( axilla ) RR : 20 x/m, GCS : 456, BB : 40 kg.
B1 ( breath )
Sesak sudah berkurang , bentuk dada simetris, tidak ada retraksi otot bantu
nafas, perkusi sonor, tidak ada nyeri tekan saat palpasi, tidak ada suara nafas
tambahan ( ronchi/ wheezing -/-), RR : 20 x/m.
B2 ( bleed )
Irama jantung reguler, auskultasi S1 S2 tunggal, CRT < 3 dtk, akral lembab,
tidak terdapat cyanosis.
B3 ( brain )
Kesadaran CM, GCS : 456.
B4 ( bladder )
Pasien kencing > dari 10x/24 jam, warna kencing seperti kuning jernih, urin
ditampung dari pukul 05.00 – 17.00 sekitar 800cc, bau khas. Hasil laborat
untuk tanggal 27 Desember 2010 BUN : 12 mg/dl ( N : 10-20 ), SC :0,9
mg/dl ( N : <1,5 ).
B5 ( bowel )
Pasien mengatakan nafsu makan menurun, dan hanya mampu menghabiskan
½ porsi dalam 1 kali makan. Abdomen simetris, perkusi thympani pada
gaster, bising usus 18 x/m.
B6 ( bone )
Kemampuan pergerakan sendi bebas, kekuatan otot penuh
5 5
5 5
Turgor sedang, akral lembab, tidak ada edema. Pasien memakai infus di
tangan kanan, tidak ada plebitis ataupun luka.
Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Pengkajian Psikososial
Kurangnya keharmonisan pasien dengan keluarga.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 27 Desember 2010
Darah Lengkap
Hb : 11,8 g/dl ( N : 13,4-17,7 )
Lekosit : 11,180 /mm3 ( N: 4,300-10,300 )
Hematokrit : 35,4% ( N: 40-47)
Trombosit : 204.000/mm3 ( N:150.000-400.000 )
Kimia Klinik
GDA :151 mg/dl ( 50-140 )
BUN : 26 mg/dl ( 10-20 )
SC : 1,0 mg/dl ( < 1,5 )
SGOT : 27 U/L ( < 38 )
SGPT : 22 U/L ( < 41 )
K/NA/Cl
K alium : 3,4 mmol/l ( 3,8 – 5,5 )
Natrium : 138 mmol/l ( 136 – 144 )
Chlorida : 101 mmol/l ( 97 – 103 )
Blood Gas
Corrected
Ph : 7,45 ( 7,380 – 7,460 )
Pco2 : 38,3 ( 32,0 -46,0 )
Po2 : 127,9 ( 74,0 – 108,0 )
Calculated Data
HCO3 act : 26,4 mmol/l
Hco3 std : 26,7 mmol/l
Be (ecf) : 2,4 mmol/l
Be ( b ) : 2,4 mmol/l
O2 sat :98,7%
Ctco2 : 27,6 mmol/
I. Terapi
Terapi pada tanggal 28 Desember 2010
Infus RL 1500 cc/24 jam ( 20 tpm )
Injeksi
ceftriaxone 2x1 gr
Kalnek 3x1 amp
Per oral
Codein 3x20 mg
KSR 2x1 tabet
J. Analisa Data
No DATA PENYEBEB MASALAH
1 DS: Pasien mengatakan Inflamasi Bersihan jalan
batuk-batuk dengan mycobacterium TBC napas inefektif
sputum ysng kental, dan
Fibrosis
selalu ingin batuk
DO: Keadaan umum pasien Klasifikasi
lemah, batuk dengan
Exudasi
sputum kuning purulen,
Sputum purulen
RR:20x/m, nafas pendek,
hasil blood gas tgl 27
Des 2010:
Ph: 7,45 ( 7,380 – 7,460)
Pco2: 38,3 ( 32,0 -46,0 )
Po2: 127,9 ( 74,0 –
108,0)
2 DS: Pasien mengatakan nafsu Inflamasi Nutrisi kurang
makannya menurun, mycobacterium TBC dari kebutuhan
sehingga nasinya tidak tubuh
Fibrosis
dihabiskan
DO: Pasien menghabiskan ½ Klasifikasi
porsi, batuk dengan
Batuk
sputum kuning purulen,
Anoreksia
BB : 40 kg, turgor kulit
cukup
3 DS: - Inflamasi Resiko Infeksi
DO: Sputum kuning purulen,
mycobacterium TBC
riwayat himoptisis, S:
Fibrosis
36,40C (axilla), hasil
laborat tgl 27 Des 2010: Exudasi
leukosit: 11,180 /mm3,
Kuman
TD : 130/80 mmHg,
Infeksi sekunder
Nadi : 78 x/m, Suhu :
36,4 0C ( axilla ) RR : 20
x/m, GCS : 456
4 DS: Pasien mengatakan Kurangnya informasi Kurang
kurang mengetahui yang didapat pengetahuan
tentang penyakitnya.
