Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEBUDAYAAN JAWA BARAT

Disusun Oleh :

1. Kukuh
2. Alisya
3. Randi
4. Handi
5. Azmil

SMP ISLAM YP CILENGA

Kp.Cilenga, Selawangi, Kec. Sariwangi, Kab. Tasikmalaya Prov. Jawa Barat

TAHUN PELAJARAN 2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Seiring dengan kemajuan jaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang pada
awalnya dipegang teguh, di pelihara dan dijaga keberadaannya oleh setiap suku,
kini sudah hampir punah. Pada umumnya masyarakat merasa gengsi dan malu
apabila masih mempertahankan dan menggunakan budaya lokal atau budaya
daerah. Kebanyakan masyarakat memilih untuk menampilkan dan menggunakan
kesenian dan budaya modern daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri
yang sesungguhnya justru budaya daerah atau budaya lokallah yang sangat sesuai
dengan kepribadian bangsanya.
Mereka lebih memilih dan berpindah ke budaya asing yang belum tentu
sesuai dengan keperibadian bangsa bahkan masyarakat lebih merasa bangga
terhadap budaya asing daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri..
Tanpa mereka sadari bahwa budaya daerah merupakan faktor utama terbentuknya
kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah yang mereka miliki merupakan
sebuah kekayaan bangsa yang sangat bernilai tinggi dan perlu dijaga kelestarian
dan keberadaanya oleh setiap individu di masyarakat. Pada umumnya mereka tidak
menyadari bahwa sesungguhnya kebudayaan merupakan jati diri bangsa yang
mencerminkan segala aspek kehidupan yang berada didalalamnya.
Besar harapan kami, semoga dengan dibuatnya makalah yang berjudul
Budaya Jawa Barat yang didalamnya membahas tentang kebudayaan yang berasal
dari daerah Jawa Barat ini menjadi salah satu sarana agar masyarakat menyadari
betapa berharganya sebuah kebudayaan bagi suatu bangsa, yang ahirnya akan
membuat masyarakat menjadi merasa bangga terhadap budaya daerahnya sendiri.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Maksud dan Tujuan .................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 2
A. Sejarah Jawa Barat ................................................................................... 2
B. Seni Tradisional ....................................................................................... 3
C. Seni Tari ................................................................................................... 11
D. Seni Bela Diri ........................................................................................... 12
E. Senjata Tradisional ................................................................................... 13
F. Pakaian Tradisional .................................................................................. 14
G. Makanan Khas Jawa Barat ....................................................................... 15
H. Peninggalan Sosial Budaya ...................................................................... 18
I. Upacara Adat Jawa Barat .......................................................................... 18
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 21
A. Kesimpulan ............................................................................................... 21
B. Saran .......................................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan
memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering kita
sebut kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia merupakan
suatu bukti bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya.
Tidak bisa kita pungkiri, bahwa kebudayaan daerah merupakan faktor
utama berdirinya kebudayaan yang lebih global, yang biasa kita sebut dengan
kebudayaan nasional. Maka atas dasar itulah segala bentuk kebudayaan daerah akan
sangat berpengaruh terhadap budaya nasional, begitu pula sebaliknya kebudayaan
nasional yang bersumber dari kebudayaan daerah, akan sangat berpengaruh pula
terhadap kebudayaan daerah / kebudayaan lokal.
Kebudayaan merupakan suatu kekayaan yang sangat benilai karena selain
merupakan ciri khas dari suatu daerah juga mejadi lambang dari kepribadian suatu
bangsa atau daerah.
Karena kebudayaan merupakan kekayaan serta ciri khas suatu daerah, maka
menjaga, memelihara dan melestarikan budaya merupakan kewajiban dari setiap
individu, dengan kata lain kebudayaan merupakan kekayaan yang harus dijaga dan
dilestarikan oleh setiap suku bangsa.

