Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot
ekstrim. Kebanyakan kasus nyeri karena fraktur sekarang di akibatkan oleh
tinggainya angka kecelakaan yang terjadi di jalan raya yang di akibatkan oleh
rendahnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan alat-alat yang
memenuhi standar keselamatan dalam berkendaraan. Seperti menggunakan
helm yang standar untuk pengendara sepeda motor dan menggunakan sabuk
pengaman untuk pengendara mobil. Klien dengan fraktur femur datang
dengan nyeri tekan akut, pembengkakan nyeri saat bergerak dan spasme otot.
Mobilitas atau kemampuan fisik klien untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari perubahan dan klien perlu belajar bagaimana menyesuaikan
aktivitas dan lingkungan untuk mengakomodasikan diri dengan menggunakan
alat bantu dan bantuan mobilitas.
Berdasarkan data-data tersebut di atas maka kelompok kami tertarik
untuk membahas kasus fraktur khususnya Fraktur Femur 1/3 Sinistra dan juga
untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah KMB dalam praktek klinik di
Ruang Lantai V Bedah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto
Jakarta.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran umum mengenai fraktur meliputi
konsep dasar (anatomi fisiologi, definisi, etiologi, patofisiologi, patoflow,
manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang, serta
penatalaksanaan medis), asuhan keperawatan secara teori (pengkajian,
diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi), tinjauan
kasus dan pembahasan kasus.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu:

1
a. Memahami konsep dasar dari “Fraktur Femur 1/3 distal Sinistra”
b. Melakukan pengkajian pada klien dengan “Fraktur Femur 1/3 distal
Sinistra”
c. Menentukan diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan
“Fraktur Femur 1/3 distal Sinistra”.
d. Menyusun rencana tindakan keperawatan dalam perawatan klien
dengan “Fraktur Femur 1/3 distal Sinistra”
e. Melakukan tindakan keperawatan berdasarkan rencana keperawatan
yang telah disusun pada klien dengan “Fraktur Femur 1/3 distal
Sinistra”
f. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah di implementasikan
pada klien dengan “Fraktur Femur 1/3 distal Sinistra”.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Anatomi Fisiologi Sistem
Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
mengukur pergerakan. Tulang manusia saling berhubungan satu dengan
yang lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi sistem
muskuloskeletal yang optimum. Aktivitas gerak tubuh manusia tergantung

2
pada efektifnya interaksi antara sendi yang normal unit-unit
neuromuskular yang menggerakkannya. Elemen-elemen tersebut juga
berinteraksi untuk mendistribusikan stress mekanik ke jaringan sekitar
sendi. Otot, ligamen, rawan sendi dan tulang saling bekerjasama dibawah
kendali sistem saraf agar fungsi tersebut dapat berlangsung dengan
sempurna.
a. Tulang
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak
pasif, proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh metabolisme
kalsium, mineral dan organ hemopoetik.
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah
mineral-mineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan).
Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit),
yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik
tulang disebut juga sebagai osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah
kolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegangan tinggi pada
tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa
proteoglikan seperti asam hialuronat.
1) Bagian-bagian dari tulang panjang yaitu:
a) Diafisis ( batang )
Merupakan bagian tengah tulang yang berbentuk
silinder, bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki
kekuatan yang besar.
b) Metafisis
Adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung
akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang
trabekula atau spongiosa yang mengandung, sumsum
merah.metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah
yang cukup luas untuk perlekatan tendon pada epifisis.
c) Epifisis
Lempeng epifisis adalah pertumbuhan longitudinal
pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada tulang

3
dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat dengan sendi
tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan
memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan
fibrosa yang disebut periosteum, yaitu: yang mengandung sel-
sel yang berproliferasi dan berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang. Pada tulang epifisis
terdiri dari 4 zone, yaitu:
 Daerah sel istirahat
Lapisan sel paling atas yang letaknya dekat dengan epifisis
 Zona proliferasi
Pada zona ini terjadi pembelahan sel, dan disinilah terjadi
pertumbuhan tulang panjang. Sel-sel yang aktif ini didorong
ke arah batang tulang, ke dalam daerah hipertropi.
 Daerah hipertropi
Pada daerah ini, sel-sel membengkak, menjadi lemah dan
secara metabolik menjadi tidak aktif.
 Daerah kalsifikasi provisional
Sel-sel mulai menjadi keras dan menyerupai tulang normal.
Bila daerah proliferasi mengalami pengrusakan, maka
pertumbuhan dapat terhenti dengan retardasi pertumbuhan
longitudinal anggota gerak tersebut atau terjasi deformitas
progresif bila terjadi hanya sebagian dari lempeng tulang yang
mengalami kerusakan berat.
Sebagaimana jaringan ikat lainnya, tulang terdiri dari
komponen matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-
serat kolagen dan protein non kolagen. Sedangkan sel tulang
terdiri dari:
 Osteoblas
Sel tulang yang bertagunag jawab terhadap proses formasi
tulang, yaitu; berfungsi dalam sintesis matrik tulang yang
disebut osteoid, suatu komponen protein dalam jaringan
tulang. Selain itu osteoblas juga berperan memulai proses

4
resorpsi tulang dengan cara memebersihkan permukaan
osteoid yang akan diresorpsi melalui berbagai proteinase
netral yang dihasilkan. Pada permukaan osteoblas, terdapat
berbagai reseptor permukaan untuk berbagai mediator
metabolisme tulang, termasuk resorpsi tulang, sehingga
osteoblas merupakan sel yang sangat penting pada bone
turnoven.
 Osteosit
Sel tulang yang terbenam didalam matriks tulang. Sel ini
berasal dari osteoblas, memilliki juluran sitoplasma yang
menghubungkan antara satu osteosit dengan osteosit lainnya
dan juga dengan bone lining cell di permukaan tulang.
Fungsi osteosit belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga
berperan pada trasmisi signal dan stimuli dari satu sel ke sel
lainnya. Baik osteoblas maupun osteosit berasal dari sel
mesenkimal yang terdapat di dalam sumsum tulang,
periosteum dan mungkin endotel pembuluh darah. Sekali
osteoblas mensintesis osteosid, maka osteoblas akan
berubah menjadi osteosit dan terbenam di dalam osteoid
yang disintesisnya.
 Osteoklas
Sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses resorpsi
tulang. Pada tulang trabekular osteoklas akan membentuk
cekungan pada permukaan tulang yang aktif yang disebut:
lakuna howship. Sedangkan pada tulang kortikal, osteoklas
akan membentuk kerucut sedangkan hasil resorpsinya
disebut: cutting cone, dan osteoklas berada di apex kerucut
tersebut. Osteoklas merupakan sel raksasa yang berinti
banyak, tetapi berasal dari sel hemopoetik mononuklear.

2) Faktor pertumbuhan osteogenik:


a) Hormon pertumbuhan (GH)

5
Hormon ini mempunyai efek langsung dan tidak
langsung terhadap osteoblas untuk meningkatkan remodeling
tulang dan pertumbuhan tulang endokondral. Efek
langsungnya yaitu: dengan melalui interaksi reseptor GH pada
permukaan osteoblas, sedangkan efek tidak langsungnya
melalui produksi insulin like growth faktor-1 (IGF)
b) TGF β
Merupakan polipeptida dengan BM 25.000. TGF β
berfungsimenstimulasi replikasi proteoblas, sintesis kolagen
dan resorpsi tulang dengan cara menginduksi opoptosis
osteoklas.
c) Fibroblas Growth Faktor (FGF)
FGF 1 dan 2 adalah polipeptida dengan BM 17000
yang berperan pada neovaskulrisasi, penyembuhan luka dan
resorpsi tulang. FGF 1 dan 2 akan merangsang replikasi sel
tulang sehingga populasi sel tersebut meningkat dan
memungkinkan tejadinya sintesis kolagen tulang.
d) Platelet-Derived Growth Faktor (PDGF)
Merupakan polipeptida dengan BM 3000 dan pertama
kali diisolasi dari trombosit dan diduga berperan penting pada
awal penyembuhan luka. PDGF berfungsi merangsang
replikasi sel dan sintesis kolagen tulang.
e) Vaskular Endotelial Growth Faktor (VEGF)
VEGF berperan sangat penting pada osifikasi
endokondral. Semua osifikasi endokondral, terjadi invasi
pembuluh darah ke dalam eawan sendi selama mineralisasi
matriks, opoptosis kondrosit yang hipertropik, degenerasi
matriks dan formasi tulang
3) Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon, antara lain :
a) Hormon Paratiroid
Mempunyai efek langsung dan segera pada mineral
tulang, menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan

6
bergerak memasuki serum. Disamping itu, peningkatan kadar
hormon paratiroid secara perlahan-lahan menyebabkan
peningkatan jumlah dan akttivitas osteoklas, sehingga terjadi
demineralisasi.
b) Hormon Pertumbuhan
GH tidak mempunyai efek langsung terhadap
remodeling tulang, tetapi melalui perangsangan IGF 1. Efek
langsung GH pada formasi tulang sangat kecil, karena sel-sel
tulang hanya mengekpresiksn reseptor GH dalam jumlah kecil.
c) Kalsitonin
Kalsitonin menyebabkan kontraksi sitoplasma
osteoklas dan pemecahan osteoklas menjadi sel mononuklear
dan menghambat pembentukan osteoklas.
d) Estrogen dan Androgen
Mempunyai peranan penting dalam maturasi tulang
yang sedang tumbuh dan mencegah kehilangan masa tulang.
Reseptor estrogen pada sel-sel tulang sangat sedikit
diekspresikan sehingga sulit diperlihatkan efek estrogen
terhadap resorpsi dan formasi tulang. Eatrogen dapat
menurunkan resorpsi tulang secara tidak langsung melalui
penurunan sintesis berbagai sitokin, seperti IL-1, TNF-α, IL-6.
e) Hormon Tiroid
Berperan merangsang resorpsi tulang, hal ini akan
menyebabkan pasien hipertiroidisme akan disertai
hiperkalsemia dan pasien pasca menopouse yang mendapat
supresi tiroid jangka panjang akan mengalami osteopenia.
f) 1,25-dehidroksivitamin D [1,25 (OH)2 D]
Merupakan vitamin D aktif yang berperan menjaga
hemostasis kalsium dengan cara meningkatkan absorpsi
kalsium di usus dan mobilisasi kalsium dan tulang pada
keadaan kalsium yang adekuat.

7
Di tulang, 1,25 (OH)2 D akan menginduksi monositik
stem cell di sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi
osteoklas. Setelah itu sel ini kehilangan kemampuannya untuk
bereaksi terhadap 1,25 (OH)2D.
Pada proses mineralisasi tulang 1,25 (OH)2 D berperan
dalam menjaga konsentrasi Ca dan P di dalam cairan
ekstraseluler sehingga deposisi kalsium hidroksiapatit pada
matriks tulang akan berlangsung baik.
4) Penyembuhan tulang
Ada beberapa tahap dalam penyembuhan tulang, antara lain:
a) Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon
yang sama dengan bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh.
Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi
pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung
fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya
pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh
makrofag. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap
inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
b) Proliferasi Sel
Dalam sekitar 5 hari, hematom akan mengalami
organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendolan
darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi
fibroblas dan osteoblast, yang akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patah tulang.
Terbentuknya jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan (osteoid)
dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar.
c) Pembentukan Kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang
rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah
terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan

8
jaringan fibrosa, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk
kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan
defek secara langsung berhubungan dengan pengrusakan
tulang dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3-4 minggu agar
fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan
fibrosa.
d) Osifikasi
Pembentukan kalus mengalami penulangan dalam 2-3
minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondral.
Mineral terus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu
dengan keras. Pada patah tulang orang dewasa normal,
penulangan memerlukan waktu 3sampai 4 bulan.
e) Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi
pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke
susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan
waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, tergantung
beratnyamodifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan
pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan konselus, serta
stress fungsional pada tulang

5) Nama-nama tulang pada tubuh


1. Cranium (tengkorak)
2. Mandibula (tulang rahang)
3. Clavicula (tulang selangka)
4. Scapula (tulang belikat)
5. Sternum (tulang dada)
6. Rib (tulang rusuk)
7. Humerus (tulang pangkal lengan)
8. Vertebra (tulang punggung)

9
9. Radius (tulang lengan)
10. Ulna (tulang hasta)
11. Carpal (tulang pergelangan tangan)
12. Metacarpal (tulang telapak tangan)
13. Phalanges (ruas jari tangan dan jari kaki)
14. Pelvis (tulang panggul)
15. Femur (tulang paha)
16. Patella (tulang lutut)
17. Tibia (tulang kering)
18. Fibula (tulang betis)
19. Tarsal (tulang pergelangan kaki)
20. Metatarsal (tulang telapak kaki)
b. Sendi
Pengertian sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang
memungkinkan tulang itu bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat
bergerak satu sama lain.
Secara anatomik, sendi di bagi menjadi 3 yaitu:
a) Sinartrosis
Sendi yang memungkinkan tulang-tulang yang berhubungan
dapat bergerak satu sama lain. Diantara tulan gyang saling
bersambungan tersebut terdapat jaringan yang dapat berupa jaringan
ikat (sindesmosis), seperti: pada tulang tengkorak, antara gigi dan
rahang, dan antara radius dan ulna, atau dapat juga dengan jaringan
tulang rawan kondrosis) misalnya: persambungan antara os ilium, os
iskium dan os pubikum.
b) Diartrosis
Sambungan antara 2 tulang atau yang memungkinkan
tulang-tulang tersebut bergerak sama lain. Diantara tulang-tulang
yang bersendi tersebut terdapat rongga yang disebut kavum
artikulare. Diartrosis disebut juga sendi sinovial. Sendi ini tersusun
atas bongol sendi (ligamentum). Berdasarkan bentuknya, diartrosis
dibagi menjadi:

10
 Sendi peluru misalnya: persendian panggul, glenohumeral yang
memungkinkan gerakan bebas penuh.
 Sendi engsel, memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu
arah dan contohnya pada persendian interfalang, humeroulnaris,
lutut.
 Sendi pelana, memungkinkan gerakan pada dua bidang yang
saling tegak lurus. Misalnya; persendian pada dasar ibu jari,
karpometakarpal.
 Sendi pivot yang memungkinkan rotasi untuk aktivitas,
misalnya: persendian antara radius dan ulna.
c) Amfiartrosis
Merupakan sendi yang memungkinkan tulang-tulang yang
saling berhubungan dapat bergerak secara terbatas, misalnya: sendi
sakroiliaka dan sendi-sendi antara korpus vertebra
1) Rawan Sendi
Rawan sendi merupakan jaringan avaskuler dan juga tidak
memiliki jaringan saraf, berfungsi sebagai bantalan terhadap beban
yang jatuh ke dalam sendi.
Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrosit) dan
matriks rawan sendi
a) Kondrosit
Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks
rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan
baik
b) Matriks rawan sendi
Terutama terdiri dari:
 Air
 Proteoglikan
Proteoglikan merupakan molekul yang kompeks yang
tersusun atas inti protein dan glikosaminoglikan.
Glikosaminoglikan yang menyusun proteoglikan tersusun dari
keratan sulfat, kondroitin-6-sulfat dan kondroitin-4-sulfat.

