PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Desti Maryani
Moderator : M. Rizqi Firyal
Sekretaris : Eko Pratama
Notulen : M. Ahsanul Khuluqi
Waktu : 1. Senin, 6 Juli 2015
Pukul : 8.00 -10.30 WIB
2. Rabu, 8 Juli 2015
Pukul : 8.00 -10.30 WIB
Peraturan tutorial:
1. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam
2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan argumen
3. Tidak boleh makan pada saat diskusi tutorial berlangsung
2
Status THT:
- telinga : membrana timpani utuh, refleks cahaya +/+
- hidung : cavum nasi sempit, sekret (+/+) berwarna putih, konka hipertrofi berwarna
livid (pucat), massa (-)
- tenggorokan : arcus faring simetris, uvula ditengah, tonsil T1-T1 tenang, dinding
faring posterior tampak kemerahan.
3
2.4 Identifiksi Masalah
1. Ny. Susi, umur 25 tahun, datang ke dokter dengan keluhan tumama bersin-bersin,
hidung tersumbat dan keluar ingus encer sesjak 2 hari yang lalu.
2. Ny. Susi juga juga mengeluh matanya gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
bnyak air mata keluar. Pasien juga mengeluhkan susah tidur.
3. Ny. Susi juga mengatakan setiap kali mengkonsumsi udang dan terkena debu
langsung mengeluh bersin-bersin dan keluar ingus encer. Keluhan ini dirasakan
Ny. Susi sejak umur 5 tahun. Ayah Ny. Susi juga memiliki keluhan yang sama.
4. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: tampak sakit sedang, compos mentis
Vital sign: TD: 110/70 mmHg, N: 90x/menit reguler, isi dan tegangan cukup,
RR: 26x/menit T: 37oC
Wajah: terdapat garis kehitaman pada kulit di bawah palpebra inferior
5. Status THT:
- telinga : membrana timpani utuh, refleks cahaya +/+
- hidung : cavum nasi sempit, sekret (+/+) berwarna putih, konka hipertrofi
berwarna livid (pucat), massa (-)
- tenggorokan : arcus faring simetris, uvula ditengah, tonsil T1-T1 tenang,
dinding faring posterior tampak kemerahan.
ANATOMI
Hidung bagian luar (eksternal) merupakan bagian hidung yang terlihat.
Dibentuk oleh dua tulang nasal dan tulang rawan. Keduanya dibungkus dan dilapisi
4
oleh kulit dan sebelah dalamnya terdapat bulu-bulu halus (rambut) yang membantu
mencegah benda-benda asing masuk ke dalam hidung.
Kavum Nasalis (Nasal Cavity) adalah suatu lubang besar yang dipisahkan oleh
septum. Nares anterior adalah bagian terbuka yang masuk kedalam dari sebelah luar
dan posterior nares terbuka dengan cara yang sama pada bagian belakang, masuk
kedalam faring. Langit-langit dibentuk oleh tulang ethmoidalis pada bagian dasar
tengkorak dan lantai yang keras serta palatum lunak pada bagian langit-langit mulut.
Dinding lateral rongga dibentuk oleh maksila, konkanasalis tengah dan sebelah luar
tulang ethmoidalis yang tegak lurus dan vomertis, sementara bagian anterior
dibentuk oleh tulang rawan.
Tiga konka nasalis diproyeksikan kedalam rongga nasal pada setiap sisi
sehingga memperbesar luas bagian dalam hidung. Rongga hidung dilapisi oleh
membrane mukosa bersilia yang memiliki banyak pembuluh darah dan udara
dihangatkan setelah melewati epithelium yang mengandung banyak kapiler. Mucus
membasahi udara dan menangkap banyak debu dan silia menggerakan/memindahkan
mukus belakang kedalam faring untuk menelan dan meludah. Membrana mukosa
olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung
sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina
cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.
Ujung-ujung saraf indra penciuman terletak dibagian tertinggi rongga hidung
disekitar lembaran cribriform tulang ethmoidalis.