B. Maksud dan Tujuan


Karena menjaga, memelihara dan melestarikan kebudayaan merupakan
kewajiban setiap individu, maka dalam realisasinya kami mencoba menyusun
makalah yang berjudul Kebudayaan Jawa Barat yang didalamnya mengulas tentang
berbagai kebudayaan tradisional Jawa Barat. Penyusunan makalah yang berjudul
Budaya Jawa Barat ini bertujuan agar pembaca mengetahui bahwa Jawa Barat
merupakan daerah yang kaya akan budaya serta menyadari bahwa menjaga dan
melestarikan kebudayaan daerah merupakan kewajiban dari setiap orang.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Jawa Barat


Jawa Barat sebagai pengertian administratif mulai digunakan pada
tahun 1925 ketika Pemerintah Hindia Belanda membentuk Provinsi Jawa Barat.
Pembentukan provinsi itu sebagai pelaksanaan Bestuurshervormingwet tahun 1922,
yang membagi Hindia Belanda atas kesatuan-kesatuan daerah provinsi. Sebelum
tahun 1925, digunakan istilah Soendalanden (Tatar Soenda) atau Pasoendan,
sebagai istilah geografi untuk menyebut bagian Pulau Jawa di sebelah barat Sungai
Cilosari dan Citanduy yang sebagian besar dihuni oleh penduduk yang
menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu.
Pada 17 Agustus 1945, Jawa Barat bergabung menjadi bagian dari Republik
Indonesia.
Pada tanggal 27 Desember 1949 Jawa Barat menjadi Negara Pasundan yang
merupakan salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat sebagai hasil
kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar: Republik Indonesia,
Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini
disaksikan juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai
perwakilan PBB. Jawa Barat kembali bergabung dengan Republik Indonesia pada
tahun 1950.
Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di
Indonesia. Kerana letaknya yang berdekatan dengan ibu kota negara maka hampir
seluruh suku bangsa yang ada di Indonesia terdapat di provinsi ini. 65% penduduk
Jawa Barat adalah Suku Sunda yang merupakan penduduk asli provinsi ini. Suku
lainnya adalah Suku Jawa yang banyak dijumpai di daerah bagian utara Jawa
Barat, Suku Betawi banyak mendiami daerah bagian barat yang bersempadan
dengan Jakarta.Suku Minang dan Suku Batak banyak mendiami Kota-kota besar di
Jawa Barat, seperti Bandung,Cimahi, Bogor, Bekasi, dan Depok. Sementara
itu Orang Tionghoa banyak dijumpai hampir di seluruh daerah Jawa Barat.

2
B. Seni Tradisional Jawa Barat
Seni Karawitan
1. Alat Musik Angklung

Angklung merupakan sebuah alat musik tradisional terkenal yang dibuat


dari bambu dan merupakan alat musik asli Jawa Barat, Indonesia. Dulunya,
angklung memegang bagian penting dari aktivitas upacara tertentu, khususnya
pada musim panen. Suara angklung dipercaya akan mengundang perhatian
Dewi Sri (Nyi Sri Pohaci) yang akan membawa kesuburan terhadap tanaman
padi para petani dan akan memberikan kebahagian serta kesejahteraan bagi
umat manusia.
Angklung yang tertua di dalam sejarah yang masih ada disebut Angklung
Gubrag dibuat di Jasinga, Bogor, Indonesia dan usianya telah mencapai 400
tahun. Sekarang ini, beberapa angklung tersebut disimpan di Museum Sri
Baduga, Bandung, Indonesia.
Dengan berjalannya waktu, Angklung bukan hanya dikenal di seluruh
Nusantara, tetapi juga merambah ke berbagai negara di Asia. Pada akhir abad
ke-20, Daeng Soetigna menciptakan angklung yang didasarkan pada skala suara
diatonik. Setelah itu, angklung telah digunakan di dalam bisnis hiburan sejak
alat musik ini dapat dimainkan secara berpadu dengan berbagai macam alat
musik lainnya. Pada tahun 1966, Udjo Ngalagena, seorang siswa dari Tuan

3
Daeng Soetigna mengembangkan angklung berdasarkan skala suara alat musik
Sunda, yaitu salendro,pelog, dan madenda.
Macam-macam Angklung :
a) Angklung Kanekes

Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka Badui)


digunakan terutama karena hubungannya dengan upacara padi, bukan semata-
mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau dibunyikan ketika
mereka menanam padi di huma (ladang). Angklung ditabuh ketika orang
Kanekes menanam padi; ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun),
terutama di Kajeroan (Tangtu, Badui Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu,
yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, angklung masih bisa
ditampilkan di luar ritus padi dan tetap memunyai aturan, misalnya hanya boleh
ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari
sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua
kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim
menanam padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang
disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan)
angklung setelah dipakai.
Dalam sajian hiburan, angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan
tidak hujan. Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di
pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: “Lutung
Kasarung”, “Yandu Bibi”, “Yandu Sala”, “Ceuk Arileu”, “Oray-orayan”,
“Dengdang”, “Yari Gandang”, “Oyong-oyong Bangkong”, “Badan Kula”,
“Kokoloyoran”, “Ayun-ayunan”, “Pileuleuyan”, “Gandrung Manggu”, “Rujak

4
Gadung”, “Mulung Muncang”, “Giler”, “Ngaranggeong”, “Aceukna”,
“Marengo”, “Salak Sadapur”, “Rangda Ngendong”, “Celementre”, “Keupat
Reundang”, “Papacangan”, dan “Culadi Dengdang”.
Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug
ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran.
Sementara itu yang lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu
yang telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal
ini berbeda dengan masyarakat Badui Dalam, mereka dibatasi oleh adat dengan
berbagai aturan pamali (pantangan, tabu), tidak boleh melakukan hal-hal
kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk
keperluan ritual.
Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar
adalah: indung, ringkung, dongdong,gunjing, engklok, indung leutik, torolok,
dan roel. Roel yang terdiri dari dua buah angklung dipegang oleh seorang.
Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk.
Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung
Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak tiga buah. Di Kajeroan, kampung
Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan,
Kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.
Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan
(Tangtu, Badui Jero). Kajeroan terdiri dari tiga kampung, yaitu Cibeo,
Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa
membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang
mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di
Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah
Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.
b) Angklung Dogdog Lojor
Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan
atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun
(berbatasan dengan Sukabumi, Bogor, dan Lebak). Meski kesenian ini
dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu instrumen di dalamnya, tetapi
di sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi.

5
Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah
Taun atau Seren Taundi pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai
tempat kediaman kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai
petunjuk gaib. Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih
dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh
adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan
prajurit keraton Pajajaran dalam baresan pangawinan (prajurit bertombak).
Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka akan
pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa
dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian yang
sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami perkembangan, yaitu
digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara
kemeriahan lainnya.
Instrumen yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah dua buah
dogdog lojor dan empat buah angklung besar. Keempat buah angklung ini
memunyai nama, yang terbesar dinamakan gonggong,
kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap instrumen dimainkan oleh
seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang. Lagu-lagu dogdog lojor di
antaranya: “Bale Agung”, “Samping Hideung”, “Oleng-oleng Papanganten”,
“Si Tunggul Kawung”, “Adulilang”, dan “Adu-aduan”. Lagu-lagu ini berupa
vokal dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap.

6
c) Angklung Gubrag

Angklung gubrag terdapat di Kampung Cipining, Kecamatan Cigudeg,


Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi
padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut
padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung). Dalam mitosnya
angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa Kampung Cipining mengalami
musim paceklik.
d) Angklung Badeng

Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan

7
angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding,
Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk
kepentingan dakwah Islam. Diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak
lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan
ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya
berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau ke-17.
Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen, dan Nursaen belajar agama Islam ke
Kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan
agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah
dengan kesenian badeng.
Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu dua angklung roel,
satu angklung kecer, empat angklung indung dan angklung bapa, dua angklung
anak, dua buah dogdog, dua buah terbang atau gembyung, serta satu kecrek.
Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa Arab.
Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa Indonesia. Isi teks
memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan
acara. Dalam pertunjukannya selain disajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi
kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam. Lagu-lagu badeng:
“Lailahaileloh”, “Ya’ti”, “Kasreng”, “Yautike”, “Lilimbungan”, dan “Solaloh”.