11
Bersama-sama dengan asam hialuronat, proteoglikan
membentuk agregat yang dapat menghisap air dan sekitarnya
sehingga mengembang sedemikian rupa dan membentuk
bantalan yang sesuai fungsi rawan sendi. Bagian proteoglikan
yang melekat pada asam hialuronat adalah terminal-N dari inti
proteinnya yang mungkin berperan dengan matriks ekstraseluler
lainnya.
 Kolagen
Kolagen yang terdapat di dalam rawan sendi terutama
adalah kolagen tipe II. Kolagen tipe II tersusun dari 3 alpha
yang membentuk gulungan tripel heliks. Kolagen berfungsi
sebagai kerangka bagi rawan sendi yang akan membatasi
pengembangan berlebihan agregat proteoglikan.
2) Membran Sinovial
Membran sinovial merupakan jaringan avaskuler yang melapisi
permukaan dalam kapsul sendi, tetapi tidak melapisi permukaan rawan
sendi. Membran ini licin dan lunak dan berlipat-lipat.
Walaupun banyak prmbuluh darah dan limfe di dalam jaringan
subsinovial, tetapi tidak satupun mencapai sinoviosit. Jaringan
pembuluh darah ini berperan dalam transfer konstituen darah ke dalam
rongga sendi dan pembentuk cairan sendi.
Sel sinovisit terdiri dari 3 tipe yaitu:
a) Sinoviosit tipe A
Mempunyai banyak persamaan dengan makrofag, dan
berfungsi melepaskan debris-debris sel dan material khusus lainnya
ke dalam rongga sendi
b) Sinovisit tipe B
Mempunyai banyak persamaan dengan fibroblas, berperan
mensintesis dan mengekresikan hialuronat yang merupakan zat
aditif dalam cairan sendi dan berperan dalam mekanisme lubrikasi,
dan juga berperan memperbaiki kerusakan sendi yang meliputi
produksi kolagen dan melakukan proses remodeling.

12
c) Sel C
Sebagian sinovisit yang mempunyai ultrastruktur antara sel
A dan sel B. Sinovium dan kapsul sendi diinervasi oleh
mekanoreseptor, pleksus saraf dan ujung bebas bebas yang tidak
dibungkus mielin. Ujung saraf ini merupakan neuron aferen primer
yang berfungsi sebagai saraf sensori dan memiliki neuropeptida
yang disebut substansi-P.
3) Cairan Sinovial
Karakteristik cairan sendi pada berbagai keadaan ditunjukan pada
tabel berikut :
Grup I
Sifat cairan Non Grup II Grup III
Normal
sendi inflamasi Inflamasi Septik

Volum(lutut,ml) < 3,5 > 3,5 > 3,5 > 3,5


Viskositas Sangat Tinggi Rendah Bervariasi
tinggi
Warna Tidak Kekuningan Kuning Tergantung
berwarna mikroorganisnya
Kejernihan Trasparan Transparan Transulen- Opak
opak
Bekuan musin Tak Tak mudah Mudah putus Mudah putus
mudah putus
putus
Leukosit /mm3 200 200-2000 2000-100.000 >500.000

Sel PMN(%)
< 25 <25 >50 >75
Kultur MO
Negatif Negatif Negatif positif

c. Otot
Otot merupakan jaringan tubuh yang mempunyai kemampuan
berkontraksi. Adanya otot akan memungkinkan tubuh untuk
menghasilkan suatu gerakan. Hampir 40% tubuh kita terdiri dari otot

13
rangka yang berjumlah ± 500 otot, sedangkan otot polos dan otot
jantung hanya 10% saja.
1) Karakteristik otot
Setiap otot memiliki 4 karakteristik:
a) Iritabilitas
Otot mempunyai kemampuan untuk menerima dan
merespon berbagai jenis stimulus. Otot dapat merespon
potensial aksi yang dialirkan oleh serabut saraf menjadi
stimulus elektrik yang dialirkan oleh serabut sarafmenjadi
stimulus elektrik yan gdialirkan secara langsung ke
permukaan-permukaan otot atau tendonnya.
b) Kontraktilitas
Apabila otot menerima stimulus otot memiliki
kemampuan untuk memendek.
c) Ekstensibilitas
Otot mampu memanjang baik pasif maupun aktif
d) Elastisitas
Setelah otot memendek atau memanjang, maka otot
mampu kembali pada kondisi normal atau istirahat baik dalam
hal panjang atau bentuknya.

2) Tipe otot
Terdapat 3 jenis jaringan otot yaitu :
a) Otot Polos
Otot ini terdapat pada saluran cerna dan pembuluh darah
dan diatur oleh sistem saraf otonom
b) Otot Jantung
Otot yang terdapat di jantung dan diatur oleh sistem saraf
otonom
c) Otot Lurik

14
Otot ini sebagian besar menempel ke tulang walaupun
dalam jumlah kecil menempel ke fascia, aponeurosis dan
tulang rawan. Otot lurik dikendalikan oleh kemauan
3) Struktur otot
Sel otot atau serabut otot rangka merupakan suatu silinder
panjang dan lurus mempunyai banyak inti. Serabut ini mempunyai
diameter antara 0,01-0,1 mm dan panjangnya sampai 30 cm. Inti
sel terdapat dalam sarkoplasma. Serabut otot dikelilingi oleh
selaput jaringan ikat yang disebut: endomisium. Serabut-serabut
otot ini akan membentuk fasikulus yang dibungkus oleh
parimisium. Pada sebagian besar otot, fasikulus-fasikulus ini terikat
bersama-sama oleh epimisium dan kadang-kadang bergabung
dengan fascia. Setiap serabut otot rangka terdiri dari ratusan
miofibril. Miofibril merupakan kumpulan dari ribuan filamen
miosin dan filamen aktin. Miosin berwarna gelap dan tebal
sedangkan akti tipis dan terang.
4) Mekanisme kontraksi otot
Pada saat kontraksi filamen aktin dan miosin saling
tumpang tindih sehingga Z line mejadi semakin dekat satu dengan
yang lainnya, sedangkan H zone semakin menyempit. Apabila otot
diregangkan maka ujung dari molekul aktin akan tertarik sehingga
hanya molekul miosin yang tertinggal pada H zone tampak lebih
terang dibandingkan saat kedua filamen tersebut saling tumpang
tindih. Kontraksi akan menyebabkan kedua filamen saling tumpang
tindih dan tampak lebih gelap.I band hanya terdiri dari molekul
aktin, pada saat kontraksi ujung myosin akan masuk ke daerah ini
sehingga terlihat lebih gelap. Pada saat kontraksi penuh seluruh
filamen aktin dan myosin saling tumpang tindih sehingga tidak ada
daerah yang terang.
Mekanisme tumpang tindih (sliding) yaitu kepala molekul
myosin akan melekat di satu tempat di molekul aktin membuat
lekukan dan menarik molekul aktin. Selanjutnya kepala tersebut

15
akan melepaskan diri dari molekul aktin dan lekukan pada kepala
tersebut kembali keposisi semula. Setiap gerakan myosin akan
menarik aktin tersebut hanya akan menyebabkan pergerakan yang
sedikit jaraknya, tetapi karena adanya sejumlah gerakan menarik
yang sangat cepat dari sejumlah mo;ekun myosin, maka akan
terjadi pemendekan otot.kepala miosin yang melekat ini disebut
cross bridge.
5) Tipe Kontraksi Otot
Kontraksi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
terbentuknya suatu respon tegangan otot terhadap stimulus
Terdapat 2 tipe kontraksi yaitu:
a) Kontraksi Isometriks
Kontraksi isometriks terjadi apabila tegangan di dalam
serabut otot tidak menyebabkan gerakan sendi. Isometrik
berarati panjang otot sama antara sebelum dan saat kontraksi.
Contoh: bila kita mendorong dinding yang tidak dapat
digerakkan.
b) Kontraksi Isotonik
Melibatkan kontraksi otot dan gerakan sendi. Pada
kontraksi isotonik tegangan tetap konstan sedang panjang otot
memendek.
c) Kontraksi konsentrik
Apabila otot menjadi aktif dan menghasilkan suatu
tegangan yang menyebabkan otot menjadi memendek dan
mengakibatkan gerakan.
Contoh: apabila otot fleksor lengan memendek yang
mengakibatkan siku menjadi fleksi.
d) Kontraksi eksentrik
Apabila lengan tersebut secara perlahan-lahan
menurunkan beban pada ujung lengan dari kondisi fleksi ke
relaksasi secara perlahan-lahan.
2. Definisi Fraktur

16
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Kapita Selekta
Kedokteran; 2000)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (R. Sjamsuhidayat dan
Wim de Jong,1998).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditemukan
sesuai jenis dan luasnya (Brunner dan suddarth, 2001).
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Sylvia Anderson Price. Lorraine Mc Carty Klilson, 1995).
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-
kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis.

Fraktur dapat dibagi menjadi:


a. Fraktur tertutup (closed), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open, compound), terjadi bila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di
kulit. Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat (menurut R.
Gustillo), yaitu:

1) Derajat I:
a) Luka < 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
c) Kontaminasi minimal
2) Derajat II:
a) Laserasi > 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas
c) Fraktur kominutif sedang
d) Kontaminasi sedang
3) Derajat III:
a) Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi
struktur kulit, otot, neurovascular serta kontaminasi derajat
tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas:
b) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,
meskipun terdapat laserasi luas, atau fraktur segmental/sangat

17
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka
c) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar
atau kontaminasi massif
d) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihat kerusakan jaringan lunak
Berbagai jenis khusus fraktur:
a. Fraktur komplet: patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah
tulang
c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai ke patahan tulang.
e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi
lainnya membengkak.
f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang)
j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau
tendo pada daerah perlekatannnya.
3. Berbagai Jenis Fraktur
Fraktur femur dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur mempunyai insiden yang cukup tinggi
di antara jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada
batang femur 1/3 tengah. Fraktur di daerah kaput, kolum, trokanter,
subtrokanter, suprakondilus biasanya memerlukan tindakan operatif.
b. Fraktur kolum femur
Dapat terjadi akibat trauma langsung, pasien terjatuh dengan
posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda
keras seperti jalanan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum
femur terjadi karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai
bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita usia tua yang
tulangnya sudah mengalami osteoporosis.
Selain diatas fraktur femur juga dapat dibagi menjadi:
a. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi,

18
panggul dan melalui kepala femur (capital fraktur)
1) Hanya di bawah kepala femur
2) Melalui leher dari femur
b. Fraktur Ekstrakapsuler
Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang
lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter. Terjadi di
bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokhanter kecil.