Beberapa tulang disekitar rongga dasar berlubang. Lubang didalam tulang
tersebut disebut sinus parasinalis, yang memperlunak tulang tengkorak,
memproduksi mukosa serosa dan berfungsi sebagai ruang bunyi suara, menjadikan
suara beresonansi. Sinus ini dilapisi oleh membrane mukosa yang bersambungan
dengan cavum nasi. Sinus maksilaris terletak dibawah orbit dan terbuka melalui
dinding lateral hidung. Sinus frontalis terletak diatas orbit kearah garis tengah tulang
frontalis. Sinus frontalis cukup banyak dan merupakan bagian tulang ethmoidalis
yang memisahkan lingkaran hidung dan sinus sfeinoidalis berada didalam tulang
5
sfenoidalis. Semua sinus paranasalis dilapisi oleh membrane bermukosa dan semua
terbuka kedalam rongga nasal, dimana mereka dapat terinfeksi. Ductus
nasolacrimalis, dibawah concha inferior. Pada bagian belakang, cavum nasi
membuka kedalam nasofaring melalui appertura nasalis posterior.
(Snell, 2006)
6
FISIOLOGI
HISTOLOGI
Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk
mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem
pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada
alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
7
1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan bronkiolus terminalis
2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.
Saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi :
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat
silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat
dilihat ada 5 macam sel
epitel respirasi yaitu sel
silindris bersilia, sel goblet
mukosa, sel sikat (brush
cells), sel basal, dan sel
granul kecil.
8
Rongga hidung
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di
sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam
vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa
nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat
konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka
media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi
oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel
olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius
(neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan
bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan
neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada
lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel
olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya
vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara
yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk
lebih jauh.
9
Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus
sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus
tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang
lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil
mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke
rongga hidung.
(Eroschenko, 2010)
b. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin dengan keluhan utama yang dihadapi?
Jawab:
Dalam hubungannya dengan jenis kelamin, jika rhinitis alergi terjadi pada masa
kanak-kanak maka laki-laki lebih tinggi dari pada wanita namun pada masa dewasa
prevalensinya sama antara laki-laki dan wanita. Dilihat dari segi onset rhinitis alergi
umumnya terjadai pada masa kanak-kanak, remaja da dewasa muda. Dilaporkan
bahwa rhinitis alergi 40% terjadi pada masa kanak-kanak. Pada laki-laki terjadi
10
antara onset 8-11 tahun, namun demikian rhinitis alergi dapat terjadi pada semua
umur.
(Meltzer, 2005).
11
menyebabkan masing-masing keluhan tersebut terjadi. Pada sinusitis, keluhan berupa
hidung tersumbat dapat terjadi akibat dorongan dan akumulasi cairan yang bersifat
radang pada sinus paranasalis. Pada pasien yang mengalami polip hidung juga dapat
ditemukan keluahan berupa hidung tersumbat akibat terbentuknya massa yang dapat
menutupi saluran pernafasan dalam hidung. Selain itu, rinitis juga memiliki tipe lain
selain alergi, yaitu rinitis vasomotor (memiliki keluhan yang sama dengan rinitis
alergi), namun pemicu atau etiologi penyakitnya yang berbeda.
f. Apa makna keluhan (bersin-bersin, hidung tersumbat dan keluar ingus encer) sejak 2
hari yang lalu beserta mekanismenya?
Jawab:
Kumpulan keluhan tersebut dapat dimaknai sebagai terjadinya alergi yang berulang
sejak 2 hari yang lalu begitu terpapar alergen.