2. Seni Pertunjukan Buncis

Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat

8
di Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara
pertanian yang berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis
digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin
berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal
berbau kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya
fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah
menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan
padi pun (leuit, lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk,
diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke
mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung dijual, tidak disimpan di
lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk
acara-acarangunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi.
Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di
kalangan rakyat, yaitu “cis kacang buncis nyengcle …”. Teks tersebut terdapat
dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis.
Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis: dua angklung indung, dua
angklung ambrug, satu angklung panempas, dua angklung pancer, satu
angklung enclok, tiga buah dogdog (satu talingtit, satu panembal, dan satu
badublag). Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan tarompet,
kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa
berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di antaranya: “Badud”,
“Buncis”, “Renggong”, “Senggot”, “Jalantir”, “Jangjalik”, “Ela-ela”, “Mega
Beureum”. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula lagu-lagu dari
gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain angklung, kini oleh
wanita khusus untuk menyanyi.
Dari beberapa jenis musik bambu di Jawa Barat (angklung) di atas, adalah
beberapa contoh saja tentang seni pertunjukan angklung, yakni: angklung
buncis (Priangan/Bandung), angklung badud (Priangan Timur/Ciamis),
angklung bungko (Indramayu), angklung gubrag (Bogor), angklung ciusul
(Banten), angklung dog dog lojor (Sukabumi), angklung badeng (Malangbong,
Garut), dan angklung padaeng yang identik dengan angklung nasional dengan
tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas

9
Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda
yang bernada lima (salendro atau pelog) oleh Daeng Sutigna alias Si Etjle
(1908—1984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga
dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian
diajarkan ke siswa-siswa sekolah dan dimainkan secara orkestra besar.

3. Wayang Golek

Wayang Golek adalah boneka kayu yang dimainkan berdasarkan karakter


tertentu dalam suatu cerita pewayangan. Dimainkan oleh seorang Dalang yang
menguasai berbagai karakter maupun suara tokoh yang dimainkan. Wayang
golek sangat digemari oleh masyarakat Sunda khususnya. Lazimnya wayang
golek dipergelarkan pada malam hari sampai dini hari.

4. Rampak Kendang

Kendang adalah salah satu instrumen musik tradional yang dimainkan bersama-sama instrumen
lainnya, sehingga dapat menciptakan musik yang harmonis. Perkembangan selanjutnya, kendang
tidak saja dimainkan dengan berbagai instrumen lainnya, tapi dimainkan secara tunggal dalam

10
arti satu jenis instrumen musik, namun dimainkan dalam jumlah banyak dan menciptakan suatu
irama tersendiri.

C. Seni Tari
1. Tari Jaipong

a) Tari Jaipong adalah tarian yang paling terkenal di Jawa Barat. Jaipong adalah
seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum
Gumbira. Ia terinspirasi pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu
menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari
tradisi yang ada pada Kliningan atau Bajidoran atau Ketuk Tilu. Sehingga ia dapat
mengembangkan tarian atau kesenian yang kini di kenal dengan nama Jaipongan.
b) Karya Jaipong pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari “Daun
Pulus Keser Bojong” dan “Rendeng Bojong” yang keduanya merupakan jenis tari
putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Awal kemunculan tarian tersebut
semula dianggap sebagai gerakan yang erotis dan vulgar, namun semakin lama tari
ini semakin popular dan mulai meningkat frekuensi pertunjukkannya baik di media
televisi, hajatan, maupun perayaan-perayaan yang disenggelarakan oleh pemerintah
atau oleh pihak swasta.
c) Saat ini tari Jaipong merupakan salah satu identitas kesenian Jawa Barat. Hal
ini tampak pada beberapa acara penting saat penyambutan tamu asing di daerah
Jawa barat. Tari Jaipong banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di
masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung,
genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun

11
pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi
kesenian Pong-Dut.
2. Tari Ketuk Tilu

Tari Ketuk Tilu telah ada kira-kira di era 1809, dimana ketika dibuatnya Grote Pas
Weg, tarian ketuk tilu telah dikenal oleh masyarakat luas di Jawa Barat. Sebagai
tarian rakyat tradisonal, tari ketuk tilu memiliki tata rias dan busana khas.
Sesuai namanya Tarian Ketuk Tilu berasal dari nama sebuah instrumen atau alat
musik tradisonal yang disebut “ketuk” sejumlah 3 (tiga) buah. Sebagaimana musik
pengiring tarian lainnya, instrumen ketuk tilu dimainkan secara gabungan dari
berbagai alat musik atau instrumen musik tradisonal yang menciptakan harmoni
lagu khas pengiring tarian maupun nyanyiannya.

