Anda di halaman 1dari 9

Definisi, Fungsi dan Cara

Menumbuhkan Etos Kerja


Definisi Etos Kerja

Menurut Gregory (2003) sejarah membuktikan negara yang dewasa ini


menjadi negara maju, dan terus berpacu dengan teknologi/informasi tinggi pada
dasarnya dimulai dengan suatu etos kerja yang sangat kuat untuk berhasil. Maka
tidak dapat diabaikan etos kerja merupakan bagian yang patut menjadi perhatian
dalam keberhasilan suatu perusahaan, perusahaan besar dan terkenal telah
membuktikan bahwa etos kerja yang militan menjadi salah satu dampak
keberhasilan perusahaannya. Etos kerja seseorang erat kaitannya dengan
kepribadian, perilaku, dan karakternya. Setiap orang memiliki internal being yang
merumuskan siapa dia. Selanjutnya internal being menetapkan respon, atau reaksi
terhadap tuntutan external. Respon internal being terhadap tuntutan external dunia
kerja menetapkan etos kerja seseorang (Siregar, 2000 : 25)

Etos berasal dari bahasa yunani ethos yakni karakter, cara hidup, kebiasaan
seseorang, motivasi atau tujuan moral seseorang serta pandangan dunia mereka,
yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang paling komprehensif
mengenai tatanan. Dengan kata lain etos adalah aspek evaluatif sebagai sikap
mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupannya
(Khasanah, 2004:8).

Menurut Geertz (1982:3) Etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri
dan dunia yang dipancarkan hidup. Sikap disini digambarkan sebagai prinsip masing-
masing individu yang sudah menjadi keyakinannya dalam mengambil keputusan .

Menurut kamus Webster, etos didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi


sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok, atau sebuah institusi
(guiding beliefs of a person, group or institution).

Menurut Usman Pelly (1992:12), etos kerja adalah sikap yang muncul
atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya
terhadap kerja. Dapat dilihat dari pernyataan di muka bahwa etos kerja mempunyai
dasar dari nilai budaya, yang mana dari nilai budaya itulah yang membentuk etos
kerja masing-masing pribadi.

Etos kerja dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma
kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar
yang diwujudnyatakan melalui perilaku kerja mereka secara khas.

Menurut Toto Tasmara, (2002) Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya
serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada
sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal
sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan
makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik.

Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting seperti:

a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik
waktu, kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.
b. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat
penting guna efesien dan efektivitas bekerja.
c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
d. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga
bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk kedepan.
e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak
mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri.

Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan
dan kegiatan individu sebagai seorang pengusaha atau manajer. Menurut A. Tabrani
Rusyan, (1989) fungsi etos kerja adalah:
(a) pendorang timbulnya perbuatan
(b) penggairah dalam aktivitas
(c) penggerak, seperti; mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang
akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.

Cara Menumbuhkan Etos Kerja :

1. Menumbuhkan sikap optimis :

- Mengembangkan semangat dalam diri

- Peliharalah sikap optimis yang telah dipunyai

- Motivasi diri untuk bekerja lebih maju

2. Jadilah diri anda sendiri :

- Lepaskan impian

- Raihlah cita-cita yang anda harapkan

3. Keberanian untuk memulai :

- Jangan buang waktu dengan bermimpi

- Jangan takut untuk gagal

- Merubah kegagalan menjadi sukses

4. Kerja dan waktu :


- Menghargai waktu (tidak akan pernah ada ulangan waktu)
- Jangan cepat merasa puas

5. Kosentrasikan diri pada pekerjaan :

- Latihan berkonsentrasi

- Perlunya beristirahat

6. Bekerja adalah sebuah panggilan Tuhan

Aspek Kecerdasan yang Perlu Dibina dalam Diri, untuk Meningkatkan Etos
Kerja :

1. Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaanya.