Kurang pengetahuan
Pasien hanya tahu bahwa
dirinya punya penyakit
paru sehingga batuk
darah. Pada tahun 1997
pasien opname di rumah
sakit Dr Soetomo dan
rawat jalan di rumah
sakit Karang Tembok.
Selama 6 bulan pasien
minum obat rutin dan
dinyatakan sembuh, tapi
setelah itu pasien tidak
pernah kontrol
DO: saat ditanya mengapa
bisa sampai terjadi batuk
darah pasien tidak tahu,
kurang patuh dan
kooperatif, kurangnya
keharmonisan dengan
keluarga sehingga tidak
ada yang mengawasi
tentang kepatuhan
minum obat di rumah.
K. Daftar Masalah
1. Bersihan jalan nafas inefektif
2. Kurang pengetahuan
3. Resiko infeksi sekunder
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
L. Diagnosa Keperawatan
1. bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan sekresi sputum yang
purulen / darah
2. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan
dengan infornmasi kurang / tidak akurat.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi seknder berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer, penurunan gerakan silia, stasis dari sekresi
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
2 Ketidak patuhan Pengetahuan Pasien bisa 1. Berikan penjelasan R/ menambah informasi pada pasien
pasien terpenuhi dalam menjelaskan tentang perjalanan
berhubungan 3x24 jam tentang: penyakitnya
2. Berikan penjelasan
dengan Kurangnya kondisi R/ menambah informasi pada pasien
tentang prinsip
pengetahuan penyakitnya, sehingga menambah kepatuhan pasien
pengobatannya
obat yang
3. Berikan penjelasan pada
diminum dan
pasien tentang R/ menambah informasi pada pasien
pencegahan
pentingnya bedrest bagi sehingga menambah kepatuhan pasien
agar tidak
kesembuhannya
kambuh lagi 4. beri penjelasan pada
R/ menambah informasi pada pasien
pasien tentang
sehingga menambah kepatuhan pasien
pencegahan dari
kekambuhannya
Dignosa Keperawatan 1: Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan
sekresi sputum yang purulen / darah
Tanggal 29 Desember 2010
Jam IMPLEMENTASI EVALUASI TANDA
TANGAN
12.15 Observasi vital sign, TD: 100/70 S: pasien mengerti
mmHg, S: 36,50C, Nadi : 76x/m, dengan apa yang
RR: 24, GCS: 456 dijelaskan oleh ners
O: saat diajari pasien
12.20 Mengajarkan klien tentang batuk terlihat mempraktikkan
efektif
CATATAN PERKEMBANGAN
Tgl Dx Perkembangan TT
Kep
29/12 1 S: pasien mengatakan sudah tidak batuk darah lagi , hanya
2010 ada dahak yang kentaldan selalu ingin batuk karena
merasa ada dahak yang banyak.
O: keadaan umum pasien lemah, mobilisasi terbatas
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan untuk no 1,2,3,4 dan 6
29/12 2 S: pasien mengatakan saat kencing di kamar mandi
2010 O: pasien sering terlihat berjalan ke kamar mandi, dan
duduk di tempat tidur
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan untuk 1 dan 3
30/12 1 S: pasien mengatakan tadi pagi jam 08.00 WIB, batuk
2010 darah lagi banyak sekitar 100cc, selalu ingin batuk karena
merasa ada dahak yang banyak.
O: keadaan umum pasien lemah, mobilisasi terbatas
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
30/12 2 S: pasien mengatakan kalo kencing di tempat tidur dan
2010 ditampung di botol minum
O: terlihat ada botol terisi air kencing, mobilisasi dibatasi
hanya kadang – kadang pasien terlihat duduk
A: masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan untuk no 3
31/12 1 S: pasien mengatakan sudah tidak batuk darah lagi , hanya
2010 ada dahak yang kentaldan selalu ingin batuk karena
merasa ada dahak yang banyak.
