Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH GAWAT DARURAT

TRAUMA ABDOMEN

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1. SITI MAIMUNAH 6. RANI YULIANTI


2. NADIA NURSETIA HATI 7. RINI ANDRIANI
3. NI LUH SANTINI 8. TITIN FITRIA
4. MIA ANJALI PUTRI 9. YULIANITA
5. NURHASTUTI 10. ADE SRI BULAN

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
MATARAM
2018/2019
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian trauma abdomen ........................................................... 3


B. Etiologi trauma abdomen ............................................................... 4
C. Manifestasi Klinis trauma abdomen............................................... 4
D. Patofisiologi trauma abdomen........................................................ 6
E. Komplikasi trauma abdomen ......................................................... 6
F. Penatalaksanaan trauma abdomen ................................................. 7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ......................................................... 8

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 12
B. Saran ............................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah “Kegawatdaruratan Pada
Trauma Abdomen” dengan baik dan tepat pada waktunya.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari teman-
teman untuk membantu menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu kami ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua teman-teman yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun kami.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Mataram, 18 Juli 2019

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot
perut pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah
dorsal. Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas
abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot
diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul.
Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran
serosa yang dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juha
membungkus organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis.
Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ,
seperti sebagian besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut
adalah organ yang dapat ditemukan di abdomen: komponen dari saluran cerna:
lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai cacing atau
appendix; Organ pelengkap dai saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung
empedu, dan pankreas; Organ saluran kemih seperti: ginjal, ureter, dan kantung
kemih (vesica urinaria); Organ lain seperti limpa (lien).
Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan
klinik akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak
dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan
segera yang sering beru tindakan beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau
perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan
perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna
sehingga terjadilah peritonitis.
Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena
adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen
dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul
dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan

1
satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan
kerusakan organ multipel.
Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk
terkena injury yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita
mungkin hanya mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata di
luar itu masih banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada daerah abdomen.
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas
biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.
Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed
Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi
ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma,
gejala dan tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga
memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan
diagnosis.

B. RUMUSAN MASALAH
1) Apakah pengertian dari trauma abdomen?
2) Apa saja etiologi dari trauma abdomen?
3) Apa saja manifestasi klinis dari trauma abdomen?
4) Apa saja klasifikasi dari trauma abdomen?
5) Bagaimana patofisiologi dari trauma abdomen?
6) Apa saja komplikasi dari trauma abdomen?
7) Bagaimana cara penatalaksanaan dari trauma abdomen?

C. TUJUAN
1) Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah gawat darurat.
2) Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari trauma abdomen
b. Untuk mengetahui etiologi dari trauma abdomen
2
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari trauma abdomen
d. Untuk mengetahui klasifikasi dari trauma abdomen
e. Untuk mengetahui patofisiologi dari trauma abdomen
f. Untuk mengetahui komplikasi dari trauma abdomen
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari trauma abdomen
h. Agar mengetahui contoh kasus dan penatalaksanaan trauma abdomen

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer,
2001).
Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).

B. ETIOLOGI
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak
diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor,
kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang
menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda
tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar di dalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka
tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal di abdomen.Trauma
pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
a. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

4
b. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Disebabkan oleh: luka tembak yang menyebabkan kerusakan
yang besar di dalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen
dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
C. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor-
faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan
dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma
juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.
Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang
sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk
aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung
pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada
seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan.
Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah
posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan.
Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan
beberapa mekanisme :
a) Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya
tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun
organ berongga.
b) Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
5
c) Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan
gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler

D. MANIFESTASI KLINIS
a. Trauma tembus abdomen (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium):
1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2) Respon stres simpatis
3) Perdarahan dan pembekuan darah
4) Kontaminasi bakteri
5) Kematian sel
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian
besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma
penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma
dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan
isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam
rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi
b. Trauma tumpul abdomen (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium) ditandai dengan:
1) Kehilangan darah.
2) Memar/jejas pada dinding perut.
3) Kerusakan organ-organ.
4) Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity)
dinding perut.
5) Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).