4. Etiologi

a. Trauma
b. Gaya meremuk
c. Gerakan puntir mendadak
d. Kontraksi otot ekstrem
e. Keadaan patologis: osteoporosis, neoplasma
f. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan
pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang
dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti
akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga
pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran
kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan
jaringan lunak yang luas.
b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan
benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering
dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet,
penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang

19
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang
tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat
rapuh.
5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis umum pada fraktur meliputi:


a. Luka pada daerah yang terkena membengkak dan disertai rasa sakit
b. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
c. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
d. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
e. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
f. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
Pada fraktur batang femur, terjadi:
a. Daerah paha yang patahntulangnya sangat membengkak, ditemukan
tanda fungsio laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak.
b. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau angulasi anterior,
endo/eksorotasi.
c. Ditemukan adanya pemendekan tungkai bawah
d. Pada fraktur 1/3 tengah femur, saat pemerikasaan harus diperhatikan
pulaadanya kemungkinan dislokasi sendi panggul dan robeknya
ligamentum di daerah lutut. Setelah itu periksa juga keadaan nervus
siatika dan arteri dorsalis pedis
Pada fraktur kolum femur, terjadi:
a. Pada pasien muda biasanya mempunyai riwayat kecelakaan berat,
sedangkan pasien tua biasanya hanya riwayat trauma ringan, misalnya
terpeleset
b. Pasien tak dapat berdiri karena sakit pada panggul
c. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan endorotasi
d. Tungkai yang cedera dalam posisi abduksi, fleksi, dan eksorotasi,
kadang juga terjadi pemendekan
e. Pada palpasi sering ditemukan adanya hematom di daerah panggul
f. Pada tipe impaksi biasanya pasien masih bisa berjalan disertai rasa
sakit yang tidak begitu hebat, tungkai masih tetap dalam posisi netral
6. Tahap Pembentukan Tulang
a. Tahap pembentukan hematom

20
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan
fibrin yang masuk kearea fraktur. Suplai darah meningkat,
terbentuklah hematom yang berkembang menjadi jaringan granulasi
sampai hari kelima.
b. Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari, hematom akan mengalami
organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah,
membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan
osteoblast yang akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrosa
dan tulang rawan.
c. Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen
patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrosa, tulang rawan
dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar frakmen tulang
tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrosa
d. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3
minggu patah tulang melalaui proses penulangan endokondrial.
Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu.
Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan
e. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan). Tahap akhir
dari perbaikan patah tulang
7. Patofisiologi
Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang
lebih besar dari yang dapat tulang serap. Fraktur itu sendiri dapat muncul
sebagai akibat dari berbagai peristiwa diantaranya pukulan langsung,
penekanan yang sangat kuat, puntiran, kontraksi otot yang keras atau
karena berbagai penyakit lain yang dapat melemahkan otot. Pada dasarnya
ada dua tipe dasar yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur, kedua
mekanisme tersebut adalah: Yang pertama mekanisme direct force dimana
energi kinetik akan menekan langsung pada atau daerah dekat fraktur. Dan

21
yang kedua adalah dengan mekanisme indirect force, dimana energi
kinetik akan disalurkan dari tempat tejadinya tubrukan ke tempat dimana
tulang mengalami kelemahan. Fraktur tersebut akan terjadi pada titik atau
tempat yang mengalami kelemahan.
Pada saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum
tulang dan daerah sekitar jaringan lunak akan mengalami gangguan.
Sementara itu perdarahan akan terjadi pada bagian ujung dari tulang yang
patah serta dari jaringan lunak (otot) terdekat. Hematoma akan terbentuk
pada medularry canal antara ujung fraktur dengan bagian dalam dari
periosteum. Jaringan tulang akan segera berubah menjadi tulang yang
mati. Kemudian jaringan nekrotik ini akan secara intensif menstimulasi
terjadinya peradangan yang dikarakteristikkan dengan terjadinya
vasodilatasi, edema, nyeri, hilangnya fungsi, eksudasi dari plasma dan
leukosit serta infiltrasi dari sel darah putih lainnya. Proses ini akan
berlanjut ke proses pemulihan tulang yang fraktur tersebut.

8. Patoflow

Trauma, proses patologi, penuaan, mal nutrisi


Rusak atau terputusnya kontinuitas tulang

Kerusakan jaringan Pembuluh Darah Serabut saraf


lunak dan kulit dan sumsum
tulang
22
Periosteum &
korteks tulang

Hematoma Hemoragi
Port Hilangnya
Serabut fragmen tulang
d’entry
saraf
Vasodilatasi hipovolemi
putus
eksudat plasma dan
Non Infeksi
migrasi leukosit Deformitas,
infeksi Kehilangan
hipotensi krepitasi,
Malunion inflamasi sensasi
pemendekan
Delayed union
Sembuh tulang
Supresi saraf Suply O2 ke Syndrom konus
otak nodularis:
nyeri menurun anestesia,ggn
defekasi, ggn Nyeri
Deformitas miksi,impotensi,hil
imobilisasi Shock angnya reflek anal
Gangguan hipovolemik, Intoleransi
Body image kesadaran aktivitas
menurun
Atrofi Kerusakan
otot integritas Kematian
kulit

9. Komplikasi
a. Komplikasi awal
1) Shock Hipovolemik/traumatik
Syok hipovolemik akibat perdarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun yang tak kelihatan) dan kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada berbagai
fraktur termasuk fraktur femur. Karena tulang merupakan organ
yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam
jumlah besar sebagai akibat trauma. Penanganan meliputi
mempertahankan volume darah, mengurangi nyeri yang diderita
pasien, memasang pembebatan yang memadai dan melindungi
pasien dari cedera lebih lanjut.
2) Sindrom kompartemen
Terjadi pada saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini disebabkan oleh karena:
- Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips/balutan yang menjerat

23
- Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (iskemi,
cedera remuk, toksik jaringan)
Kompartemen terdiri dari otot, tulang, saraf dan pembuluh darah
yang mengalami fibrosis dan fasia.
Tekanan kompartemen normal (< atau = 8 mmHg), jika di atas 30-
40 mmHg dapat merusak peredaran darah mikro. Manifestasi
klinik yaitu nyeri iskhemik yang terus menerus yang tidak dapat
dikontrol dengan analgesik, nyeri yang meningkat dengan turunnya
aliran arteri dan nyeri ketika dipalpasi atau dipindahkan, klien
mungkin akan mengalami kelemahan beraktivitas, paresthesia,
rendahnya/absent dari nadi, ekstremitas yang dingin dan pucat.
Perawatan yang dilakukan yaitu dengan memindahkan penyebab
dari kompresi, jika sindrom kompartmen disebabkan dari edema
atau pendarahan maka diperlukan fasciotomy, biasanya insisi
dibiarkan terbuka sampai berkurangnya bengkak, selama 2-3 hari
area tersebut dibungkus dengan longgar sehingga pemindahan kulit
terjadi. Sindrom kompartment juga dapat disebabkan klien yang
mengalami luka bakar yang hebat, injuri, gigitan berbisa atau
prosedur revascularisasi.
3) Kerusakan arteri
Terdiri dari contused, thrombosis, laserasi, atau arteri yang kejang.
Arteries dapat disebabkan ikatan yang terlalu ketat. Indikasi dari
kerusakan arteri antara lain absent/tidak teraturnya nadi, bengkak,
pucat, kehilangan darah terus menerus, nyeri, hematoma, dan
paralysis. Intervensi emergency yaitu pemisahan atau pemindahan
pembalut yang mengikatnya, meninggikan atau merubah posisi
dari bagian yang injuri, mengurangi fraktur/dislokasi, operasi.
4) Shock
Hypolemic shock merupakan masalah yang potensial karena
fragment tubuh dapat melaserasi pembuluh darah besar dan
menyebabkan pendarahan, klien yang beresiko tinggi yaitu klien
dengan fraktur femur dan pelvis.
5) Injuri saraf

24
Injuri saraf radial biasanya disebabkan fraktur humerus,
manifestasinya antara lain paresthesia, paralisis, pucat, ekstremitas
yang dingin, meningkatnya nyeri dan perubahan kemampuan untuk
menggerakkan ekstremitas
6) Volkmann’s iskhemik kontraktur
Komplikasi ini dapat menyebabkan lumpuhnya tangan atau lengan
bawah akibat fraktur, dimulai dengan timbulnya sindrom
kompartmen pada sirkulasi vena dan arteri. Jika tidak hilang,
tekanan dapat menyebabkan iskhemik yang berkepanjangan dan
otot secara bertahap akan digantikan dengan jaringan fibrosis
antara tendon dan saraf. Mati rasa dan paralisis juga sering terjadi.

7) Infeksi
Disebabkan kontaminasi fraktur yang terbuka atau terkena saat
dioperasi. Agen infeksi yang biasanya menimbulkan infeksi yaitu
pseudomonas. Tetanus atau gas gangren dapat meningkatkan resiko
infeksi. Infeksi gas gangren berkembang didalam dan
mengkontaminasi luka, gas gangren disebabkan bakteri anaerobik.
Pengkajian menunjukkan: turunnya Hb secara cepat; naiknya suhu
tubuh; nadi semakin cepat; nyeri; bengkak lokal secara tiba-tiba;
dan pucat.
Perawatan yang dapat dilakukan untuk kasus ini yaitu membuka
luka lebih lebar untuk membiarkan udara masuk dan mencegah
terjadinya drainase. Insisi multipel juga dapat dilakukan melewati
kulit dan fascia, jahitan dan materi gangren dihilangkan dan luka
diirigasi. Jika gangren tetap berkembang, amputasi mungkin
diperlukan
(Brunner, Suddarth; 2001)

b. Komplikasi lambat
1) Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan
biasanya lebih dari 4 bulan. Delayed Union merupakan kegagalan
fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang

25
untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah
ke tulang.
2) Non union
Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-
9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang
berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
3) Mal union
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada
perubahan bentuk). Malunion merupakan penyembuhan tulang
ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan
bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
4) Nekrosis avaskuler tulang
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang.
Tulang yang mati mengalami kolaps dan diganti oleh tulang yang
baru. Pasien mengalami nyeri dan keterbatasan gerak. Sinar X
menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.
5) Kekakuan sendi lutut
6) Gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur: menentukan lokasi, luasnya
fraktur/trauma
b. Scan tulang: menidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi), menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma
multiple)
Peningkatan SDP: respon stres normal setelah trauma
d. Arteriografi: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
e. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal

26
f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau
cedera hati

11. Penatalaksanaan Medis


Ada empat konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan
pada waktu menangani fraktur:
a. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian
kecelakaan dan kemudian di rumah sakit.
1) Riwayat kecelakaan
2) Parah tidaknya luka
3) Diskripsi kejadian oleh pasien
4) Menentukan kemungkinan tulang yang patah
5) Krepitus
b. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak
normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
1) Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual
dengan traksi atau gips
2) Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan
melalui pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat
misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.
c. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan
(gips/traksi)
d. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan
bersamaan dengan pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh
cidera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan
gerak dengan kruck).
Penatalaksanaan umum
a. Atasi syok dan perdarahan, serta dijaganya lapang jalan nafas
b. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri,
mencegah bertambahnya kerusakan jaringan lunak dan makin
buruknya kedudukan fraktur.
c. Fraktur tertutup:

27
1) Reposisi, diperlukan
anestesi. Kedudukan fragmen distal dikembalikan pada alligment
dengan menggunakan traksi.
2) Fiksasi atau
imobilisasi
Sendi-sendi di atas dan di bawah garis fraktur biasanya di
imobilisasi. Pada fraktur yang sudah di imobilisasi maka gips
berbantal cukup untuk imobilisasi.
3) Restorasi
(pengembalian fungsi)
Setelah imobilisasi akan terjadi kelemahan otot dan
kekakuan sendi, dimana hal ini diatasi dengan fisioterapi.
d. Fraktur terbuka:
1) Tindakan pada saat
pembidaian diikuti dengan menutupi daerah fraktur dengan kain
steril (jangan di balut)
2) Dalam anestesi,
dilakukan pembersihan luka dengan aquadest steril atau garam
fisiologis
3) Eksisi jaringan yang
mati
4) Reposisi
5) Penutupan luka
Masa kurang dari 6-7 jam merupakan GOLDEN PERIOD, dimana
kontaminasi tidak luas, dan dapat dilakukan penutupan luka primer.
6) Fiksasi
7) Restorasi

28
A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istirahat
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera fraktur itu sendiri atau terjadi secara
sekunder dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda : - Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).
- Takikardia (Respon stress, hipovolemia).
- Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi
cedera.
c. Neurosensori
Gejala : - Hilang gerakan/sensasi, spasme otot
- Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda: - Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi.
- Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau
trauma lain).
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : - Nyeri berat tiba-tiba pada saat ceder (mungkin terlokasasi
pada area jaringan/kerusakan tulang: dapat berkurang pada
imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
- Spasme/kram otot (setelah imobilisasi).

29
e. Keamanan
Gejala : - Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan
warna.
- Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba-tiba).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan
integritas tulang
2. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi, stress dan ansietas
3. Risiko tinggi perhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan penurunan/interupsi aliran darah/cedera vaskuler langsung,
edema berlebihan, pembentukan thrombus
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan
dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, perubahan sirkulasi, imobilisasi
fisik
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Diagnosa : risiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan
kehilangan integritas tulang.
Tujuan dan kriteria hasil:
1) Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
2) Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada
sisi fraktur
3) Menunjukkan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur dengan
cepat

30
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi
R: meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan
posisi/penyembuhan
2) Letakkan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien
pada tempat tidur ortopedik
R: tempat tidur yang lembut dapat membuat deformasi gips yang
masih basah, mematahkan gips yang sudah kering
3) Sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut
R: mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi
4) Pertahankan posisi atau integritas traksi
R: traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang
dan mengatasi tegangan otot untuk memudahkan posisi/penyatuan
5) Pertahankan katrol tidak terhambat dengan beban bebas
menggantung
R: jumlah beban traksi optimal dipertahankan
6) Kaji ulang tahanan yang timbul karena terapi
R: mempertahankan integritas tarikan traksi
7) Kaji integritas alat fiksasi eksternal
R: traksi Hoffman memberikan stabilisasi dan sokongan kaku
untuk tulang fraktur tanpa menggunakan katrol tali atau beban,
memungkinkan mobilitas/kenyamanan pasien atau besar dan
memudahkan perawatan luka
Kolaborasi
8) Kaji ulang foto
R: memberi bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses
penyembuhan untuk menentukan tingkat aktifitas dan kebutuhan
terapi
9) Berikan atau pertahankan stimulsi listrik bila digunakan
R: meningkatkan pertumbuhan tulang pada keterlambatan
penyembuhan

b. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan


fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi,
stress dan ansietas
Tujuan dan criteria hasil
1) Menyatakan nyeri hilang