Mekanisme bersin-bersin:
Terpapar alergen yang sama IgE mengikat alergen spesifik degranulasi
sel mast dan basophil mediator dilepaskan (histamine,PGD2, LTD4, LTC4,
bradikinin, PAF, GMCSF, IL-3, IL-4, IL5, IL-6) histamine merangsang reseptor
pada ujung saraf vidianus timbul rasa gatal di hidung bersin-bersin
12
Mekanisme hidung tersumbat
Allergen menempel pada mukosa hidung →allergen ditangkap makrofag/
monosit yang berperan sebagai APC dan diproses →APC melepaskan sitokin seperti
IL-1 yang mengaktifkan Th 0 untuk berproliferasi menjadi Th-1 dan Th-2 →Th-2
menhgasilkan sitokin IL-3,IL-4,IL-5 dan IL-13 →IL-4 dan IL-13 diikat reseptor
dipermukaan sel limfosit B→ sel limfosit B menjadi aktif dan menhasilkan IgE
→IgE diikat reseptor dipermukaan sel mast/basofil (sel mediator) sehingga menjadi
aktif →sel mediator tersensitisasi(bila mucus sudah tersensitisasi terpapar allergen)
→rantai IgE akan mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya
dinding sel) mastosit dan basofil akibat terlepasnya mediatoe kimia yang sudah
terbentuk terutama“histamine” →selain histamine juga dikeluarkan Newly Formed
mediator “Prostaglandin D2, Leukotrien D4,C4,E4, bradikinin, platelet activating
factor, sitokin dll→mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil
berikatan dengan reseptor berada diujung saraf, endotel pembuluh darah dan kelenjar
dimukosa hidung →Vaodilatasi sinusoid →hidung tersumbat (Soepardi E, Iskandar
N.2004).
13
factor, sitokin dll→mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil
berikatan dengan reseptor berada diujung saraf, endotel pembuluh darah dan kelenjar
dimukosa hidung →kelenjar mukosa dan sel goblet mengelami hipersekresi
→rinore (Keluar ingus encer)
(Soepardi, 2004), (Oliver, 2009).
2. Ny. Susi juga mengeluh matanya gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
banyak air mata keluar. Pasien juga mengeluhkan susah tidur.
a. Apa kemungkinan penyebab dari keluhan tambahan berupa (matanya gatal, yang
disertai dengan banyak air mata keluar dan juga mengeluh susah tidur)?
Jawab:
Penyebab timbulnya keluhan berupa mata gatal disetai dengan banyaknya air mata
yang keluar karena Ny. Susi mengalami konjungtivitis alergi akibat alergen tertentu
(inhalan, ingestan, injektan, dll).
Keluhan tersebut merupakan salah satu bentuk respon imun spesifik
terhadap suatu antigen yang disebut alergen, di mana alergen tersebut akan terikat
pada IgE dipermukaan sel mast, dan menginduksi suatu respon akut yang
diperantarai sel mast.Pajanan alergen pada konjungtiva akan mengakibatkan alergen
tersebutditangkap oleh IgE yang ada di permukaan sel mast. Hal ini akan
mengakibatkandegranulasi sel mast, sehingga sel mast mengeluarkan mediator-
mediator yangakan mengakibatkan gejala seperti gatal, mata merah berair, dan
bengkak, namun tidak sakit. Tahap ini disebut reaksi fase cepat. Setelah itu akan
terjadi reaksi fase lambat setelah 4-24 jam, yang ditandai dengan infiltrasi eosinofil,
neutrofil,limfosit, dan makrofag.8,9 Pada reaksi fase lambat ini, infiltrasi leukosit
yangdominan pada jaringan konjungtiva adalah eosinofil dan neutrophil.
14
b. Apa hubungan keluhan utama dengan mata gatal disertai banyak air mata dan susah
tidur?
Jawab:
Hubungan keluhan mata gatal disertai banyak air mata dan tidur adalah berasal dari
etiologi yang sama. Keluhan mata gatal disertai banyak air mata dan susah tidur
merupakan manifestasi klinis dari penyakit Rinitis Alergi.
Adapun manifestasi klinis dari rinitis alergi adalah:
1. Bersin
Bersin disebabkan oleh iritasi histamin pada saraf sensorik (trigeminus) di
mukosa hidung yang ditransmisikan ke pusat bersin di medulla oblongata. Efek
iritan dari histamin pada saraf sensorik dibangkitkan oleh alergi dan
menyebabkan bersin .