2. Semangat : keinginan untuk bekerja.
3. Kemauan : apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.
4. Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan (janji dalam bekerja).
5. Inisiatif : usaha mula-mula, prakarsa dalam bekerja.
6. Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan.
7. Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan
dan sebagainya dalam bekerja.
8. Wawasan : konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.

Satu Perbandingan : Etos kerja Bangsa Jepang

Salah satu hal yang meladasi pembaharuan di jepang adalah sikap mereka
dalam mempertahankan kebudayaan dan etos kerja. Meskipun mereka
menjadi bangsa yang maju, namun nilai – nilai dasar masyarakat jepang tidak
pernah hilang. Nilai – nilai itu terangkum dalam konsep filosofis
seperti Bushido dan Kaizen.
Di Jepang semua komponen digerakkan untuk melakukann perubahan demi
mencapai kepuasan terhadap masyarakat.

Ada karakteristik khas jepang yang mendorong bangsa ini maju antara lain :

1. Bangsa jepang menghargai jasa orang lain;


2. Orang jepang menghargai hasil pekerjaan orang lain;
3. Setiap orang harus berusaha.
4. Orang jepang mempunyai semangat yang tidak pernah luntur, tahan banting,
dan tidak mau menyerah.
5. Jepang adalah bangsa yang menghargai tradisi dan memegang teguh
kebudayaan yang telah di wariskan oleh pendahulunya.
6. Kehausan yang tidak pernah puas akan pengetahuan.
Bangsa jepang memiliki etos dan budaya kerja yang unik. Menurut mereka :

· Bekerja adalah untuk kesenangan, bukan sekedar untuk mendapatkan gaji.


Tentu saja orang jepang juga tidak bekerja tanpa gaji atau di gaji yang rendah,
tetapi kalau gajinya lumayan orang jepang bekerja untuk kesenangan;

· Harus mendewakan langganan. Okyaku sama ha kamisama desu’


langganan adalah tuhan’, pribahasa ini dikenal oleh semua orang jepang. Dan
sudah menjadi motto.

· Bisnis adalah perang. Orang jepang yang di dunia bisnis menganggap bisnis
sebagai perang yang melawan dengan perusahaan lain. Budaya bisnis jepang
lebih mementingkan keuntungan jangka panjang.

Ada beberapa sifat positif yang dimiliki bangsa jepang yang patut dicontoh dan
membuat mereka maju, berkembang sangat pesat :

· Kerja keras,
· Budaya kerja,
· Semangat kerja,
· Disiplin,
· Loyalitas,
· Cerdik meniru,
· Rasa malu,
· Inovasi,
· Kebersamaan,
· Pantang menyerah,
· Hemat,
· Menjaga tradisi,
· Perana perempuan,
· Rapi dan bersih,
· Gesit,
· Jujur,
· Efisien,
· Patriotic,
· Sederhana

· Prinsip Bushido : Etos Kerja Bangsa Jepang

Seperti kita ketahui bahwa bangsa Jepang terkenal dengan sebutan bangsa
yang masyarakatnya memiliki etos kerja yang luar biasa dalam hal kerja keras,
disiplin tinggi dan tetap memegang teguh budaya leluhurnya seiring dengan
kemajuan di berbagai bidang IPTEK. Masyarakat Jepang betul-betul menghayati
bahkan menerapkan falsafah “bushido”(etos para samurai), yang secara harfiah
bushido itu berart berasal dari Bu berarti Senjata, Shi berarti Orang (Bushi :
Orang yang dipersenjatai atau dikenal sebagai prajurit), dan Doyang
artinya Jalan / The Way of Life. Sehingga makna Bushido dapat diartikan
sebagai Jalan Prajurit dan Bushido sendiri akhirnya dikenal sebagai karakter dasar
budaya kerja bangsa Jepang.