31
2) Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam
aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
3) Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas
terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
Intervensi keperawatan
1) Kaji tanda-tanda vital klien
R: mengetahui keadaan umum pasien
2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips
R: menghilangkan nyei dan mencegah kesalahan posisi tulang yang
cedera
3) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
R: meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan
menurunkan nyeri
4) Hindari penggunaan bantal plastik/sprey di bawah ekstremitas
dalam gips
R: dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan
produksi panas dalam gips yang kering
5) Tinggikan penutup tempat tidur; pertahankan linen terbuka pada
ibu jari kaki
R: mempertahankan kehangatan tubuh tanpa ketidaknyamanan
karena tekanan selimut pda bagian yang sakit
6) Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan
karakteristik termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk
nyeri non verbal (perubahan pada tanda-tanda vital dan emosi)
R: mempengaruhi pilihan/keefektifan intervensi. Tingkat ansietas
dapat mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap nyeri
7) Selidiki adanya keluhan nyeri yang tidak biasa/tiba-tiba atau dalam,
lokasi progresif/buruk tidak hilang dengan analgesik
R: dapat menandakan terjadinya komplikasi contohnya infeksi,
iskemi jaringan, sindrom kompartemen
8) Beri obat sebelum perawatan aktifitas
R: meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan partisipasi

32
9) Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai
keperluan
R: menurunkan edema/pembentukan hematoma, menurunkan
sensasi nyeri
10) Berikan obat sesuai indikasi: narkotik dan analgesik non narkotik:
NSAID injeksi (ketoralak) dan atau relaksan otot, contoh
siklobenzaprin (flekseril), hidroksin (vistaril). Berikan narkotik
sekitar pada jamnya selama 3-5 hari
R: diberikan untuk menurunkan nyeri dan/atau spasme otot

c. Diagnosa : Risiko tinggi perhadap disfungsi neurovaskuler perifer


berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah/cedera vaskuler
langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus
Tujuan dan criteria hasil:
1) Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi,
kulit hangat/kering, sensasi normal, sensori biasa, tanda vital stabil,
dan haluaran urine adekuat untuk situasi individu
Intervensi:
1) Evaluasi adanya kualitas nadi perifer distal terhadap cedera melalui
palpasi
R: penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera
vaskuler dan perlunya evaluasi medic segera terhadap status
sirkulasi
2) Kaji aliran perifer, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur
R: kembalinya warna harus cepat (2-3 detik), warna kulit
menunjukkan gangguan arterial. Sianosis diduga ada gangguan
vena
3) Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi
motor/sensori. Minta pasien untuk melokalisasi
nyeri/ketidaknyamanan
R: gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan penyebaran
nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat
4) Pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera kecuali
dikontraindikasikan dengan meyakinkan adanya sindrom
kompartemen
R: meningkatkan drainase vena/menurunkan edema

33
5) Perhatikan keluhan nyeri ekstrem untuk tipe cedera atau
peningkatan nyeri pada gerakan pasif ekstremitas, terjadinya
parestesia, tegangan otot/nyeri tekan dengan eritema, dan
perubahan nadi distal.
R: perdarahan/pembentukan edema berlanjut dalam otot tertutup
dengan fasia ketat dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan
iskemia miositis atau sindrom kompartemen, perlu intervensi
darurat untuk menghilangkan tekanan/memperbaiki sirkulasi
6) Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba
R: dislokasi fraktur sendi dapat menyebabkan kerusakan arteri yang
berdekatan, dengan akibat hilangnya aliran darah ke distal
7) Dorong pasien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal cedera.
Ambulasi sesegera mungkin
R: meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah
khususnya pada ekstremitas bawah
8) Awasi tanda vital. Perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum,
kulit dingin, perubahan mental
R: ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem
perfusi jaringan
9) Berikan kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi
R: menurunkan edema/pembentukan hematoma, yang dapat
mengganggu sirkulasi
10) Pemeriksaan kogulasi, Hb/Ht
R: membantu dalam kalkulasi kehilangan darah dan membutuhkan
keefektifan terapi penggantian

d. Diagnosa : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan


rangka neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan
Tujuan dan criteria hasil:
1) Mempertahankan posisi fungsional
2) Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi
bagian tubuh
3) Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktifitas
Intervensi :
1) Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera
R: pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri tentang
keterbatasan fisik yang memerlukan informasi untuk meningkatkan
kemajuan kesehatan
2) Lakukan dan awasi rentang gerak pasif dan aktif

34
R: Mempertahankan kekuatan otot yang sakit, memudahkan
resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera
3) Bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda
R: menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan
penyembuhan dan normalisasi fungsi organ
4) Dorong peningkatan masukan cairan sampai 2000-3000 ml/hari
R: mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi
urinarius, pembentukan batu
5) Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral
R: pada cedera musculoskeletal nutrisi diperlukan untuk
penyembuhan dapat berkurang dengan cepat sering mengakibatkan
penurunan berat badan sebanyak 20-30 pon selama traksi tulang
6) Konsul dengan ahli terapi fisik
R: berguna dalam membuat aktifitas individu/program latihan
e. Diagnosa : Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan
berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, perubahan
sirkulasi, imobilisasi fisik
Tujuan dan criteria hasil :
1) Menyatakan ketidaknyamanan hilang
2) Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi
3) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
Intervensi :
1) Kaji kulit, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna,
kelabu
R: memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang
mungkin disebabkan oleh pemasangan gips
2) Masase kulit dan penonjolan tulang
R: menurunkan tekanan pada area yang peka dan risiko abrasi
3) Bersihkan kulit dengan sabun dan air
R: memberikan gips tetap kering, dan area bersih
4) Masase kulit sekitar akhir gips dengan alcohol
R: mempunyai efek pengering yang menguatkan kulit
5) Balik pasien dnegan sering untuk melibatkan sisi yang tak sakit
R: meminimalkan tekanan pada kaki dan sekitar tepi gips
f. Diagnosa : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi/tidak mengenal
sumber informasi
Tujuan dan criteria hasil:

35
1) Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan
2) Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
1) Kaji ulang patologi, prognosis, dan harapan yang akan datang
R: memberikan dasar pengetahuan pasien dan pasien dapat
membuat pilihan informasi
2) Dorong pasien untuk melakukan latihan aktif untuk sendi
R: mencegah kekakuan sendi, kontraktur, dan kelelahan otot
3) Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat
R: menurunkan risiko trauma tulang/jaringan dan infeksi yang
dapat berlanjut

4. EVALUASI
a. Mempertahankan stabilitas dan posisi fraktur
b. Menyatakan nyeri hilang
c. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
d. Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat
e. Meningkatkan/mempertahankan mobilitas fisik yang tinggi
f. Integritas kulit baik
g. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulent
h. Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan

36
BAB III
TINJAUAN KASUS
RESUME

Klien Tn. E usia 48 tahun, masuk RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat
pada hari kamis tanggal 19 Februari 2011. Klien mengatakan terjatuh saat
mengendarai sepeda motor ketika pulang kerja, klien pingsan dan dibawa ke RS
Fatmawati, dan baru sadar saat sudah di RS, klien mengalami luka pada kaki kiri
dan jari telunjuk tangan kiri, luka dibersihkan di RS Fatmawati, kemudian klien
dipindahkan ke RSPAD Gatot Subroto karena masih aktif menjadi anggota TNI.
Setelah dilakukan rontgen, klien didiagnosa fraktur femur 1/3 distal fragmented
sinistra, fraktur tibia, fibula 1/3 proximal sinistra, open fraktur phalang media
distal digiti 2 manus sinistra dan harus dilakukan tindakan pembedahan. Setelah
itu klien dirawat di Ruang Perawatan Bedah Lantai V. Klien di operasi
pemasangan ORIF pada femur, tibia, dan fibula sinistra pada tanggal 25 Februari
2011, kemudian post operasi dirawat di ICU sampai tanggal 26 Februari 2011.
Klien mendapatkan tranfusi darah PRC, Golongan darah B Rhesus (+) sebanyak
300 cc. Terdapat 3 luka post operasi di kaki kiri yang tertutup perban, luka post op
hari ke 14 dengan jumlah 3 sayatan, dimana sayatan pertama jumlah jahitan ± 44
jahitan di area femur sampai tibia, sayatan kedua jumlah jahitan ± 9 jahitan di area
genue atas, sayatan ketiga jumlah jahitan ± 11 jahitan di area genue bagian bawah.

37
Kedalaman luka post op ± 5 mm, luka mengalami perembesan pada perban, warna
rembesan kuning kecoklatan, bau khas darah. Untuk fraktur phalang medial distal
digiti 2 manus sinistra dilakukan operasi pada tanggal 11 maret 2011 dengan 2
jumlah jahitan, luka dibalut perban hari ke-4. Dilakukan perawatan luka 2x/hari.
Kondisi klien saat ini, keadaan umum baik, kesadaran composmentis, Tanda-tanda
vital, Tekanan Darah 120/80 mmHg, Nadi 88 x/menit, Suhu 36 oC, Respiratory
Rate 20 x/menit. Klien mempunyai riwayat fraktur femur dextra karena
kecelakaan pada tahun 1996. Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi di
kaki kiri. Klien mengatakan nyeri pada skala 7, klien mengatakan frekuensi nyeri
tidak tentu, klien mengatakan lamanya nyeri kurang lebih 10 menit, klien
menyatakan nyeri tumpul, klien mengatakan nyeri mulai dari paha kiri sampai
tungkai bawah kiri, klien mengatakan nyeri timbul pada saat latihan gerak dan
malam hari pada saat udara dingin, klien mengatakan bila nyeri minum obat
ponstan dan mengatur posisi, klien mengatakan di sekitar luka post op kaki kiri
terasa panas, klien mengatakan di sekitar luka post op kaki kiri terasa gatal, klien
mengatakan susah beraktivitas karena adanya luka post operasi pada kaki kiri dan
tangan kiri, klien mengatakan luka sering rembes setelah dibawa berjalan, klien
mengatakan bengkak pada lutut kaki kiri di area post operasi, klien mengatakan
tidak leluasa melakukan kegiatan seperti biasa, klien mengatakan butuh bantuan
untuk melakukan kegiatan tertentu, seperti berjalan, pindah tempat, mandi, ganti
pakaian, klien mengatakan kesemutan dan kebas pada tangan kiri dan kaki kiri,
klien mengatakan berjalan di bantu dengan tongkat, luka post op di genue
merembes pada perban, warna rembesan pada perban kuning kecoklatan, bau
rembesan post op pada kaki kiri khas darah, klien tampak menjaga area yang sakit
dari lingkungan sekitar, klien terlihat berhati-hati saat menggerakkan kaki kiri,
respon emosi klien tenang, nyeri tekan pada daerah post op kaki kiri (+), klien
rutin menggerakkan jari dan melatih kaki yang fraktur, klien tampak meringis
menahan sakit saat latihan rentang gerak aktif dan pasif, kesadaran composmentis,
klien terpasang IVFD NaCl 0,9% + Fosmicin 2 gr per drip, 20 tpm di tangan kiri,
cara berjalan : berjalan dengan tongkat, ROM : aktif dan pasif, genggaman
tangan/lepas : kuat pada tangan kanan, lemah pada tangan kiri, postur : tegap
dengan tongkat, terdapat deformitas pada kaki kiri, kaki kiri hanya dapat menekuk

38
75º, warna kulit sawo matang, pengisian kapiler : < 3 dtk, rentang gerak : terbatas
karena adanya fraktur di kaki kiri dan jari telunjuk tangan kiri, tremor kadang-
kadang pada tangan kiri bila terlalu lama dalam posisi telapak tangan telentang.
Contohnya saat ganti balutan di tangan, massa otot : baik, Kekuatan otot/ tonus
otot 5 5 5 5 5 5 5 4
5 5 5 5 3 3 3 3

Kebutuhan klien di bantu keluarga dan perawat seperti mandi, berganti baju,
berjalan, berpindah tempat, dan toileting. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 10
maret 2011 di dapat hasil:

 Hemoglobin : 10,2 g/dL (↓) (13-18 g/dl)


 Hematokrit : 32 % (↓) (40-52%)
 Eritrosit : 3,7 juta/uL (↓) (4,3-5,0 juta /uL)
 Leukosit : 15.600 /uL (↑) (4800-10800 / uL)
 Trombosit : 819.000 /uL (↑) (150000-400000)
 MCV : 87 fl (N) (80-96 fl)
 MCH : 27 pg (N) (27-32 pg)
 MCHC : 32 g/dL (N) (32-36 g/dl)
Klien mendapat therapy oral:
 Ponstan 3x1 bila nyeri
 Ranitidin 2x50 mg tiap 12 jam
 Vitamin 1x1 tiap 24 jam
Therapy injeksi
 Fosmicin 2x2gr tiap 12 jam
 Hipobach 2x200mg tiap 12 jam
 Ciprofloxacin 2x100ml tiap 12 jam
 Ranitidine 2x50mg tiap 12 jam
Sehingga muncul diagnosa keperawatan Gangguan rasa nyaman: nyeri b/d
terputusnya continuitas jaringan, Infeksi b/d masuknya mikroorganisme asing dan
prosedur invasive, keterbatasan mobilitas fisik b/d fraktur femur, Resiko tinggi
kontraktur b/d kehilangan integritas tulang dan imobilisasi.

