Anda di halaman 1dari 84

ACARA I

ENZIM

A. Tujuan
Tujuan praktikum acara I Enzim ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas kerja enzim Diastase/
Amilase.
2. Mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas kerja enzim Diastase/
Amilase.
3. Mengetahui aktivitas enzim amilase pada kecambah dan kacang hijau.

B. Tinjauan Pustaka
1. Teori
/Uji Benedict dapat berperan dalam uji kualitatif glukosa. Glukosa
adalah monosakarida dengan rumus kima C6H12O6 terdapat sebagai
glikosida di dalam tubuh binatang, sebagai disakarida-disakarida dan
polisakarida di dalam tubuh tumbuh-tumbuhan. Glukosa dapat dihasilkan
melalui hidrolisis polisakarida atau disakarida, baik dengan asam maupun
dengan enzim. Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, dan proses
pembuatannya dapat dihidrolisa dengan asam maupun enzim. Dalam
proses hidrolisa, karbohidrat diubah menjadi gula larut dalam air
dilakukan dengan penambahan air dan asam kemudian dilakukan proses
peruraian atau fermentasi gula menjadi etanol dengan menambahkan
yaest/ragi. Glukosa adalah suatu karbohidrat terpenting yang digunakan
sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Uji Benedict dapat
berguna dalam aplikasi di bidang pangan, seperti penentuan kadar alkohol
dalam minuman fermentasi seperti bir atau anggur selain itu untuk
mengetahui kandungan glukosa dalam sirup, kecap, dan lain-lain
(Yusrin, 2010).
Larutan Benedict terbuat dari campuran CuSO4, NaOH dan Na
sitrat, gula tersebut akan mereduksi Cu2+ yang berupa Cu(OH)2 menjadi

1
Cu+ sebagai CuOH, selanjutnya menjadi Cu2O yang tidak larut, berwarna
kuning atau merah. Pada saat yang bersamaan, gula pereduksi akan
teroksidasi, berfragmentasi dan berpolimerisasi dalam larutan Benedict
(Girindra, 1990).
Metode yang sering digunakan dalam analisa kadar gula suatu
sampel, biasanya menggunakan reagen Benedict. Reagen Benedict
mengandung ion Cu2+ yang akan direduksi oleh gula menjadi ion Cu+
melalui proses pemanasan sehingga menghasilkan endapan coklat atau
merah bata (Indarti, 2011).
Pemanasan karbohidrat pereduksi dengan pereaksi Benedict akan
terjadi perubahan warna dari biru, hijau, kuning, kemerah-merahan dan
akhirnya terbentuk endapan merah bata kuprooksida apabila konsentrasi
karbohidrat pereduksi cukup tinggi. Karbohidrat pereduksi akan
teroksidasi menjadi asam onat sedangkan pereaksi Benedict (Cu++) akan
tereduksi menjadi kuprooksida, jadi dalam uji ini terjadi proses reduksi
dan oksidasi (Sumardjo, 2009).
Pada percobaan uji Iod untuk mengetahui kandungan pati dalam
sampel. Larutan Iodin ditambahakan pada larutan sampel sebanyak satu
tetes. Timbulnya warna biru menunjukkan adanya pati, sedangkan warna
merah menunjukkan adanya glikogen (Winarno, 2002).
Prinsip uji Iod, larutan pati akan bereaksi dengan Iod membentuk
warna biru, karena Iod masuk ke dalam kumparan molekul pati. Senyawa
ini hanya stabil dalam larutan dingin. Pada pemanasan, warna biru akan
hilang karena molekul pati meregang, sehingga Iod lepas dari kumparan
pati, tetapi akan kembali menjadi biru bila didinginkan. Amilosa akan
memberikan warna yang lebih biru bila dibandingkan dengan amilopektin
(Bintang, 2010).
Uji Iod dalam bidang pangan dapat berguna dalam, seperti
penentuan kadar alkohol dalam minuman fermentasi seperti bir atau
anggur selain berfungsi untuk mengetahui kandungan gula pada roti, kadar
glukosa dalam sirup, buah dan lain-lain (Fitiyani, 2013).

2
Ekstrak α-amilase dari tauge didapat dengan menghancurkan tauge
yang telah dipisahkan dari kulitnya dengan menggunakan blender.
Hancurkan tauge kemudian dicampur dengan 5 mL buffer asetat 0,2 m pH
5. Campuran ini dibiarkaan selama 10 menit dan dikocok sesekali. Ekstrak
enzim dipisahkan dari bahan padatan lainnya dengan cara penyaringan
yang diikuti dengan sentrifugasi selama 20 menit (2000 rpm, 5 oC)
(Faradilla, 2012).
2. Bahan
Enzim adalah suatu kelompok protein yang berperan sangat
penting dalam proses aktivitas biologis. Enzim berfungsi sebagai
katalisator dalam sel dan sifatnya sangat khas karena hanya bekerja pada
substrat tertentu dan bentuk reaksi tertentu. Enzim dapat mengatur reaksi
tertentu sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan hasil akhir reaksinya. Enzim ini akan kehilangan
aktivitasnya akibat panas, asam atau basa kuat, pelarut organik atau apa
saja yang menyebabkan denaturasi protein.
Aktivitas enzim amilase dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
pH, suhu, inhibitor, konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim. Kecepatan
reaksi bergantung pada konsentrasi enzim yang berperan dalam katalisator
reaksi itu. Banyaknya substrat ditransformasikan sesuai dengan tingginya
konsentrasi enzim yang digunakan. Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh
pH karena sifat ionic gugus karboksil dan gugus amilum mudah
dipengaruhi oleh pH. Hal ini menyebabkan daerah katalitik dan
konformasi enzim menjadi berubah. Selain itu perubahan pH juga
menyebabkan denaturasi enzim dan mengakibatkan hilangnya aktivitas
enzim. Untuk mengetahui pH optimum perlu dicari terlebih dahulu
memakai buffer yang cocok. Enzim sangat peka terhadap senyawa atau
suatu gugus senyawa yang diikatnya. Apabila aktivitas enzim terhambat
oleh senyawa maka senyawa ini disebut inhibitor. Inhibitor dibagi menjadi
2 yaitu inhibitor kompetisi dan non-kompetisi.

3
Polisakarida merupakan karbohidrat kompleks, terdapat di alam
dapat dihidrolisis oleh asam maupun enzim, menghasilkan monosakarida
maupun turunan monosakarida. Polisakarida dapat berfungsi sebagai
polisakarida struktur maupun simpanan. Pati yang terdapat pada tumbuhan
dan glikogen pada hewan merupakan polisakarida simpanan. Pati adalah
polisakarida simpanan yang terdapat pada tumbuhan, terdiri dari amilosa
dan amilopektin. Amilosa memberi warna biru dengan adanya Iodium,
karena senyawa ini dapat masuk dan menduduki posisi dalam gelung
helical yang terbentuk jika amliso berada dalam air, amilopektin
menghasilkan warna jingga sampai merah bila ditambahkan larutan
Iodium. Larutan Benedict terbuat dari campuran CuSO4, NaOH dan Na
sitrat, gula tersebut akan mereduksi Cu2+ yang berupa Cu(OH)2 menjadi
Cu+ sebagai CuOH, selanjutnya menjadi Cu2O yang tidak larut, berwarna
kuning atau merah. Pada saat yang bersamaan, gula pereduksi akan
teroksidasi, berfragmentasi dan berpolimerisasi dalam larutan Benedict
(Girindra, 1990).
Enzim diastase adalah salah satu enzim amilase, enzim diastase
terkandung dalam madu, enzim ini berfungsi mengubah zat tepung
menjadi dekstrin atau maltose atau dapat mengubah karbohidrat komplek
menjadi sederhana. Kerja enzim diastase akan rusak bila dipanaskan padu
suhu 60oC-80oC (Suranto, 2007).
Diastase adalah campuran enzim yang mencerna amilosa (pati)
menjadi maltosa . Diastase terdiri dari α-amilase, β-amilase, fosfatase, dan
terkandung senyawa organik dan anorganik lainnya. β-amilase adalah
enzim yang mengkonversi amilosa kuantitatif untuk maltosa dan yang
mampu menghidrolisis amilopektin ke dekstrin sisa (Eyster, 1959).
Salah satu enzim madu yang paling penting adalah diastase, yang
mampu untuk memecah glikosidik dalam oligosakarida dan polisakarida.
Aktivitas enzim ini menurun dengan waktu penyimpanan dan pemanasan.
Aktivitas enzim diastase dapat diukur dan dinyatakan sebagai Nomor
Diastase (DN). Inaktivasi diastase dalam kondisi konvensional,

4
bertentangan dengan mekanisme inaktivasi diastase dalam kondisi
microwave. Perbedaan ini, mungkin berasal efek microwave tertentu.
inaktivasi enzim diastase jauh lebih cepat di dalam microwave daripada
proses konvensional (Kowalski, 2012).
Amilase berfungsi menghidrolisis pati menjadi gula pereduksi
dengan cara difermentasi, terutama maltosa dan mengurangi non
difermentasi. Amilase adalah enzim penting yang digunakan dalam
industri pengolahan pati untuk hidrolisis polisakarida seperti pati menjadi
gula sederhana (Oyeleke, 2010).
Enzim amilase/diastase adalah enzim yang mampu menghidrolisis
molekul pati, glikogen, dan turunan polisakarida pada ikatan α-1,4. Enzim
amilase ada di dalam cairan saliva di rongga mulut yang bekerja pada
kisaran pH 6,8 sampai 7,0. Enzim amilase terdiri atas tiga jenis, yaitu
α-amilase, β–amilase, dan glukoamilase. Enzim α-amilase merupakan
enzim amilase endosplting yang memutuskan ikatan glikosidik pada
bagian dalam rantai pati secara acak. Enzim β–amilase bekerja dengan
memecah ikatan α-1,4-glikosidik dan tidak mampu melewati percabangan
α-1,6 glikosidik sehingga menghasilkan maltose dalam konfigurasi beta.
Enzim glukoamilase bekerja dengan menghidrolisis ikatan α-1,4 dan α-1,6
glikosidik dari gugus non pereduksi sehingga menghasilkan D-glukosa.
Enzim α-amilase hanya spesifik untuk menghidrolisis ikatan ∝-pati secara
acak dan menhasilkan isomaltase. Hasil hidrolisis pati dan glikogen oleh
α-amilase adalah oligosakarida, maltose, dan sejumlah kecil glukosa yan
mempunyai konfigurasi gula ∝, seperti substrat awal. Cara kerja enzim α-
amilase terjadi melalui dua tahap yaitu pertama degradasi amilosa menjadi
maltose dan maltotriosa yang terjadi acak, degradasi ini terjadi sangat
cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap
kedua relative lambat yaitu pembentukan glukosa dan maltose sebagai
hasil akhir secara tidak acak (Jayanti, 2011).
Kerja suatu enzim dapat optimal karena beberapa faktor. Salah
satunya adalah suhu. Karena enzim merupakan suatu bentuk protein

5
sehingga apabila terjadi kenaikkan suhu dapat menyebabkan denaturasi
pada enzim tersebut. Proses denaturasi terjadi akibat terganggunya sisi
aktif enzim dan berkurangnya konsentrasi efektif enzim sehingga
kecepatan reaksi enzim tersebut akan menurun atau berkurang. Namun
sebelum terjadinya proses denaturasi kenaikkan suhu dapat mempercepat
reaksi/ aktivitas enzim tersebut (Poedjiadi, 1994).
Pengaruh suhu terhadap enzim karena struktur protein menentukan
aktivitas enzim, maka jika struktur ini terganggu aktivitas akan berubah.
Enzim sering memperlihatkan kerapuhan akibat suhu. Jika dipanaskan
sehingga kurang lebih di atas 50oC. pH optimum yang diperlihatkan oleh
enzim berbeda-beda, pepsin yang ada dalam lingkungan asam dalam
lambung, mempunyai pH optimum kurang lebih 1,5, sedangkan arginase,
suatu enzim yang memecah asam amino arganin, optimum pada pH 9,7.
Kebanyakan enzim mempunyai pH optimal antara pH 4 dan 8. Jika suatu
enzim diberi pH ekstrim, maka akan terdenaturasi (Ismadi, 1993).
Enzim diastase/amilase mempunyai suhu optimum 40oC dan
bekerja pada pH optimum 6-8. Sejumlah bakteri seperti Aspergillus
oryzae, Bacillus amyloliquefaciens, dan Bacillus licheniformis merupakan
penghasil enzim amilase. Sehingga enzim amilase dapat diaplikasikan
dalam bidang pangan seperti pembuatan kecap, sirup, kue, bir dan lain-lain
(Fitriani, 2013).
Di dalam bioteknologi, amilase adalah enzim yang paling penting.
Seperti hidrolisis pati untuk menghasilkan sirup glukosa. Tepung yang
kaya amilase dan dalam pembentukan dekstrin saat memanggang makanan
dalam industri (Verma, 2011).
Glikogen adalah polisakarida simpanan pada hewan, seperti pati
namun percabangannya lebih banyak. Glikogen dihasilkan jika glukosa
diserap dari usus ke dalam darah dan diangkut ke hati, otot, dan lain-lain,
kemudian berpolimer dengan bantuan enzim. Glikogen mempertahankan
keseimbangan gula dalam tubuh dengan menghilangkan/menyimpan
kelebihan gula dari makanan dan jika diperlukan untuk energi akan

6
mensuplainya ke dalam darah. Selulosa adalah polimer tak bercabang dari
glukosa, serta selulosa yang mempunyai kekuatan fisik yang tinggi
terbentuk dari fibril-fibril ini, tergulung seperti spiral dengan arah yang
berlawanan (Hart, 1983).
Enzim selulase berasal dari berbagai mikroorganisme, terutama
jamur. Selulase adalah enzim sinergis yang digunakan untuk memecah
selulosa menjadi glukosa atau oligosakarida lainnya (Arti dkk, 2011).
Kacang hijau merupakan tanaman pangan legum yang dapat
tumbuh hampir disemua tempat di Indonesia. Kacang hijau mengandung
oligosakarida. Tauge adalah produk dari hasil perkecambahan kacang
hijau. selama proses perkecambahan, terjadi perubahan yang signifikan
pada kadar air, protein, karbohidrat, lemak, dan zat anti gizi kacang hijau.
Kadar air tauge akan meningkat seiring dengan umur perkecambahan.
Kenaikan kadar air kecambah dikarenakan perkecambahan dimulai dengan
proses penyerapan air oleh biji, melunaknya kulit biji, dan hidrasi
protoplasma. Proses perkecambahan juga dapat menurunkan
oligosakarida, penurunan yang drastic pada oligosakarida kemungkinan
karena gula tersebut terhidrolisis menjadi monosakarida yang digunakan
sebagai sumber energy selama germinasi (Faradilla dan Ekafitri, 2012).
Metode yang sering digunakan dalam analisa kadar gula suatu
sampel, biasanya menggunakan reagen Benedict. Reagen Benedict
mengandung ion Cu2+ yang akan direduksi oleh gula menjadi ion Cu+
melalui proses pemanasan sehingga menghasilkan endapan coklat atau
merah bata (Indarti, 2011).
Aquades merupakan air murni, dengan asumsi hanya berisi
molekul – molekul H2O tanpa adanya penambahan unsur lain seperti ion.
Jadi, disini yang mendapat pengaruh medan listrik luar hanya molekul –
molekul H2O sebagai dipol – dipol listrik. Selain itu, Aquades merupakan
pelarut yang baik (Sukarsono dkk, 2008).