7(tujuh ) prinsip dalam Bushido :

(1) Gi : keputusan benar diambil dengan sikap benar berdasarkan kebenaran, jika
harus mati demi keputusan itu, Matilah dengan gagah, terhormat,
(2) Yu : berani, ksatria,

(3) Jin : murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama,

(4) Re : bersikap santun, bertindak benar,

(5) Makoto : tulus setulus-tulusnya, sungguh-sesungguh-sungguhnya, tanpa


pamrih,

(6) Melyo : menjaga kehormatan martabat, kemuliaan,

(7) Chugo : mengabdi, loyal.

Prinsip bushido ini sekalipun awalnya diterapkan dikalangan para prajurit saja,
namun perputaran waktu yang membawa Jepang menjadi bangsa yang maju adalah
bukti bahwa bushido dapat diterapkan dalam segala aspek, termasuk para
wirausaha, birokrat dan kaum cendekiawan serta seluruh lapisan masyarakat.
Karena bushido adalah karakter budaya kerja asli Jepang.

Perbedaan Etos Kerja Bangsa Jepang dengan Indonesia

Untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan etos kerja Negara kita yaitu
Indonesia dengan Negara jepang yang terkenal dengan etos kerjanya yang sangat
bagus terbukti negaranya kini menjadi Negara yang sangat maju. Ok, langsung ajah
di baca deh penjelasannya.

 Etos kerja bangsa Jepang

Jepang selama ini kita kenal sebagai salah satu negara didunia yang memiliki
etos kerja yang hebat. Etos kerja yang baik ini menimbulkan suatu dampak
kemajuan teknologi dan penguasaan teknologi,serta mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi negara jepang itu sendiri.

Semangat dan pantang menyerah merupakan ciri orang jepang, dari semboyan
samurai yang menyatakan “Lebih baik mati dari pada berkalang malu”, ada juga
istilah MAKOTO yang artinya bekerja dengan giat semangat,jujur serta
ketulusan.belum lagi semangat dan semboyan serta falsafah yang lain yang dapat
memacu kerja dan membentuk etos kerja para pekerja diluar negara jepang.

Sedangkan bila dilihat dari segi kebudayaannya, kepemimpinan Jepang dikenal


memiliki etos kerja yang sangat baik dalam memajukan negara atau organisasi yang
berada di dalamnya. Diambil dari sumber yang ditulis oleh Ahmad Kurnia dari buku
karya ANN WAN SENG, “RAHASIA BISNIS ORANG JEPANG (Langkah Raksasa Sang
Nippon Menguasai Dunia)” diceritakan setelah bom atom Amerika menghunjam
Hiroshima dan Nagasaki yang merupakan jantung kota Jepang tahun 1945, semua
pakar ekonomi saat itu memastikan Jepang akan segera mengalami kebangkrutan.
Namun, dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun, Jepang ternyata mampu bangkit
dan bahkan menyaingi perekonomian negara yang menyerangnya. Terbukti,
pendapatan tahunan negara Jepang bersaing ketat di belakang Amerika Serikat.
Apalagi di bidang perteknologian, Jepang menjelma menjadi raksasa di atas
negaranegara besar dan berkuasa lainnya. Dengan segala kekurangan secara fisik,
tidak fasih berbahasa Inggris, kekurangan sumber tenaga kerja, dan selalu terancam
bencana alam rupanya tidak menghalangi mereka menjadi bangsa yang dihormati
dunia.

Orang Jepang sanggup berkorban dengan bekerja lembur tanpa mengharap


bayaran. Mereka merasa lebih dihargai jika diberikan tugas pekerjaan yang berat
dan menantang. Bagi mereka, jika hasil produksi meningkat dan perusahaan
mendapat keuntungan besar, secara otomatis mereka akan mendapatkan balasan
yang setimpal. Dalam pikiran dan jiwa mereka, hanya ada keinginan untuk
melakukan pekerjaan sebaik mungkin dan mencurahkan seluruh komitmen pada
pekerjaan. Pada tahun 1960, rata-rata jam kerja pekerja Jepang adalah 2.450
jam/tahun. Pada tahun 1992 jumlah itu menurun menjadi 2.017 jam/tahun. Namun,
jam kerja itu masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata jam kerja di negara
lain, misalnya Amerika (1.957 jam/tahun), Inggris (1.911 jam/tahun), Jerman (1.870
jam/tahun), dan Prancis (1.680 jam/tahun). Ukuran nilai dan status orang Jepang
didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang dihabiskannya di tempat kerja
(hlm.70). Keadaan ini tentu sangat berbeda dengan budaya kerja orang Indonesia
yang biasanya selalu ingin pulang lebih cepat. Di Jepang, orang yang pulang kerja
lebih cepat selalu diberi berbagai stigma negatif, dianggap sebagai pekerja yang
tidak penting, malas dan tidak produktif.

