Etos berasal dari bahasa yunani ethos yakni karakter, cara hidup, kebiasaan
seseorang, motivasi atau tujuan moral seseorang serta pandangan dunia mereka,
yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang paling komprehensif
mengenai tatanan. Dengan kata lain etos adalah aspek evaluatif sebagai sikap
mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupannya
(Khasanah, 2004:8).
Menurut Geertz (1982:3) Etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri
dan dunia yang dipancarkan hidup. Sikap disini digambarkan sebagai prinsip masing-
masing individu yang sudah menjadi keyakinannya dalam mengambil keputusan .
Menurut Usman Pelly (1992:12), etos kerja adalah sikap yang muncul
atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya
terhadap kerja. Dapat dilihat dari pernyataan di muka bahwa etos kerja mempunyai
dasar dari nilai budaya, yang mana dari nilai budaya itulah yang membentuk etos
kerja masing-masing pribadi.
Etos kerja dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma
kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar
yang diwujudnyatakan melalui perilaku kerja mereka secara khas.
Menurut Toto Tasmara, (2002) Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya
serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada
sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal
sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan
makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik.
a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik
waktu, kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.
b. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat
penting guna efesien dan efektivitas bekerja.
c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
d. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga
bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk kedepan.
e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak
mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri.
Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan
dan kegiatan individu sebagai seorang pengusaha atau manajer. Menurut A. Tabrani
Rusyan, (1989) fungsi etos kerja adalah:
(a) pendorang timbulnya perbuatan
(b) penggairah dalam aktivitas
(c) penggerak, seperti; mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang
akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.
- Lepaskan impian
- Latihan berkonsentrasi
- Perlunya beristirahat
Aspek Kecerdasan yang Perlu Dibina dalam Diri, untuk Meningkatkan Etos
Kerja :
Salah satu hal yang meladasi pembaharuan di jepang adalah sikap mereka
dalam mempertahankan kebudayaan dan etos kerja. Meskipun mereka
menjadi bangsa yang maju, namun nilai – nilai dasar masyarakat jepang tidak
pernah hilang. Nilai – nilai itu terangkum dalam konsep filosofis
seperti Bushido dan Kaizen.
Di Jepang semua komponen digerakkan untuk melakukann perubahan demi
mencapai kepuasan terhadap masyarakat.
Ada karakteristik khas jepang yang mendorong bangsa ini maju antara lain :
· Bisnis adalah perang. Orang jepang yang di dunia bisnis menganggap bisnis
sebagai perang yang melawan dengan perusahaan lain. Budaya bisnis jepang
lebih mementingkan keuntungan jangka panjang.
Ada beberapa sifat positif yang dimiliki bangsa jepang yang patut dicontoh dan
membuat mereka maju, berkembang sangat pesat :
· Kerja keras,
· Budaya kerja,
· Semangat kerja,
· Disiplin,
· Loyalitas,
· Cerdik meniru,
· Rasa malu,
· Inovasi,
· Kebersamaan,
· Pantang menyerah,
· Hemat,
· Menjaga tradisi,
· Perana perempuan,
· Rapi dan bersih,
· Gesit,
· Jujur,
· Efisien,
· Patriotic,
· Sederhana
Seperti kita ketahui bahwa bangsa Jepang terkenal dengan sebutan bangsa
yang masyarakatnya memiliki etos kerja yang luar biasa dalam hal kerja keras,
disiplin tinggi dan tetap memegang teguh budaya leluhurnya seiring dengan
kemajuan di berbagai bidang IPTEK. Masyarakat Jepang betul-betul menghayati
bahkan menerapkan falsafah “bushido”(etos para samurai), yang secara harfiah
bushido itu berart berasal dari Bu berarti Senjata, Shi berarti Orang (Bushi :
Orang yang dipersenjatai atau dikenal sebagai prajurit), dan Doyang
artinya Jalan / The Way of Life. Sehingga makna Bushido dapat diartikan
sebagai Jalan Prajurit dan Bushido sendiri akhirnya dikenal sebagai karakter dasar
budaya kerja bangsa Jepang.