7
C. Metodologi
1. Alat
a. Gelas ukur
b.Kertas saring
c. Lempeng porselin
d.Penangas air
e. Pipet tetes
f. Stop watch
g.Tabung reaksi
h.Pipet ukur
i. Rak tabung
j. Waterbath
k.Penjepit kayu
l. Mortar
2. Bahan
a. Larutan buffer 6 ml pH 4.0; pH 6.0; pH 8.0
b.Larutan amilum 1%
c. Larutan enzim diastase 2 ml
d.Larutan Iodin 0,01 M
e. Glukosa 1%
f. Reagen Benedict
g.Biji kacang hijau
h.Tauge
i. Aquades
j. Selulosa 1%
k.Glikogen 1%

8
3. Cara Kerja
Percobaan 1.1.1Pengaruh pH terhadap aktivitas Enzim Diastase/Amilase

3 tabung reaksi disiapkan

Larutan amilum 1% Dimasukkan kedalam tabung reaksi

Dimasukkan ke dalam masing-


Buffer pH 4,6,8 masing tabung reaksi yang berisi
larutan amilum 1%

Larutan enzim Ditambahkan 1 ml dalam masing-


diastase masing tabung reaksi

Digojog hingga homogen

Diambil 1 tetes diteteskan ke


plat tetes

Larutan Iod Diteteskan 1 tetes

Di inkubasi pada suhu 40°C selama


20 menit

Setiap 5 menit larutan diambil 1


tetes kemudian diteteskan pada plat
tetes

Larutan Iod Ditambahkan 1 tetes

Dicatat perubahan warna yang


terjadi

9
Percobaan 1.1.2 Uji Benedict pengaruh pH Terhadap Enzim Diastase

Disiapkan 3 tabung reaksi dari


hasil praktikum 1.1.1

Ditambahkan 2 ml ke dalam
Larutan Benedict
ketiga tabung reaksi tersebut

Diamati perubahan warna


sebelum dipanaskan

Dipanaskan selama 5
menit

Diamati perubahan
warnanya

10
Percobaan 1.2 Uji Benedict Larutan Glukosa

Disiapkan 4 tabung
reaksi

Dimasukkan dalam tabung reaksi, setiap


Larutan Glukosa 0,1M ; 0,2M
tabung diisi dengan konsentrasi yang
; 0,3M ; 0,4M sebanyak 1 ml
berbeda

Larutan Benedict Ditambahkan 2 ml dalam tabung reaksi

Dipanaskan selama 5 menit diatas


air mendidih

Diamati perubahan warna


yang terjadi

Percobaan 1.3 Uji Iod

3 tetes
Selulosa 1%
Di teteskan pada test plate
Glikogen 1%
Amilum 1%

Larutan iod Di tEteskan pada test plate

Di amati perubahan warna


yang terjadi

11
Percobaan 1.4 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Diastase/
Amilase

Amium 1% 2 ml Di masukkan dalam 3 tabung reaksi

Enzim dastase 2 ml Di tambahkan pada setiap tabung

Di panaskan di waterbath

Tabung 1 di panaskan pada 40oC selama 30 menit


Tabung 2 di panaskan pada 100oC selama 10 menit
Tabung 3 di biarkan dalam suhu kamar selama 30 menit

1 ml larutan iod Di masukkan pada setiap tabung

Di amati perubahan warna

12
Percobaan 1.5 Aktivitas Enzim Amilase dari Ekstrak Kacang Hijau dan
Tauge

Kecambah dan
Ditimbang 25 gr
kacang hijau

Dihaluskan dengan menggunakan mortar

Ditambahkan ke dalam mortar

Aquades Disaring menggunakan kertas saring

Disiapkan 4 tabung reaksi

Larutan amilum 1% , Dimasukkan dalam masing-masing tabung


larutan buffer pH 6 sebanyak 3 ml

Ekstrak kecambah Ditambahkan 1ml


dan ekstrak kacang Tabung 1 dan 2 ditambahkan kecambah
hijau Tabung 3 dan 4 ditambahkan kacang hiajau

Digojog hingga homogen

Diambil 1 tetes dan diteteskan pada plat


tetes

Larutan Iod Diteteskan pada plat tetes

Diamati perubahan warnanya

Diinkubasi selama 20 menit dengan suhu


40°C

Diamati perubahan warnanya

13
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.1.1 Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim Diastase/Amilase
Shif Warna
Kel. Substrat Buffer
t 0’ 5’ 10’ 15’ 20’
1 8,11 pH 4 Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
9,12, 3 ml
1 pH 6 Jingga Jingga Jingga Jingga Jingga
14 amilum
10,13 1% Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu
1 pH 8
,15 pekat pekat pekat pekat pekat
Kuning
2 1,4,7 pH 4 Bening Kuning Kuning Kuning
bening
3 ml
Coklat
2 2,5 amilum pH 6 Coklat Coklat Coklat Coklat
bening
1%
Ungu
2 3,6 pH 8 Ungu Ungu Ungu ungu
pekat
Sumber: Laporan sementara
Enzim diastase/amilase adalah enzim yang berfungsi mengubah zat
tepung menjadi dekstrin atau maltose. Enzim ini biasa ditemukan di dalam
madu. Kerja enzim diastase akan rusak bila dipanaskan padu suhu 60oC-80oC
(Suranto, 2007).
Enzim amilase adalah enzim yang mampu menghidrolisis molekul
pati, glikogen, dan turunan polisakarida pada ikatan α-1,4. Enzim amilase ada
di dalam cairan saliva di rongga mulut yang bekerja pada kisaran pH 6,8
sampai 7,0. Enzim amilase terdiri atas tiga jenis, yaitu α-amilase, β–amilase,
dan glukoamilase. Enzim α-amilase merupakan enzim amilase endosplting
yang memutuskan ikatan glikosidik pada bagian dalam rantai pati secara acak.
Cara kerja enzim α-amilase terjadi melalui dua tahap yaitu pertama degradasi
amilosa menjadi maltose dan maltotriosa yang terjadi acak, degradasi ini
terjadi sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat.
Tahap kedua relative lambat yaitu pembentukan glukosa dan maltose sebagai
hasil akhir secara tidak acak (Jayanti, 2011).
Prinsip uji aktivitas enzim amilase, enzim bekerja dengan mengurangi
energi aktivitas dari substrat tertentu. Mekanisme kerja enzim yaitu dengan
terikat sementara ke substrat untuk membentuk sebuah kompleks enzim
substrat yang lebih tidak stabil disbanding substrat berdiri sendiri, ini

14
menyebabkan substrat mudah bereaksi, dengan demikian substrat tereaksitasi
ke tingkat energy yang lebih rendah dengan membentuk reaksi yang baru.
Selama berlangsungnya reaksi enzim dilepaskan dalam keadaan tidak
berubah. Pelepasan enzim tetap utuh sehingga bisa terus bereaksi dengan
menyebabkan enzim tetap efektif meski dalam jumlah yang sangat kecil.
Kegiatan enzim berlangsung dengan baik jika kondisi lingkungannya
mendukung (Saurmauli, 2015).
Aktivitas enzim amilase dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti pH,
suhu, inhibitor, konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim. Kecepatan reaksi
bergantung pada konsentrasi enzim yang berperan dalam katalisator reaksi itu.
Banyaknya substrat ditransformasikan sesuai dengan tingginya konsentrasi
enzim yang digunakan. Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh pH karena sifat
ionik gugus karboksil dan gugus amilum mudah dipengaruhi oleh pH. Hal ini
menyebabkan daerah katalitik dan konformasi enzim menjadi berubah. Selain
itu perubahan pH juga menyebabkan denaturasi enzim dan mengakibatkan
hilangnya aktivitas enzim. Untuk mengetahui pH optimum perlu dicari
terlebih dahulu memakai buffer yang cocok. Enzim sangat peka terhadap
senyawa atau suatu gugus senyawa yang diikatnya. Apabila aktivitas enzim
terhambat oleh senyawa maka senyawa ini disebut inhibitor. Inhibitor dibagi
menjadi 2 yaitu inhibitor kompetisi dan non-kompetisi (Girindra, 1990).
Pangaruh suhu terhadap enzim karena struktur protein menentukan
aktivitas enzim, maka jika struktur ini terganggu aktivitas akan berubah.
Enzim sering memperlihatkan kerapuhan akibat suhu. Kebanyakan enzim
mempunyai pH optimal antara pH 4 dan 8. Jika suatu enzim diberi pH
ekstrim, maka akan terdenaturasi (Ismadi, 1993).
Enzim diastase/amilase mempunyai suhu optimum 40oC dan bekerja
pada pH optimum 6-8. Sejumlah bakteri seperti Aspergillus oryzae, Bacillus
amyloliquefaciens, dan Bacillus licheniformis merupakan penghasil enzim
amilase. Sehingga enzim amilase dapat diaplikasikan dalam bidang pangan
seperti pembuatan kecap, sirup, kue, bir dan lain-lain. Uji Iod dalam bidang

15
pangan berfungsi untuk mengetahui kandungan gula pada roti, sirup, buah dan
lain-lain (Fitriani, 2013).
Pada percobaan uji Iod untuk mengetahui kandungan pati dalam
sampel. Larutan Iodin ditambahakan pada larutan sampel sebanyak satu tetes.
Timbulnya warna biru menunjukkan adanya pati, sedangkan warna merah
menunjukkan adanya glikogen (Winarno, 2002).
Prinsip uji Iod, larutan pati akan bereaksi dengan Iod membentuk
warna biru, karena Iod masuk ke dalam kumparan molekul pati. Senyawa ini
hanya stabil dalam larutan dingin. Pada pemanasan, warna biru akan hilang
karena molekul pati meregang, sehingga Iod lepas dari kumparan pati, tetapi
akan kembali menjadi biru bila didinginkan. Amilosa akan memberikan warna
yang lebih biru bila dibandingkan dengan amilopektin (Bintang, 2010).
Pada percobaan menggunakan sampel amilum 1% 3 ml dan larutan
buffer pH 4, 6, 8 dan setiap tabung diberi enzim diastase 1ml. diinkubasi pada
40OC (suhu optimum diastase) dan dialakukan pengujian setiap 5 menit
menggunakan Iod satu tetes. Pada pH 4 warna berubah bertahap dari bening
menjadi kuning. Pada pH 6 terjadi perubahan dari jingga menjadi coklat. pH
8 warna yang awalnya ungu menjadi ungu pekat. Berdasarkan hasil percobaan
secara keseluruhan diperoleh bahwa semakin lama proses reaksi maka warna
larutan semakin gelap dan semakin besar pH larutan yang digunakan maka
semakin cepat proses reaksi yang menyebabkan warna larutan amilum
menjadi semakin gelap. Pada pemanasan, warna biru akan hilang karena
molekul pati meregang. Sehingga, hasil percobaan dengan teori sama, yaitu
pH optimum enzim amilase berkisar antara 6-8 (Fitriani, 2013).

16
Tabel 1.1.2 Uji Benedict Pengaruh pH Terhadap Enzim Diastase
Shift Kelompok Substrat Buffer Perubahan warna
Bening menjadi biru
1 8,11,14 pH 4
muda
Bening menjadi biru
1 9,12 Amilum 1% pH 6
muda
Bening menjadi biru
1 10,13,15 pH 8
muda
Biru terang menjadi
2 1,4,7 pH 4 merah bata dengan
endapan merah bata
Biru terang menjadi
Benedict 3
2 2,5 pH 6 kuning dengan endapan
ml
merah bata
Biru terang menjadi hijau
2 3,6 pH 8 dengan endapan merah
bata
Sumber: Laporan sementara
Metode yang sering digunakan dalam analisa kadar gula suatu sampel,
biasanya menggunakan reagen Benedict. Reagen Benedict mengandung ion
Cu2+ yang akan direduksi oleh gula menjadi ion Cu+ melalui proses
pemanasan sehingga menghasilkan endapan coklat atau merah bata
(Indarti, 2011).
Pemanasan karbohidrat pereduksi dengan pereaksi Benedict akan
terjadi perubahan warna dari biru, hijau, kuning, kemerah-merahan dan
akhirnya terbentuk endapan merah bata kuprooksida apabila konsentrasi
karbohidrat pereduksi cukup tinggi. Karbohidrat pereduksi akan teroksidasi
menjadi asam onat sedangkan pereaksi Benedict (Cu++) akan tereduksi
menjadi kuprooksida, jadi dalam uji ini terjadi proses reduksi dan oksidasi
(Sumardjo, 2009).
Uji Benedict bertujuan untuk mengetahui adanya karbohidrat. Pada
shift 1 menggunakan sample amilum 1%. Dari pH 4, 6, dan 8 terdapat
perubahan warna yang sama pada sample larutan yaitu dari warna bening
menjadi biru muda. Pada shift 2, 3 tabung sisa percobaan tabel 1.1.1
digunakan untuk uji Benedict pengaruh pH terhadap enzim diastase. Masing-
masing 3 tabung reaksi tersebut ditambahkan Benedict 3ml. setelah itu

17
dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit. Pada tabung reaksi pH 4
warna berubah dari biru terang menjadi merah bata dan menghasilkan endapan
merah bata. Pada pH 6 dari biru terang menjadi kuning dengan endapan merah
bata.pada pH 8 dari biru terang menjadi hijau dan terdapat endapat merah
bata. Perubahan seperti hijau, kuning, merah bata dan menghasilkan endapan
merah bata menandakan larutan positif mengandung karbohidrat. Dalam
percobaan dapat dilihat bahwa pH optimum enzim amilase adalah 8
(Ismadi, 1993).
Uji Benedict dapat berguna dalam aplikasi di bidang pangan, seperti
penentuan kadar alkohol dalam minuman fermentasi seperti bir atau anggur
selain itu untuk mengetahui kandungan glukosa dalam sirup, kecap, dan lain-
lain (Yusrin, 2010).
Tabel 1.2 Uji Benedict Larutan Glukosa
Substrat Perubahan Warna Endapan
Shift Kelompok
Warna
1 8,12 Glukosa 0,1M Biru Coklat kemerahan
1 9,13 Glukosa 0.2M Biru Hijau Tosca
1 10,14 Glukosa 0,3M Biru Merah kecoklatan
1 11,15 Glukosa 0,4M Biru Merah pekat
2 1,5 Glukosa 0,1M Biru Biru kemerahan
2 2,6 Glukosa 0,2M Biru Merah kecoklatan
2 3,7 Glukosa 0,3M Biru Merah kecoklatan
2 4 Glukosa 0,4M Biru Merah bata
Sumber: Laporan sementara
Percobaan uji Benedict menggunakan substrat glukosa 0,1 M; glukosa
0,2 M; glukosa 0,3 M; glukosa 0,4 M. Pada shift 1 glukosa 0,1 M terdapat
endapan berwarna coklat kemerahan, pada glukosa 0,2 M terdapat endapan
berwarna hijau tosca, pada glukosa 0,3 M terdapat endapan berwarna merah
kecoklatan, sedangkan pada glukosa 0,4 M terdapat endapan berwarna merah
pekat. Pada shift 2 glukosa 0,1 M terdapat endapan berwarna biru kemerahan,
glukosa 0,1 M terdapat endapan berwarna merah kecoklatan, glukosa 0,3 M
terdapat endapan berwarna merah kecoklatan, dan glukosa 0,4 M terdapat
endapan berwarna merah bata.

18
Uji Benedict dalam larutan glukosa bertujuan untuk menguji adanya
karbohidrat, gula dalam larutan dan untuk mengetahui adanya gula pereduksi.
Adanya gula pereduksi ditandai dengan adanya endapan merah bata. Dari
tabel diatas Menurut (Indarti, 2011) Metode yang sering digunakan dalam
analisa kadar gula suatu sampel, biasanya menggunakan reagen Benedict.
Reagen Benedict mengandung ion Cu2+ yang akan direduksi oleh gula
menjadi ion Cu+ melalui proses pemanasan sehingga menghasilkan endapan
coklat atau merah bata. Berbagai konsentrasi menghasilkan warna yang
berbeda-beda pula.
Pemanasan karbohidrat pereduksi dengan pereaksi Benedict akan
terjadi perubahan warna dari biru, hijau, kuning, kemerah-merahan dan
akhirnya terbentuk endapan merah bata kuprooksida apabila konsentrasi
karbohidrat pereduksi cukup tinggi. Karbohidrat pereduksi akan teroksidasi
menjadi asam onat sedangkan pereaksi Benedict (Cu++) akan tereduksi
menjadi kuprooksida, jadi dalam uji ini terjadi proses reduksi dan oksidasi
(Sumardjo, 2009).
Larutan Benedict digunakan sebagai ujian bagi kehadiran mengurangi
gula. Ini termasuk monosakarida dan banyak disakarida, termasuk laktosa dan
maltosa. Bahkan lebih umum, tes Benedict akan mendeteksi keberadaan
aldehida, dan alpha-hydroxy-keton, termasuk yang terjadi pada ketosa
tertentu. Identifikasi dengan Sukrosa: Warna Biru, identifikasi dengan
Glukosa: Warna kecoklatan (National Biochemicals Corp, 1986).
Berdasarkan teori diatas, seluruh sample positif dalam percobaan uji
Benedict. Perbedaan warna pada sample disebabkan karena perbedaan
konsentrasi sample. Semakin tinggi konsentrasi maka kemunculan warna
merah semakin banyak atau pekat. Adanya warna endapan merah atau merah
bata menunjukkan adanya gula monosakarida pereduksi, sedangkan warna
biru kehijauan atau kemerahan menunjukkan adanya gula disakarida pereduksi
(Sumardjo, 2009).