Sikap patriotisme bangsa Jepang juga menjadi salah satu faktor yang membantu
keberhasilan ekonomi negaranya. Bangsa Jepang bangga dengan produk buatan
negeri sendiri. Mereka juga menjadi pengguna utama produk lokal dan pada saat
yang sama juga mencoba mempromosikan produk made in Japan ke seluruh dunia
dari makanan, teknologi sampai tradisi dan budaya. Dimana saja mereka berada
bangsa Jepang selalu mempertahankan identitas dan jatidiri mereka.Minat dan
kecintaan bangsa Jepang terhadap ilmu membuat mereka merendahkan diri untuk
belajar dan memanfaatkan apa yang telah mereka pelajari. Mereka menggunakan
ilmu yang diperoleh untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan produk Barat demi
memenuhi kepentingan pasar dan konsumen. Bangsa Jepang memang pintar meniru
tetapi mereka memiliki daya inovasi yang tinggi. Pihak Barat memakai proses logika,
rasional dan kajian empiris untuk menghasilkan sebuah inovasi. Namun bangsa
Jepang melibatkan aspek emosi dan intuisi untuk menghasilkan inovasi yang sesuai
dengan selera pasar.
Ciri-ciri etos kerja dan budaya kerja orang Jepang adalah,

 Bekerja untuk kesenangan, bukan untuk gaji saja. Tentu saja orang Jepang
juga tidak bekerja tanpa gaji atau dengan gaji yang rendah. Tetapi kalau
gajinya lumayan, orang Jepang bekerja untuk kesenangan. Jika ditanya
“Seandainya anda menjadi milyuner dan tidak usah bekerja, anda berhenti
bekerja ?”, kebanyakan orang Jepang menjawab, “Saya tidak berhenti, terus
bekerja.” Bagi orang Jepang kerja itu seperti permainan yang bermain
bersama dengan kawan yang akrab. Biasanya di Jepang kerja dilakukan oleh
satu tim. Dia ingin berhasil dalam permainan ini, dan ingin menaikkan
kemampuan diri sendiri. Dan bagi dia kawan kawan yang saling mempercayai
sangat penting. Karena permainan terlalu menarik, dia kadang-kadang lupa
pulang ke rumah. Fenomena ini disebut “work holic” oleh orang asing.
 Mendewakan langganan. Memang melanggar ajaran Islam, etos kerja orang
Jepang mendewakan client/langganan sebagai Tuhan. “Okyaku sama ha
kamisama desu.” (Langganan adalah Tuhan.) Kata itu dikenal semua orang
Jepang. Kata ini sudah motto bisinis Jepang. Perusahaan Jepang berusaha
mewujudkan permintaan dari langganan sedapat mungkin, dan berusaha
berkembangkan hubungan erat dan panjang dengan langganan.
 Bisnis adalah perang. Orang Jepang yang di dunia bisnis menganggap bisnis
sebagai perang yang melawan dengan perusahaan lain. Untuk menang
perang, perlu strategis dan pandangan jangka panjang. Budaya bisinis Jepang
lebih mementingkan keuntungan jangka panjang. Supaya menang perang
seharusnya diadakan persiapan lengkap untuk bertempur setenaga kuat.
Semua orang Jepang tahu pribahasa “Hara ga hette ha ikusa ha dekinu.”
(Kalau lapar tidak bisa bertempur.) Oleh karena itu orang Jepang tidak akan
pernah menerima kebiasaan puasa. Bagi orang Jepang, untuk bekerja harus
makan dan mempersiapkan kondisi lengkap.