39
1. Pengkajian
Informasi Umum
Nama : Tn. E
Tanggal Lahir : 28 Desember 1963
Umur : 48 tahun,
Jenis kelamin : laki-laki
Suku Bangsa : Batak
Tanggal masuk : 19 Februari 2011, Rujukan dari RS Fatmawati, Jakarta
Selatan
Sumber Informasi : Klien , Keluarga, dan Medikal Record
AKTIFITAS/ Pekerjaan : TNI
ISTIRAHAT Aktifitas/hobi : nonton TV, membaca, makan, kegiatan gereja .
Gejala “saya menghabiskan waktu di kantor dan di jalan, karena
(subjektif) macet dan tempat kerja jauh dari rumah. Berangkat subuh
pulang malam, sampai rumah sudah jam 9 malam”.
Aktifitas waktu luang : Berkumpul dengan keluarga.
Perasaan bosan / tidak puas : Ya , karena lama belum sembuh
Ketebatasan karena penyakit : Ya, klien tidak leluasa
melakukan kegiatan seperti biasa dan butuh bantuan untuk
kegiatan tertentu, seperti berjalan, mandi, ganti pakaian.
Tidur : 6-8 jam/malam. Tidur siang : jarang
Insomnia : tidak ada
Rasa segar saat bangun : Iya, jika tidur nyenyak

Tanda Respon terhadap aktifitas yang terobservasi : Cardiovaskuler,

40
(objektif) TD 120/80 mmHg , Pernapasan Vesikuler 20 x/menit.
Status mental : sadar/aktif
Pengkajian neuromuscular :
 Postur : tegap dengan bantuan tongkat.
 Tremor : Iya , kadang-kadang pada tangan kiri bila
terlalu lama dalam posisi yang sama. Contohnya saat
ganti balutan di tangan.
 Rentang gerak : terbatas karena adanya fraktur di kaki
kiri dan jari telunjuk tangan kiri
 Kekuatan otot / tonus otot : 5 5 5 5 5 5 5 4
5 5 5 5 3 3 3 3
 Deformitas : Iya , pada kaki kiri hanya dapat menekuk
75º

SIRKULASI Flebitis : Ya , pada lutut kaki kiri


Gejala Penyembuhan lambat : Ya, terutama pada daerah fraktur karena
(subjektif) masih keluar rembesan setelah 2 minggu post op ORIF.
Ekstremitas : bengkak pada lutut kaki kiri di area post ORIF
Batuk/ hemoptisis : Tidak
Perubahan frekuensi/jumlah urin : normal / ± 2,5 Liter / 24 jam
Kebas : Ya, kadang-kadang jari kaki kiri dan jari tangan kiri

Tanda TD : berbaring : 120/80 mmHg


(objektif) Nadi : radialis 88 x/menit, kualitas : kuat, irama : teratur
Auskultasi dada : ronki (-), wheezing (-)
DVJ : Tidak ada
Getaran Jantung : ada , normal
Ekstremitas : suhu : akral hangat
Warna kulit : sawo matang
Pengisian kapiler : < 3 detik
Kuku : kuku jari normal
Rambut : hitam dan tipis, Penyebaran : Merata

41
Membrane mukosa : lembab
Membrane bibir : kering
Punggung kuku : melengkung baik
Konjungtiva : anemis
Sklera : unikterik

INTEGRITAS Faktor stress : Terkadang memikirkan keadaannya yang lama


EGO tidak sembuh-sembuh
Gejala Cara mengatasi stress : bertukar pikiran dengan istri
(subjektif) Masalah financial : “tidak ada, karena semua biaya
ditanggung”
Status hubungan : Menikah
Faktor-faktor budaya : Hidup di daerah perkotaan
Agama : Kristen
Kegiatan Keagamaan : pergi ke gereja, selama perawatan di
RS klien tidak pernah ke gereja
Gaya hidup : Berkecukupan
Perubahan terakhir : Tidak ada
Perasaan ketidakberdayaan : Ya, karena pada kaki kiri masih
dalam pengobatan / masih nyeri bila digerakkan.

Tanda Status emosional : tenang


(objektif) Respon-respon fisilogis yang terobservasi : Klien aktif dan
mau berpartisipasi dalam proses pengobatan / perawatan

ELIMINASI Pola buang air besar : lancar/waktu tidak tentu


Gejala BAB terakhir : Tadi pagi (10 Maret 2011)
(subjektif) Karakter feces : Agak padat
Riwayat Perdarahan : Tidak
Hemoroid : Tidak ada
Konstipasi : kadang-kadang

42
Penggunaan lakstif : Tidak
Bola BAK : normal
Frekuensi : > 10x/24 jam
Karakteristik urin : kuning jernih

Tanda Nyeri tekan abdomen : Tidak


(objektif) Lembek/keras : lembek
Skala nyeri : Tidak ada
Teraba massa : tidak ada
Bising usus : aktif pada ke-4 kuadran, yaitu : 8 x/menit
Perubahan kandung kemih : Tidak ada
BAK terlalu sering : > 10x/24 jam karena klien banyak minum
± 3 L/24 Jam

MAKANAN/ Diit biasa (Tipe) : (Makanan biasa Tinggi kalori Tinggi


CAIRAN Protein)
Gejala Jumlah makanan per hari : 3 kali/24 jam
(subjektif) Pola diit : Pagi , siang , sore
Makan/masukan terakhir : Tadi pagi (10-03-2011)
Mual/muntah : Tidak ada
Alergi makanan : Tidak ada
Kehilangan selera makan : Iya , sejak operasi yang kedua
Masalah mengunyah/menelan : Tidak ada
Nyeri ulu hati/intoleransi makanan : Tidak ada
Gigi : klien hanya kumur-kumur dan jarang gosok gigi selama
di rawat di RS
Berat badan biasa : 70 kg.
Perubahan berat badan : turun 2 kg selama di RS
Penggunaan diuretic: tidak ada

Tanda Berat badan sekarang : 68 kg


(objektif) Tinggi badan : 165 cm

43
Bentuk tubuh : Tegap
Turgor kulit : Kering
Penampilan lidah : midline pink.
Membran mukosa : lembab
Kondisi gigi/gusi : ada caries
Edema : Pada lutut kaki kiri
Bunyi nafas : vesikuler
Bising usus : aktif pada ke-4 kuadran, yaitu 8 x/menit

HIGIENE Aktifitas sehari-hari : Tergantung sebagian (parsial care)


Gejala  Mobilitas : Tergantung
(subjektif)  Higiene : Dibantu perawat dan keluarga
 Toileting : dibantu perawat dan keluarga
 Makan : sendiri
 Berpakaian : dibantu keluarga dan perawat
 Waktu mandi yang diinginkan : pagi/sore
 Pemakaian alat bantu / Prostetik : Iya, klien
menggunakan alat bantu tongkat
 Bantuan diberikan oleh : keluarga dan perawat

Penampilan umum : sesuai dengan laki-laki yang berusia 48


Tanda
tahun, bersih , rambut sedikit beruban
(objektif)
Cara berpakaian : rapih (memakai kaos oblong dan celana
pendek)
Bau badan : tidak
Kondisi kulit kepala : baik

Rasa ingin pingsan/pusing : tidak ada


NEUROSENSORI
Sakit kepala : tidak ada
Gejala
Kesemutan/kebas/ kelemahan (lokasi) : kesemutan pada tangan
(subjektif)
kiri dan kaki kiri
Stroke / gejala sisa : tidak ada

44
Epilepsi : Iya ± 2 tahun yang lalu
Mata : baik. Telinga : baik
Hidung : Epitaksis : Tidak. Indera pendengaran : tidak ada
masalah

Tanda Status mental : sadar


(objektif) Terorientasi terhadap waktu, tempat, orang.
Kesadaran : Compos Mentis
Afek : perhatian.
Memori yang lama dan baru : jelas dan utuh
Kacamata : tidak, Kontak Lensa : Tidak
Bicara : jelas dan koheren
Genggaman tangan/lepas : kuat pada tangan kanan, lemah pada
tangan kiri
Postur : tegap dengan tongkat
Ukuran pupil : 2/2

NYERI/TIDAK Lokasi : kaki kiri


NYAMAN Intensitas : 7
Gejala Kualitas : Nyeri tumpul
(subjektif) Frekuensi : Tidak tentu
Durasi : ± 10 menit
Penjalaran : dari paha kiri sampai tungkai bawah kiri
Faktor pencetus : pada saat latihan gerak dan malam hari pada
saat udara dingin terasa ngilu
Cara mengatasi : minum obat ponstan, mengatur posisi, dan
tidur

Tanda Mengkerutkan muka : Iya saat latihan ROM aktif dan pasif
(objektif) Menjaga area yang sakit : Iya, menjauhkan area sakit dari
lingkungan sekitar, contohnya : saat ada orang yang mendekati
area yang sakit, klien akan menghindar dan tampak berhati-

45
hati dalam menggerakkan kaki kiri.
Penyempitan focus : negatif
Respon emosi : tenang, kadang tidur
Nyeri tekan pada daerah post op : (+)

PERNAFASAN Dipsnea : Tidak


Gejala Batuk : Tidak
(subjektif) Empisema : Tidak
Bronchitis : Tidak
Asma : Tidak
Tuberkulusis : Tidak
Perokok : Iya, 1 ½ bungkus / hari , lama merokok : ± 20 tahun
Penggunaan alat bantu nafas : Tidak
Oksigen : Tidak

Tanda Frekuensi pernafasaan : 20 x/menit


(objektif) Kedalaman : Normal
Simetris : di kedua lapang dada
Penggunaan otot-otot assesori : Tidak ada
Napas cuping hidung : Tidak ada
Bunyi napas : Vesikuler
Sianosis : Tidak ada
Jari tubuh : terdapat luka di jari telunjuk tangan kiri
Karakteristik sputum : Tidak ada
Fungsi mental/kegelisahan : sadar/terorientasi/rileks

KEAMANAN Alergi/sensitivitas : Tidak ada


Gejala Perubahan system imun sebelumnya : Tidak ada
(subjektif) Penyakit hubungan seksual : Tidak ada
Perilaku resiko tinggi : Tidak ada
Transfusi darah : Iya , setelah operasi pemasangan ORIF pada
kaki kiri di ruang ICU, mendapat tranfusi darah PRC,

46
Golongan darah B Rh (+) sebanyak 300 cc
Gambaran reaksi : Tidak ada aglutinasi
Riwayat cedera / kecelakaan : Iya , pernah mengalami fraktur
communitied femur dextra
Fraktur/dislokasi : ya, pada kaki kiri di area paha, atas dan
bawah lutut, serta jari telunjuk tangan kiri. Terdapat rembesan
pada perban setelah dibawa berjalan. Di sekitar luka post op
kaki kiri terasa panas dan gatal.
Arthritis/sendi tidak stabil : Iya, pada bagian lutut
Masalah punggung : Tidak ada
Perubahan pada tahi lalat : Tidak ada
Pembesaran nodus : Tidak ada
Gangguan penglihatan : Tidak ada
Kerusakan pendengaran : Tidak ada
Alat ambulatory : Iya, menggunakan tongkat untuk berjalan.

Tanda Suhu :36,20 C, Aksila


(objektif) Diaforesis : Tidak ada
Integritas kulit : terdapat luka post op ORIF di kaki kiri
Kemerahan : Ya
Jaringan parut : Tidak ada
Ulserasi : Tidak ada
Ekimosis : Tidak ada
Lepuh : Tidak ada
Laserasi : Tanggal operasi : 25 Februari 2011
Terdapat luka post operasi dengan jumlah 3 sayatan, dimana
sayatan pertama jumlah jahitan ± 44 pada area femur sampai
tibia, sayatan kedua jumlah jahitan ± 9 pada area genue bagian
atas, sayatan ketiga jumlah jahitan ± 11 pada area genue bagian
bawah. Kedalaman luka post op ± 5 mm, post op hari ke 14.
Operasi ke 2 dilakukan pada tanggal 11 maret 2011, luka
operasi di tangan kiri terdapat 2 jahitan bagian palang medial

47
distal digiti 2 manus sinistra, post op hari ke-4. Luka
merembes pada perban, warna rembesan kuning kecoklatan,
bau khas darah.
Kekuatan otot/ tonus otot: 5 5 5 5 5 5 54
5 5 5 5 3 3 3 3
Cara berjalan : berjalan dengan tongkat
ROM : aktif dan pasif
Paralisis/parastesial : Tidak ada

SEKSUALITAS Aktifitas melakukan hubungan seksual : tidak selama


Gejala perawatan di Rumah Sakit.
(subjektif) Rabas penis : Tidak ada
Gangguan prostat : Tidak
Vasektomi : Tidak
Melakukan Pemeriksaan sendiri : Iya
Prostoscopy / Pemeriksaan Prostat terakhir : Tidak ada
Testis : tidak ada masalah
Masalah/keluhan : Tidak ada

Tanda Pemeriksaan Testis : Tidak terkaji


(objektif) Kutil Genital / Lesi : Tidak terkaji

INTERAKSI Status perkawinan : Menikah


SOSIAL Lama : ± 20 tahun
Gejala Hidup dengan : Anak dan istri
(subjektif) Laporan masalah : Tidak ada
Masalah-masalah / stress : Tidak ada
Keluarga besar : Anak dan Istri
Orang pendukung lain : Teman dan keluarga
Peran dalam struktur keluarga : Kepala keluarga, Suami, Ayah
Masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit /
kondisi: Terbatas gerakan dan aktifitas

48
Perubahan bicara / penggunaan alat bantu komunikasi : tidak
ada
Adanya laringektomi : Tidak ada
\
Tanda Bicara : jelas, dapat dimengerti
(Objektif) Pola bicara : biasa / teratur
Penggunaan alat bantu bicara : Tidak ada
Komunikasi verbal/non verbal dengan keluarga/orang terdekat:
sering berbicara dengan anak dan istri
Pola interaksi keluarga (perilaku) : Klien dan istri saling
membuat komentar satu sama lain.