Menurut Scheets (2002), secara umum seseorang dengan trauma


abdomen menunjukkan manifestasi sebagai berikut :
1) Laserasi, memar,ekimosis
2) Hipotensi
3) Tidak adanya bising usus
6
4) Hemoperitoneum
5) Mual dan muntah
6) Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh
darah, biasanya pd arteri karotis),
7) Nyeri
8) Pendarahan
9) Penurunan kesadaran
10) Sesak
11) Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
12) Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan
peritoneal
13) Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh (pinggang)
pada perdarahan retroperitoneal.
14) Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau
labia pada fraktur pelvis
15) Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada
kuadran kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe.

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Trauma tumpul (blunt injury)
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil
yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma kompresi
ataupun crush injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak organ
padat maupun organ berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama
organ-organ yang distensi (misalnya uterus ibu hamil), dan mengakibatkan
perdarahan maupun peritornitis. Trauma tarikan (shearing injury) terhadap
organ viscera sebenarnya adalah crush injury yang terjadi bila suatu alat
pengaman (misalnya seat belt jenis lap belt ataupun komponen pengaman
bahu) tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada suatu tabrakan
7
motor bisa mengalami trauma decelerasi dimana terjadi pergerakan yang
tidak sama antara suatu bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak,
seperti rupture lien ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak) dibagian
ligamentnya (organ yang terfiksir). Pemakaian air-bag tidak mencegah
orang mengalami trauma abdomen. Pada pasien-pasien yang mengalami
laparotomi karena trauma tumpul, organ yang paling sering kena adalah lien
(40-55%), hepar (35-45%), dan usus (5-10%). Sebagai tambahan, 15% nya
mengalami hematoma retroperitoneal.
b. Trauma tajam (penetration injury)
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan
kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar
terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary
cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan
lainnya. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%),
diafragma (20%), dan colon (15%). Luka tembak menyebabkan kerusakan
yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan
berapa besar energy kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh
organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering
mengenai usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah
abdominal (25%).

Trauma pada abdomen dibagi lagi menjadi 2 yaitu trauma pada dinding
abdomen dan trauma pada isi abdomen.
a. Trauma pada dinding abdomen
Trauma dinding abdomen dibagi menjadi kontusio dan laserasi.
1) Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi.
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam
jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.

8
2) Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
rongga abdomen harus di eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997). Atau
terjadi karena trauma penetrasi.
b. Trauma pada isi abdomen
Sedangkan trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth &
Brunner (2002) terdiri dari:
1) Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya
cedera pada dinding abdomen.
2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik
ahli bedah.

3) Cedera thorak abdomen


Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
(Sjamsuhidayat, 1998).

F. KOMPLIKASI
1) Trombosis Vena
2) Emboli Pulmonar
3) Stress ulserasi dan perdarahan
4) Pneumonia
5) Tekanan ulserasi
6) Atelektasis
7) Sepsis