2. Pembengkakan mukosa hidung
Pembengkakan mukosa hidung disebabkan oleh edema pada mukosa hidung
akibat kebocoran plasma dan kongesti pembuluh darah mukosa. Aksi langsung
oleh mediator inflamasi seperti histamin, PAF, prostaglandin D2, kinin, dan
secara spesifik, eosinofil, memegang peranan penting pada pembengkakan
mukosa hidung yang diobservasi pada fase akhir. Fase awal rinitis alergi
disebabkan oleh reaksi antigen-antibodi tipe 1 IgE. Lalu, sel inflamasi yang
menginfiltrasi menyebabkan fase akhir. Iritasi antigen yang berlangsung terus
menerus menyebabkan lesi kronik
3. Rasa gatal pada hidung dan mata, disertai keluarnya air mata
4. Watery Rhinorrhea
Iritasi saraf sensorik pada mukosa hidung menyebabkan eksitasi saraf
parasimpatis, dan menyebabkan refleks bersin. Hal ini memicu pelepasan
asetilkolin oleh saraf parasimpatis. Histamin bertindak langsung pada pembuluh
darah mukosa hidung dan menyebabkan kebocoran plasma.
(Okubo et al, 2011)
15
Sedangkan keluhan susah tidur merupakan tanda bahwa Rhinitis Alergi yang diderita
berada pada fase sedang-berat.
Greiner, Hellings, Ratiroti, et al. (2011) menyebutkan bahwa klasifikasi rinitis
alergi berdasarkan ARIA (2001) ditentukan berdasarkan frekuensi terjadinya gejala
dan HRQL pasien:
c. Apa makna keluhan penyerta (matanya gatal, kadang-kadang disertai dengan banyak
air mata keluar)?
Jawab:
Pajanan alergen pada konjungtiva akan mengakibatkan alergen tersebut
ditangkap oleh IgE yang ada di permukaan sel mast. Hal ini akan mengakibatkan
degranulasi sel mast, sehingga sel mast mengeluarkan mediator-mediator yang akan
mengakibatkan gejala seperti mata gatal , kadang-kadang disertai dengan air mata
keluar. Akibat dari pelepasan mediator menyebabkan mempengaruhi kelenjar
lakrimasi pada mata sehingga menyebabkan keluarnya air mata dan mata terasa gatal.
16
Kemungkinan gangguannya meluas sampai saluran nasolakrimalis yang
mengakibatkan sumbatan pada saluran tersebut sehingga terkadang air mata Ny. Susi
banyak keluar. Histamin kemungkinan juga berperan dalam timbullnya rasa gatal
pada mata Ny. Susi.
17
Telah terjadi konjungtivitis alergi yang merupakan manifestasi respon imun
spesifik terhadap allergen dimana allergen tersebut akan terikat pada IgE
dipermukaan sel mast pada konjungtiva sehingga akan mengeluarkan mediator-
mediator yang mengakibatkan mata gatal dan banyak air mata keluar (Irawati, 2008).
3. Ny. Susi juga mengatakan setiap kali mengkonsumsi udang dan terkena debu
langsung mengeluh bersin-bersin dan keluar ingus encer. Keluhan ini dirasakan
Ny. Susi sejak umur 5 tahun. Ayah Ny. Susi juga memiliki keluhan yang sama.
a. Apa makna setiap kali mengkonsumsi udang dan terkena debu langsung mengeluh
bersin-bersin dan keluar ingus encer?
Jawab:
Maknanya Ny. Susi menderita rhinitis alergi perennial yang gejalanya timbul
intermiten atau terus-menerus, tanpa variasi musim. Penyebabnya adalah udang yang
merupakan kategori alergen ingestan karena masuk ke saluran cerna dan debu yang
merupakan alergen inhalan yang masuk dengan saluran pernapasan.
(Soepardi, 2012)
18
(IL-1) aktifasi Th0 Th0 berproliferasi menjadi Th-1 dan Th-2 →Th-2
menghasilkan sitokin (IL-3,IL-4,IL-5 dan IL-13) → IL-4 dan IL-13 berikatan dengan
reseptor dipermukaan sel limfosit B→ aktivasi sel limfosit B sel limfosit B
memproduksi IgE →IgE bersirkulasi di darah dan masuk ke jaringan IgE
berikatan dengan reseptornya dipermukaan sel mast/basofil (sel mediator) aktivasi
sel mast/basofil→ terbentuk sel mediator yang tersensitisasi mucosa tersensitisasi
(terpapar allergen yang sama)→rantai IgE akan mengikat allergen spesifik
degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil pelepasan mediator kimia
preformed mediator (terutama “histamine”, selain histamine juga dikeluarkan newly
Formed mediator “Prostaglandin D2, Leukotrien D4,C4,E4, bradikinin, platelet
activating factor, sitokin dll→mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan
basofil berikatan dengan reseptor H1 diujung saraf vidianus, vasodilatasi sinusoid,
hipersekresi kelenjar dimukosa dan sel goblet serta ↑ permeabilitas kapiler bersin-
bersin, ingus encer.