Untuk melancarkan urusan pekerjaanya, orang Jepang memegang teguh prinsip


tepat waktu dengan tertib dan disiplin, khususnya dalam sektor perindustrian dan
perdagangan.

Untuk itu, tidak ada alasan bagi Indonesia tidak bisa menjadi seperti Jepang.
Indonesia memiliki sumber alam melimpah dari pada Jepang, tenaga manusia
murah, infrastruktur yang baik, dan kedudukan geografis yang strategis. Tergantung
kemauan, komitmen dan langkah pasti pemerintah serta masyarakatnya dalam
mengaplikasikan formula ekonomi yang ampuh tersebut. Jika bangsa Jepang bisa
melakukannya, maka tidak ada alasan untuk kita gagal melaksanakannya.
Kekuasaan ada ditangan kita dan bukan terletak pada negara.
 Etos kerja bangsa Indonesia

Insititute for Management of Development, Swiss, World Competitiveness Book


(2007), memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkat produktivitas kerja
Indonesia berada pada posisi 59 dari 60 negara yang disurvei. Atau semakin turun
ketimbang tahun 2001 yang mencapai urutan 46. Sementara itu negara-negara Asia
lainnya berada di atas Indonesia seperti Singapura (peringkat 1), Thailand (27),
Malaysia (28), Korea (29), Cina (31), India (39), dan Filipina (49). Urutan peringkat
ini berkaitan juga dengan kinerja pada dimensi lainnya yakni pada Economic
Performance pada tahun 2005 berada pada urutan buncit yakni ke 60, Business
Efficiency (59), dan Government Efficiency (55). Lagi-lagi diduga kuat bahwa
semuanya itu karena mutu sumberdaya manusia Indonesia yang tidak mampu
bersaing. Juga mungkin karena faktor budaya kerja yang juga masih lemah dan
tidak merata. Bisa dibayangkan dengan kondisi krisis finansial global belakangan ini
bisa-bisa posisi Indonesia akan bertahan kalau tidak ada remedi yang tepat.

Produktivitas kerja jangan dipandang dari ukuran fisik saja. Dalam pemahaman
tentang produktifitas dan produktif disitu terkandung aspek sistem nilai. Manusia
produktif menilai produktivitas dan produktif adalah sikap mental. Hari ini harus lebih
baik dari hari kemarin; hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jadi kalau seseorang
bekerja, dia akan selalu berorientasi pada produktivitas kerja di atas atau minimal
sama dengan standar kerja dari waktu ke waktu. Bekerja produktif sudah sebagai
panggilan jiwa dan kental dengan amanah. Dengan kata lain sikap tersebut sudah
terinternalisasi. Tanpa diinstruksikan dia akan bertindak produktif. Itulah yang
disebut budaya kerja positif (produktif). Sementara itu budaya bekerja produktif
mengandung komponen-komponen: (1) pemahaman substansi dasar tentang
bekerja. (2) sikap terhadap karyawanan. (3) perilaku ketika bekerja. (4) etos kerja.
(5) sikap terhadap waktu. Pertanyaannya apakah semua kita sudah berbudaya kerja
produktif?

Budaya kerja produktif di Indonesia, belum merata. Bekerja masih dianggap


sebagai sesuatu yang rutin. Bahkan di sebagian karyawan, bisa jadi bekerja
dianggap sebagai beban dan paksaan terutama bagi orang yang malas. Pemahaman
karyawan tentang budaya kerja positif masih lemah. Budaya organisasi atau budaya
perusahaan masih belum banyak dijumpai. Hal ini pulalah juga agaknya yang kurang
mendukung terciptanya budaya produktif. Perusahaan belum mengganggap sikap
produktif sebagai suatu sistem nilai. Seolah-olah karyawan tidak memiliki sistem nilai
apa yang harus dipegang dan dilaksanakan. Karena itu tidak jarang prusahaan yang
mengabaikan kesejahteraan karyawan termasuk upah minimunya. Ditambah dengan
rata-rata pendidikan karyawan yang relatif masih rendah maka produktivitas pun
rendah. Karena itu tidak heran produktivitas kerja di Indonesia termasuk terendah
dibanding dengan negara-negara lain di Asia. Mengapa bisa seperti itu?