PENYULUHAN/ Bahasa dominan : Indonesia, melek huruf : Ya , Alphabet


PEMBELAJARAN Tingkat pendidikan : SMA
Gejala Faktor resiko keluarga : epilepsi
(subjektif) Obat yang di resepkan setelah operasi :
 Ponstan : 3x1 tab, tiap 8 jam
Indikasi : meredakan nyeri ringan hingga sedang pada
nyeri traumatic, otot dan pasca operasi
 Ranitidin : 2x1 amp , tiap 8 jam
Indikasi : tukak duodenum aktif, tukak lambung aktif
non maligna, kondisi hipersekresi patologis.
 Hypobach : 1x100 mg, tiap 24 jam selama 2 hari
(tanggal 14 dan 15 maret 2011)
Indikasi : infeksi pasca operasi, infeksi tulang dan
sendi, infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang
resisten terhadap gentamycin
 Ciprofloxacin : 2 x 100 ml, tiap 12 jam
Indikasi : Pencegahan infeksi anaerob pra dan pasca
operasi
 Fosmicin 2 gr/ drip NaCl 0,9% 20 tpm
Indikasi: pencegahan infeksi pada pembedahan

49
 Neurobid 1x1, tiap 24 jam
Indikasi: untuk masa pemulihan, meredakan nyeri,
mengembalikan kesegaran tubuh, kekurangan vit B1,
B6, B12.
Obat tanpa resep / bebas : tidak ada
Penggunaan alcohol (Jumlah / Frekuensi) : Iya , kadang-
kadang.
Diagnosa saat masuk per Dokter : Fraktur Femur
Alasan dirawat per pasien : Ingin dilakukan operasi
Riawayat keluhan terakhir : nyeri saat kaki yang fraktur
digerakkan.
Harapan pasien terhadap perawatan : “semoga penyakit saya
cepat sembuh dan bisa beraktifitas lag.i”

DATA FOKUS
Nama Klien : Tn. E Ruang Kamar : L V Bedah

50
Umur : 48 Tahun No RM : 077728
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
- Klien mengatakan nyeri pada - Klien post operasi ORIF di kaki kiri
luka post operasi di kaki kiri (operasi ke-1) hari ke-14
- Klien mengatakan nyeri pada - Klien post operasi ORIF di jari
skala 7 telunjuk kiri, (operasi ke-2) hari ke-4
- Klien mengatakan frekuensi - Terdapat luka post op ORIF pada
nyeri tidak tentu kaki kiri dan jari telunjuk tangan kiri
- Klien mengatakan lamanya - Operasi pertama tanggal 25 Februari
nyeri kurang lebih 10 menit 2011, Terdapat luka post operasi pada
- Klien menyatakan nyeri kaki dengan jumlah 3 sayatan,
tumpul dimana sayatan pertama jumlah
- Klien mengatakan nyeri mulai jahitan ± 44 pada area femur sampai
dari paha kiri sampai tungkai tibia, sayatan kedua jumlah jahitan ±
bawah kiri 9 pada area genue bagian atas,
- Klien mengatakan nyeri timbul sayatan ketiga jumlah jahitan ± 11
pada saat latihan gerak dan malam pada area genue bagian bawah.
hari pada saat udara dingin - Kedalaman luka post op di kaki kiri ±
- Klien mengatakan bila nyeri 5 mm
minum obat ponstan dan mengatur - Operasi kedua pada tanggal 11 maret
posisi 2011, luka operasi di jari tangan kiri
- Klien mengatakan di sekitar terdapat 2 jahitan bagian palang
luka post op kaki kiri terasa panas medial distal digiti 2 manus sinistra.
- Klien mengatakan di sekitar - Luka post op di genue merembes
luka post op kaki kiri terasa gatal pada perban
- Klien mengatakan susah - Warna rembesan pada perban kuning
beraktivitas karena adanya luka kecoklatan
post operasi pada kaki kiri dan - Bau rembesan post op pada kkai kiri
tangan kiri khas darah
- klien mengatakan luka sering - Klien tampak menjaga area yang sakit
rembes setelah dibawa berjalan dari lingkungan sekitar
- Klien mengatakan bengkak - Klien terlihat berhati-hati saat
pada lutut kaki kiri di area post menggerakkan kaki kiri

51
operasi - Respon emosi klien tenang
- Klien mengatakan tidak leluasa - Nyeri tekan pada daerah post op kaki
melakukan kegiatan seperti biasa kiri (+)
- Klien mengatakan butuh - Klien rutin menggerakkan jari dan
bantuan untuk melakukan kegiatan melatih kaki yang fraktur
tertentu, seperti berjalan, pindah - Klien tampak meringis menahan sakit
tempat, mandi, ganti pakaian saat latihan rentang gerak aktif dan
- Klien mengatakan kesemutan pasif
dan kebas pada tangan kiri dan - Kesadaran composmentis
kaki kiri - TTV :
- Klien mengatakan berjalan di - Tekanan Darah : 120/80
bantu dengan tongkat mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Suhu : 36º C
- Respiratory rate : 20 x/menit
- Hasil lab ( 10/03/11)
Darah rutin :
- Hemoglobin : 10,2 g/dl
- Hematokrit : 32 %
- Leukosit: 15.600 u/L
- Trombosit : 819.000 u/L
- Eritrosit: 3,7 Jt/uL
- MCV : 87 fl
- MCH: 27 pg
- MCHC : 32 g/dl
- Klien terpasang IVFD NaCl
0,9% + Fosmicin 2 gr per drip, 20
tpm di tangan kiri
- Cara berjalan : berjalan dengan
tongkat
- ROM : aktif dan pasif
- Genggaman tangan/lepas : kuat

52
pada tangan kanan, lemah pada
tangan kiri
- Postur : tegap dengan tongkat
- Terdapat deformitas pada kaki
kiri
- Kaki kiri hanya dapat menekuk
75º
- Warna kulit sawo matang
- Pengisian kapiler : < 3 dtk
- Rentang gerak : terbatas karena
adanya fraktur di kaki kiri dan jari
telunjuk tangan kiri.
- Tremor kadang-kadang pada
tangan kiri bila terlalu lama dalam
posisi telapak tangan telentang.
Contohnya saat ganti balutan di
tangan.
- Massa otot : baik
- Kekuatan otot/ tonus otot
- 5 5 5 5 5 5 5 4
5 5 5 5 3 3 3 3
- Kebutuhan klien di bantu
keluarga dan perawat seperti mandi,
berganti baju, berjalan, berpindah
tempat, dan toileting

53
ANALISA DATA
Nama klien : Tn. E Ruang Kamar : L V BEDAH
Umur : 48 tahun No. RM : 077728

No Data Masalah Etiologi


1 DS: Gangguan rasa Terputusnya
- Klien mengatakan nyeri pada luka nyaman: nyeri continuitas
post operasi di kaki kiri jaringan
- Klien mengatakan nyeri pada skala
7
- Klien mengatakan frekuensi nyeri
tidak tentu
- Klien mengatakan lamanya nyeri
kurang lebih 10 menit
- Klien menyatakan nyeri tumpul
- Klien mengatakan nyeri mulai dari
paha kiri sampai tungkai bawah kiri
- Klien mengatakan nyeri timbul pada
saat latihan gerak dan malam hari pada
saat udara dingin
- Klien mengatakan bila nyeri minum
obat ponstan dan mengatur posisi

DO:
- Klien tampak meringis menahan sakit
saat latihan rentang gerak aktif dan pasif
- Klien tampak menjaga area yang sakit
dari lingkungan sekitar
- Klien terlihat berhati-hati saat
menggerakkan kaki kiri
- Respon emosi klien tenang
- Nyeri tekan pada daerah post op kaki

54
kiri (+)
- TTV :
- TD : 120/80 mmHg
- N : 88 x/menit
- Sh : 36º C
- RR : 20 x/menit
2 DS : Infeksi Masukkannya
- Klien mengatakan luka sering mikroorganisme
rembes pada perban setelah dibawa asing dan
berjalan prosedur invasif
- Klien mengatakan di sekitar luka
post op kaki kiri terasa panas
- Klien mengatakan di sekitar luka
post op kaki kiri terasa gatal
- Klien mengatakan bengkak pada
lutut kiri di area post operasi
DO :
- Klien post operasi ORIF di kaki kiri
(operasi ke-1) hari ke-14
- Klien post operasi ORIF di jari telunjuk
tangan kiri, (operasi ke-2) hari ke-4
- Terdapat luka post op ORIF pada kaki
kiri dan jari telunjuk tangan kiri
- Operasi pertama tanggal 25 Februari
2011, Terdapat luka post operasi dengan
jumlah 3 sayatan, dimana sayatan
pertama jumlah jahitan ± 44 pada area
femur sampai tibia, sayatan kedua
jumlah jahitan ± 9 pada area genue
bagian atas, sayatan ketiga jumlah
jahitan ± 11 pada area genue bagian
bawah.
- Kedalaman luka post op kaki kiri ± 5

55
mm
- Operasi kedua pada tanggal 11 maret
2011, luka operasi di jari tangan kiri
terdapat 2 jahitan bagian palang medial
distal digiti 2 manus sinistra.
- Luka post op di genue merembes pada
perban
- Warna luka pada perban kuning
kecoklatan
- Bau luka post op kaki kiri khas darah
- klien terpasang IVFD Nacl 0,9% +
Fosmicin 2 gr drip, 20 tpm
- TTV :
- TD : 120/80 mmHg
- N : 88 x/menit
- Sh : 36º C
- RR : 20 x/menit
- Hasil lab ( 10/03/11)
Darah rutin :
- Hb : 10,2 g/dl
- Ht : 32 %
- Leuko: 15.600 u/L
- Trombo : 819.000 u/L
- Eritrosit: 3,7 Jt/uL
- MCV : 87 fl
- MCH: 27 pg
- MCHC : 32 g/dl

3 Ds : Keterbatasan Fraktur femur


- Klien mengatakan susah beraktivitas mobilitas fisik
karena adanya luka post op pada kaki
kiri, dan tangan kiri
- Klien mengatakan tidak leluasa

56
melakukan kegiatan seperti biasa
- Klien mengatakan butuh bantuan
untuk melakukan kegiatan tertentu,
seperti berjalan, berpindah tempat,
mandi, ganti pakaian
- Klien mengatakan kesemutan dan
kebas pada tangan kiri dan kaki kiri
- Klien mengatakan berjalan di bantu
dengan tongkat
Do :
- Klien terpasang IVFD NaCl 0,9% +
Fosmicin drip, 20 tpm di tangan kiri
- Kebutuhan klien di bantu keluarga
dan perawat seperti mandi, berganti
baju, berjalan, berpindah tempat, dan
toileting
- Cara berjalan : berjalan dengan
tongkat
- ROM : aktif dan pasif
- Genggaman tangan/lepas : kuat pada
tangan kanan, lemah pada tangan kiri
- Postur : tegap dengan tongkat
- Terdapat deformitas pada kaki kiri
- Kaki kiri hanya dapat menekuk 75º
- Warna kulit sawo matang
- Pengisian kapiler : < 3 dtk
- Rentang gerak : terbatas karena
adanya fraktur di kaki kiri dan jari
telunjuk tangan kiri.
- Tremor kadang-kadang pada tangan
kiri bila terlalu lama dalam posisi
telentang. Contohnya saat ganti balutan

57
di tangan.
- Massa otot : baik
- Kekuatan otot / tonus otot
- 5 5 5 5 5 5 5 4
5 5 5 5 3 3 3 3

4 Ds : Risiko tinggi kehilangan


- Klien mengatakan susah beraktivitas kontraktur integritas tulang
karena adanya luka post operasi pada dan imobilisasi
kaki kiri
- Klien mengatakan bengkak pada
lutut kaki kiri di area post operasi
- Klien mengatakan kesemutan dan
kebas pada tangan kiri dan kaki kiri
- Klien mengatakan tidak leluasa
melakukan kegiatan seperti biasa
Do :
- Klien post operasi ORIF hari ke-14
- Klien post operasi ORIF di kaki kiri
(operasi ke-1) hari ke-14
- Klien post operasi ORIF di jari telunjuk
tangan kiri, (operasi ke-2) hari ke-4
- Terdapat luka post op ORIF pada kaki
kiri dan jari telunjuk tangan kiri
- Klien rutin menggerakkan jari dan
melatih kaki yang fraktur
- Klien tampak meringis menahan sakit
saat latihan rentang gerak aktif dan pasif
- Nyeri tekan pada daerah luka post op
(+)
- Cara berjalan : berjalan dengan
tongkat
- ROM : aktif dan pasif

58
- Genggaman tangan/lepas : kuat pada
tangan kanan, lemah pada tangan kiri
- Postur : tegap dengan tongkat
- Terdapat deformitas pada kaki kiri
- Kaki kiri hanya dapat menekuk 75º
- Warna kulit sawo matang
- Pengisian kapiler : < 3 dtk
- Rentang gerak : terbatas karena
adanya fraktur di kaki kiri dan jari
telunjuk tangan kiri.
- Tremor kadang-kadang pada tangan
kiri bila terlalu lama dalam posisi
telentang. Contohnya saat ganti balutan
di tangan.
- Massa otot : baik
- Kekuatan otot 5 5 5 5 5 5 5 4
5 5 5 5 3 3 3 3

59
2. Diagnosa Keperawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama klien : Tn. E Ruang Kamar : L V BEDAH
Umur : 48 tahun No. RM : 077728

No Diagnosa Keperawatan

1 Gangguan rasa nyaman: nyeri b/d terputusnya continuitas


jaringan

2 Infeksi b/d masuknya mikroorganisme asing dan prosedur


invasive

3 keterbatasan mobilitas fisik b/d fraktur femur

4 Risiko tinggi kontraktur b/d kehilangan integritas tulang


dan imobilisasi

60
3. Intervensi Keperawatan
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Tn.E Ruang : L. V Bedah