9
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Trauma Tumpul
1. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan yang
bermakna merubah rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap
98 % sensitive untuk perdarahan intraretroperitoneal. Harus
dilaksanakan oleh team bedah untuk pasien dengan trauma tumpul
multiple dengan hemodinamik yang abnormal, terutama bila
dijumpai :
a) Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol,
kecanduan obat-obatan.
b) Perubahan sensasi trauma spinal
c) Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis
d) Pemeriksaan diagnostik tidak jelas
e) Diperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam
waktu yang agak lama, pembiusan untuk cedera
extraabdominal, pemeriksaan X-Ray yang lama misalnya
Angiografi
f) Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan
kecurigaan trauma usus
DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik
normal nilai dijumpai hal seperti di atas dan disini tidak
memiliiki fasilitas USG ataupun CT Scan. Salah satu
kontraindikasi untuk DPL adalah adanya indikasi yang jelas
untuk laparatomi. Kontraindikasi relative antara lain adanya
operasi abdomen sebelumnya, morbid obesity, shirrosis yang
lanjut, dan adanya koagulopati sebelumnya. Bisa dipakai
tekhnik terbuka atau tertutup (Seldinger ) di infraumbilikal
oleh dokter yang terlatih. Pada pasien dengan fraktur pelvis
atau ibu hamil, lebih baik dilakukan supraumbilikal untuk
mencegah kita mengenai hematoma pelvisnya ataupun
10
membahayakan uterus yang membesar. Adanya aspirasi darah
segar, isi gastrointestinal, serat sayuran ataupun empedu yang
keluar, melalui tube DPL pada pasien dengan henodinamik
yang abnormal menunjukkan indikasi kuat untuk laparatomi.
Bila tidak ada darah segar (>10 cc) ataupun cairan feses
,dilakukan lavase dengan 1000cc Ringer Laktat (pada anak-
anak 10cc/kg). Sesudah cairan tercampur dengan cara
menekan maupun melakukan rogg-oll, cairan ditampung
kembali dan diperiksa di laboratorium untuk melihat isi
gastrointestinal ,serat maupun empedu. (American College of
Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 149-150)Test (+) pada
trauma tumpul bila 10 ml atau lebih darah makroskopis (gross)
pada aspirasi awal, eritrosit > 100.000 mm3, leukosit >
500/mm3 atau pengecatan gram (+) untuk bakteri, bakteri atau
serat. Sedangkan bila DPL (+) pada trauma tajam bila 10 ml
atau lebih darah makroskopis (gross) pada aspirasi awal,sel
darah merah 5000/mm3 atau lebih. (Scheets, 2002 : 279-280)
2. FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk
mendeteksi adanya hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan
khusus di tangan mereka yang berpengalaman, ultrasound memliki
sensifitas, specifitas dan ketajaman untuk meneteksi adanya cairan
intraabdominal yang sebanding dengan DPL dan CT abdomen
Ultrasound memberikan cara yang tepat, noninvansive, akurat dan
murah untuk mendeteksi hemoperitorium, dan dapat diulang
kapanpun. Ultrasound dapat digunakan sebagai alat diagnostik
bedside dikamar resusitasi, yang secara bersamaan dengan
pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik maupun terapeutik
lainnya. Indikasi pemakaiannya sama dengan indikasi DPL.
(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 150)
a) Computed Tomography (CT)
11
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ
yang mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga
bisa untuk mendiagnosa trauma retroperineal maupun pelvis
yang sulit di diagnosa dengan pemeriksaan fisik, FAST,
maupun DPL. (American College of Surgeon Committee of
Trauma, 2004 : 151)
b. Trauma Tajam
1. Cedera thorax bagian bawah
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada
diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan
pemeriksaan fisik maupun thorax foto berulang, thoracoskopi,
laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan.
2. Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan
DPL pada luka tusuk abdomen depan. Untuk pasien yang relatif
asimtomatik (kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi pemeriksaan
diagnostik yang tidak invasive adalah pemeriksaan diagnostik serial
dalam 24 jam, DPL maupun laroskopi diagnostik.
3. Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double
atau triple contrast pada cedera flank maupun punggung
Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain
pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau triple contrast,
maupun DPL. Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien
yang mula-mula asimptomatik kemudian menjadi simtomatik, kita