19
Tabel 1.3 Uji Iod
Shift Kelompok Substrat Perubahan Warna
1 8,12,15 Selulosa 1% Bening menjadi kuning
1 9,13,11 Glikogen 1% Bening menjadi orange
1 10,14 Amilum 1% Bening menjadi biru pekat
3 1,4,7 Selulosa 1% Bening menjadi kuning bening
3 2,5 Glikogen 1% Bening menjadi orange
3 3,6 Amilum 1% Bening menjadi biru pekat
Sumber: Laporan sementara
Pada percobaan uji Iod untuk mengetahui kandungan pati dalam
sampel. Larutan Iodin ditambahakan pada larutan sampel sebanyak satu tetes.
Timbulnya warna biru menunjukkan adanya pati, sedangkan warna merah
menunjukkan adanya glikogen (Winarno, 2002).
Pada percobaan uji Iod digunakan 3 sampel yaitu selulosa 1%,
Glikogen 1%, dan amilum 1%. Masing-masing sampel diteteskan pada test
plate dan ditambahkan 2-3 larutan Iod. Pada selulosa terjadi perubahan warna
yang awalnya bening menjadi kuning, glikogen dari bening menjadi orange,
dan amilum dari bening menjadi biru pekat. Percobaan Amilum sesuai dengan
teori yaitu mengandung pati karena berwarna biru pekat, sedangkan glikogen
seharusnya menjadi merah, hal ini dapat terjadi karena ada penyimpangan
dalam praktikum seperti ketidak tepatan dalam meneteskan iod maupun
sampel yang seharusnya diteteskan sebanyak satu tetes (Winarno, 2002).
Tabel 1.4 Pengaruh Suhu Terhadap Enzim Diastase/Amilase
Suhu Waktu
Shift Kelompok Perubahan Warna
Inkubasi
40 30 Bening menjadi ungu kecoklatan
1 8,11,14
(lebih gelap)
1 9,12 100 10 Bening menjadi ungu kehitaman
Suhu 30 Bening menjadi ungu kecoklatan
1 10,13,15 Kamar terang (lebih terang)
40 30 Bening menjadi ungu kecoklatan
2 1,4,7
terang
2 2,5 100 10 Bening menjadi biru kehitaman
Suhu 30
2 3,6 Bening menjadi ungu kecoklatan
Kamar
Sumber: Laporan sementara

20
Kerja suatu enzim dapat optimal karena beberapa faktor. Salah satunya
adalah suhu. Karena enzim merupakan suatu bentuk protein sehingga apabila
terjadi kenaikkan suhu dapat menyebabkan denaturasi pada enzim tersebut.
Proses denaturasi terjadi akibat terganggunya sisi aktif enzim dan
berkurangnya konsentrasi efektif enzim sehingga kecepatan reaksi enzim
tersebut akan menurun atau berkurang. Namun sebelum terjadinya proses
denaturasi kenaikkan suhu dapat mempercepat reaksi/ aktivitas enzim tersebut
(Poedjiadi, 1994).
Untuk mengetahui aktivitas enzim akibat pengaruh suhu dapat
dilakukan dengan uji Iod, Uji Iod bertujuan untuk mengetahui kandungan pati
dalam sampel. Larutan Iodine ditambahkan pada larutan sampel sebanyak satu
tetes. Timbulnya warna biru menunjukkan adanya pati, sedangkan warna
merah menunjukkan adanya glikogen (Winarno, 2002).
Enzim diastase/amilase mempunyai suhu optimum 40oC dan bekerja
pada pH optimum 8. Sejumlah bakteri seperti Aspergollus oryzae, Bacillus
amyloliquefaciens, dan Bacillus licheniformis merupakan penghasil enzim
amylase. Enzim amylase dapat diaplikasikan dalam bidang pangan seperti
pembuatan kecap, sirup, kue, bir dan lain-lain (Fitriani, 2013).
Dari hasil percobaan didapatkan hasil pada shift 1, pengaruh suhu
terhadap enzim diastase/amilase yang diinkubasikan pada suhu 40oC selama
30 menit didapatkan perubahan warna dari bening menjadi ungu kecoklatan.
Sedangkan pada shift 2 warna berubah dari bening menjadi ungu kecoklatan
terang. Pada inkubasi suhu 100oC dengan waktu 10 menit pada shift 1 warna
berubah dari bening menjadi ungu kecoklatan, pada shift 2 warna berubah
menjadi biru kehitaman. Sedangkan pada suhu kamar pada shift 1 warna
berubah menjadi ungu kecoklatan terang, pada shift 2 warna berubah menjadi
ungu kecoklatan. Pada suhu 40oC dan suhu kamar warna berubah menjadi
ungu kecoklatan, hal ini membuktikan enzim telah bekerja memecah pati,
pada suhu 40oC menunjukkan warna lebih terang dibanding pada suhu kamar,
karena enzim bekerja pada suhu optimum 40oC (Fitriani, 2013).

21
Tabel 1.5 Aktivitas Enzim Amilase Kacang Hijau dan Tauge
Perubahan Warna
Shift Kelompok Bahan
0’ 20’
3ml
Amilum + Krem kehijauan Krem kehijauan
1 8,9,10,11 1ml ekstrak menjadi ungu menjadi ungu
kacang kehitaman kehitaman
hijau
3ml
12,13,14,1 Amilum + Putih susu menjadi Putih susu menjadi
1
5 1ml ekstrak ungu kehitaman ungu kehitaman
tauge
3ml
Amilum + Bening keruh
Kuning menjadi
2 1,2,3 1ml ekstrak menjadi hitam
ungu pucat
kacang keunguan
hijau
3ml
Amilum + Bening menjadi Bening menjadi
2 4,5,6,7
1ml ekstrak ungu pekat kuning bening
tauge
Sumber: Laporan sementara
Sejumlah bakteri seperti Aspergillus oryzae, Bacillus
amyloliquefaciens, dan Bacillus licheniformis merupakan penghasil enzim
amilase. Tanaman merupakan sumber utama amilum. Amilum dapat diperoleh
dari gandum (Triticum sativum), pada (Oryza sativa), dan jagung (Zea mays),
semuanya merupakan tanaman famili Gramineae. Kentang (Solanum
tuberosum, famili Marantaceae) dan maranta (Maranta arundinaceae)
merupakan sumber amilum yang baik (Sarker, 2007).
Ekstrak α-amilase dari tauge didapat dengan menghancurkan tauge
yang telah dipisahkan dari kulitnya dengan menggunakan blender. Hancurkan
tauge kemudian dicampur dengan 5 mL buffer asetat 0,2 m pH 5. Campuran
ini dibiarkaan selama 10 menit dan dikocok sesekali. Ekstrak enzim
dipisahkan dari bahan padatan lainnya dengan cara penyaringan yang diikuti
dengan sentrifugasi selama 20 menit (2000 rpm, 5oC) (Faradilla, 2012).
Dari hasil percobaan pada pengujian aktivitas amilase dari ekstrak
kacang hijau dan tauge dengan penambahan larutan Iod pada sampel yang
diberikan perlakuan suhu atau pemanasan untuk mengetahui kandungan enzim

22
amilase yang terdapat di dalam sampel didapatkan hasil sebagai berikut. Pada
menit ke-0 atau sebelum dilakukan pemanasan, sampel ekstrak kacang hijau
setelah ditambahkan larutan Iod memberikan warna hitam keunguan yang
menandakan di dalam ekstrak kacang hijau mengandung pati. Sedangkan
sampel ekstrak tauge setelah ditambahkan larutan Iod memberikan warna
ungu pekat hal tersebut menandakan di dalam ekstrak tauge terdapat pati dan
kandungan patinya lebih banyak dari pada kandungan pati pada ekstrak
kacang hijau.
Namun setelah diinkubasi selama 20 menit pada suhu 40oC, kacang
hijau mengalami perubahan warna dari kuning menjadi kuning pucat,
sedangkan pada tauge warna berubah dari bening menjadi kuning bening.
warna kuning bening menunjukkan bahwa enzim amilasenya telah bekerja.
Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menginkubasi, suhu akan
semakin panas, maka enzim semakin rusak. Kerusakan pada enzim
menyebabkan warna akan semakin pudar karena adanya proses penguapan
sehingga kadar amilase semakin berkurang. Pada percobaan ini kecambah
berhasil memecah pati, dan perubahan warna tersebut menunjukan bahwa
dalam sampel sudah tidak terdapat kandungan enzim amilase atau enzim
amilase telah terdenaturasi karena kenaikan suhu. Maka hasil percobaan sudah
sesuai dengan teori (Poedjiadi, 1994).

E. KESIMPULAN
Dari percobaan Acara I Enzim, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Suhu optimum enzim amilase adalah 40oC dan jika dipanaskan lebih dari
80oC akan enzim akan terdenaturasi.
2. pH optimum enzim amilase berkisar antara 6-8.
3. Kandungan pati/amilosa pada tauge lebih banyak daripada pada kacang
hijau. Semakin lama pemanasan pada ekstrak kacang hijau dan tauge
menyebabkan enzim amilase pada kacang hijau dan tauge terdenaturasi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arti, Saxena. 2011. A Kinetic Study OnCellulase Enzymes From Aspergillus


Niger. Vol. 2 (37).
Bintang, Maria. 2010. BiokimiaTeknikPenelitian. Erlangga. Jakarta.
Eyster, H. Clyde. 1959. The Optimum pH for Diastase of Malt Activity The Ohio
Journal of Science. Vol. 59, No.5 (258,261).
Faradilla, R. H. Fitri dan Riyanti Eka fitri. 2012. Potensi Pemanfaatan Kacang
Hijau dan Tauge dalam Olahan Pangan. Jurnal Pangan .Vol. 21, No. 2
(199).
Girindra, Aisjah. 1990. Biokimia I. Gramedia. Jakarta.
Hart, Harold. 1983. Kimia Organik Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta.
Indarti, Dwi dan Asnawati. 2011. Karakterisasi Film Nata De Coco-Benedict
secara Adsorpsi untuk Sensor Glukosa dalam Urine. Vol.12, No.02
(200).
Ismadi, M. 1993. Biokimia Suatu Pendekatan Berorientasi-Kasus Jilid 1 Edisi
Keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Jayanti, Risha Tiara. 2011. Pengaruh pH, Suhu Hidrolisis Enzim ∝-amilase dan
Konsentrasi Ragi Roti Untuk Produksi Etanol Menggunakan Pati
Bekatul. (8, 9, 10).
Kowalski, Stanisław. 2012. Diastase Number Changes During Thermal and
Microwave Processing of Honey. Vol. 30, No. 1 (21-26)
Oyeleke, S. B. 2010. Production And Characterization Of Amylase Produced by
Bacillus Megaterium Isolated From A Local Yam Peel Dumpsite In
Minna, Niger State. Vol. 2, No.7 (89).
Sarker, Satyajit D., Lutfun Nahar. 2007. Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Saurmauli, Ompu sunggu. 2015. Kajian Biomedik Enzim Amilase dan
Pemanfaatannya dalam Industri (1-17).
Sukarsono, Kristantyo. 2008. Studi Efek Kerr Untuk Pengujian Tingkat
Kemurnian Aquades, Air Pam Dan Air Sumur. Vol. 11, No.1 (5).
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. EGC. Jakarta.
Suranto, Adji. 2007. Terapi Madu. Penebar Swadaya. Depok.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia.Universitas Indonesia Press.
Jakarta.

24
Verma, Vipul. 2011. Amylase Production & Purification from Bacteria Isolated
from aWaste Potato Dumpsite in District Farrukh abad U.P State India.
Vol. 1 No.3 (107).
Winarno, F.G. 2002. Kimia PangandanGizi. Gramedia. Jakarta.
Yusrin, dan Ana Hidayati Mukaromah. 2010. Proses Hidrolisis Onggok dengan
Variasi Asam pada Pembuatan Ethanol. Jurnal Unimus (03).

25
26
27
28
ACARA II
ISOLASI PATI UBI KAYU DAN HIDROLISISNYA

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara II Isolasi Pati Ubi Kayu dan
Hidrolisisnya adalah
1. Mengetahui proses isolasi amilum dari ubi kayu dengan hidrolisisnya
2. Mengetahui uji kualitatif terhadap hidrolisis pati
3. Mengidentifikasi adanya pati, polisakarida dan gula pereduksi pada
pengamatan hidrolisa pati
4. Mengetahui Uji Pikrat, Uji Barfoed, Uji Molisch, Uji Seliwanoff dan Uji
Benedict
5. Mengetahui reaksi peragian (fermentasi) dengan uji benedict

B. Tinjauan Pustaka
1. Teori
Karbohidrat adalah sumber kalori utama bagi manusia selain
protein dan lemak. Karbohidrat yang mempunyai rumus empiris (CH2O)n
ini juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik
bahan makanan misalnya, rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Sedangkan
dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya pemecahan
protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk
membantu metabolisme lemak dan protein (Risnoyatiningsih, 2011).
Karbohidrat awalnya digunakan untuk golongan senyawa yang
mengandung C, H dan O yang dianalisis mempunyai rumus (CH2O)n, yaitu
senyawa-senyawa yang n atom karbonnya tampak terhidrasi oleh n
molekul air. Senyawa-senyawa ini memiliki sifat sebagai zat pereduksi
karena mengandung gugus karbonil seperti aldehid atau keton dan
memiliki gugus hidroksil dalam jumlah sangat banyak. Istilah karbohidrat

29
mengacu pada polisakarida-aldehida atau polihidroksil-keton
(Kucel dan Gregory, 2000).
Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat (H2O). Rumus
umumnya dikenal dengan Cx(H2O)n.. Karbohidrat meliputi zat-zat yang
tedapat di alam dan sebagai besar berasal dari tumbuhan, merupakan
sumber makanan yang maha penting bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya. Dibagi atas, Monosakarida (gula sederhana: glukosa, fruktosa,
galaktosa dan manosa), Oligosakarida (sakarosa, maltosa, laktosa dan
selobiosa), Polisakarida (amilum, glikogen, dekstrin dan selulosa). Sifat
karbohidrat diantaranya, dapat beroksidasi, bereduksi, berkondensasi dan
berpolimerisasi, dan membentuk glikosida (Kusnawidjaja, 1983).
Hidrolisis pati didapatkan dari dua langkah hidrolisis pati
didinginkan, disaring untuk menghilangkan trub dan disterilkan dalam uap
autoclaive. Etanol fermentasi ragi dalam kondisi anaerob. Fermentasi
diulang kembali dengan cara yang sama dengan konsentrasi inokulum dan
kondisi laboratorium. Hal ini merupakan produksi etanol yang berasal dari
pati singkong (Okon et al, 2009).
Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan katalis asam maupun
enzim. Jika pati dipanaskan dengan asam akan terurai menjadi molekul
yang lebih kecil secara berurutan dengan menghasilkan glukosa. Asam
akan menghidrolisis semua jenis polisakarida yang mampu terhidrolisis
(Radley, 1976 dalam Setiawan, 2006).
Asam menghidrolisis semua jenis polisakarida, partikel-partikel
terlarut akan semakin banyak yang menyebabkan tingkat kejernihan
menurun. Meskipun demikian, tingkat kejernihan hidrolisat enzim relatif
lebih rendah dibandingkan hidrolisat asam, karena kemungkinan pada
hidrolisis dengan asam dapat terjadi reaksi yang lebih kompleks
(Tegge, 1984 dalam Setiawan, 2006).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikata α-glokosidik.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai
C-nya serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari 2