Umur : 48 tahun No. RM : 077728

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional


1 Gangguan rasa nyaman nyeri b/d terputusnya continuitas Tujuan: 1.
jaringan ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan Pertahankan imobilisasi di bagian yang
Ds: keperawatan selama 4x24 jam sakit dengan tirah baring dan bebat
- Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi di diharapkan nyeri berkurang R/: menghilangkan nyeri dan
kaki kiri sampai dengan hilang mencegah kesalahan posisi tulang
- Klien mengatakan nyeri pada skala 7 Kriteria Hasil: 2.
- Klien mengatakan frekuensi nyeri tidak tentu - Skala nyeri 4-6 Tinggikan dan dukung ekstremitas yang
- Klien mengatakan lamanya nyeri kurang lebih 10 - Klien tenang dan nyaman terkena
menit - Klien dapat mengontrol R/: meningkatkan aliran balik vena,
- Klien menyatakan nyeri tumpul nyeri menurukan edema dan nyeri
- Klien mengatakan nyeri mulai dari paha kiri sampai - TTV dalam batas normal 3.
tungkai bawah kiri Evaluasi keluhan nyeri
- Klien mengatakan nyeri timbul pada saat latihan R/: mempengaruhi pilihan keefektifan

61
gerak dan malam hari pada saat udara dingin intervensi
- Klien mengatakan bila nyeri minum obat ponstan dan 4.
mengatur posisi Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Do: untuk mengurangi nyeri
- Klien tampak meringis menahan sakit saat latihan rentang R/: membantu menurunkan tegangan
gerak aktif dan pasif dan mengurangi nyeri
- Klien tampak menjaga area yang sakit dari lingkungan 5.
sekitar Berikan posisi yang nyaman, posisi
- Klien terlihat berhati-hati saat menggerakkan kaki kiri semifowler
- Respon emosi klien tenang R /: meningkatkan ekspansi dada
- Nyeri tekan pada daerah post op kaki kiri (+) maksimal, membuat memudah
- TTV : bernafas, yang meningkatkan
- TD : 120/80 mmHg kenyamanan.
- N : 88 x/menit 6.
- Sh : 36º C Berikan lingkungan yang tenang
- RR : 20 x/menit R /: memberi kenyamanan dan
meningkatkan istirahat
7.
Ukur TTV

62
R/ : mengetahui keadaan umum klien
8.
Kolaborasi pemberian analgetik
R/ : membantu menghilangkan nyeri

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional


2 Infeksi b/d masuknya mikroorganisme asing dan prosedur Tujuan: 1.
invasif ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan Kaji kulit, perhatikan keluhan
DS : keperawatan selama 4x24 jam peningkatan nyeri/ rasa terbakar atau
- Klien mengatakan luka sering rembes pada perban perluasan infeksi tidak terjadi adanya edema, eritema, drainase,
setelah dibawa berjalan Kriteria Hasil: bau tidak enak
- Klien mengatakan di sekitar luka post op kaki kiri - Tanda-tanda infeksi pada R/: mengindikasikan timbulnya
terasa panas luka seperti tumor, kalor, infeksi
- Klien mengatakan di sekitar luka post op kaki kiri dolor, rubor dan fungsio lesia 2.
terasa gatal berkurang sampai dengan Berikan perawatan luka sesuai prosedur
- Klien mengatakan bengkak pada lutut kiri di area hilang R/: mencegah kontaminasi dan
post operasi - Luka kering kemungkinan infeksi

63
DO : - Tidak ada rembesan pada 3.
- Klien post operasi ORIF di kaki kiri (operasi ke-1) hari perban Observasi luka untuk pembentukan bula,
ke-14 - Luka tidak berbau busuk krepitasi, perubahan warna kulit
- Klien post operasi ORIF di jari telunjuk tangan kiri, kecoklatan, bau drainase yang tidak
(operasi ke-2) hari ke-4 enak
- Terdapat luka post op ORIF pada kaki kiri dan jari R/: tanda perkiraan infeksi gas
telunjuk tangan kiri gangren
- Operasi pertama tanggal 25 Februari 2011, Terdapat luka 4.
post operasi dengan jumlah 3 sayatan, dimana sayatan Kaji tonus otot, reflex tendon dalam dan
pertama jumlah jahitan ± 44 pada area femur sampai kemampuan berbicara
tibia, sayatan kedua jumlah jahitan ± 9 pada area genue R/: kekakuan otot, spasme tonik otot
bagian atas, sayatan ketiga jumlah jahitan ± 11 pada area rahang dan disfasia menunjukkan
genue bagian bawah. terjadinya tetanus
- Kedalaman luka post op kaki kiri ± 5 mm 5.
- Operasi kedua pada tanggal 11 maret 2011, luka operasi Ukur TTV
di jari tangan kiri terdapat 2 jahitan bagian palang medial R/ : mengetahui keadaan umum
distal digiti 2 manus sinistra. klien
- Luka post op di genue merembes pada perban 6.
- Warna luka pada perban kuning kecoklatan Kolaborasi dalam pengawasan

64
- Bau luka post op kaki kiri khas darah laboratorium
- klien terpasang IVFD Nacl 0,9% + Fosmicin 2 gr drip, 20 R/: mengawasi tanda-tanda infeksi
tpm (leukositosis)
- TTV : 7.
- TD : 120/80 mmHg Kolaborasi pemberian obat antibiotic
- N : 88 x/menit R/: antibiotic spectrum luas dapat
- Sh : 36º C digunakan secara profilaksik, dapat
- RR : 20 x/menit ditujukan pada organisme khusus
- Hasil lab ( 10/03/11) 8.
Darah rutin : Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
- Hb : 10,2 g/dl pemberian diet TKTP
- Ht : 32 % R/: membantu meningkatkan daya
- Leuko: 15.600 u/L tahan tubuh dan member energi
- Trombo : 819.000 u/L 9.
- Eritrosit: 3,7 Jt/uL Penkes tentang personal hygiene dan
- MCV : 87 fl kebersihan lingkungan
- MCH: 27 pg R/ : membantu mengurangi resiko
- MCHC : 32 g/dl kontaminasi silang

65
3 Keterbatasan mobilisasi fisik b/d fraktur femur di tandai Tujuan: 1. Kaji derajat
dengan Setelah dilakukan tindakan imobilitas
Ds : keperawatan selama 4x24 jam R/: mengetahui kebutuhan klien
- Klien mengatakan susah beraktivitas karena adanya diharapkan mobilitas dapat 2. Instruksika
luka post op pada kaki kiri, dan tangan kiri kembali optimal n/ bantu pasien dalam rentang gerak
- Klien mengatakan tidak leluasa melakukan kegiatan Kriteria Hasil: pasif dan aktif pada ekstremitas yang
seperti biasa - Rentang gerak sempurna sakit dan tidak sakit
- Klien mengatakan butuh bantuan untuk melakukan - kesemutan dan kebas R/: meningkatkan aliran darah ke
kegiatan tertentu, seperti berjalan, berpindah tempat, berkurang sampai dengan otak, tulang, meningkatkan tonus otot,
mandi, ganti pakaian hilang mempertahankan gerak sendi,
- Klien mengatakan kesemutan dan kebas pada tangan - dapat melakukan mencegah kontraktur/atrofi, dan
kiri dan kaki kiri aktivitas sehari-hari tanpa reabsorpsi kalsium karena tidak
- Klien mengatakan berjalan di bantu dengan tongkat dibantu digunakan
Do : 3. Lakukan/ba
- Klien terpasang IVFD NaCl 0,9% + Fosmicin drip, ntu perawatan diri
20 tpm di tangan kiri R/: meningkatkan kekuatan otot dan
- Kebutuhan klien di bantu keluarga dan perawat sirkulasi, meningkatkan control pasien
seperti mandi, berganti baju, berjalan, berpindah tempat, dalam situasi, meningkatkan
dan toileting kesehatan diri secara langsung

66
- Cara berjalan : berjalan dengan tongkat 4. Berikan/
- ROM : aktif dan pasif bantu dalam mobilisasi dengan kursi
- Genggaman tangan/lepas : kuat pada tangan kanan, roda, kruk, tongkat
lemah pada tangan kiri R/: mengurangi komplikasi dari tirah
- Postur : tegap dengan tongkat baring
- Terdapat deformitas pada kaki kiri 5. Ubah posisi
- Kaki kiri hanya dapat menekuk 75º secara periodic
- Warna kulit sawo matang R/: mengurangi komplikasi kulit
- Pengisian kapiler : < 3 dtk karena penekanan
- Rentang gerak : terbatas karena adanya fraktur di 6. Kolaborasi
kaki kiri dan jari telunjuk tangan kiri. dengan ahli gizi dalam pemberian diet
- Tremor kadang-kadang pada tangan kiri bila terlalu TKTP, vitamin dan mineral
lama dalam posisi telentang. Contohnya saat ganti R/: membantu dalam mempercepat
balutan di tangan. penyembuhan tulang
- Massa otot : baik
- Kekuatan otot / tonus otot:
5 5 5 5 5 5 5 4
5 5 5 5 3 3 3 3

4. Resiko tinggi kontraktur b/d kehilangan integritas tulang dan Tujuan: 1. Pertahanka

67
imobilisasi Setelah dilakukan tindakan n posisi ekstremitas dengan tirah
Ds : keperawatan selama 4x24 jam baring sesuai dengan indikasi, berikan
- Klien mengatakan susah beraktivitas karena adanya diharapkan kontraktur dapat sokongan sendi di atas dan di bawah
luka post operasi pada kaki kiri diminimalisasi. sendi bila bergerak atau membalik.
- Klien mengatakan bengkak pada lutut kaki kiri di Kriteria Hasil: R/: meningkatkan stabilitas,
area post operasi - Mempertahankan menurunkan kemungkinan gangguan
- Klien mengatakan kesemutan dan kebas pada tangan stabilisasi dan posisi fraktur posisi atau penyembuhan.
kiri dan kaki kiri - Menunjukkan mekanika 2. Ajarkan
- Klien mengatakan tidak leluasa melakukan kegiatan tubuh yang meningkatkan dan bantu latihan rentang gerak aktif
seperti biasa stabilitas pada sisi fraktur atau pasif.
Do : - Menunjukkan R/: mempertahankan
- Klien post operasi ORIF hari ke-14 pembentukkan kalus atau kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan
- Klien post operasi ORIF di kaki kiri (operasi ke-1) hari mulai penyatuan fraktur memudahkan resolusi inflamasi pada
ke-14 dengan tepat. jaringan yang cedera.
- Klien post operasi ORIF di jari telunjuk tangan kiri, - Menunjukkan rentang 3. Motivasi
(operasi ke-2) hari ke-4 gerak dalam batas maksimal dan awasi dalam rentang gerak
- Terdapat luka post op ORIF pada kaki kiri dan jari (dapat menekukkan dan aktif/pasif pada ekstremitas yang sakit
telunjuk tangan kiri meluruskan kaki). dan yang tidak sakit.
- Klien rutin menggerakkan jari dan melatih kaki yang R/ : meningkatkan aliran darah ke otot

68
fraktur dan tulang untuk meningkatkan tonus
- Klien tampak meringis menahan sakit saat latihan rentang otot, mempertahankan gerak sendi dan
gerak aktif dan pasif mencegah kontraktur sendi.
- Nyeri tekan pada daerah luka post op (+) 4. Berikan/
- Cara berjalan : berjalan dengan tongkat bantu dalam mobilisasi dengan kursi
- ROM : aktif dan pasif roda, kruk, tongkat
- Genggaman tangan/lepas : kuat pada tangan kanan, R/: mengurangi komplikasi dari tirah
lemah pada tangan kiri baring
- Postur : tegap dengan tongkat 5. Motivasi
- Terdapat deformitas pada kaki kiri klien secara rutin latihan jari atau
- Kaki kiri hanya dapat menekuk 75º sendi distal yang cedera.
- Warna kulit sawo matang R/: meningkatkan sirkulasi dan
- Pengisian kapiler : < 3 dtk menurunkan pemgumpulan darah
- Rentang gerak : terbatas karena adanya fraktur di khususnya pada ekstremitas bawah.
kaki kiri dan jari telunjuk tangan kiri. 6. Kolaborasi
- Tremor kadang-kadang pada tangan kiri bila terlalu dalam mengkaji ulang foto rontgen
lama dalam posisi telentang. Contohnya saat ganti atau evaluasi.
balutan di tangan. R/: memberikan bukti visual mualinya
- Massa otot : baik pembentukkan kalus, proses

69
- Kekuatan otot 5 5 5 5 5 5 5 4 penyembuhan untuk menentukan
5 5 5 5 3 3 3 3 tingkat aktivitas dan kebutuhan
perubahan atau tambahan terapi.