Hal demikian bisa dijelaskan lewat formula matematika sederhana. Produktivitas


kerja merupakan rasio dari keluaran/output dengan inputnya. Bentuk output dapat
berupa barang dan jasa. Sementara input berupa jumlah waktu kerja, kondisi mutu
dan fisik karyawan, tingkat upah dan gaji, teknologi yang dipakai dsb. Jadi output
yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh faktor input yang digunakan. Dengan
demikian produktivitas kerja di Indonesia relatif rendah karena memang rendahnya
faktor-faktor kualitas fisik, tingkat pendidikan, etos kerja, dan tingkat upah dari
karyawan. Hal ini ditunjukkan pula oleh angka indeks pembangunan manusia di
Indonesia (gizi, pendidikan, kesehatan) yang relatif lebih rendah dibanding di
negara-negara tetangga.

Seharusnya faktor-faktor tersebut perlu dikuasai secara seimbang agar para


karyawan mampu mencapai produktivitas yang standar. Pendidikan dan pelatihan
perlu terus dikembangkan disamping penyediaan akses teknologi. Kompetensi
(pengetahuan, sikap dan ketrampilan) karyawan menjadi tuntutan pasar kerja yang
semakin mendesak. Dengan kata lain suasana proses pembelajaran plus dukungan
kesejahteraan karyawan perlu terus dikembangkan.

Etos kerja orang Indonesia adalah :

 Munafik atau hipokrit. Suka berpura-pura, lain di mulut lain di hati.


 Enggan bertanggung jawab. Suka mencari kambing hitam.
 Berjiwa feodal. Gemar upacara, suka dihormati daripada menghormati dan
lebih mementingkan status daripada prestasi.
 Percaya takhyul. Gemar hal keramat, mistis dan gaib.
 Berwatak lemah. Kurang kuat mempertahankan keyakinan, plinplan, dan
gampang terintimidasi. Dari kesemuanya, hanya ada satu yang positif, yaitu
 Artistik; dekat dengan alam. Dengan melihat keadaan saat ini, ini merupakan
kenyataan pahit, yang memang tidak bisa kita pungkiri, dan memang begitu
adanya.

Namun lanjutnya, dari 220 juta jiwa rakyat Indonesia, tidak semua memiliki etos
kerja buruk seperti disebutkan diatas. Masih ada organisasi yang peduli dan mau
mengubah etos kerja yang disematkan ke bangsa Indonesia saat ini.

Kita harapkan etos kerja yang diterapkan tersebut bisa diimplementasikan dalam
kerja nyata dan akan lebih baik lagi jika hal positif tersebut menyebar kepada semua
Organisasi kerja diseluruh Indonesia.

Lebih lanjut lagi beliau mengatakan, bangsa Indonesia adalah negara yang kaya
dan merupakan bangsa yang besar. Indonesia dikarunia sumber daya alam yang
melimpah ruah dan jumlah penduduk yang besar. Dan itu merupakan modal untuk
mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Namun pada Kenyataannya
rakyat miskin bertambah banyak, pengangguran semakin meningkat, dan banyak
anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah. Data Penduduk miskin
sampai pada tahun 2009.

Salah satu faktor rendahnya etos kerja yang dimiliki oleh Indonesia yaitu
negatifnya keteladanan yang ditunjukkan oleh para pemimpin. Mereka merupakan
model bagi masyarakat yang bukan hanya memiliki kekuasaan formal, namun juga
kekuasaan nonformal yang justru sering disalahgunakan.

Anda mungkin juga menyukai