30
fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut
amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai
struktur lurus dengan ikatan α (1,4) D-glukosa, sedangkan amilopektin
mempunyai cabang dengan ikatan α (1,4) D-glukosa sebanyak 4-5% dari
berat total (Risnoyatiningsih, 2011).
Tepung dan pati merupakan produk yang berbeda cara pembuatan
maupun sifat fisikokimia serta pemanfaatanya. Pati merupakan penyusun
utama tepung yang mengandung amilosa dan amilopektin, selain itu
terdapat komponen lain dalam jumlah sedikit, yaitu lipid, protein, fosfor
dan mineral. Kadar serat tepung lebih banyak dibandingkan pati. Tepung
tidak murni mengandung pati saja, komponen lainnya seperti serat,
oligosakarida, sedikit protein vitamin dan mineral, sedangkan pati hanya
mengandung polisakarida dan sedikit serat. Oleh karena oligosakarida dan
inulin pada tepung lebih banyak maka dengan penambahan tepung akan
lebih kental dan asam daripada yang ditambah dengan pati. Kadar serat
tepung lebih banyak dibandingkan pati (Rosa dan Sri, 2010).
Pati (starch) adalah karbohidrat penyimpanan energi pada
tanaman. Pati merupakan komponen padi-padian, kentang, jagung. Dalam
bentuk inilah glukosa disimpan oleh tanaman untuk keperluan mendatang.
Pati tersusun dari unit-unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4 α-
glikosida. Pati dipisahkan dengan macam pelarut dan teknik pengendapan
diantaranya, amilosa dan amilopektin (Hart, 1990).
Polisakarida penyimpan yang paling penting di alam adalah pati,
yang khas bagi sel tanaman, dan glikogen pada sel hewan. Pati dan
glikogen dalam bentuk gumpalan besar atau granula. Molekul pati dan
glikogen terhidrasi pada tingkat cukup tinggi, karena memiliki gugus
hidroksil yang terbuka. Oleh karena itu jika diekstrak akan membentuk
larutan koloid keruh atau dispersi (Lehninger, 1982).
Hidrolisa asam juga dapat dikenal dengan hidrolisis secara non
enzimatik. Hidrolisis ini menggunakan asam sebagai katalis, biasanya
yang dipakai adalah asam kuat yaitu HCl. Pada hidrolisis pati dengan

31
asam, diperlukan suhu tinggi yaitu 140̊-160̊C pada pembuatan glukosa.
Hidrolisis asam menghasilkan konversi yang cukup rendah jika
dibandingkan dengan hidrolisis enzim (Risnoyatiningsih, 2011).
Larutan pati akan bereaksi dengan iod membentuk warna biru,
karena iod masuk ke dalam kumparan molekul pati. Senyawa hanya stabil
dalam larutan dingin. Pada pemanasan, warna biru akan hilang karena
molekul pati merenggang, sehingga iod lepas dari kumparan pati, tetapi
akan kembali menjadi biru bila didinginkan. Amilosa akan memberikan
warna yang lebih biru bila dibandingkan dengan amilopektin
(Bintang, 2010)
Prinsip dari uji fehling hampir sama dengan uji barfoed dan uji
benedict. Dengan menggunakan gugus aldehida pada gula untuk
mereduksi senyawa Cu2SO4 menjadi Cu2O. Reaksi positif dengan
menghasilkan endapan merah bata pada suasana basa (Bintang, 2010).
Trinetrofenol atau asam pikrat jenuh dalam suasana basa dapat
digunakan untuk menurunkan adanya karbohidrat pereduksi. Pada
pemanasan, terjadi perubahan warna kuning menjadi merah. Reaksi yang
terjadi dalam uji ini adalah oksidasi karbohidrat pereduksi menjadi asam
onat dan reduksi asam pikrat yang berwarna kuning menjadi asam
pikramat yang berwarna merah (Sumardjo, 2006).
Glukosa yang terdapat di dalam madu berguna untuk
memperlancar kerja jantung dan dapat meringankan gangguan penyakit
hati (lever). Glukosa dapat diubah menjadi glikogen yang sangat berguna
untuk membantu kerja hati dalam menyaring racun-racun dari zat yang
sering merugikan tubuh. Selain itu, glukosa merupakan sumber energi
untuk seluruh sistem jaringan otot. Sedangkan, fruktosa disimpan sebagai
cadangan dalam hati untuk digunakan bila tubuh membutuhkan dan juga
untuk mengurangi kerusakan hati (Purbaya, 2007).
Reagen Dinitro Salisilat (DNS) modifikasi menghasilkan nilai
absorbansi lebih tinggi dibandingkan dengan reagen DNS yang tanpa
diberi sulfit dan fenol. Semakin tinggi kadar glukosa pada larutan, semakin

32
jelas perbedaan serapan absorbansinya. Perbedaannya semakin meningkat
dan terlihat jelas pada serapan absorbansi pada larutan yang mengandung
kadar gula pada larutan standar sampai konsentrasi 1000 ppm
(Rahmansyah, 2003).
Uji benedict digunakan mengidentifikasi karbohidrat melalui
reaksi gula pereduksi. Larutan alkali dari tembaga direduksi oleh gula
yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas, dengan membentuk
kupro oksida berwarna. Larutan benedict mengandung kupri sulfat,
natrium karbonat, dan natrium sitrat. Uji Benedict dilakukan pada suasana
basa yang menyebabkan terjadinya transformasi isomerik. Pada suasana
basa reduksi ion Cu2+ dari CuSO4, gula pereduksi akan berlangsung
dengan cepat dan membentuk Cu2O yang merupakan endapan merah bata.
Pereaksi Benedict terdiri dari logam Cu dan larutan basa kuat
(Bintang, 2010).
2. Bahan
Ubi kayu merupakan salah satu jenis ubi-ubian yang mempunyai
pola hubungan antara tingkat ketuaan, kekerasan dan kandungan pati.
Dengan bertambahnya tingkat ketuaan akan semakin keras teksturnya
karena kandungan pati yang semakin meningkat, akan tetapi apabila terlalu
tua kandungan seratnya bertambah sedang kandungan pati menurun.
Waktu panen berkisar antara 9-12 bulan sehingga dihasilkan ubi yang
sesuai (Kartoesaapoetro, 1994 dalam Nurdjanah, 2007).
Pada hidrolisis, air akan menyerang pati pada ikatan 1-4α glukosida
menjadi dextrin, sirup dan glukosa tergantung dari derajat pemecahan
rantai polisakarida di dalam pati. Jika perbandingan suspensi pati dan
waktu reaksi tepat, maka dextrin yang terbentuk akan terhidrolisis menjadi
glukosa. Reaksi antara air dan pati jalannya sangat lambat sehingga
diperlukan bantuan katalisator untuk memperbesar keaktifan air.
Katalisator yang bisa digunakan berupa asam yaitu asam klorida (HCl),
Asam Nitrat (HNO3), dan Asam Sulfat (H2SO4) (Iryani, 2013).

33
Gula pereduksi mampu mereduksi agen pengoksidasi pada analisis
gula pereduksi. Semua jenis monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa
dapat berfungsi sebagai agen pereduksi. α-Amilase akan memotong ikatan
(1→4) pati akan menjadi lebih pendek seperti maltosa, maltotriosa, α –
limit dekstrin dan oligosakarida lainnya (Sunarti, 2006).
Asam yang digunakan dalam hidrolisis akan mereduksi jumlah
polisakarida sehingga jumlah oligosakarida dan monosakarida meningkat.
Kemampuan menyerap dan menahan air dipengaruhi oleh ukuran partikel
dan distribusi serat. Kemampuan serat untuk mengikat air berkurang
dengan menurunnya ukuran partikel serat. Semakin tinggi konsentrasi
asam semakin banyak partikel kecil terbentuk sehingga daya serapnya
turun (Yuliana, 2004 dalam Sunarti, 2006).
Hidrolisis dengan menggunakan asam menghasilkan pati yang
strukturnya lebih renggang, sehingga air lebih mudah menguap pada waktu
pengeringan. Struktur pati yang kurang rapat akan lebih tinggi daya ikat
airnya dan terjadi pemutusan ikatan hidrogen pada rantai linier, serta
berkurangnya daerah amorf (Yusrin dan Ana, 2010).
Asam pikrat jenuh menunjukkan adanya karbohidrat pereduksi.
Oksidasi karbohidrat pereduksi menjadi asam onat dan reduksi asam pikrat
yang berwarna kuning menjadi asam pikramat yang berwarna merah.
Larutan fruktosa 1%, diperoleh dari hidrolisis inulin (polisakarida).
Berbentuk prisma terurai pada 103̊-105̊C. Senyawa ini dapat larut dalam
air dan dapat menunjukkan peristiwa motarotasi, sedangkan latutan
glukosa 1%, mempunyai kristal berwarna putih, mencair pada cuhu 146̊C
dan larut dalam air (Sumardjo, 2006).
Larutan HCl pekat merusak ikatan polisakarida dalam bahan
dengan memotong secara acak molekul polisakarida menjadi bagian yang
lebih kecil. Akibatnya jumlah polisakarida yang terhidrolisis lebih banyak
dan jumlah gula pereduksi dalam hidrolisat lebih tinggi (Setiawan, 2006).
Pereaksi seliwanoff menunjukkan adanya ketoheksosa membentuk
hidroksilmetilfurfural dan kondensasi hidroksilmetilfurfural yang

34
terbentuk dengan resolsinol membentuk senyawa yang berwarna merah.
Reagen benedict, karbohidrat pereduksi akan teroksidasi menjadi kupro
oksida apabila konsentrasi karbohidrat cukup tinggi. Terjadi perubahan
warna dari biru - hijau - kuning - kemerah-merahan dan akhirnya terbentuk
endapan merah bata (Sumardjo, 2006).
Suspensi ragi 5%, pada kadar tinggi mengakibatkan kekentalan
campuran semakin meningkat, sehingga jumlah kandungan partikel pati
tidak larut semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan proses hidrolisa
tidak dapat berjalan dengan baik atau sempurna (Risnoyatiningsih, 2011).
Larutan hidrolisa pati, jika pati dipanaskan dengan asam akan
terurai menjadi molekul yang lebih kecil secara berurutan dengan
menghasilkan glukosa. Asam akan menghidrolisis semua jenis
polisakarida yang mampu terhidrolisis semuanya oleh hidrolisa pati
(Radley, 1976 dalam Setiawan, 2006).

C. Metodologi
1. Alat
a. Erlenmeyer
b. Kertas saring
c. Lempeng porselin / test plate
d. Gelas beker
e. Gelas ukur
f. Penangas air
g. Penjepit Tabung
h. pH meter
i. Pipet ukur
j. Pipet tetes
k. Propipet
l. Rak tabung reaksi
m. Tabung reaksi

35
2. Bahan
a. Alkohol 95 %
b. Aquades
c. Asam pikrat jenuh
d. Buffer pH 6
e. Larutan fruktosa 1%
f. Larutan HCl pekat
g. Larutan hidrolisat pati
h. Larutan iodin
i. Larutan pati 1%
j. Latutan glukosa 1%
k. Larutan Na2CO3 1M
l. Larutan pati 1%
m. Larutan ragi 5%
n. Larutan sukrosa 10%
o. Pereaksi fehling
p. Pereaksi seliwanoff
q. Reagen benedict
r. Suspensi ragi 5%
s. Ubi kayu

36
3. Cara Kerja
a. Isolasi Pati Dari Umbi

Dikupas dan ditimbang sebanyak 100


Ubi Kayu
gram

Di cuci dan dipotong kecil-kecil lalu


dimasukkan ke dalam blender

Aquadest 200 ml Ditambah

Diblender selama 30 detik

Langkah ini
Residu disaring dengan kain saring dilakukan
beberapa kali

Di tampung dalam gelas beaker ukuran


Larutan keruh
500 ml

Ditambahkan, dikocok partikel yang


Aquadest 200 ml tidak larut dibiarkan mengendap dan
larutan yang jernih didekantasi

Larutan keruh dan


Larutan jernih
mengendap

100 ml alkohol
Ditambah Didekantasi
95%

Disaring dengan corong


buchner

Di keringkan dengan
meratakan pati yang didapat
Pati yang diperoleh
pada kertas saring pada
suhu kamar

37
b. Hidrolisis Pati

25 ml larutan pati 1% Gelas baker

10 tetes larutan pekat Dididihkan hingga 30 menit

Pada menit ke-5 diambil dan dilakukan


uji iod

Hal yang sama dilakukan pada menit


ke-10 dan ke-15

Pada pemit ke-5 diambil 1 ml larutan


pati ke alam tabung reaksi

Hal yang sama dilakukan pada menit


ke-10 dan ke-15

Masing-masing ditambah 5 ml pereaksi


fehling

Dipanaskan

Diamati perubahan

38
c. Uji Pikrat

Dicampur

2 ml larutan glukosa 1%, fruktosa 1%, isolat


pati 1%, larutan pati 1%

Dengan 1 ml asam pikrat jenuh dengan 0,5


ml Na2CO3 1 M

Seluruh tabung reaksi dipanaskan secara


bersamaan di dalam air yang mendidih
sampai terjadi perubahan warna

39
d. Uji Selliwanoff

Pereaksi seliwannoff 3 ml

Dimasukkan dalam tabung reaksi

Ditambah ke masing-masing tabung

3 tetes larutan 3 tetes larutan 3 tetes larutan 3 tetes larutan


glukosa 1% fruktosa 1% pati 1% hidrolisat pati

Dipanaskan di penangas air mendidih secara bersama

Diamati perubahan warna yang terjadi

40
e. Uji Benedict

2 ml pereaksi benedict

1 ml suspense ragi 5% + 1 ml sukrosa 10%

Dipanaskan 5 menit di penangas

Diamati

41
D. Hasil dan Pembahasan
Pati tidak larut dalam air dan dalam analisis pati, memberikan warna
biru dengan iodium. Hasil hidrolisis pati / amilum adalah glukosa. Hidrolisis
pati akan terjadi pada pemanasan dengan asam encer dimana berturut-turut
akan dibentuk amilosa yang memberi warna biru dengan iodium, amilopektin
yang memberi warna merah dengan iodium. Pati sagu disebut juga
poliglukosa, karena unit monomernya glukosa
(Anwar, 1994 dalam Manatar, 2012).
Cara proses hidrolisa memberikan perbedaan pengaruh terhadap
rendemen pati. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah polimer rantai panjang
pati yang dipecah oleh enzim untuk masing-masing perlakuan hampir sama.
Hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer pati secara spesifik pada
percabangan tertentu. Randemen pati dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Rendemen pati (%) = berat pati kering (g) x 100%
berat ubi kayu (g)
(Manatar, 2012).
Dari percobaan yang telah dilakukan, perhitungan nilai rendemen
pati ubi kayu berdasarkan rumus diatas adalah 17,792 % dan hasil akhir pada
sampel tidak terdapat endapan. Rendemen yang tinggi dapat diperoleh bila
pembentukan oligosakarida berbobot molekul rendah (malto-oligosakarida)
dan glukosa lebih banyak. Nilai rendemen dipengaruhi oleh jumlah produk
yang terbentuk. Reaksi Sederhana Pembentukan Pati : nC6H12O6 →
(C6H12O6)n + n H2O
Isolat pati dibuat dengan cara ubi kayu sebanyak 100 gr dikupas dan
dicuci, lalu diblander dengan 200 ml aquadest selama 30 detik. Residu
kemudian disaring dengan kain saring. Larutan yang didapat ditambahkan
200 ml aquadest partikel yang tidak larut dibiarkan mengendap, dan larutan
yang jernih didekantasi. Larutan yang keruh ditambah alkohol 95% sebanyak

42
100 ml kemudian disaring dengan corong buncher. Pati yang diperoleh
dikeringkan. Dari 100 gr ubi kayu basah dihasi1kan 17,792 gr isolat pati.
Tabel 2.1 Hidrolisis Pati
Waktu Perubahan Warna
Kel. Sampel Uji Keterangan
(menit) Awal Akhir
Warna
Ungu
5 Bening sampel
kehitaman
memudar
1 Warna
dan 10 Bening Coklat sampel
2 memudar
Warna
15 Bening Orange sampel
Larutan memudar
Iod
Pati 25 ml Warna
(100 ml 5 Bening Ungu sampel
aquades + memudar
3 1 gr isolat Warna
dan pati) + 10 10 Bening Coklat sampel
4 tetes HCl memudar
Pekat Warna
diambil 1 15 Bening Orange sampel
tetes memudar
Biru
5 10 Bening
bening Ada
dan
Biru endapan
6 15 Bening
bening merah bata
Fehling
Biru setelah
10 Bening
bening dipanaskan
7
Biru
15 Bening
bening
9 Pati pecah
Kuning
dan 5’ Bening saat reaksi
Larutan kecoklatan
13 hidrolisis
Pati 25 ml Iod
10 Pati pecah
(100 ml Kuning
dan 5’ Bening saat reaksi
aquades + kecoklatan
14 hidrolisis
1 gr isolat
Pati bukan
11 pati) + 10
merupakan
dan tetes HCl 10’ Biru Biru
gula
15 Pekat
Fehling pereduksi
diambil 1
12 Pati bukan
tetes
dan 10’ Biru Biru merupakan
16 gula