70
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam BAB ini kami ingin membahas perbedaan antara asuhan keperawatan secara

teoritis dengan asuhan keperawatan pada Tn.E dengan diagnose medis closed Fraktur Femur

Distal sinistra, pembahasan ini mencakup :

A. Pengkajian
Dalam pengkajian ini penulis mengkaji berdasarkan landasan teoritis dengan
diagnosa medis closed Fraktur Femur 1/3 Distal sinistra dan asuhan keperawatan yang
sesuai dengan kasus rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang /
osteoporosis. Pada kasus ini fraktur pada klien Tn. E disebabkan oleh trauma langsung
(kecelakaan motor).
Pada asuhan keperawatan secara teori, didapatkan data:
1. Aktivitas / istirahat ditemukan
keterbatasan fungsi pada bagian yang terkena
2. Sirkulasi, ditemukan tanda hipertensi,
takikardia, dan pembengkakan jaringan
3. Neurosensori, ditemukan gejala spasme
otot, kebas, dan kesemutan. Sedangkan pada tanda ditemukan adanya deformitas local
dan pemendekan, spasme otot
4. Nyeri, Kenyamanan, ditemukan data
nyeri berat
5. Keamanan, ditemukan adanya laserasi
kulit, perubahan warna apada area luka fraktur dan pembengkakan local.
Pada pengkajian laporan kasus, ditemukan data:
1. Aktivitas /
istirahat, didapatkan data klien tidak melakukan kegiatan seperti biasa dan butuh bantuan
keluarga serta perawat untuk kegiatan tertentu
2. Sirkulasi, terdapat
oedem pada bagian genue di kaki kiri. Tanda-tanda vital: TD 120/80 mmHg, Nadi
88x/menit, Suhu 36º

71
3. Neurosensori,
ditemukan data kesemutan pada kaki dan tangan kiri, deformitas (kaki kiri hanya dapat
menekuk 75º
4. Nyeri /
Kenyamanan, ditemukan data nyeri tekan pada area post op ORIF kaki kiri. Kualitas
nyeri tumpul, nyeri timbul pada saat latihan gerak aktif pasif dan malam hari pada saat
udara dingin
5. Keamanan,
ditemukan data tanda kemerahan di luka post op ORIF kaki kiri, laserasi : Terdapat luka
post operasi pada kaki dengan jumlah 3 sayatan, dimana sayatan pertama jumlah jahitan ±
44 pada area femur sampai tibia, sayatan kedua jumlah jahitan ± 9 pada area genue
bagian atas, sayatan ketiga jumlah jahitan ± 11 pada area genue bagian bawah.
Kedalaman luka post op di kaki kiri ± 5 mm. Operasi kedua pada tanggal 11 maret 2011,
luka operasi di jari tangan kiri terdapat 2 jahitan bagian palang medial distal digiti 2
manus sinistra.
6. Integritas ego,
ditemukan gejala pada klien terkadang memikirkan keadaannya yang lama tidak sembuh-
sembuh. Tanda : klien aktif dan mau berpartisipasi dalam proses pengobatan / perawatan
7. Eliminasi,
ditemukan gejala pola BAB dan BAK lancer. Tanda : bising usus aktif pada ke-4 kuadran
yaitu 8x/menit
8. Makanan/ cairan,
didapatkan gejala makan biasa TKTP 3x/hari pada pagi, siang, sore. Tanda : berat badan
sekarang 68 Kg. Tinggi badan 165 cm, membrane mukosa lembab.
9. Higiene,
ditemukan gejala klien dalam memenuhi kebutuhan dibantu keluarga dan perawat. Tanda:
penampilan umum baik
10. Pernapasan,
didapatkan data tidak ada masalah pada system pernapasan.
11. Seksualitas,
didapatkan data tidak ada masalah pada seksualitas
12. Interaksi sosial,
didaptkan data klien sudah menikah selama 20 tahun, hidup dengan anak dan istri. Peran

72
dalam keluarga sebagai kepala keluarga dan ayah. Tanda : bicara jelas, dapat dimengerti,
pola bicara biasa / teratur.

Berdasarkan data di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengkajian yang ditemukan
pada kasus memiliki kesamaan seperti apa yang terjadi di teori. Tetapi ada beberapa system
pengkajian yang tidak terdapat di teori namun ditemukan pada kasus.

B. Diagnosa Keperawatan
Secara teoritis pada pasien dengan Fraktur Femur terdapat 8 diagnosa, yaitu:
1. Risiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
2. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan lunak, alat traksi, stress dan ansietas
3. Risiko tinggi perhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan/interupsi aliran darah/cedera vaskuler langsung, edema berlebihan,
pembentukan thrombus
4. Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah,
emboli lemak, perubahan membrane alveolar/kapiler
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri/ketidaknyamanan
6. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera
tusuk, fraktur terbuka, perubahan sirkulasi, imobilisasi fisik
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi/tidak
mengenal sumber informasi
Sedangkan pada kasus kami menemukan diagnosa utama yaitu:
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b/d terputusnya continuitas jaringan
2. infeksi b/d masuknya mikroorganisme asing dan prosedur invasive IVFD
3. Keterbatasan mobilisasi fisik b/d fraktur femur
4. Risiko tinggi kontraktur b/d kehilangan integritas tulanng dan imobilisasi

73
Berdasarkan data diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa diagnose keperawatan yang
kami temukan pada kasus, terdapat juga pada diagnose keperawatan secara teori, tetapi tidak
semua diagnose keperawatan secara teori kami angkat karena data yang ditemukan hanya
mengarah kepada 4 diagnosa tersebut dan disesuaikan dengan kondisi klien serta karena
tidak semua data-data yang ditemukan pada kasus dapat mendukung untuk ditegakkannya
semua diagnose secara teori. Untuk diagnose keperawatan no 4 pada kasus tidak terdapat
pada teori karena diagnose tersebut diambil berdasarkan data-data yang ditemukan pada
kasus.

C. Intervensi
Sebelum melaksanakan implementasi terlebih dahulu kami membuat perencanaan,
tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah kilen. Dalam
penyusunan perencanaan ini kami menyesuaikan dengan landasan teori yang kami temukan
pada relefansi.
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera
pada jaringan lunak, alat traksi, stress dan ansietas
a. Kaji tanda-tanda vital klien
R: mengetahui keadaan umum pasien
b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips
R: menghilangkan nyei dan mencegah kesalahan posisi tulang yang cedera
c. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
R: meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan menurunkan nyeri
d. Hindari penggunaan bantal plastik/sprey di bawah ekstremitas dalam gips
R: dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam
gips yang kering
e. Tinggikan penutup tempat tidur; pertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki
R: mempertahankan kehangatan tubuh tanpa ketidaknyamanan karena tekanan selimut
pda bagian yang sakit
f. Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk
intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal (perubahan pada tanda-
tanda vital dan emosi)

74
R: mempengaruhi pilihan/keefektifan intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi
persepsi atau reaksi terhadap nyeri
g. Selidiki adanya keluhan nyeri yang tidak biasa/tiba-tiba atau dalam, lokasi
progresif/buruk tidak hilang dengan analgesik
R: dapat menandakan terjadinya komplikasi contohnya infeksi, iskemi jaringan,
sindrom kompartemen
h. Beri obat sebelum perawatan aktifitas
R: meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan partisipasi
i. Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan
R: menurunkan edema/pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri
j. Berikan obat sesuai indikasi: narkotik dan analgesik non narkotik: NSAID injeksi
(ketoralak) dan atau relaksan otot, contoh siklobenzaprin (flekseril), hidroksin
(vistaril). Berikan narkotik sekitar pada jamnya selama 3-5 hari
R: diberikan untuk menurunkan nyeri dan/atau spasme otot
2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan
a. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi
R: pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan
dan abrasi
b. Observasi luka untuk pembentukan bula
R: tanda perkiraan infeksi gas gangren
c. Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan bicara
R: kekakuan otot, spasme otot rahang disfagia menunjukkan indikasi tetanus
d. Berikan obat sesuai indikasi
R: sesuai dengan program terapi antara lain dengan memberikan obat antibiotic IV dan
tetanus toksoid
e. Berikan irigasi luka/tulang
R: debridemen local menurunkan mikroorganisme dan insiden infeksi iskemik
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri/ketidaknyamanan
a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera
R: pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri tentang keterbatasan fisik yang
memerlukan informasi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan
b. Lakukan dan awasi rentang gerak pasif dan aktif

75
R: Mempertahankan kekuatan otot yang sakit, memudahkan resolusi inflamasi pada
jaringan yang cedera
c. Bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda
R: menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan
normalisasi fungsi organ
d. Dorong peningkatan masukan cairan sampai 2000-3000 ml/hari
R: mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan
batu
e. Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral
R: pada cedera musculoskeletal nutrisi diperlukan untuk penyembuhan dapat
berkurang dengan cepat sering mengakibatkan penurunan berat badan sebanyak 20-30
pon selama traksi tulang
f. Konsul dengan ahli terapi fisik
R: berguna dalam membuat aktifitas individu/program latihan

Adapun untuk setiap diagnosa, intervensi yang kami susun sebagai berikut:
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b/d terputusnya continuitas jaringan
a. Pertahankan imobilisasi di bagian yang sakit dengan tirah baring dan bebat
R : menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang
b. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
R : meningkatkan aliran balik vena, menurukan edema dan nyeri
c. Evaluasi keluhan nyeri
R : mempengaruhi pilihan keefektifan intervensi
d. Dorong menggunakan teknik relaksasi untuk mengatasi nyeri
R : membantu menurunkan tegangan dan mengurangi nyeri
e. Berikan posisi yang nyaman, posisi semifowler
R : meningkatkan ekspansi dada maksimal, membuat memudah bernafas, yang
meningkatkan kenyamanan.
f. Berikan lingkungan yang tenang
R : memberi kenyamanan dan meningkatkan istirahat
g. Kolaborasi pemberian analgetik
R : membantu menghilangkan nyeri
2. Infeksi b/d masuknya mikroorganisme asing dan prosedur invasive IVFD

76
a. Kaji kulit, perhatikan keluhan peningkatan nyeri/ rasa terbakar atau adanya edema,
eritema, drainase, bau tidak enak
R : mengindikasikan timbulnya infeksi
b. Berikan perawatan luka sesuai prosedur
R : mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi
c. Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan,
bau drainase yang tidak enak
R : tyanda perkiraan infeksi gas gangren
d. Kaji tonus otot, reflex tendon dalam dan kemampuan berbicara
R : kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfasia menunjukkan terjadinya
tetanus
e. Ukur TTV
R : mengetahui keadaan umum klien
f. Kolaborasi pengawasan laboratorium
R : mengawasi tanda-tanda infeksi (leukositosis)
g. Kolaborasi pemberian obat antibiotic
R : antibiotic spectrum luas dapat digunakan secara profilaksik, dapat ditujukan pada
organisme khusus
h. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diet TKTP
R : membantu meningkatkan daya tahan tubuh dan member energi
i. Penkes tentang personal hygiene dan kebersihan lingkungan
R : membantu mengurangi resiko kontaminasi silang
3. Keterbatasan mobilisasi fisik b/d fraktur femur
a. Kaji derajat imobilitas
R : mengetahui kebutuhan klien
b. Instruksikan/ bantu pasien dalam rentang gerak pasif dan aktif pada ekstremitas yang
sakit dan tidak sakit
R : meningkatkan aliran darah ke otak, tulang, meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi, dan reabsorpsi kalsium
karena tidak digunakan
c. Bantu/ dorong perawatan diri

77
R : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan control pasien dalam
situasi, meningkatkan kesehatan diri secara langsung
d. Berikan/ bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat
R : mengurangi komplikasi dari tirah baring
e. Ubah posisi secara periodic
R : mengurangi komplikasi kulit karena penekanan
f. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet tktp, vitamin dan mineral
R : membantu mempercepat penyembuhan tulang
4. Risiko tinggi terhadap kontraktur b/d kehilangan integritas tulang dan imobilisasi
a. Pertahanka
n posisi ekstremitas dengan tirah baring sesuai dengan indikasi, berikan sokongan
sendi di atas dan di bawah sendi bila bergerak atau membalik.
R/: meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi atau
penyembuhan.
b. Ajarkan
dan bantu latihan rentang gerak aktif atau pasif.
R/: mempertahankan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi
inflamasi pada jaringan yang cedera.
c. Motivasi
dan awasi dalam rentang gerak aktif/pasif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak
sakit.
R/ : meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi dan mencegah kontraktur sendi.
d. Berikan/
bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat
R/: mengurangi komplikasi dari tirah baring
e. Motivasi
klien secara rutin latihan jari atau sendi distal yang cedera.
R/: meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pemgumpulan darah khususnya pada
ekstremitas bawah.

78
f. Kolaborasi
dalam mengkaji ulang foto rontgen atau evaluasi.
R/: memberikan bukti visual mualinya pembentukkan kalus, proses penyembuhan
untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan perubahan atau tambahan terapi.

Berdasarkan data diatas didapatkan bahwa tidak semua rencana keperawatan secara teori
dimasukkan pada rencana keperawatan pada kasus karena banyak yang sudah dilakukan tindakan
modifikasi oleh perawat dan mahasiswa di ruang perawatan lantai V bedah.

79
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan fraktur femur merupakan rusaknya
kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,
kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
Kegiatan yang kami lakukan di ruang perawatan bedah lantai V, antara lain meliputi:
1. Pengkajian pada klien dengan pemeriksaan fisik serta data penunjang medis.
2. Menentukan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah klien. Adapun
diagnose keperawatan yang kami ambil, yaitu:
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri b/d terputusnya
continuitas jaringan
b. Infeksi b/d masuknya mikroorganisme asing dan
prosedur invasive
c. Keterbatasan mobilitas fisik b/d fraktur femur
d. Risiko tinggi kontraktur b/d kehilangan integritas
tulang dan imobilisasi
3. Mampu menyusun rencana keperawatan dengan melibatkan klien dan keluarga
4. Mampu mengemplementasikan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah
disusun.
5. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah kami laksanakan.

B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan lebih aktif dan berperan di dalam bimbingan praktik keperawatan
mata ajar keperawatan medikal bedah kepada Mahasiswa sehingga ilmu yang dipelajari
di kampus dapat diterapkan dan dibandingkan dengan praktik di lapangan.
2. Bagi Rumah sakit khususnya Ruang Bedah Lantai V

80
Kepada para perawat diharapkan lebih kompak dan bertanggung jawab dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien pre dan pasca operasi sehingga klien dapat
mempercepat proses pemulihan klien.

3. Bagi teman-teman sejawat (Mahasiswa/i Keperawatan)


Diharapkan makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi teman-teman
yang membaca dan dapat dijadikan pedoman di dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya pada klien dengan fraktur femur.

81
82

Anda mungkin juga menyukai