(1) Gi : keputusan benar diambil dengan sikap benar berdasarkan kebenaran, jika
harus mati demi keputusan itu, Matilah dengan gagah, terhormat,
(2) Yu : berani, ksatria,
(3) Jin : murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama,
Prinsip bushido ini sekalipun awalnya diterapkan dikalangan para prajurit saja,
namun perputaran waktu yang membawa Jepang menjadi bangsa yang maju adalah
bukti bahwa bushido dapat diterapkan dalam segala aspek, termasuk para
wirausaha, birokrat dan kaum cendekiawan serta seluruh lapisan masyarakat.
Karena bushido adalah karakter budaya kerja asli Jepang.
Untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan etos kerja Negara kita yaitu
Indonesia dengan Negara jepang yang terkenal dengan etos kerjanya yang sangat
bagus terbukti negaranya kini menjadi Negara yang sangat maju. Ok, langsung ajah
di baca deh penjelasannya.
Jepang selama ini kita kenal sebagai salah satu negara didunia yang memiliki
etos kerja yang hebat. Etos kerja yang baik ini menimbulkan suatu dampak
kemajuan teknologi dan penguasaan teknologi,serta mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi negara jepang itu sendiri.
Semangat dan pantang menyerah merupakan ciri orang jepang, dari semboyan
samurai yang menyatakan “Lebih baik mati dari pada berkalang malu”, ada juga
istilah MAKOTO yang artinya bekerja dengan giat semangat,jujur serta
ketulusan.belum lagi semangat dan semboyan serta falsafah yang lain yang dapat
memacu kerja dan membentuk etos kerja para pekerja diluar negara jepang.
Sikap patriotisme bangsa Jepang juga menjadi salah satu faktor yang membantu
keberhasilan ekonomi negaranya. Bangsa Jepang bangga dengan produk buatan
negeri sendiri. Mereka juga menjadi pengguna utama produk lokal dan pada saat
yang sama juga mencoba mempromosikan produk made in Japan ke seluruh dunia
dari makanan, teknologi sampai tradisi dan budaya. Dimana saja mereka berada
bangsa Jepang selalu mempertahankan identitas dan jatidiri mereka.Minat dan
kecintaan bangsa Jepang terhadap ilmu membuat mereka merendahkan diri untuk
belajar dan memanfaatkan apa yang telah mereka pelajari. Mereka menggunakan
ilmu yang diperoleh untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan produk Barat demi
memenuhi kepentingan pasar dan konsumen. Bangsa Jepang memang pintar meniru
tetapi mereka memiliki daya inovasi yang tinggi. Pihak Barat memakai proses logika,
rasional dan kajian empiris untuk menghasilkan sebuah inovasi. Namun bangsa
Jepang melibatkan aspek emosi dan intuisi untuk menghasilkan inovasi yang sesuai
dengan selera pasar.
Ciri-ciri etos kerja dan budaya kerja orang Jepang adalah,
Bekerja untuk kesenangan, bukan untuk gaji saja. Tentu saja orang Jepang
juga tidak bekerja tanpa gaji atau dengan gaji yang rendah. Tetapi kalau
gajinya lumayan, orang Jepang bekerja untuk kesenangan. Jika ditanya
“Seandainya anda menjadi milyuner dan tidak usah bekerja, anda berhenti
bekerja ?”, kebanyakan orang Jepang menjawab, “Saya tidak berhenti, terus
bekerja.” Bagi orang Jepang kerja itu seperti permainan yang bermain
bersama dengan kawan yang akrab. Biasanya di Jepang kerja dilakukan oleh
satu tim. Dia ingin berhasil dalam permainan ini, dan ingin menaikkan
kemampuan diri sendiri. Dan bagi dia kawan kawan yang saling mempercayai
sangat penting. Karena permainan terlalu menarik, dia kadang-kadang lupa
pulang ke rumah. Fenomena ini disebut “work holic” oleh orang asing.