(Irawati dkk, 2014)
19
(Okubo et al, 2011)
c. Apa makna keluhan dirasakan Ny. Susi sejak umurnya 5 tahun?
Jawab:
Maknanya yaitu, keluhan yang dirasakan (bersin-bersin dan keluar ingus encer)
merupakan manifestasi klinis yang timbul akibat dari pajanan ke dua kalinya
terhadap alergen yang sama. Sebelum usianya menginjak 5 tahun, Ny. Susi pernah
terpajan alergen inhalan (debu) dan alergen ingestan (udang) yang menimbulkan
reaksi hipersensitivitas.
Manifestasi ini timbul diusianya yang menginjak 5 tahun dimungkinkan sebelumnya
pajanan tersebut masih dapat terkompensasi oleh pertahanan fisiknya berupa batuk
dan bersin saja.
20
d. Bagaimana hubungan keluhan utama yang dialami Ny. Susi dengan riwayat ayahnya
memiliki keluhan yang sama?
Jawab:
Penelitian menyebutkan bahwa kelompok anak dengan gangguan alergi pada
usia kurang dari 3 tahun yang menetap mempunyai predisposisi ibu atopi (asma,
rinitis alergi, dan dermatitis atopik). Penelitian Shah dan Bavat menyebutkan bahwa
peningkatan kadar IgE total pada tali pusat merupakan faktor risiko terjadinya alergi
pada anak usia 1 tahun.
Penelitian di Tasmania didapatkan hubungan yang signifikan antara asma
dengan riwayat alergi dalam keluarga dengan lebih dari 1 mayor gen yang sama.
Penelitian Moffat menyebutkan hubungan kromosom 11q dalam kehamilan sebagai
phenotype terhadap IgE spesifik dan IgE total.
Atopi adalah kecendrungan genetik untuk memproduksi IgE antobodi terpapar
alergen. Suatu studi epidemiologi keluarga menyokong kejadian alergi, bahwa faktor
genetik berpengaruh pada keluarga atopi. Bila salah satu keluarga memiliki penyakit
alergi, maka 25-40% anak akan menderita alergi. Bila kedua orang tua memiliki
riwayat alergi, maka risiko pada anak adalah 50-70%. Meskipun demikian, faktor
genetik bukanlah satu-satunya faktor risiko tentang kejadian alergi, melainkan ada
faktor lainnya.
(Spergel dan Schneider, 1999; Won Oh dkk., 2007)
e. Zat apa / kandungan apa yang terdapat dalam udang sehingga menimbulkan reaksi
alergi pada kasus ini?
Jawab:
Udang termasuk golongan crustacea, golongan crustacea terdiri dari lobster,
kepiting, udang, dan kerang. Udang mengandung beberapa alergen. Antigen II
dianggap sebagai alergen utama. otot udang mengandung glikoprotein otot yang
21
mengandung tropomiosin. Tropomiosin juga dapat menyebabkan reaksi silang antara
crustacea.
Histamin merupakan senyawa turunan asam amino histidin yang banyak
terdapat pada ikan dan seafood.Hampir semua ikan dan seafood mengandung
histamine.Udang mengandung banyak histamine. Histamin akan merangsang
reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung
dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet
mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore.
Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin
merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa
hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).
(Sudoyo dkk, 2012)
22
Manifestasi yang dapat ditimbulkan dari reaksi ini adalah berupa anafilaksis,
urtikaria, asma bronchial, atau dermatitis. Uji diagnortik yang dapat digunakan untuk
mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (tusukan atau intradermal) dan
ELISA untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen
(penyebab alergi) yang dicurigai.