43
pereduksi
Pati bukan
11
merupakan
dan 15’ Biru Biru
gula
15
pereduksi
Pati bukan
12
merupakan
dan 15’ Biru Biru
gula
16
pereduksi
Sumber: Laporan Sementara
Karbohidrat dalam bentuk gula dan pati melambangkan bagian utama
kalori total yang dikonsumsi manusia dan bagi kebanyakan kehidupan hewan,
seperti berbagai mikroorganisme. Karbohidrat juga merupakan pusat
metabolisme tanaman hijau dan organisme fotosintetik yang menggunakan
energi solar untuk melakukan sintesa karbohidrat dari CO2 dan H2O.
Karbohidrat mempunyai fungsi biologi penting lainnya. Pati dan glikogen
berperan sebagai penyediaan sementara glukosa. Karbohidrat lain berfungsi
sebagai pelumas sendi kerangka, sebagai senyawa perekat diantara sel dan
senyawa pemberi spesifisitasi biologi pada permukaan sel hewan
(Lehninger, 1982).
Pati adalah polisakarida yang terdapat dalam semua tanaman terutama
dalam jagung, kentang, biji-bijian ubi akar, dan padi atatu gandum. Pati bila
dipanaskan dengan air, akan terbentuk larutan koloidal. Dalam pati terdapat
dua bagian, yaitu bagian yang larut dalam air disebut amilosa (10-20%), dan
bagian yang tidak larut dalam air disebut amilopektin (80-90%). Amilosa dan
amilopektin mempunyai rumus (C6H10O5), dan bila dihidrolisis menunjukkan
adanya sifat-sifat karbonil, dan pati tersusun atas satuan-satuan maltoa
(Sastrohamidjo, 2005 dalam Yusrin, 2010).
Hidrolisis pati akan terjadi pada pemanasan dengan asam encer
dimana berturut-turut dibentuk amilosa yang memberi warna biru dengan
iodium. Amilopektin yang memberi warna merah dengan iodium. Pati sagu
disebut juga poliglukosa, karena unit monomernya glukosa
(Anwar, 1994 dalam Manatar, 2012).

44
Kejernihan hidrolisat pati berkaitan dengan kandungan partikel yang
larut. Warna coklat pada hidrolisat dapat disebabkan oleh reaksi antara gula
pereduksi dengan senyawa nitrogen (reaksi Maillard). Hasil reaksi Millard
gula pentosa menghasilkan furfural dan gula heksosa menghasilkan
hidroksimetil furfural yang berwarna coklat. Hidrolisis berwarna kuning
kecoklatan mengindikasikan terdapatnya senyawa furfural dan hidroksimetil
frukfural (Winarno, 1995 dalam Sunarti, 2006).
Kandungan gula pereduksi mengalami peningkatan dengan berbeda
perlakuan penambahan HCl. Perbedaann nilai gula pereduksi dapat
disebabkan oleh perbedaan konsentrasi substrat yang akan dihidrolisis. Asam
kuat HCl akan merusak ikatan polisakarida dalam bahan dengan memotong
secara acak molekul polisakarida menjadi bagian yang lebih kecil. Akibatnya
jumlah polisakarida yang terhidrolisis lebih banyak dan jumlah gula
pereduksi dalam hidrolisat lebih tinggi (Setiawan, 2006).
Penambahan iodium digunakan untuk memisahkan amilum atau pati
yang terkandung dalam larutan tersebut. Reaksi positif ditandai dengan
adanya perubahan warna menjadi biru. Warna biru yang dihasilkan
diperkirakan adalah hasil dari ikatan kompleks anatara amilum dengan iodin.
Sewaktu amilum yang telah ditetesi iodin kemudian dipanaskan, warna yang
dihasilkan sebagai hasil dari reaksi yang positif akan menghilang. Sewaktu
didinginkan warna biru akan muncul kembali (Harrow, 1946 dalam Manatar,
2012).
Pereaksi fehling ditambah karbohidrat pereduksi, kemudian
dipanaskan, akan terjadi perubahan warna dari biru ke hijau ke ke kuning lalu
berubah menjadi kemerah-merahan dan akhirnya terbentuk endapan merah
bata kupro oksida bila jumlah karbohidrat pereduksi banyak. Dalam reaksi
ini, karbohidrat pereduksi akan diubah menjadi asam onat, yang membentuk
garam karena adanya basa, sedangkan pereduksi fehling akan mengalami
reduksi sehingga tembaga bermartabat dua berubah menjadi tembaga
bermartabat satu (Sumardjo, 2006).

45
Dari percobaan yang telah dilakukan, hidrolisis pati ada 2 uji yaitu, uji
iod dan uji fehling. Uji iod untuk mengetahui ada tidaknya pati, sedangkan uji
fehling digunakan untuk mengetahui ada tidaknya glukosa atau gula
pereduksi. Dengan menggunakan larutan pati 25 ml (100 ml aquades dan 1 %
isolat pati). Larutan pati 25 ml ditetesi 10 tetes HCl pekat lalu ditutup dengan
alumunium foil, lalu dipanaskan di hot plate hingga mendidih, setelah
mendidih, setiap 5 menit diambil larutan pati yang berwarna awal bening.
Pada uji iod, 5 menit pertama diambil 1 tetes diletakkan pada test
plate lalu diberi iod 1 tetes, begitu seterusnya pada menit ke 10 dan 15. Pada
menit ke 5 warna menjadi ungu kehitaman (kelompok 1 dan 2) dan warna
ungu (kelompok 3 dan 4). Perubahan warna terjadi karena pati belum
terhidrolisis, perbedaan ungu kehitaman dan ungu terjadi karena kesalahan
pada penetesan pati (melebihi 1 tetes). Pada menit ke 10 berubah menjadi
coklat karena pati mulai terhidrolisis namun belum sempurna. Pada menit ke
15 warna menjadi orange menandakan sudah tidak adanya pati (pati
terhidrolisis sempurna).
Sedangkan pada uji fehling, larutan pati diambil 1 ml dimasukkan
tabung pada menit ke 10 dan 15, lalu diberi larutan fehling 5 ml. Pada waktu
menit ke 10 warna menjadi biru dan belum ada endapan setelah itu
dipanaskan, warna menjadi biru bening dan timbul endapan merah bata,
begitu juga pada menit ke 15, hal ini terjadi karena mengandung glukosa atau
gula pereduksi. Jadi hasil yang didapatkan tersebut tidak sesuai dengan teori
yang diterangkan dalam Bintang (2010).

46
Tabel 2.2 Uji Pikrat
Perubahan warna
Kel. Sampel Keterangan
Sebelum Sesudah
1
Tidak mengandung
dan Sukrosa 1% Kuning Kuning
karbohidrat pereduksi
5
2
Merah Mengandung
dan Fruktosa 1% Kuning
pekat karbohidrat pereduksi
6
3
Tidak mengandung
dan Hidrolisat pati Kuning Kuning
karbohidrat pereduksi
7
Larutan pati Tidak mengandung
4 Kuning Kuning
1% karbohidrat pereduksi
Tidak mengandung
9
Kuning Coklat gula pereduksi, tetapi
dan Sukrosa 1%
bening muda terdapat perubahan
13
warna
14 Mengandung gula
Kuning Masih
dan Fruktosa 1% pereduksi, terdapat
bening kecoklatan
10 perubahan warna
Kuning
11 Tidak mengandung
Kuning bening
dan Hidrolisat pati gula pereduksi, terjadi
bening sedikit
15 perubahan warna
kehijauan
Tidak mengandung
12
Larutan pati Kuning Kuning gula pereduksi, tidak
dan
1% keruh keruh terjadi perubahan
16
warna
Sumber: Laporan Sementara
Trinetrofenol atau asam pikrat jenuh dalam suasana basa dapat
digunakan untuk menurunkan adanya karbohidrat pereduksi. Pada
pemanasan, terjadi perubahan warna kuning menjadi merah. Reaksi yang
terjadi dalam uji ini adalah oksidasi karbohidrat pereduksi menjadi asam
onat dan reduksi asam pikrat yang berwarna kuning menjadi asam pikramat
yang berwarna merah (Sumardjo, 2006).
Dari percobaan yang telah dilakukan ini untuk mengidentifikasi ada
tidaknya karbohidrat pereduksi. Sampel yang digunakan pada uji pikrat
sama dengan pada uji molisch. Dengan menggunakan sampel sukrosa 1%,
fruktosa 1%, hidrolisat pati dan larutan pati 1% dengan masing-masing

47
sampel sebanyak 2 ml. Akan tetapi pada uji pikrat tidak ditambah dengan
H2SO4 melainkan ditambah dengan Na2CO3. Fungsi penambahan Na2CO3
itu adalah untuk mengoksidasi karbohidrat. Pada percobaan ini
mendapatkan sampel larutan pati. Hasil positif pada uji pikrat akan
menghasilkan larutan yang berwarna orange (awalnya kuning).
Langkah uji ini yang pertama adalah siapkan tabung reaksi lalu
masukkan sampel larutan pati 1% sebanyak 2 ml dengan menggunakan
propipet. Lalu menambahkan 1 ml asam pikrat jenuh dan 0,5 ml Na2CO3 1
M. Sesudah itu ditutup dengan menggunakan alumunium foil. Selanjutnya,
dipanaskan di penangas air yang mendidih sambil diamati perubahan warna
yang terjadi. Dari keempat sampel tersebut yang menunjukkan adanya
karbohidrat pereduksi adalah fruktosa terjadi reaksi positif dengan adanya
perubahan warna merah pekat, sedangkan sukrosa, hidrolisat pati dan
larutan pati tidak mengandung karbohidrat pereduksi, reaksinya negatif
karena tidak terjadi perubahan warna. Jadi, hasil yang didapatkan tersebut,
percobaan yang telah dilakukan sudah sesuai dengan teori dalam buku
karangan Sumardjo (2006).

48
Tabel 2. 3 Uji Seliwanoff
Perubahan warna
Kel. Sampel Keterangan
Sebelum Sesudah
1
Orange Mengandung gugus
dan Sukrosa 1% Bening
kemerahan keton
5
2
Mengandung gugus
dan Fruktosa 1% Bening Merah
keton
6
3
Tidak mengandung
dan Hidrolisat pati Bening Bening
gugus keton
7
Larutan pati Bening Tidak mengandung
4 Bening
1% kekuningan gugus keton
9
dan Sukrosa 1% Bening Merah Mengandung ketosa
13
10
dan Fruktosa 1% Bening Merah Mengandung ketosa
14
11
Tidak mengandung
dan Hidrolisat pati Bening Bening
ketosa
15
12
Larutan pati Tidak mengandung
dan Bening Bening
1% ketosa
16
Sumber: Laporan Sementara
Terdapat dua golongan monosakarida yaitu aldosa dan ketosa.
Monosakarida tidak berwarna, merupakan kristal padat yang bebas larut di
dalam air, tetapi tidak larut di dalam pelarut nonpolar. Kerangka
monosakarida adalah rantai karbon berikatan tunggal yang tidak bercabang.
Jika gugus karbonil berada pada ujung rantai karbon, monosakarida tersebut
adalah suatu aldehida dan disebut suatu aldosa, jika gugus karbonil berada
pada posisi lain, monosakarida tersebut adalah suatu keton dan disebut suatu
ketosa. Senyawa pereduksi adalah pemberi elektron dan senyawa
pengoksidasi disebut gula pereduksi (Lehninger, 1982).
Reagen Dinitro Salisilat (DNS) modifikasi menghasilkan nilai
absorbansi lebih tinggi dibandingkan dengan reagen DNS yang tanpa diberi
sulfit dan fenol. Semakin tinggi kadar glukosa apda larutan, semakin jelas

49
perbedaan serapan absorbansinya. Perbedaannya semakin meningkat dan
terlihat jelas pada serapan absorbansi pada larutan yang mengandung kadar
gula pada larutan standar sampai konsentrasi 1000 ppm
(Rahmansyah, 2003).
Pada uji seliwanoff digunakan untuk mengetahui adanya ketosa
dalam karbohidrat. Hasil positif dari uji ini akan terjadi perubahan warna
dari bening menjadi merah (Sumardjo, 2006).
Pada percobaan kali ini menggunakan 4 sampel yaitu larutan
sukrosa 1%, larutan fruktosa 1%, hidrolisat pati, dan larutan pati 1%.
Mekanisme kerja pada percobaan ini yaitu mula-mula memasukkan pereaksi
seliwanoff pada masing-masing 4 tabung reaksi. Kemudian menambahkan 3
tetes sampel larutan sukrosa 1%, larutan fruktosa 1%, hidrolisat pati, dan
larutan pati 1% pada masing-masing tabung reaksi dan ditutup
menggunakan aluminium foil. Kemudian dilakukan pemanasan secara
bersama-sama pada penangas air hingga terjadi perubahan warna. Dari
keempat sampel yang diuji, warna sebelum dipanaskan adalah bening.
Sedangkan setelah dilakukan pemanasan selama kurang lebih 3 menit terjadi
perubahan warna. Untuk larutan sukrosa 1% berubah warna menjadi orange
kemerahan, larutan fruktosa 1% berubah menjadi merah, hidrolisat pati
tidak terjadi perubahan warna (tetap bening), dan pada larutan pati 1%
berubah menjadi bening kekuningan. Sehingga hasil positif pada percobaan
ini terjadi pada larutan fruktosa 1% dan sukrosa 1%. Sedangkan pada
hidrolisat pati juga terdapat gugus keton, tetapi dalam jumlah sedikit, pada
percobaan ini tidak ada perubahan warna dikarenakan adanya kurang
ketelitian dalam pencampuran larutan.

50
Tabel 2.4 Uji Benedict
Perubahan warna
Kel. Sampel Keterangan
Sebelum Sesudah
1. Biru 1. Biru
Sukrosa 2. Biru keruh 2. Biru
5 10% 3. Putih kehijauan
dan + keruh 3. Kuning
6 Ragi 5% keruh
4. Putih Tidak terdapat
guguspereduksi
1. Biru 1. Biru
Sukrosa
2. Biru keruh 2. Biru
10% %
7 3. Putih 3. Kuning
+
keruh keruh
Ragi 5%
4. Putih
1. Putih 1. Putih susu
susu 2. Kuning
Sukrosa
11 2. Bening kecoklatan
10% %
dan 3. Biru 3. Biru
+
15 jernih Tidak terjadi
Ragi 5%
endapan
merah bata Tidak terdapat
1. Putih 1. Putih susu guguspereduksi
susu 2. Kuning
Sukrosa
12 2. Bening kecoklatan
10% %
dan 3. Biru 3. Biru
+
16 jernih Tidakterjadien
Ragi 5%
dapan
merah bata
Sumber: Laporan Sementara
Uji benedict digunakan mengidentifikasi karbohidrat melalui reaksi
gula pereduksi. Larutan alkali dari tembaga direduksi oleh gula yang
mengandung gugus aldehida atau keton bebas, dengan membentuk kupro
oksida berwarna. Larutan benedict mengandung kupri sulfat, natrium
karbonat, dan natrium sitrat. Uji Benedict dilakukan pada suasana basa yang
menyebabkan terjadinya transformasi isomerik. Pada suasana basa reduksi
ion Cu2+ dari CuSO4, oleh gula pereduksi akan berlangsung dengan cepat
dan membentuk Cu2O yang merupakan endapan merah bata. Pereaksi
Benedict terdiri dari logam Cu dan larutan basa kuat (Bintang, 2010).
Tujuan dari uji benedict adalah untuk menentukan ada atau tidaknya
gula pereduksi. Adanya gula pereduksi ditandai dengan adanya endapan

51
merah bata. Larutan sampel yang digunakan pada uji kali ini adalah sukrosa
10%. Hal pertama yang dilakukan adalah memasukkan 2 ml Reagen
Benedict ke dalam masing-masing tabung reaksi. Lalu ditambahkan 1 ml
suspensi ragi 5%. Kemudian ditambahkan 1 ml larutan sukrosa 10%.
Setelah itu dipanaskan di pemanas air dalam air mendidih (1000C) selama 5
menit, kemudian diamati warnanya. Sebelum dipanaskan dalam satu tabung
terdapat 3 warna karena larutan tidak homogen. Lapisan paling bawah
dalam satu tabung terdapat 3 warna karena larutan tidak homogen. Lapisan
paling bawah berwarna biru, kemudian biru keruh dan yang teratas putih
keruh. Setelah dipanaskan warna yang didapatkan adalah biru, lapisan
terbawah kemudian biru kehijauan, lalu kuning keruh dan lapisan paling
atas adalah putih. Dari hasil percobaan tersebut maka sampel pada uji kali
ini negatif (tidak mengandung gula pereduksi), karena tidak terdapat
endapan merah bata.