D. Seni Bela Diri


Kesenian bela diri yang berasal dari daerah Jawa Barat adalah Tarung
Drajat. Olahraga Tarung Derajat diciptakan oleh seorang putra bangsa Indonesia
yaitu Sang Guru (Haji Achmad Dradjat, Drs.), yang akrab disapa dengan nama
populernya “AA-BOXER”. Olahraga ini dilahirkannya sebagai suatu seni ilmu
beladiri dengan memiliki aliran dan wadah tersendiri tanpa berapliasi dengan aliran
lain dan organisasi beladiri lainnya yang ada di bumi Indonesia. Namun,

12
keberadaan Tarung Derajat tidak muncul dengan sendirinya, akan tetapi memiliki
latar belakang suatu riwayat perjalanan hidup Sang Guru.

Beladiri ini muncul dari pengalaman hidup yang pernah dilakoni oleh Sang Guru
sekitar tahun 1968 hingga tahun 1970-an, anak muda ini waktu itu sering terlibat
aksi kekerasan pisik, penganiayaan, perkelahian, pemerasan, dan penghinaan.
Olahraga ini menciptakan teknik beladiri dari berbagai beladiri yang pernah
dipelajarinya yaitu memadukan lima unsur fungsi gerakan beladiri, seperti:
memukul, menendang, menangkis, membanting dan mengelak.

E. Senjata Tradisional
Di Jawa Barat senjata tradisional yang terkenal adalah kujang. Pada mata
kujang terdapat 1-5 buah lubang dan sarungnya terbuat dari kain hitam.
Senjata lainnya adalah keris kirompang, keris kidongkol, golok, bedok, panah
bambu, panah kayu dan tombak.

13
F. Pakaian Tradisional

1. Pakaian Rakyat Biasa


 Pria :celana komprang/pangsi, baju kampret atau salontreng (baju
kurung), iket lohen, dan sandal tarumpah.
 Wanita :sinjang kebat (kain batik panjang), beubeur atau angkin (ikat
pinggang), kutang (kamisol), baju kebaya dan selendang batik. Sebagai
pelengkap, dansendaljepit/sendal keteplek.
2. Pakaian Kaum Menengah
 Pria : baju bedahan putih, kain kebat batik, sabuk dan ikat kepala, alas
kaki sandal tarumpah, arloji sebagai pelengkap.
 Wanita : kain kebat batik beraneka corak sebatas mata kaki, beubeur, kebaya
beraneka warna, selendang berwarna, alas kaki memakai selop atau kelom
geulis.giwang, kalung, gelang dan cincin yang terbuat dari emas atau perak.
3. Pakaian Bangsawan /Menak
 Pria : Jas tutup warna hitam, Kain kebat batik motif
rereng, Tutupkepala/bendo motif rereng (sama dengan motif
kain), Sabuk, Jam rantai sebagai hiasan baju, Alas kaki sepatu hitam atau
selop
 Wanita : kebaya beludru hitam dengan sulaman benang emas pada seluruh
sisi depan kebaya hingga leher, kain kebat motif rereng, alas kaki sepatu
atau selop beludru hitam bersulam emas atau manik-manik. Sebagai
pelengkap, tusuk konde emas dan perhiasan giwang, gelang keroncong,
cincin, kalung, peniti rantai, bros.

14
G. Makanan Khas Jawa Barat
1. Batagor
Batagor adalah makanan khas dari Bandung. Batagor adalah singkatan dari
Baso Tahu goreng, dengan bahan dasarnya yang terbuat dari tahu putih yang
kemudian diberi adonan ikan tenggiri, udang dan tapioka, disajikan panas-
panas, dengan bumbu kacang yang sangat pedas dan kecap manis kental dan
biasanya di berikan perasan jeruk nipis. Awal-awalnya, penjualan batagor
dimulai di daerah kopo oleh bapak Isan pada tahun 1973, sehingga terkenal
dengan Batagor Isan, kemudian beberapa tahun kemudian pengusaha
batagor ini semakin banyak, bahkan ada rumah makan yang khusus
mengandalkan hidangannya adalah Batagor. Akhir akhir ini hampir di setiap
tempat jajanan (foodcourt) tersedia batagor.