O: keadaan umum pasien lemah, mobilisasi terbatas
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
EVALUASI
Tgl Dx Perkembangan TT
Kep
01/01 1 Pukul 16.00
2011 S: pasien mengatakan pagi masih keluar darah lagi seperti
kemarin ( tgl 30 des 2010 )
O: keadaan umum pasien lemah, mobilisasi terbatas
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
01/01 2 Pukul 16.00
2011 S: pasien mengatakan kalau kencing di tempat tidur dan
ditampung di botol minum
O: terlihat ada botol terisi air kencing, mobilisasi dibatasi
A: masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
RESUME PELAKSANAAN RONDE KEPERAWATAN
Pada Tn MR dengan diagnosa medisTBC + Haemoptoe
Evaluasi Kegiatan
A. Evaluasi Struktur
Persiapan dilaksanakan 7 hari sebelum kegiatan, dimulai dari pembuatan
penentuan pasien, pembuatan proposal dan laporan asuhan keperawatan,
konsultasi dan koordinasi dengan pembimbing akademik dan klinik, berlatih
roleplay, dan penyebaran undangan. Pasien yang akan dilakukan ronde adalah
Tn MR dengan diagnosa medis TBC + Haemoptoe.
B. Evaluasi Proses
No Waktu Kegiatan
1 10.30 Perawat primer melapor ke kepala ruang, bahwa akan
dilakukan ronde keperawatan pada pasien Tn MR dengan
diagnosa medis TBC + Haemoptoe. Persiapan sudah
diselesaikan dan para undangan sudah hadir. Kegiatan siap
dimulai.
2 10.35 Kepala ruang membuka kegiatan ronde keperawatan.
3 10.40 Kepala ruang mempersilahkan perawat primer untuk
mempresentasikan laporan asuhan keperawatan pada Tn MR
dengan diagnosa medis TBC + Haemoptoe
4 10.45 Kepala ruang membuka sesi klarifikasi dari perawat primer
lain, dokter, dan ahli gizi mengenai data yang sudah
dipresentasikan.
5 11.00 Seluruh tim ronde keperawatan memvalidasi data ke pasien
6 11.20 Kepala ruang membuka sesi diskusi
7 11.30 Kegiatan ronde keperawatan ditutup oleh kepala ruang
C. Evaluasi Hasil
1. Acara dihadiri oleh :
a. Pembimbing akademik sebanyak 1 orang
b. Pembimbing klinik sebanyak 1 orang ( konselor )
c. Dokter sebanyak 2 orang
d. Ahli gizi sebanyak 1 orang
e. Perawat katim 1 orang
f. Mahasiswa sebanyak 11 orang
2. Masukan dan saran dari :
1) PP2 menyarankan untuk diberikan kompres es, namun hasil diskusi hal
tersebut tidak dilaksanakan karena belum tahu letak luka dari pasien.
2) PA2 menyarankan untuk tidak memberikan posisi trendelenburg karena
kesadaran pasien masih compos mentis dengan GCS: 456.
3) Ahli gizi menyarankan untuk ada yang mendampingi dalam hal
pemenuhan nutrisi pasien dan juga modifikasi dalam pemberian nutrisi.
Dihindari makanan yang tinggi lemak, buah yang tinggi getah, makanan
yang banyak mengandung minyak.
4) Dokter menyarankan untuk mengoptimalkan KIE pada pasien, dan tetap
mempertahankan posisi trendelenburg dengan alasan aliran darah dapat
turun dengan sendirinya oleh silia-silia. Selain itu juga untuk menekan
reflek batuk karena batuk yang kuat dapat memperparah kondisi luka.
5) Katim menyarankan untuk menambah masalah keperawatan yakni resiko
tinggi supurasi
6) Pembimbing akademik menyarankan mungkin selanjutnya bisa memilih
kasus yang lebih menarik dan sesuai dengan kriteria ronde
7) Pembimbing klinik menyarankan kedepannya lebih ditingkatkan lagi, dan
anggota tim ronde yang lain untuk lebih bisa berpartisispasi
Hambatan
Pasien tinggal sendirian dan selama dirawat pasien juga sering tidak ada
yang menunggu, sehingga kami kesulitan untuk mencari data penunjang.
Dukungan
Kepala ruang mendukung pelaksanaan ronde keperawatan sepenuhnya. Perawat
ruang Irna B Kelas 1 mendukung pelaksanaan ronde keperawatan sepenuhnya.