52
Tabel 2.5 Uji Peragian
Perubahan Warna
Kel. Sampel Keterangan
Sebelum Sesudah
Hidrolisat Bawah : Krem Ada
1 Keruh
Pati Atas : Bening gelembung
dan
Bawah : Krem Ada sedikit
2 Larutan Pati Keruh
Atas : Bening gelembung
Hidrolisat Bawah : Krem Ada banyak
3 Keruh
Pati Atas : Bening gelembung
dan
4 Bawah : Krem Ada
Larutan Pati Keruh
Atas : Bening gelembung
9
Bawah : Krem Ada sedikit
dan Putih
Atas : Bening gelembung
13
Ada
Hidrolisat gelembung
10 Pati awal hingga
Bawah : Krem
dan Keruh menit ke-20,
Atas : Bening
14 kemudian
gelembung
hilang
9
Bawah : Krem Tidak ada
dan Keruh
Atas : Bening gelembung
13
Ada
Larutan Pati
10 gelembung
Bawah : Krem
dan Keruh (1 buah) dari
Atas : Bening
14 awal hingga
menit akhir
Sumber: Laporan Sementara
Uji Peragian bertujuan untuk mengetahui reaksi peragian pada
larutan pati dan hidrolisat pati. Bahan yang digunakan adalah suspensi ragi
20%, buffer pH 6, larutan pati 1%, hidrolisat pati, dan 2 tabung reaksi. Pada
tabung I memasukkan suspensi ragi 5 ml. Kemudian menambahkan 5 ml
buffer pH 6 dan menambahkan hidrolisat pati 5 ml. Pada tabung II
memasukkan suspensi ragi 5 ml, 5 ml buffer pH 6 dan 5 ml larutan pati 1%.
Setelah itu mengamati perubahan warna yang terjadi. Pengamatan dilakukan
pada menit ke 0 dan setelah 60 menit. Hasil yang didapatkan pada menit ke
0, kedua tabung tersebut menunjukkan adanya gelembung kecil dan
endapan yang berwarna cream. Setelah didiamkan selama 60 menit, pada

53
tabung I menunjukkan adanya gelembung dengan endapan lebih banyak
daripada tabung II. Pada tabung II yang ditambahkan larutan pati memiliki
warna yang lebih keruh dibanding tabung I yang ditambahkan hidrolisat
pati.
Hal ini disebabkan karena hidrolisat pati merupakan pati yang sudah
dihidrolisis, pada percobaan ini pati dihidrolisis menggunakan HCl.
Hidrolisat pati memiliki molekul yang lebih kecil, menyebabkan ragi lebih
reaktif sehingga ragi lebih mudah mencerna hidrolisat pati dan gelembung
yang dihasilkan lebih banyak.

E. Kesimpulan
Dari percobaan Isolasi Pati Ubi Kayu dan Hidrolisisnya di atas,
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Penambahan HCl akan merusak ikatan polisakarida, akibatnya jumlah
polisakarida yang terhidrolisis lebih banyak dan jumlah gula pereduksi
dalam hidrolisat lebih tinggi.
2. Uji iod digunakan untuk menganalisis adanya kandungan pati pada suatu
larutan dan untuk mengidentifikasi polisakarida dengan reaksi positif
ditandai adanya perubahan warna menjadi biru.
3. Uji fehling hampir sama dengan uji barfoed dan uji benedict dengan
menggunakan gugus aldehida pada gula untuk mereduksi senyawa
Cu2SO4, reaksi positif dengan menghasilkan endapan merah bata pada
suasana basa.
4. Uji pikrat digunakan untuk menguji adanya gugus pereduksi dalam suatu
glukosa dengan reaksi positif menghasilkan warna merah.
5. Uji seliwanoff digunakan untuk mengetahui adanya ketosa dalam
karbohidrat, hasil positif dari uji ini akan terjadi perubahan warna dari
bening menjadi merah.
6. Uji Peragian Uji peragian bertujuan untuk mengetahui reaksi peragian
pada larutan pati dan hidrolisat pati, hasil positif dari uji ini akan terjadi
perubahan warna menjadi keruh dan terdapat gelembung.

54
7. Uji benedict digunakan mengidentifikasi karbohidrat melalui reaksi gula
pereduksi, reaksi positif dengan menghasilkan endapan merah bata.

55
DAFTAR PUSTAKA

Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.


Fatimah, Feti, Dedi, Anton dan Nuri. 2005. Pengaruh Kadar Minyak terhadap
Efektivitas Antioksidan dalam Sistem Emulsi Oil-in-Water. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan, Vol. 16, No. 1, 2005.
Hart, Harold. 1990. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.
Iryani, A. Sri. 2013. Pengaruh Jenis Katalis Asam terhadap Studi Kinetika Proses
Hidrolisat Pati dalam Ubi Kayu. Jurnal Ilmu Teknik, Vol. 8,
No.15, April 2013.
Kaur, Surabjot; Bimlesh, Sakti, Prashant and Kalyani. 2010. Comparative Study
of Anthelmintic Activity of Aqueous and Ethanolis Extract of Bark
of Holoptelea Integrifolia. International Journal of Drug
Development & Research, Vol. 2, No. 4, October 2010: 758-763.
Kuchel, Philip dan Gregory B. 2000. Biokimia Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Kusnawidjaja, Kurnia. 1983. Biokimia. Bandung: Universitas Sebelas Maret.
Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Manatar, Jerdewig; Julius and Max. 2012. Analisis Kandungan Pati dalam
Batang Tanaman Aren. Jurnal Ilmiah Sains, Vol. 12, No. 2,
Oktober 2012.
Nurdjanah, Siti, Susilawati dan Maya. 2007. Prediksi Kadar Pati Ubi Kayu pada
Berbagai Umur Panen Menggunakan Penetrometer. Jurnal
Teknologi dan Industri Hasil Pertanian, Vol. 12, No. 2, September
2007.
Okon, Anne Anthony, U. Nwabueze and Titus. 2009. Simultaneous effect of
divalent cation in hydrolyzed cassava starch medium used by
immobilized yeast for ethanol production. African Journal of Food
Science, Vol. 3(8). August, 2009 pp. 217-222.
Page, Davud. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Purbaya, J Rio. 2007. Mengenal Madu Alami. Bandung: Pionir Jaya.
Rahmansyah, Maman, Made. 2003. Optimasi Analisis Amilase dan Glukanase
yang di Ekstrak dari Miselium Pleurotus ostreatus dengan Asam
3,5 Dinitrosalisilat. Jurnal Optimasi Analisis Amilase dan
Glukanase, Vol. 9, 2003: 7-12.
Risnoyatiningsih. 2011. Hidrolisis Pati Ubi Jalar Kuning Menjadi Glukosa
secara Enzimatis. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 5, No.2, April 2011.
Rosa, Novila dan Sri Hetty. 2010. Pengaruh Penambahan Ubi Garut (Maranta
arundinaceae L) dalam Bentuk Tepung dan Pati Yoghurt sebagai

56
Produk Sinbiotik terhadap Daya Hambat Bakteri Escherichia coli.
Jurnal Ilmu Gizi. 2010: 3-11.
Setiawan, Wawan, Sunarti. 2006. Peroduksi Hidrolisat Pati dalam Serat Pangan
dari Singkong melalui Hidrolisis dengan α-Amilase dan Asam
Klorida. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Februari 2006.
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia. Buku Kedokteran EGC. Jakarta .
Yusrin, Ana, Hidayati Mukaromah. 2010. Proses Hidrolisis Onggok dengan
Variasi Asam pada Pembuatan Ethanol. Jurnal Prosiding Seminar
Nasional UNIMUS. Semarang.

57
LAMPIRAN

1. Perhitungan isolasi dari ubi kayu


Berat awal = 100 gram
Berat akhir = 17,792
Randemen = Berat akhir x 100%
Berat awal
= 17,792 x 100%
100
= 17,792%
2. Foto

Gambar 2.1 Hidrolisis Pati

Gambar 2.2 Uji Pikrat

58
Gambar 2.3 Uji Selliwanoff

Gambar 2.4 Uji Benedict

59
ACARA III
LIPIDA

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Acara III Lipida adalah:
1. Untuk mengetahui kelarutan lemak dan terjadinya emulsi.
2. Untuk mengetahui sifat ketidakjenuhan pada lemak atau minyak.
3. Untuk mengetahui adanya kandungan kolesterol dalam bahan dengan
reaksi Liebermann-Burchard.

B. Tinjauan Pustaka
1. Teori :
Lipida mempunyai beberapa fungsi diantaranya ialah sebagai
komponen struktural membrane, bahan bakar, lapisan pelindung dan
vitamin dan hormone. Pada umumnya klasifikasi lipida didasarkan atas
kerangka dasarnya menjadi lipida kompleks dan lipida sederhana. Golongan
pertama dapat dihidrolisis sedangkan golongan kedua tidak dapat
terhidrolisis. Lipida dibagi menjadi triasil gliserol, fosfolipida, sfingolipida,
dan lilin (Martoharsono, 1990).
Uji ketidakjenuhan (Iod Hubl) digunakan untuk menentukan ikatan
rangkap yang ada dalam suatu bahan (asam lemak). Iodium akan mengadisi
ikatan rangkap, sehingga warna pereaksi tidak terlihat. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :

c c + I2 c c

I I
(Bintang, 2010).
Prinsip kerja uji Libermann-Burchard kualitatif yaitu kolesterol akan
larut dalam kloroform dan bereaksi dengan asam kuat membentuk kompleks
warna. Uji Libermann-Burchard atau uji asam anhidra digunakan untuk
menunjukkan kolesterol. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru setelah

60
beberapa menit menunjukkan hasil positif. Libermann-Burchard adalah
pereaksi yang digunakan dalam tes kolorimetri untuk mendeteksi kolesterol,
yang memberikan warna hijau pekat. Warna ini diawali dengan ungu, merah
muda, dan menghasilkan warna hijau muda, lalu hijau sangat pekat. Warna
yang terbentuk karena gugus OH pada kolesterol bereaksi dengan pereaksi
dan meningkatkan ketidakjenuhan dalam batas penyatuan cincin. Uji ini
memberikan hasil positif terhadap kolesterol bebas. Kilatan warna yang
singkat sering terlihat, dan warna hijau terang mengembang dengan cepat
dalam semua kasus. Asam lemak diekstraksi dengan eter dan dinetralkan
dengan NaOH. Uji Libermann-Burchard juga digunakan untuk uji
triterpenoid (Bintang, 2010).
Kolesterol merupakan salah satu sterol yang penting dan banyak
terdapat di alam. Kolesterol terdapat pada hampir semua sel hewan dan
manusia. Pada tubuh manusia kolesterol terdapat dalam darah, empedu,
kelenjar adrenal. Kolesterol dapat larut dlam pelarut lemak misalnya eter,
kloroform, benzena, dan alkohol panas. Kadar kolesterol total dianggap
ideal adalah dibawah 200 mg/dL. Endapan kolesterol apabila terdapat dalam
pembuluh darah dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah karena
dinding pembuluh darah menjadi lebih tebal, sehingga dapat menjadi
kemungkinan besar untuk terserang jantung koroner (Muharrami, 2011).
Kolesterol adalah prekursor semua steroid, seperti kortikolesteroid,
hormon seks, asam empedu, dan vitamin D. Kolesterol di dalam tubuh
diproduksi dalam jumlah yang diperlukan. Salah satu cra untuk mengetahui
adanya kolesterol adalah dengan metode Lieberman-Burchand. Prinsip
metode Lieberman-Burchand adalah ekstrak kloroform yang berisi
kolesterol akan bereaksi dengan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat
membentuk reaksi berwarna. Serapan diukur pada panjang gelombang 420
nm. Besarnya serapan berbanding lurus dengan konsentrasi kolesterol
(Hardiningsih, 2006).
Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil dari dua cairan
yang pada dasarnya tidak saling bercampur, pada umumnya untuk membuat

61
kedua cairan tersebut dapat bercampur diperlukan adanya zat pengemulsi
(emulsifying agent) sehingga sedian emulsi dapat stabil. Pengemulsi bersifat
amfifilik karena memiliki molekul-molekul yang terdiri dari bagian
hidrofobik dan hidrofilik (Wathoni, 2007).
Emulsi dapat didefinisikan sebagai sistem biphasic yang terdiri dari
dua cairan yang tidak bercampur, salah satunya (yang tersebar fase) yang
halus dan merata tersebar sebagai tetesan seluruh tahap kedua (yang terus
menerus fase). Karena emulsi adalah termodinamika sistem yang tidak
stabil, agen ketiga, emulsifier tersebut akan ditambahkan stabilisasi sistem.
Emulgator menstabilkan sistem dengan membentuk film tipis sekitar tetesan
dari fase terdispersi. Baik pada fase terdispersi atau terus menerus fase dapat
bervariasi dalam konsistensi dari yang mobile cair untuk semipadat Sebuah
sistem di mana air tersebar sebagai tetesan dalam fasa minyak terus menerus
disebut air dalam minyak emulsi (Khan, 2011).
Minyak yang terjadi secara ester alami dari rantai lurus asam
karboksilat yang panjang. Mereka termasuk dalam kelompok yang dapat
disabunkan (mengandung gugus ester) lipid. Lipid secara biologis
diproduksi dari bahan yang relatif tidak larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut organik polar dan non-polar. Minyak nabati yang tersusun dari
molekul triasilgliserol, terutama dibentuk oleh tak jenuh (oleat, linoleat,
linolenat asam dll) dan asam lemak jenuh (miristat, palmitat, asam stearat
dll) diesterifikasi unit Gliserol. Minyak dapat dibentuk dari asam lemak
tunggal yang dapat diesterifikasi sampai tiga kali kekuatan gliserol, atau
setidaknya oleh tiga sesuatu yang berbeda. Kata "kolesterol" mungkin cepat
berhubungan dengan penyakit jantung kronis dan masalah jantung lainnya.
Namun, kolesterol juga memiliki fungsi penting dalam tubuh seperti
menyediakan komponen penting dari membran dan melayani sebagai
prekursor asam empedu, hormon steroid dan vitamin D. Mengkonsumsi
kolesterol dalam makanan dapat meningkatkan tingkat kepadatan
lipoprotein rendah (LDL) (Atinafu, 2011).