2. Cireng
Cireng (singkatan dari aci goreng, bahasa Sunda untuk 'tepung kanji
goreng') adalah makanan ringan yang berasal dari daerah Sunda yang dibuat
dengan cara menggoreng campuran adonan yang berbahan utama tepung
kanji. Makanan ringan ini sangat populer di daerah Priangan, dan dijual
dalam berbagai bentuk dan variasi rasa. Makanan ini cukup terkenal pada
era 80-an. Bahan makanan ini antara lain terdiri dari tepung kanji, tepung
terigu, air, merica bubuk, garam, bawang putih, kedelai, daun bawang dan
minyak goreng. Sekarang Cireng tidak hanya terdapat di Priangan saja,
tetapi sudah menyebar ke hampir seluruh penjuru Nusantara. Cireng pada
umumnya dijual oleh pedagang yang menaiki sepeda dengan peralatan
membuat Cireng di bagian belakang sepedanya.

3. Comro
Comro atau combro atau gemet merupakan makanan khas dari Jawa Barat.
Comro terbuat dari parutan singkong yang dibentuk bulat atau lonjong yang
bagian dalamnya diisi dengan sambal oncom kemudian digoreng, karena
itulah dinamai comro yang merupakan kependekan dari oncom di jero
(bahasa Sunda, artinya: oncom di dalam, begitu juga halnya dengan gemet

15
merupakan kependekan dari dage saemet artinya dage di dalam yang artinya
kurang lebih sama. Makanan ini lebih enak disantap saat masih hangat.

4. Misro
Misro merupakan makanan khas dari Jawa Barat. Terbuat dari parutan
singkong yang bagian dalamnya diisi dengan gula merah kemudian
digoreng, karena itulah dinamai Misro yang merupakan kependekan dari
amis di jero (bahasa Sunda, artinya: manis di dalam). Bentuknya bulat.
Makanan ini enak disantap saat hangat.

5. Oncom
Oncom adalah makanan asal Indonesia yang terutama populer di Jawa
Barat. Makanan ini adalah produk fermentasi yang dilakukan oleh beberapa
jenis kapang, mirip dengan pengolahan terhadap tempe. Perbedaaannya
adalah bahwa pada oncom hasil olahan dinyatakan siap diperdagangkan
setelah kapang menghasilkan spora, sementara pada tempe hasil olahan
diperdagangkan sebelum kapang menghasilkan spora (baru dalam tahap
hifa). Ada dua jenis utama oncom: oncom merah dan oncom hitam. Oncom
merah didegradasi oleh kapang oncom Neurospora sitophila atau N.
intermedia, sedangkan oncom hitam didegradasi oleh kapang tempe
Rhizopus oligosporus dan/atau jenis-jenis Mucor. Oncom adalah satu-
satunya bahan makanan manusia yang diolah dengan melibatkan jenis
Neurospora.

6. Opak
Opak adalah makanan khas sunda daerah Jawa Barat yang terbuat dari
tepung beras. Nutrisi yang terkandung dalam opak adalah karbohidrat.
Bahan dasar pembuatan opak adalah tepung beras, garam, gula, dann bumbu
bumbu penyedap lainnya. Kemudian bahan dasar dicampur menjadi sebuah
adonan. Adonan kemudian dikeringkan. Setelah kering kemudian
dipanggang di atas bara api.

16
7. Rengginang
Rengginang merupakan sejenis kerupuk yang dibuat dari nasi atau nasi
ketan yang dikeringkan lalu digoreng panas (deep-fry). Agak berbeda dari
jenis kerupuk lain, yang dibuat dari adonan bahan yang dihaluskan (seperti
tepung tapioka atau tumbukan biji melinjo), rengginang tidak dihancurkan,
sehingga bentuk butiran nasi masih tampak. Rengginang dapat dimasak
tanpa diberi bumbu maupun diberi rasa asin atau manis.

8. Tapai Singkong (Peuyeum)


Tapai singkong adalah tapai yang dibuat dari singkong yang difermentasi.
Makanan ini populer di Jawa dan dikenal di seluruh tempat, mulai dari Jawa
Barat hingga Jawa Timur. Di Jawa Barat, tapai singkong dikenal sebagai
peuyeum (bahasa Sunda). Pembuatan tapai melibatkan umbi singkong
sebagai substrat dan ragi tapai (Saccharomyces cerevisiae) yang dibalurkan
pada umbi yang telah dikupas kulitnya. Ada dua teknik pembuatan yang
menghasilkan tapai biasa, yang basah dan lunak, dan tapai kering, yang
lebih legit dan dapat digantung tanpa mengalami kerusakan. Tapai kering
populer di daerah Priangan utara (Purwakarta dan Subang), dan dikenal
sebagai buah tangan khas dari daerah ini (dikenal sebagai peuyeum gantung,
karena diperdagangkan dengan digantung.). Pusat penghasil tapai yang
lainnya adalah Bondowoso, Jawa Timur.