peroleh ketajaman terutama dalam mendeteksi cedera retroperinel
maupun intraperineal untuk luka dibelakang linea axillaries
anterior. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004
: 151)
c. Pemeriksaan Radiologi
i. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax
AP dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan
12
multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang,
setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat
adanya udara bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar
lumen diretroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya menjadi
petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya bayangan psoas
menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal
ii. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak
memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas
umbilicus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan
hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax tegak
bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumothorax, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas
intraperitoneal. Pada pasien yang hemodinamiknya normal,
pemasangan klip pada luka masuk maupun keluar dari suatu luka
tembak dapat memperlihatkan jalannya peluru maupun adanya
udara retroperitoneal pada rontgen foto abdomen tidur.
iii. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus
a) Urethrografi
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, harus
dilakukan urethrografi sebelum pemasangan kateter urine
bila kita curigai adanya ruptur urethra. Pemeriksaan
urethrografi digunakan dengan memakai kateter no.# 8-F
dengan balon dipompa 1,5-2cc di fossa naviculare.
Dimasukkan 15-20 cc kontras yang diencerkan. Dilakukan
pengambilan foto dengan projeksi oblik
dengan sedikit tarikan pada pelvis.
b) Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik
ditentukan dengan pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan
sistografi. Dipasang kateter urethra dan kemudian dipasang
13
300 cc kontras yang larut dalam air pada kolf setinggi 40 cm
diatas pasien dan dibiarkan kontras mengalir ke dalam bulu-
bulu atau sampai (1) aliran terhenti (2) pasien secara spontan
mengedan, atau (3) pasien merasa sakit. Diambil foto
rontgen AP, oblik dan foto post-voiding. Cara lain adalah
dengan pemeriksaan CT Scan (CT cystogram) yang
terutama bermanfaat untuk mendapatkan informasi
tambahan tentang ginjal maupun tulang pelvisnya.
(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 :
148)
c) CT Scan/IVP
Bilamana ada fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan
hematuria dan hemodinamik stabil yang dicurigai
mengalami sistem urinaria bisa diperiksa dengan CT Scan
dengan kontras dan bisa ditentukan derajat cedera ginjalnya.
Bilamana tidak ada fasilitas CT Scan, alternatifnya adalah
pemeriksaan Ivp.Disini dipakai dosis 200mg J/kg bb kontras
ginjal. Dilakukan injeksi bolus 100 cc larutan Jodine 60%
(standard 1,5 cc/kg, kalau dipakai 30% 3,0 cc/kg) dengan 2
buah spuit 50 cc yang disuntikkan dalam 30-60 detik. 20
menit sesudah injeksi bila akan memperoleh visualisasi
calyx pada X-Ray. Bilamana satu sisi non-visualisasi,
kemungkinan adalah agenesis ginjal, thrombosis maupun
tertarik putusnya a.renalis, ataupun parenchyma yang
mengalami kerusakan massif. Nonvisualisasi keduanya
memerlukan pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan +
kontras, ataupun arteriografi renal atau eksplorasi ginjal;
yang mana yang diambil tergantung fasilitas yang dimiliki.
d) Gastrointestinal
Cedera pada struktur gastrointestinal yang letaknya
retroperitoneal (duodenum, colon ascendens, colon
14
descendens) tidak akan menyebabkan peritonitis dan bisa
tidak terdeteksi dengan DPL. Bilamana ada kecurigaan,
pemeriksaan dengan CT Scan dengan kontras ataupun
pemeriksaan RO-foto untuk upper GI Track ataupun GI tract
bagian bawah dengan kontras harus dilakukan.(American
College of Surgeon Committee of Trauma,2004:149).
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri
2) Penurunan hematokrit/hemoglobin
3) Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
4) Koagulasi : PT,PTT
5) MRI
6) Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
7) CT Scan
8) Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma, kemungkinan
pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
9) Scan limfa
10) Ultrasonogram
11) Peningkatan serum atau amylase urine
12) Peningkatan glucose serum
13) Peningkatan lipase serum
14) DPL (+) untuk amylase
15) Penigkatan WBC
16) Peningkatan amylase serum
17) Elektrolit serum
18) AGD
(ENA,2000:49-55)