62
2. Bahan :
Lipid merupakan senyawa yang dapat disarikan dari sel dan jaringan
oleh pelarut organik tak-polar. Lipid merupakan komponen tak larut air
yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Cara penggolongannya agak tidak
biasa, karena lipid tidak mempunyai sifat kimia dan sifat struktur yang khas.
Satu-satunya kesamaan yang mempertalikan senyawa dalam golongan ini
adalah cara mengisolasinya dan asal mula biogenetikanya yang sama. Bahan
lipid yang paling banyak terdapat dalam jasad hidup adalah turunan gliserol.
Lemak dan minyak merupakan trimester gliserol, yaitu triasilgliserol (sering
disebut trigliserida). Fosfatida atau fosfolipid adalah campuran ester gliserol
yang satu gugus hidroksil dari gliserolnya diesterkan dengan penggalan
asam fosfat. Sfingolipid merupakan turunan aminogliserol yang sangat erat
hubungannnya dengan fosfolipid (Pine, 1988).
Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA) adalah asam lemak
yang tidak memiliki ikatan rangkap pada atom karbon. Ini berarti asam
lemak jenuh tidak peka terhadap oksidasi dan pembentukan radikal bebas
seperti halnya asam lemak tidak jenuh. Efek dominan dari asam lemak
jenuh adalah peningkatan kadar kolesterol total dan K-LDL (kolesterol
LDL). Asam Lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty Acid/
MUFA) merupakan jenis asam lemak yang mempunyai 1 (satu) ikatan
rangkap pada rantai atom karbon. Asam lemak ini tergolong dalam asam
lemak rantai panjang (LCFA), yang kebanyakan ditemukan dalam minyak
zaitun, minyak kedelai, minyak kacang tanah, minyak biji kapas, dan
kanola. Minyak zaitun adalah salah satu contoh yang mengandung MUFA
(Sartika, 2008).
Lemak dan zat-zat yang menyerupai lemak yang disebut juga lipoida
tergolong zat-zat yang sukar larut dalam air. Lemak dapat larut dalam zat
pelarut organik seperti alcohol, benzol, eter, kloroform atau campuran
kloroform-metanol, tetra dan lain sebagainya. Asam-asam lemak yang
terdapat dalam lemak alam, tergolong asam yang selalu mempunyai jumlah
atom C genap, sebab mudah dimengerti asam-asam itu berasal kesatuan-

63
kesatuan (unit) asam asetat. Struktur kimia asam lemak tak jenuh
mempunyai ikatan ganda dalam rantai atom C nya. Lemak yang
mengandung asam-asam lemak jenuh (biasanya campuran) mempunyai titik
cair yang tinggi dan pada temperatur kamar merupakan zat padat, sedangkan
yang mengandung asam-asam tak jenuh merupakan cairan atau seperti
minyak (Kusnawidjaja, 1993).
Minyak kelapa murni Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak
kelapa yang diproses tanpa pemanasan yaitu dengan penambahan enzim,
pancingan, sentrifugasi. Minyak kelapa dari proses tersebut banyak
mengandung asam lemak jenuh rantai sedang, yang diyakini sebagai herbal
alternative untuk pengobatan dan pencegahan penyakit degeneratif maupun
penyakit yang disebabkan mikroorganisme. Kandungan VCO yang paling
banyak adalah asam lemak jenuh rantai sedang diantaranya : asam laurat,
asam kaprilat, asam miristrat, asam palmirat dll yang mudah dicerna oleh
tubuh menjadi energi yang siap dipakai. VCO juga diyakini sebagai obat
keputihan yang disebabkan oleh jamur Candida albicans (Dewi, 2010).
Minyak wijen mengandung banyak asam lemak tak jenuh, terutama
asam oleat (C18:1) dan asam linoleat (C18:2, Omega-6). Minyak wijen juga
mengandung banyak vitamin E dan komponen fungsional lainnya yang
berguna bagi kesehatan. Minyak wijen merupakan salah satu minyak nabati
yang mudah mengalami kerusakan karena suhu. Untuk menjaga kualitas
minyak wijen diperlukan pengolahan yang tepat terutama dalam hal suhu
proses. Suhu ekstraksi 45°C merupakan suhu optimum untuk menjaga
kualitas minyak wijen. Minyak wijen dengan suhu proses 45°C
menghasilkan asam lemak bebas (1,4528 %), angka iod (90,174), angka
peroksida (7,608), angka penyabunan (188,909), komposisi asam lemak
yang ideal (asam linoleat 45,82 %, asam oleat 37,96 %, asam palmitat 9,519
%, asam stearat 5,34 %, asam linolenat 0,26 %), karoten (48,70 ppm),
tokoferol (505,25 ppm), aktivitas antioksidan (19,09) dan sifat sensoris yang
cukup disukai (Handajani, 2010).

64
Lemak makanan merupakan bagian penting dari diet manusia yang
dimetabolisme dan disimpan oleh hati. Dalam kondisi konsumsi kronis
seperti kalori yang berlebihan (overfeeding) atau gangguan metabolisme
asam lemak, akumulasi hasil lipid steatosis hati. Kadar lemak meningkat
sehingga deregulasi metabolisme lipid hati dapat menimbulkan perifer
trigliserida (TG) yang tersimpan dalam adiposa secara berlebihan.
Penurunan ekspor lipid dari hati sebagai lipoprotein densitas sangat rendah,
meningkatnya denovo lipogenesis, dan mengurangi β-oksidasi asam lemak.
Sementara lemak jenuh yang berlebihan mempromosikan penyimpanan
lemak dan peradangan. Asam lemak tak jenuh ganda, khususnya omega-3
FA, memainkan peran hepatoprotektif. Omega-3 FA mengurangi sintesis
dan oksidasi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh tunggal,
menurunkan lemak dalam hati, dan dengan demikian mencegah akumulasi
dan akhirnya steatosis (Chang, 2012).
Kata lemak mengacu pada kelompok makanan lipid, dan
digunakan untuk mengartikan baik mengandung lemak dan minyak. Lebih
dari 50% dari kami asupan lemak normal dalam bentuk lemak tak terlihat
yaitu minyak yang tidak terpisahkan dan lemak dalam makanan seperti biji-
bijian, kacang-kacangan, produk susu, telur, daging, dan lain-lain dalam
misalnya produk makanan alami, yang meliputi minyak nabati dan
lemak, kadar lemak dan komposisi yang lebih atau kurang diperbaiki,
dengan variasi kecil tergantung pada musim. Oleh karena itu, karakteristik
fungsional dari sistem lemak alami memiliki telah dimodifikasi untuk
memberikan konsistensi yang diinginkan dan menjaga kualitas dalam
produk akhir. Lemak dimodifikasi menawarkan utilitas fungsional khusus
untuk kue, permen, dan aplikasi memasak. Menjadi salah satu yang paling
fleksibel dasar bahan makanan, diharapkan bahwa penggunaan
shortening dan margarin akan terus tumbuh (Ghotra, 2002).
Kolesterol ester akan diubah menjadi asam lemak dan komponen
kolesterol dengan kolesterol esterase. Kolesterol yang dihasilkan diubah
menjadi kolesterol satu dan hidrogen peroksida oleh kolesterol oksidase

65
dengan adanya oksigen. Peroksida bereaksi dengan asam hidroksibenzoat
(HBA) dan 4-aminoantipyrine oleh aksi peroksidase untuk membentuk
warna memproduksi quinoneimine merah. Intensitas warna merah yang
dihasilkan berbanding lurus dengan kadar kolesterol total dalam sampel jika
dibaca pada 500 nm. WHO merekomendasikan Metode Liebermann
Burchard- Kolesterol bereaksi dengan media asam kuat, reagen gabungan
yang mengandung asam asam asetat glasial sulphosalicylic, anhidrida asetat
dan asam sulfat pekat untuk membentuk kromofor hijau biru yang
absorbansi diukur pada 600 nm (Owiredu, 2013).

C. Metodologi
1. Alat
a. Beaker Glass
b. Cawan porselen
c. Pipet tetes
d. Pipet ukur
e. Propipet
f. Rak tabung reaksi
g. Tabung reaksi
2. Bahan
a. Kloroform
b. Eter
c. Aquadest
d. Na2CO3 %
e. Pereaksi hubl iodin
f. Asam asetat anhidrat
g. H2SO4 pekat
h. Minyak kelapa sawit
i. Minyak kelapa
j. Minyak wijen
k. Minyak zaitun

66
l. Minyak jelantah bekas goreng
m. Mentega cair
3. Cara Kerja
a. Kelarutan Lemak dan Terjadinya Emulsi

2 ml kloroform, eter,
Dimasukkan kedalam 4
aquadest, larutan Na2CO3
tabung reaksi
1%

Ditambahkan kedalam
5 tetes sampel minyak
masing-masing tabung
zaitun
reaksi

Dihomogenkan

Dibiarkan di rak tabung


reaksi selama 5 menit

Diamati perubahan yang


terjadi setiap tabung

67
b. Uji Ketidakjenuhan

Disiapkan 6 tabung reaksi

10 ml kloroform dan
10 tetes pereaksi Dimasukkan ke dalam masing-masing
Huble Iodine tabung

Dihomogenkan dan dikocok hingga larutan


berubah warna menjadi merah muda

minyak kelapa sawit,


VCO, minyak wijen,
minyak zaitun, Dimasukkan masing-masing 1 tetes
minyak jelantah, dan
mentega cair

Diamati perubahan warna yang terjadi

Bila warna merah muda belum hilang,


ditambahkan masing-masing sampel setetes
demi setetes setiap 5 menit
tetes

Dicatat berapa tetes minyak yang


diperlukan untuk menghilangkan warna

68
c. Uji Kolesterol (L-B test)

Dimasukkan kedalam 6
2 ml kloroform
tabung reaksi

3 tetes minyak zaitun, minyak Ditambahkan kedalam


jelantah, mentega, minyak kelapa semua tabung reaksi
sawit, VCO, dan minyak wijen

Dihomogenkan

10 tetes asam asetat Ditambahkan kedalam


anhidrat, 3 tetes H2SO4 tabung reaksi

Diamati perubahan warna


yang terjadi setiap tabung

69
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Kelarutan Lemak dan Emulsi
Kelarutan
Kel. Sampel Emulsi Keterangan
Ya Tidak
1,5 Kloroform √ - - Larut, Kuning Jernih
2,6 Eter √ - - Larut, Kuning Jernih
3 Aquadest - √ - Tdk Larut, Kuning Bening
4 Na2CO3 - √ √ Tdk Larut, Putih Keruh
8,15 Kloroform √ - - Bening, jernih
9,14 Eter √ - - Bening, jernih
10,13 Aquadest - √ - Keruh
11,12 Na2CO3 - √ √ Sedikit keruh
Sumber: Laporan Sementara
Kelarutan atau solubilitas dapat diartikan sebagai kuantitas maksimal
suatu zat kimia terlarut (solut) untuk dapat larut pada pelarut (solvent) tertentu
membentuk larutan homogen sehingga mencapai titik kesetimbangan.
Mekanisme kelarutan minyak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat
polaritas asam lemaknya. Asam lemak yang bersifat polar cenderung larut
dalam pelarut polar, sedangkan asam lemak non polar larut dalam pelarut
nonpolar. Disini zat terlarut yang digunakan adalah minyak, sifat umum dari
minyak itu sendiri yaitu larut dalam pelarut-pelarut organik seperti eter,
kloroform dan benzen, tetapi tidak larut dalam air (Edwar, 2011).
Pada percobaan ini digunakan minyak zaitun sebagai zat terlarut, mula-
mula masing-masing zat pelarut (kloroform, eter, aquadest, Na2CO3)
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml. Kemudian masing-masing
ditambahkan 5 tetes zat terlarut, dihomogenkan beberapa saat. Setelah
didiamkan beberapa menit terlihat bahwa minyak zaitun menunjukkan hasil
positif dengan menunjukkan larut dalam kloroform dan eter, sedangkan pada
aquadest dan Na2CO3 tidak larut melainkan hanya bercampur sementara
kemudian kembali semula. Adapun penyebab air tidak larut dalam minyak
karena air merupakan senyawa yang bersifat polar, berbeda dengan minyak
yang memiliki sifat non polar. Sedangkan minyak dapat larut dalam eter dan
kloroform karena sifat kelarutan kedua larutan terebut adalah non polar. Pada
pencampuran antara minyak dengan Na2CO3 juga menunjukkan minyak tidak

70
larut tetapi akan membentuk emulsi. Hal ini sudah sesuai dengan teori yaitu
lemak dapat larut dalam zat pelarut organik seperti alkohol, benzol, eter,
kloroform atau campuran kloroform-metanol, tetra (Kusnawidjaja, 1993).
Emulsi dapat diartikan sebagai suatu campuran yang tidak stabil dari
dua cairan yang pada dasarnya tidak saling bercampur, pada umumnya untuk
membuat kedua cairan tersebut dapat berrcampur diperlukan adanya zat
pengemulsi (emulsifying agent) yang berfungsi menurunkan tegangan
permukaan antara kedua fase cairan (Wathoni, 2007). Mekanisme kerja
emulsifier disebabkan karena bentuk molekulnya yang dapat terikat, baik pada
minyak maupun air. Emulsifier akan membentuk lapisan di sekeliling minyak
sebagai akibat menurunnya tegangan permukaan, sehingga mengurangi
kemungkinan bersatunya butir-butir minyak satu sama lain.
Dari percobaan yang dilakukan dengan menggunakan 6 pelaut
didapatkan hasil hanya pada campuran minyak zaitun dengan Na2CO3 yang
dapat membentuk emulsi yang stabil namun tidak larut dalam pelarut. Karena
disini asam lemak bebas dalam larutan lemak bereaksi dengan Na2CO3
membentuk sabun. Yang menjadikan tetes-tetes minyak tersebar seluruhnya.
Sedangkan pada zat pelarut lain seperti eter, kloroform, dan aquadest tidak
terjadi emulsi. Untuk didapatkan emulsi yang stabil perlu ditambahkan
emulgator. Prinsip kerja dari emulsifier adalah menurunkan tegangan
antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada
permukaan globul-globul fase pendispersi. Semakin tinggi perbedaan tegangan
yang terjadi pada bidang mengakibatkan antara kedua zat cair semakin susah
untuk bercampur sehingga terjadi emulsi.
Contoh penerapan mekanisme kelarutan dalam kehidupan sehari-hari
adalah ekstraksi pengambilan minyak, sebagai contoh ekstraksi minyak bekatul
dengan kadar minyak hanya 17-22%, tetapi karena kandungan antioksidan (γ-
oryzanol, tokoferol dan tokotrienol) yang relatif tinggi, maka ektraksi minyak
bekatul menarik dilakukan dalam kaitannya dengan bidang farmasi, kosmetik
dan kesehatan. Untuk pengambilan minyak dengan cara ekstraksi perlu
memilih jenis pelarut yang tepat dan memberikan yield yang optimal pada

71
ekstraksi minyak bekatul tersebut. Pelarut untuk mengekstraksi adalah n-
heksana,etyl asetat,metanol,etanol, isopropanol dan aseton teknis. Pengambilan
minyak dengan cara ekstraksi pelarut cocok untuk pengambilan minyak nabati.
(Susanti, 2012). Pelarut sangat mempengaruhi proses ekstraksi. Pemilihan
pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: selektivitas,
titik didih pelarut, pelarut tidak larut dalam air, pelarut bersifat inert sehingga
tidak bereaksi dengan komponen lain, harga pelarut semurah mungkin, pelarut
mudah terbakar (susanti, 2012).
Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Uji Ketidakjenuhan
Kelompok Sampel Jumlah Tetes Minyak
1 Minyak Jelantah 3 tetes
2 Minyak Wijen 3 tetes
3 Minyak Sawit 4 tetes
4 VCO 9 tetes
5 dan 7 Mentega Cair 3 tetes
6 Minyak Zaitun 1 tetes
9 dan 15 Minyak Sawit 3 tetes
8 dan 11 VCO 10 tetes
10 Minyak Kelapa Sawit 3 tetes
12 Minyak Wijen 5 tetes
13 Minyak Jelantah 3 tetes
14 Mentega 3 tetes
Sumber: Laporan Sementara
Uji ketidakjenuhan digunakan untuk mengetahui asam lemak yang diuji
apakah termasuk asam lemak jenuh atau tidak jenuh dengan menggunakan
pereaksi Iod Hubl. Reaksi Iod Huble digunakan untuk menentukan ikatan
rangkap yang ada dalam suatu bahan (asam lemak). Iodium akan mengadisi
ikatan rangkap, sehingga warna pereaksi tidak terlihat. Iod Hubl ini berfungsi
sebagai pengadisi ikatan rangkap yang ada pada asam lemak tidak jenuh
menjadi ikatan tunggal. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan ganda pada
gugus hidrokarbonnya sedangkan asam lemak jenuh mempunyai ikatan tunggal
hidrokarbon. Penambahan larutan klorofom bertujuan untuk melarutkan
kolesterol sehingga minyak dapat larut dengan sempurna dalam larutan. Sifat
dari pereaksi Hubl Iodine adalah mengoksidasi asam lemak yang mempunyai
ikatan rangkap pada molekulnya sehingga dapat menjadi berikatan tunggal,