Hipersensitivitas tipe II
23
Fagositosis sel target atau lisis sel target oleh komplemen, ADCC dan atua
antibodi
Pengeluaran mediator kimiawi
Timbul manifestasi (anemia hemolitik autoimun, eritoblastosis fetalis, sindrom
Good Pasture atau pemvigus vulgaris)
Hipersensitivitas tipe IV
24
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel
atau tipe lambat (delay-tipe). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan
oleh sel T dan makrofag. Dalam reaksi ini membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi
makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh
umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis,
hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat
kronis. Reaksi ini dibedakan menjadi beberapa reaksi, seperti Tuberkulin, reaksi
inflamasi granulosa, dan reaksi penolakan transplant. Mekanisme reaksi ini secara
umum adalah sebagai berikut :
Limfosit T tersensitasi
Pelepasan sitokin dan mediator lainnya atau sitotoksik yang diperantarai oleh sel
T langsung
Timbul menifestasi (tuberkulosis, dermatitis kontak, dan reaksi penolakan
transplant).
25
Pemeriksaan Kategori Interpretasi
Keadaan umum Tampak sakit sedang Abnormal
Compos mentis Kesadaran optimal
TD 110/70mmHg Normal
Nadi 90x/menit Normal
RR 26x/menit Takipnea
26
Faktor resiko kontak pertama dengan allergen makrofag atau monosit
menangkap allergen di mukosa hidung sel limfoit B aktif menghasilkan Ig
E menyebar secara hematogen masuk ke jaringan Ig E diikat oleh
basofil atau monosit basofil menjadi aktif menghasilkan mediator yang
sudah tersensitisasi Ig E mengiket allergen menjadi degranulasi mediator
kimia (histamine) dilepaskan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf
vidianus ke kelenjar mukosa dan sel goblet terjadi hipersekresi dan
hipermeabilitas kapiler meningkat sekresi yang berlebihan dari hidung
rinore (keluar ingus) hidung tersumbat vasodilatasi sinusoid hidung
tersumbat, statis vena sekunder bayangan gelap di daerah bawah mata
(Soepardi E, 2004).
5. Status THT:
- telinga : membrana timpani utuh, refleks cahaya +/+
- hidung : cavum nasi sempit, sekret (+/+) berwarna putih, konka hipertrofi
berwarna livid (pucat), massa (-)
- tenggorokan : arcus faring simetris, uvula ditengah, tonsil T1-T1 tenang, dinding
faring posterior tampak kemerahan.
a. Apa interpretasi dari hasil status THT?
Jawab:
Telinga membrana timpani utuh, Normal
refleks cahaya +/+
Hidung cavum nasi sempit, sekret Abnormal
(+/+) berwarna putih, konka (berkurangnya diamater
hipertofi berwarna livid lubang hidung akibat
(pucat), massa (-) hipertropi konka)
Tenggorokkan Arcus faring simetris, uvula dinding faring posterior
ditengah, tonsil T1-T1 tampak kemerahan =
27
tenang, dinding faring Abnormal (akibat
posterior tampak peradangan)
kemerahan.
28
alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan.
Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau
lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan
mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata
merah serta berair maka dinyatakan positif
Pemeriksaan Fisik : Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic
shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis
vena sekunder akibat obstruksi hidung. Selain itu, dapat ditemukan
juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi
bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering
digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada
pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna
pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan
banyak.Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung
yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat.Selain itu, dapat
pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang
berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media
(Irawati, 2008)
29
Gambaran allergic
shiner
30
Hidung tersumbat + + +
Rasa gatal pada hidung + - +/-
Gatal pada mata disertai + - +
keluarnya air mata (Gatal di bawah
mata)
Dipicu stressor dari luar + - -
(makanan, debu, udara)
Garis kehitaman pada + - -
kulit di bawah palpebra
inferior
31
dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai
konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.
1. Uji kulit cukit (Skin Prick Test) untuk mengetahui jenis allergen
2. IgE serum total, kadarnya meningkat 60% pada rhinitis alergi
3. IgE serum spesifik
4. Pemeriksaan sitologis/histologist
5. Tes provokasi hidung (Nasal Challenge Test)
6. Foto polos sinus paranasal /CT scan / MRI
(Sudoyo, 2012)
32
sehingga sulit menembus sawar darah otak. Bersifat selektif mengikat reseptor H-1
perifer dan tidak mempunyai efek antikolinergik, antiadreergik dan efek pada SSP
minimal (non-sedatif). Antihistamin diabsopsi secara oral dengan cepat dan mudah
serta efektif untuk mengatasi gejala pada respon fase cepat seperi rinore, bersin, gatal,
tetapi tidak efektif untuk mengatasi gejala obatruksi hidung pada fase lambat.