15
H. PENATALAKSANAAN
a. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman,
luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal
dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka
segera buka dan bersihkan jalan napas.
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat
dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika
tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30
kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)


1. Stop makanan dan minuman
2. Imobilisasi
3. Kirim kerumah sakit.
16
Penetrasi (trauma tajam)
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam
lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi
pisau sehingga tidak memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut
tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian
organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila
ada verban steril.
4. Imobilisasi pasien.
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.
b. Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang
ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal
untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna
bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgen
b. Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan
adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil
tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retroperitoneum.
c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
d. Uretrografi
17
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.

e. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada
kandung kencing, contohnya pada :
- fraktur pelvis
- trauma non-penetrasi
2. Penanganan pada trauma benda tumpul:
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk
pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan
laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap,
potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan
pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita
dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara
ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah
diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).

18
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa,
harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik
mungkin harus melihat. Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma
benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur
ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan
bersihkan jalan napas.
a) Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas
menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
b) Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
c) Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan.
Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas.
2. Pengkajian sekunder
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
i. Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung, adanya
tumor, dilatasi vena, benjolan di tempat terjadi hernia, dll
ii.Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan genue
sehingga melemaskan dinding perut dan rasa sakit
19
2) Palpasi
i. Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan
titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign,
rebound tenderness.
ii.Rectal toucher: untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi,
tumor, appendikuler infiltrate.
iii. pemeriksaan vaginal
3. Perkusi
i.Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra
abdominal
4. Auskultasi
i. Harus sabar dan teliti
ii. Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
iii. Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.

b) Pengkajian pada trauma abdomen


1. Trauma Tembus abdomen
a. Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan
; kekuatan tumpul (pukulan).
b. Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk,
memar, dan tempat keluarnya peluru.
c. Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga
perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal
keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium,
biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam
rongga abdomen).
d. Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan
melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas,
penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
e. Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen,
observasi cedera yang berkaitan.
20
f. Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.

2. Trauma tumpul abdomen


a. Metode cedera.
b. Waktu awitan gejala.
c. Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering
menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan
digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
d. Waktu makan atau minum terakhir.
e. Kecenderungan perdarahan.
f. Penyakit danmedikasi terbaru.
g. Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h. Alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk
mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2) Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
5) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.

21
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnose Tujuan/ Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Kekurangan Setelah 1. Kaji tanda-tanda 1.Untuk
volume dilakukan vital. mengidentifikasi
cairan tindakan 2. Pantau cairan defisit volume
berhubungan keperawatan parenteral dengan cairan.
dengan 1x24 jam, elektrolit, antibiotik 2. mengidentifikasi
perdarahan volume cairan dan vitamin keadaan
tidak 3. Kaji tetesan infus. perdarahan,
mengalami 4. Kolaborasi : Berikan serta Penurunan
kekurangan. cairan parenteral sirkulasi volume
sesuai indikasi. cairan
KH: 5. Cairan parenteral ( menyebabkan
- Intake dan IV line ) sesuai kekeringan
output dengan umur. mukosa dan
seimbang 6. Pemberian tranfusi pemekatan urin.
- Turgor kulit darah. Deteksi dini
baik memungkinkan
- Perdarahan terapi pergantian
(-) cairan segera.
3. awasi tetesan
untuk
mengidentifikasi
kebutuhan cairan.
4. cara parenteral
membantu
memenuhi
kebutuhan nuitrisi
tubuh.
5. Mengganti cairan
dan elektrolit
secara adekuat
dan cepat.
6. menggantikan
darah yang
keluar.
2. Nyeri Setelah 1. Kaji karakteristik 1.Mengetahui
berhubungan dilakukan nyeri. tingkat nyeri
dengan tindakan 2. Beri posisi semi klien.
adanya keperawatan fowler. 2. Mengurngi
trauma 1x24 jam, 3. Anjurkan tehnik kontraksi
abdomen Nyeri klien manajemen nyeri abdomen
atau luka teratasi. seperti distraksi 3. Membantu

22
penetrasi 4. Managemant mengurangi rasa
abdomen. KH: lingkungan yang nyeri dengan
- Skala nyeri nyaman. mengalihkan
0 5. Kolaborasi pemberia perhatian
- Ekspresi n analgetik sesuai 4. lingkungan yang
tenang. indikasi. nyaman dapat
memberikan rasa
nyaman klien
5. analgetik
membantu
mengurangi rasa
nyeri.