9. Wajit
Wajit adalah suatu penganan yang terbuat dari beras ketan, gula merah dan
kelapa yang dimasak menjadi satu. Wajit merupakan oleh-oleh asli Cililin,
Kabupaten Bandung Barat.

17
H. Peninggalan Sosial Budaya
Rumah Tradisional

Keraton Kasepuhan Cirebon


1. Rumah tradisional pada umumnya berbentuk panggung dengan tinggi kolong
kira-kira 60 Cm dari permukaan tanah. Bahan yang digunakan dalam membangun
rumah tradisional adalah kerangka bangunan dibuat dari kayu, dinding terbuat dari
bilik atap terbuat dari sirap atau injuk, lantai terbuat dari palupuh (bambu yang
dilebarkan). Bagian kolong rumah biasa digunakan untuk beternak ayam atau
menyimpan barang.
2. Di lihat dari bentuk atapat dari bentuk atap :
· Julang Ngapak
· Suhunan Jolopong
· Tagog Anjing
· Badak Heuay
· Parahu Kumureb dan
· Jubleg Nangkub.

I. Upacara Adat Jawa Barat


Upacara Daur Hidup Manusia
A.Upacara Adat Masa Kehamilan
1. Upacara Mengandung Empat Bulan
2. Upacara Mengandung Tujuh Bulan
3. Upacara Mengandung Sembilan Bulan
4. Upacara Reuneuh Mundingeun

18
B. Upacara Kelahiran dan Masa Bayi
1. Upacara Memelihara Tembuni
2. Upacara Nenjrag Bumi
3 .Upacara Puput Puseur
4. Upacara Ekah
5. Upacara Nurunkeun

6. Upacara Cukuran/Marhabaan

7. Upacara Turun Taneuh

C. Upacara Masa Kanak-kanak

1. Upacara Gusaran

2. Upacara Sepitan/Sunatan

D. Upacara Adat Perkawinan

1. Upacara sebelum akad nikah

(1) Neundeun Omong

(2) Ngalamar

(3) Seserahan

(4) Ngeuyeuk Seureuh

2. Upacara Adat Akad Nikah

3. Upacara Adat sesudah akad nikah

a) Munjungan/sungkeman

b) Upacara Sawer (Nyawer)

c) Upacara Nincak Endog

d) Upacara Huap Lingkung

19
E. Upacara Adat Bertani

1. Upacara Adat Seren Taun

2. Upacara Adat Kawin Tebu

3. Upacara Adat Ampih Pare

4. Upacara Adat Ngarot

5. Upacara Adat Sedekah Bumi

6. Upacara Adat Pesta Laut

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Budaya jawa yang berada di daerah Jawa Barat merupakan budaya yang
memiliki berbagai kebudayaan, mulai dari adat istiadat sehari-hari, kesenian, acara
ritual, dan lain-lain.
Kebudayaan Jawa Barat yang keagungannya diakui oleh dunia internasional
dapat dilihat pada sejumlah warisan sejarah yang merupakan warisan kebudayaan
masa silam yang tak ternilai harganya.
Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat sekali.
Kedua-duanya tidak mungkin dipisahkan. Ada manusia ada kebudayaan, tidak akan
ada kebudayaan jika tidak ada pendukungnya, yaitu manusia. Akan tetapi manusia
itu hidupnya tidak berapa lama, ia lalu mati. Maka untuk melangsungkan
kebudayaan, pendukungnya harus lebih dari satu orang, bahkan harus lebih dari
satu turunan. Jadi harus diteruskan kepada anak cucu keturunan selanjutnya.

B. Saran
Budaya daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan nasional,
maka segala sesuatu yang terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi
budaya nasional. Atas dasar itulah, kita semua mempunyai kewajiban untuk
menjaga, memelihara dan melestarikan budaya baik budaya lokal atau budaya
daerah maupun budaya nasional, karena budaya merupakan bagian dari kepribadian
bangsa.

21

Anda mungkin juga menyukai