Mendewakan langganan. Memang melanggar ajaran Islam, etos kerja orang
Jepang mendewakan client/langganan sebagai Tuhan. “Okyaku sama ha
kamisama desu.” (Langganan adalah Tuhan.) Kata itu dikenal semua orang
Jepang. Kata ini sudah motto bisinis Jepang. Perusahaan Jepang berusaha
mewujudkan permintaan dari langganan sedapat mungkin, dan berusaha
berkembangkan hubungan erat dan panjang dengan langganan.
Bisnis adalah perang. Orang Jepang yang di dunia bisnis menganggap bisnis
sebagai perang yang melawan dengan perusahaan lain. Untuk menang
perang, perlu strategis dan pandangan jangka panjang. Budaya bisinis Jepang
lebih mementingkan keuntungan jangka panjang. Supaya menang perang
seharusnya diadakan persiapan lengkap untuk bertempur setenaga kuat.
Semua orang Jepang tahu pribahasa “Hara ga hette ha ikusa ha dekinu.”
(Kalau lapar tidak bisa bertempur.) Oleh karena itu orang Jepang tidak akan
pernah menerima kebiasaan puasa. Bagi orang Jepang, untuk bekerja harus
makan dan mempersiapkan kondisi lengkap.
Untuk itu, tidak ada alasan bagi Indonesia tidak bisa menjadi seperti Jepang.
Indonesia memiliki sumber alam melimpah dari pada Jepang, tenaga manusia
murah, infrastruktur yang baik, dan kedudukan geografis yang strategis. Tergantung
kemauan, komitmen dan langkah pasti pemerintah serta masyarakatnya dalam
mengaplikasikan formula ekonomi yang ampuh tersebut. Jika bangsa Jepang bisa
melakukannya, maka tidak ada alasan untuk kita gagal melaksanakannya.
Kekuasaan ada ditangan kita dan bukan terletak pada negara.
Etos kerja bangsa Indonesia
Produktivitas kerja jangan dipandang dari ukuran fisik saja. Dalam pemahaman
tentang produktifitas dan produktif disitu terkandung aspek sistem nilai. Manusia
produktif menilai produktivitas dan produktif adalah sikap mental. Hari ini harus lebih
baik dari hari kemarin; hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jadi kalau seseorang
bekerja, dia akan selalu berorientasi pada produktivitas kerja di atas atau minimal
sama dengan standar kerja dari waktu ke waktu. Bekerja produktif sudah sebagai
panggilan jiwa dan kental dengan amanah. Dengan kata lain sikap tersebut sudah
terinternalisasi. Tanpa diinstruksikan dia akan bertindak produktif. Itulah yang
disebut budaya kerja positif (produktif). Sementara itu budaya bekerja produktif
mengandung komponen-komponen: (1) pemahaman substansi dasar tentang
bekerja. (2) sikap terhadap karyawanan. (3) perilaku ketika bekerja. (4) etos kerja.
(5) sikap terhadap waktu. Pertanyaannya apakah semua kita sudah berbudaya kerja
produktif?
Namun lanjutnya, dari 220 juta jiwa rakyat Indonesia, tidak semua memiliki etos
kerja buruk seperti disebutkan diatas. Masih ada organisasi yang peduli dan mau
mengubah etos kerja yang disematkan ke bangsa Indonesia saat ini.
Kita harapkan etos kerja yang diterapkan tersebut bisa diimplementasikan dalam
kerja nyata dan akan lebih baik lagi jika hal positif tersebut menyebar kepada semua
Organisasi kerja diseluruh Indonesia.
Lebih lanjut lagi beliau mengatakan, bangsa Indonesia adalah negara yang kaya
dan merupakan bangsa yang besar. Indonesia dikarunia sumber daya alam yang
melimpah ruah dan jumlah penduduk yang besar. Dan itu merupakan modal untuk
mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Namun pada Kenyataannya
rakyat miskin bertambah banyak, pengangguran semakin meningkat, dan banyak
anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah. Data Penduduk miskin
sampai pada tahun 2009.
Salah satu faktor rendahnya etos kerja yang dimiliki oleh Indonesia yaitu
negatifnya keteladanan yang ditunjukkan oleh para pemimpin. Mereka merupakan
model bagi masyarakat yang bukan hanya memiliki kekuasaan formal, namun juga
kekuasaan nonformal yang justru sering disalahgunakan.