3. Resiko Setelah 1. Kaji tanda-tanda 1. Mengidentifikasi


infeksi b/d dilakukan infeksi. adanya resiko
tindakan tindakan 2. Kaji keadaan luka. infeksi lebih dini.
pembedahan, keperawatan 3. Kaji tanda-tanda 2. Keadaan luka
tidak 1x24 jam, vital. yang diketahui
adekuatnya infeksi tidak 4. Lakukan cuci tangan lebih awal dapat
pertahanan terjadi. sebelum kntak mengurangi
tubuh. dengan pasien. resiko
KH: 5. Lakukan pencukuran infeksi.
- Tanda-tanda pada area operasi 3. Suhu tubuh naik
infeksi (-) (perut kanan bawah dapat di
- Leukosit 6. Perawatan luka indikasikan
5000-10.000 dengan prinsip adanya proses
mm3 sterilisasi. infeksi.
7. Kolaborasi 4. Menurunkan
pemberian antibiotik resiko terjadinya
kontaminasi
mikroorganisme.
5. Dengan
pencukuran klien
terhindar dari
infeksi post
operasi
6. Teknik aseptik
dapat
menurunkan
resiko infeksi
nosokomial
7. Antibiotik
mencegah adanya
infeksi bakteri dari
luar.

23
4. Gangguan Setelah 1. Kaji kemampuan 1. Identifikasi
mobilitas dilakukan pasien untuk kemampuan klien
fisik tindakan bergerak. dalam mobilisasi.
berhubungan keperawatan 2. Dekatkan peralatan 2. Meminimalisir
dengan 1x24 yang dibutuhkan pergerakan kien.
kelemahan jam, diharapk pasien. 3. Melatih otot-otot
fisik an dapat 3. Berikan latihan klien.
bergerak gerak aktif pasif. 4. Membantu dalam
bebas. 4. Bantu kebutuhan mengatasi
pasien. kebutuhan dasar
KH: 5. Kolaborasi dengan ahli klien.
fisioterapi. 5. Terapi fisioterapi
- Mempertah
dapat memulihkan
ankan kondisi klien.
mobilitas
optimal

5. Gangguan Setelah 1. Ajarkan dan bantu 1. Keletihan


nutrisi kurang dilakukan klien untuk istirahat berlanjut
dari tindakan sebelum makan menurunkan
kebutuhan keperawatan 2. Awasi pemasukan keinginan untuk
tubuh b/d 1x24 jam, diet/jumlah kalori, makan.
2. Adanya
intake yang nutrisi klien tawarkan makan pembesaran hepar
kurang. terpenuhi. sedikit tapi sering dapat menekan
dan tawarkan pagi saluran gastro
KH: paling sering. intestinal dan
- Nafsu 3. Pertahankan hygiene menurunkan
makan mulut yang baik kapasitasnya.
meningka sebelum makan dan
- BB sesudah makan . 3. Akumulasi partikel
Meningkat 4. Anjurkan makan makanan di mulut
- Klien tidak pada posisi duduk dapat menambah
lemah tegak. baru dan rasa tak
sedap yang
5. Berikan diit tinggi
menurunkan nafsu
kalori, rendah lemak makan.
4. Menurunkan rasa
penuh pada
abdomen dan dapat
meningkatkan
pemasukan.
5. Glukosa dalam
karbohidrat cukup
efektif untuk
pemenuhan energi,

24
sedangkan lemak
sulit untuk
diserap/dimetabolis
me sehingga akan
membebani hepar.

25
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalalam penulisan makalah ini, dilihat dari beberapa definisi diatas penulis dapat
menyimpulkan bahwa trauma abdomen dapat disebabkan oleh berbagai faktor
seperti yang tertera di bagian etiologi makalah ini. Trauma abdomen yang
disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak menyebabkan kerusakan pada
organ-organ padat maupun organ-organ berongga abdomen dibandingkan dengan
trauma abdomen yang disebabkan oleh benda tajam.

B. SARAN
Dalam pebuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan
makalah masi terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam
penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Utnuk itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan
penulis berharap kepada semua pmbaca mahasiswa khususnya, untuk lebih
ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.

26
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. Ed. 8.
EGC: Jakarta.

Docthwrman, Joanne McCloskey. (2004). Nursing Interventions Classification. St


Louis, Mossouri, Elsevier inc.

Herdman, T Heather, dkk. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi. Edisi
10. Jakarta: EGC

Nurarif, A. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan


NIC NOC Jilid 3. Jogjakarta: MediAction

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta., E. (2014). Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 4, Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius

27

Anda mungkin juga menyukai