Antihistamin non-sedatif dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut keamanannya.
Kelompok pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek
kardiotoksik. Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung
yang tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel, henti jantung dan bahkan
kematian mendadak. Kelompok kedua adalahloradatin, setirisin, fexofenadin,
disloratadin dan levosetirisin.
Preparat simptomimetik golongan agonis adrenergic alfa dipakai sebagai
dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau
topical. Namun pemakaian secara topical hanya boleh untuk beberpa hari sah=ja untuk
menghindari terjadinya rhinitis medikamentosa.
Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat
respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah
kortikosteroid topical (beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason
furoat dan triamsinolon). Kortikosteroid topical bekerja untuk mengurangi jumlah sel
mastosit pada mukos hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil,
mengurangi aktivitas limfosit mencegah bocornya plasma. Hal ini menyebabkan epitel
hidung tidak hiperresponsif terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon fase
cepat dan lambat). Preparat sodium kromoglikat topical bekerja menstabilkan
mastosit(mungkin menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat.
Pada respon fase lambat, obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan
menghambat aktifasi sel netrofil, eosinofil, dan monosit. Hasil terbaik dapat dicapai
bila diberikan sebagai profilaksis.
33
Preparat antikolinergik topical adalah ipratropium bromide, bermanfaat untuk
mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sek
efektor.
Pengobatan baru lainnya untuk rhinitis alergi adalah anti laukotrien (zafirlukast/
monotelukast), anti IgE, DNA rekombian.
3. Operatif
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti
atau multi outfractured, inferior tubinoplasty perlu diperkirakan bila konka inferior
hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3
25% atau triklor asetat.
4. Imunoterapi
Cara penobatan ini dilakukan ada alergi inhalan dengan gelaja yang berat dan
sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil
memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking antibody dan
penurunan IgE, Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal
dan sub lingual.
( Soepardi E, Iskandar N.2007)
34
Jawab:
Dubia et bonam
2.6 Kesimpulan
Ny. Susi, 25 tahun mengalami bersin-bersin, hidung tersumbat, dan rhinorea serta keluhan
sulit tidur et causa rhinitis alergic intermitten derajat sedang-berat.
35
2.7 kerangka konsep
Alergi
DAFTAR PUSTAKA
36
Eroschenko, Vicror P. 2010. Atlas Histologi di Fiore. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Ganung Harsono,dkk. 2007. Faktor yang Menjadi Risiko pada Anak dengan Rinitis Alergi
di RSU dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Greiner, N.A., Hellings, P.W., Ratiroti, G., and Scadding, G.K. 2011. Allergic Rhinitis.
Lancet 2011;378:2112-22. Tersedia
di:http://search.proquest.com/docview/913119285/ fulltextPDF?accountid=50257
[Diakses 6 Juli 2015]
Guyton &. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 11. Jakarta: EGC.
Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono, N, 2008. Alergi Hidung dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI,
Irawati, Nina. dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala
dan Leher Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Meltzer E. Quality of life in patients with Allergic rhinitis. And Allergy Asthma
Immunology. Nov 2000;85(5):338-47; quiz 347- 348. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/134825-overviewURL [Accessed 6 Juli
2015].
Okubo, K. et al. 2011. Japanese Guideline for Allergic Rhinitis. Allergolint. 2011;60:171-
189. Tersedia di: http://ai.jsaweb.jp/pdf/060020171.pdf. [Diakses 6 Juli 2015]
37
Sudiro, Melati. Dkk. 2010. Jurnal Majalah Kedokteran Bandung Volume 42 No.1 :
Eosinofil Kerokan Mukosa Hidung Sebagai Diagnostik Rinitis Alergi. Tersedia di:
http:// journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/2/2
Sudoyo, dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam FKUI
38