72
sedangkan kloroform bersifat non polar dan dapat melarutkan minyak
(Bintang, 2010).
Mekanisme uji ketidakjenuhan dengan pereaksi Hubl Iodine ini diawali
dengan pengambilan larutan kloroform sebanyak 10 ml kedalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 10 tetes larutan Hubl Iodine kemudian di homogenkan
dan dikocok sampai bahan larut hingga berubah warna menjadi merah muda.
Sampel yang digunakan pada percobaan ini yaitu minyak kelapa sawit, VCO,
minyak wijen, minyak zaitun, minyak jelantah bekas menggoreng ayam, dan
mentega cair. Setiap 5 menit, satu per satu sampel dimasukkan kedalam tabung
reaksi masing-masing satu tetes. Kemudian dikocok dan diamati perubahan
warnanya hingga pudar dan berubah warna menjadi bening sama seperti
larutan kloroform. Lalu mencatat berapa banyak jumlah tetes sampel yang
digunakan untuk menghilangkan warna dari pereaksi Hubl Iodine. Ketika
ditambahkan tetesan minyak, terjadi perubahan warna yang semula merah
muda lalu menjadi pudar kembali.
Pada sampel VCO memerlukan tetesan yang paling banyak yaitu
sebanyak 9 tetes untuk mengubah campuran Hubl Iodine dan kloroform serta
untuk mengidentifikasi adanya ikatan rangkap. Untuk minyak sawit diperlukan
4 tetes minyak, kemudian untuk minyak jelantah bekas menggoreng ayam,
minyak wijen dan mentega cair masing-masing memerlukan 3 tetes minyak.
Sedangkan untuk minyak zaitun hanya memerlukan 1 tetes saja. Hal ini
menandakan bahwa minyak zaitun mempunyai ikatan rangkap paling banyak
dari pada yang lain.
Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari asam lemak tidak jenuh
dengan cara melihat strukturnya. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan
ganda pada gugus hidrokarbonnya. Reaksi positif ketidakjenuhan asam lemak
ditandai dengan timbulnya warna merah asam lemak, lalu warna kembali lagi
ke warna awal putih bening. Warna merah yang kembali pudar menandakan
bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon asam lemak.
Trigliserida yang mengandung asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap
dapat diadisi oleh golongan halogen. Pada uji ketidakjenuhan, pereaksi Hubl

73
Iodine akan mengoksidasi asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap pada
molekulnya menjadi berikatan tunggal. Warna merah muda yang hilang selama
reaksi menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh telah mereduksi pereaksi
Hubl Iodine. Oleh karena itu, semakin banyak tetesan minyak maka tingkat
kejenuhan pada sampel adalah tinggi. Warna merah yang kembali pudar
menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon
asam lemak.
Dari keenam sampel yang digunakan, sampel yang memiliki ikatan
rangkap yang paling sedikit yaitu VCO dan yang paling banyak yaitu minyak
zaitun. Hal ini di sebabkan karena larutan Hubl Iodine mereduksi ikatan
rangkap pada minyak zaitun menjadi ikatan tunggal. Karena banyaknya ikatan
rangkap yang diputus, maka warna larutan Hubl Iodine pun semakin cepat
memudar. Semakin banyak kandungan asam lemak tidak jenuh yang
terkandung dalam suatu minyak goreng akan menyebabkan semakin banyak
pemutusan ikatan rangkap yang terjadi. Sebaliknya, untuk VCO adalah jenis
asam lemak jenuh yang yang memiliki sedikit ikatan rangkap menjadikan
larutan Hubl Iodine sulit untuk mengadisi atau memutuskan ikatan rangkap
menjadi ikatan tunggal sehingga warna larutan Hubl Iodine sulit untuk pudar.
Pada percobaan kali ini sampel yang memiliki tingkat ketidakjenuhan yang
berturut-turut adalah minyak zaitun, minyak wijen, minyak kelapa sawit,
mentega, VCO, dan minyak jelantah bekas menggoreng ayam.
Perbedaan antara asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh yaitu
pada asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap pada atom karbon
sedangkan asam lemak takjenuh memiliki satu atau lebih ikatan rangkap pada
atom karbon. Asam lemak jenuh bersumber dari lemak hewani seperti daging
berlemak, keju, mentega dan krim susu, sedangkan asam lemak takjenuh
bersumber dari minyak nabati/sayur dan minyak ikan. Asam lemak jenuh pada
suhu kamar akan berbentuk padat sedangkan asam lemak tak jenuh akan
berbentuk cair walaupun dalam suhu dingin. Asam lemak jenuh dapat
disintesis oleh tubuh sedangkan asam lemak takjenuh tidak (Sartika, 2008).

74
Tabel 3.3 Hasil Pengamatan Uji Kolesterol (L-B Test)
Perubahan Warna
Kel. Sampel + Asam Asetat + H2SO4 Keterangan
Anhidrat Pekat
1,7 Minyak Zaitun Bening Kuning Non Kolesterol
2 Minyak Kuning Keruh Kehijauan dan Kolesterol
Jelantah terdapat
endapan merah
3 Mentega Kuning Keruh Kuning Kolesterol
Kehijauan
4 Minyak Putih Keruh Putih Keruh Non Kolesterol
Kelapa Sawit
5 Minyak Putih Keruh Putih Keruh Non Kolesterol
Kelapa dan terdapat
sedikit
endapan merah
6 Minyak Wijen Kuning Bening Merah Bata Non Kolesterol
8 Margarin Kuning Kuning keruh Kolesterol
9, 13 Minyak Sawit Bening Putih agak Non Kolesterol
Kekuningan Keruh
10, 11 Minyak Putih Keruh Bening Non Kolesterol
Kelapa
12 Minyak Wijen Bening Kuning Kuning Keruh Non Kolesterol
14 Minyak Kuning Kuning Keruh Kolesterol
Jelantah Kehijauan Kehijauan
15 Minyak Zaitun Bening Putih Keruh Non Kolesterol
Sumber: Laporan Sementara
Kolesterol adalah lemak yang diproduksi oleh hati dan berperan penting
untuk fungsi normal tubuh, namun bila berlebih dapat menyebabkan masalah
kesehatan seperti Ateriosklerosis yang dapat mengakibatkan serangan jantung
(Tajoda, 2013). Dan menurut Muharrami (2011), kolesterol merupakan salah
satu sterol yang penting dan banyak terdapat di alam. Kolesterol terdapat pada
hampir semua sel hewan dan manusia. Pada tubuh manusia kolesterol terdapat
dalam darah, empedu, kelenjar adrenal bagian luar dan jaringan syaraf.
Kolesterol dapat larut dalam pelarut lemak misalnya eter, kloroform, benzena,
dan alkohol panas. Endapan kolesterol apabila terdapat dalam pembuluh darah
dapat menyebabkan penyempitan karena dinding pembuluh darah menjadi
lebih tebal.

75
Metode Liebermann-Burchard merupakan metode analisis kolesterol
secara kimiawi. Pada percobaan Liebermann-Burchard ini menggunakan
larutan asam asetat anhidrat, kloroform, dan asam sulfat pekat. Adapun fungsi
dari kloroform adalah untuk melarutkan kolesterol yang ada pada sampel
sehingga pada akhirnya dapat bereaksi dengan asam asetat anhidrat dan asam
sulfat pekat untuk membentuk reaksi warna. Sedangkan penambahan asam
asetat anhidrat dengan asam sulfat pekat adalah untuk membentuk kompleks
warna yaitu hijau biru, sehingga dengan pereaksi tersebut kita dapat
mengetahui secara kualitatif adanya kolesterol pada sampel yang diuji. Prinsip
kerja Lieberman-Burchard adalah ekstrak kloroform yang berisi kolesterol
akan bereaksi dengan asam asetat anhidrida dan asam sulfat pekat yang
membentuk reaksi berwarna. Besarnya serapan warna berbanding lurus dengan
konsentrasi kolesterol (Hardiningsih, 2006).
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil masing-
masing sampel setelah ditambahkan asam asetat anhidrat terjadi perubahan
warna, yaitu sampel minyak zaitun tetap bening, minyak jelantah dan mentega
berubah menjadi keruh, sampel minyak kelapa dan kelapa sawit menjadi putih
keruh, dan minyak wijen berubah menjadi kuning bening. Setelah sampel
ditetesi H2SO4 pekat dapat terlihat beberapa sampel positif mengandung
kolesterol, karena adanya perubahan warna menjadi kuning kehijauan pada
mentega dan kehijauan dengan endapan merah pada minyak jelantah. Selain
sampel tersebut, pada minyak wijen didapatkan perubahan warna menjadi
berwarna merah bata hal tersebut mungkin dikarenakan kurang bersihnya
tabung reaksi yang digunakan sehingga terdapat sedikit senyawa kolesterol
pada tabung reaksi. Dan pada sampel minyak zaitun, minyak kelapa sawit, dan
minyak kelapa hanya terjadi perubahan warna menjadi kuning dan putih keruh
saja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, secara umum makanan yang berasal
dari sumber hewani (daging, mentega, keju) selain mengandung asam lemak
jenuh juga mengandung kolesterol (Sartika, 2008).
Terdapat hubungan antara kejenuhan lemak/minyak dengan kadar
kolesterol. Pada asam lemak jenuh memiliki efek dominan terhadap

76
peningkatan kadar kolesterol total dan K-LDL (Kolesterol Low Density
Lipoprotein). Karena asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap,
sehingga tidak peka terhadap oksidasi dan pembentukan radikal bebas.
Konsumsi tinggi asam lemak jenuh menyebabkan hati memproduksi kolesterol
LDL dalam jumlah besar yang berhubungan dengan penyakit jantung dan
meningkatkan kadar kolesterol dalam darah sehingga dapat menyebabkan
trombosis (Sartika, 2008). Sehingga semakin jenuh lemak/minyak yang
terkandung dalam bahan makanan, maka semakin besar pula jumlah kadar
kolesterol dalam darah.
Kolesterol dapat dipisahkan dari minyak dengan cara netralisasi yaitu
untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dapat juga
dengan cara penyulingan yang dikenal dengan de-asidifikasi. Selain itu
deodorisasi dapat dilakukan pula untuk memisahkan asam lemak bebas
sehingga dapat mengurangi kandungan sterol menjadi jumlah kecil
(Ketaren, 1986).

77
E. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara III Lipida yang
telah dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Kelarutan atau solubilitas dapat diartikan sebagai kuantitas maksimal suatu
zat kimia terlarut (solut) untuk dapat larut pada pelarut (solvent) tertentu
membentuk larutan homogen sehingga mencapai titik kesetimbangan
2. Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil dari dua cairan yang
pada dasarnya tidak saling bercampur, pada umumnya untuk membuat
kedua cairan tersebut dapat bercampur diperlukan adanya zat pengemulsi
(emulsifying agent) sehingga sedian emulsi dapat stabil.
3. Minyak bersifat non-polar sehingga hanya dapat larut dalam pelarut organik
non-polar pula, yaitu pada kloroform dan eter.
4. Minyak tidak larut dalam aquades dan Na2CO3, karena aquades bersifat
polar.
5. Minyak dilarutkan dalam Na2CO3 terjadi pembentukan emulsi karena
Na2CO3 merupakan emulgator.
6. Semakin banyak jumlah tetes minyak yang digunakan, maka semakin jenuh
asam lemak pada minyak tersebut dan semakin banyak ikatan rangkap yang
terkandung dalam minyak.
7. Dari hasil percobaan tingkat kejenuhan yang paling tinggi berturut-turut
adalah VCO, mentega, minyak jelantah bekas menggoreng ayam, minyak
kelapa sawit, minyak wijen, dan minyak zaitun.
8. Metode Liebermann-Burchard digunakan untuk menentukan kolesterol
secara kuantitatif, yang merupakan uji untuk mengetahui banyaknya
kolesterol yang terkandung pada sampel.
9. Kolesterol adalah lemak yang diproduksi oleh hati dan berperan penting
untuk fungsi normal tubuh, namun bila berlebih dapat menyebabkan
masalah kesehatan seperti Ateriosklerosis yang dapat mengakibatkan
serangan jantung.
10. Semakin jenuh lemak/minyak yang terkandung dalam bahan makanan,
maka semakin besar pula jumlah kadar kolesterol dalam darah.

78
11. Pada uji Liebermann-Burchard sampel yang positif mengandung kolesterol
adalah minyak jelantah dan mentega.

79
DAFTAR PUSTAKA

Atinafu, Dimberu G. and Belete Bedemo. 2011. Estimation of Total Free Fatty
Acid and Cholesterol Content In Some Commercial Edible Oils In
Ethiopia, Bahir DAR. Journal of Cereals and Oil seeds. Vol. 2, No. 6, Hlm.
71-73.
Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Chang, Melissa I. Mark Puder and Kathleen M. Gura. 2012. The Use of Fish Oil
Lipid Emulsion in the Treatment of Intestinal Failure Associated Liver
Disease (IFALD). Journal of Nutrients, Vol. 4 Hlm. 1828-1850.
Dewi, Sri Sinto dan Tulus Aryadi. 2010. Efektifitas Virgin Coconut Oil ( VCO )
Terhadap Kandidiasis Secara Invitro. Jurnal Prosiding Seminar Nasional.
Hlm. 39.
Ghotra, Baljit S., Sandra D. Dyal, and Suresh S. Narine. 2002. Lipid Shortenings:
A Review. Journal of Food Research International, Vol. 35, No. 8, Hlm.
1016.
Handajani, Sri., Godras Jati Manuhara, dan R. Baskara Katri Anandito. 2010.
Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia Dan
Sensoris Minyak Wijen (Sesamum Indicum L.). Vol. 30, No. 2 Hlm. 121.
Hardiningsih, Riani., Novik Nurhidayat. 2006. Pengaruh Pemberian
Hiperkolesterolemia terhadap Bobot Badan Tikus Putih Wistar yang
Diberi Bakteri Asam Laktat. Biodiversitas. Vol. 7, No. 2 Hlm. 127-128.
Khan, Barkat Ali., Naveed Akhtar1, Haji Muhammad Shoaib Khan, Khalid
Waseem, Tariq Mahmood, Akhtar Rasul, Muhammad Iqbal and Haroon
Khan. 2011. Basics of Pharmaceutical Emulsions: A Review. Journal of
Pharmacy and Pharmacology Vol. 5, No. 25, Hlm. 2715.
Kusnawidjaja, Kurnia. 1993. Biokimia. Bandung: PT Alumni.
Martoharsono, Soeharsono. 1990. Biokimia Jilid 1. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Muharrami, Laila Khamsatul. 2011. Penentuan Kolesterol dengan Metode
Kromatografi Gas. Agrointek. Vol. 5, No. 1 Hlm 28-29.
Owiredu, W.K.B.A., E.K. Teye and L. Quaye1. 2002. Proficiency Testing Of
Total Serum Cholesterol Assay By The ATAC 8000 Random Access
Chemistry Auto Analyzer At The Komfo Anokye Teaching Hospital.
Journal of Medical and Biomedical Sciences, Vol. 2, No. 1, Hlm. 24.
Pine, Stanley H., James B. Hendrickson, Donald J. Cram, George S. Hammond.
1988. Kimia Organik 2 Terbitan Keempat. Bandung: ITB.

80
Sartika, Ratu Ayu Dewi. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan
Asam Lemak Trans terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Vol. 2 No. 4 Hlm. 156-157.
Susanti, Ari Diana., Dwi Ardiana., Gita Gumelar P dan Yosephin Bening G. 2012.
Polaritas Pelarut Sebagai Pertimbangan dalam Pemilihan Pelarut Untuk
Ekstraksi Minyak Bekatul dari Bekatul Varietas Ketan (Oriza Sativa
Glatinosa). Jurnal Simposium Nasional, Vol 14, No. 12, Hlm. 9-10.
Tajoda, H.N., Kurian, J.C., Bredenkamp, M.B. 2013. Redution of Cholesterol and
Triglycerides in Volunteers using Lemon and Apple. Journal of Humanities
and Social Science. Vol. 3, No. 18, Hlm. 60.
Tuminah, Sulistyowati. 2009. Efek Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tak
Jenuh “Trans” Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan. Vol. 19, No.2,
Hlm.14.
Wathoni, Nasrul., Boesro Soebagjo., Taofik Rusdiana. 2007. Efektivitas Lecithin
Sebagai Emulgator dalam Sediaan Emulsi Minyak Ikan. Vol. 5, No. 2 Hlm
22-23.

81
82
83
84

Anda mungkin juga menyukai