Askep Pneumonia
Askep Pneumonia
1. DEFINISI
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi
2. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti:
1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
2. Virus: virus influenza, adenovirus
3. Micoplasma pneumonia
4. Jamur: candida albicans
5. Aspirasi: lambung
3. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa
mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius
difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di
saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan
berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik,
dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal
yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan
organisme-organisme infeksius lainnya. Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat
menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis
kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang
memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau
epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel
infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan
fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian
atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan
menyebabkan pneumonia virus.2
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan
yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian
bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal
berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke
orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis
dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes
simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir
atau bakteremia/viremia generalisata.2
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang
meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli
yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi
lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan
inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan
interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti
yang terjadi pada bronkiolitis.
4. MANIFESTASI KLINIK
• Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat
(39,5 ºC
sampai 40,5 ºC).
• Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
• Takipnea (25 – 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan
cuping
hidung,
• Nadi cepat dan bersambung
• Bibir dan kuku sianosis
• Sesak nafas
5. KOMPLIKASI
• Efusi pleura
• Hipoksemia
• Pneumonia kronik
• Bronkaltasis
• Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang
diserang tidak
mengandung udara dan kolaps).
• Komplikasi sistemik (meningitis)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses)
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan
membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing
7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
• Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
• Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
• Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
• Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
• Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
• Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
8. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien:
• Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
• Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
• Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi)
• Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
• Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
• Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda : – sputum: merah muda, berkarat
– perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
– premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
– Bunyi nafas menurun
– Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
• Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
• Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa
oksigen
darah.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan
oksigen.
5. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
6. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan
berlebihan, penurunan masukan oral.
10. RENCANA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
peningkatan produksi sputum ditandai dengan:
- Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan
- Bunyi nafas tak normal
- Dispnea, sianosis
- Batuk efektif atau tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum.
Jalan nafas efektif dengan kriteria:
- Batuk efektif
- Nafas normal
- Bunyi nafas bersih
- Sianosis
Intervensi:
- Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan.
- Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi nafas
Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
- Biarkan teknik batuk efektif
Rasional : batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk
mempertahankan
jalan nafas paten.
- Penghisapan sesuai indikasi
Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas suara mekanik pada faktor
yang
tidak mampu melakukan karena batuk efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
– Berikan cairan sedikitnya
Rasional: cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, eks.
Rasional: alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret, analgetik
diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus
digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan
pernafasan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen darah,
gangguan pengiriman oksigen ditandai dengan:
- Dispnea, sianosis
- Takikardia
- Gelisah/perubahan mental
- Hipoksia
Gangguan gas teratasi dengan:
- Sianosis
- Nafas normal
- Sesak
- Hipoksia
- Gelisah
Intervensi:
- Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
Rasional: manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan umum.
- Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer
(kuku)
atau sianosis sentral.
Rasional: sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh terhadap
demam/menggigil namun sianosis pada daun telinga, membran mukosa dan kulit
sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
- Kaji status mental.
Rasional: gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan
hipoksia
atau penurunan oksigen serebral.
- Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.
Rasional: tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat pengeluaran sekret
untuk memperbaiki ventilasi tak efektif.
- Kolaborasi
Berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong master, master venturi.
Rasional: mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan dengan metode yang
memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pe.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
Tujuan:
Infeksi tidak terjadi dengan kriteria:
- waktu perbaikan infeksi/kesembuhan cepat tanpa
- penularan penyakit ke orang lain tidak ada
Intervensi:
- Pantau tanda vital dengan ketat khususnya selama awal terapi
Rasional: selama awal periode ini, potensial untuk fatal dapat terjadi.
- Tunjukkan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional: efektif berarti menurun penyebaran/perubahan infeksi.
- Batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan penularan terhadap patogen infeksi lain
- Potong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang. Tingkatkan
masukan
nutrisi adekuat.
Rasional: memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan tekanan alamiah
- Kolaborasi
Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/darah misal penicillin,
eritromisin, tetrasiklin, amikalin, sepalosporin, amantadin.
Rasional: Obat digunakan untuk membunuh kebanyakan microbial pulmonia.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan:
- Dispnea
- Takikardia
- Sianosis
Intoleransi aktivitas teratasi dengan:
- Nafas normal
- Sianosis
- Irama jantung
Intervensi
- Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasional: merupakan kemampuan, kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan interan.
- Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
- Jelaskan perlunya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat.
- Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
Rasional: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi.
- Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
5. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk menetap ditandai dengan:
- Nyeri dada
- Sakit kepala
- Gelisah
Nyeri dapat teratasi dengan:
- Nyeri dada (-)
- Sakit kepala (-)
- Gelisah (-)
Intervensi:
- Tentukan karakteristik nyeri, misal kejan, konstan ditusuk.
Rasional: nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat pada pneumonia, juga
dapat
timbul karena pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
- Pantau tanda vital
Rasional: Perubahan FC jantung/TD menu bawa Pc mengalami nyeri, khusus bila
alasan
lain tanda perubahan tanda vital telah terlihat.
- Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang /
berbincangan.
Rasional: tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek derajat analgesik.
- Aturkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional: alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkat
keefektifan
upaya batuk.
- Kolaborasi
Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi
Rasional: obat dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau menurunkan
mukosa berlebihan meningkat kenyamanan istirahat umum.
6. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses inflamasi
ditandai dengan tujuan:
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat diatasi dengan:
- Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Pasien mempertahankan meningkat BB
Intervensi
- identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya: sputum, banyak nyeri.
Rasional: pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
- Jadwalkan atau pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
Rasional: menurun efek manual yang berhubungan dengan penyakit ini
- Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti panggang)
makanan yang menarik oleh pasien.
Rasional: tindakan ini dapat meningkat masukan meskipun nafsu makan mungkin
lambat
untuk kembali.
- Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional: adanya kondisi kronis keterbatasan ruangan dapat menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap inflamasi/lambatnya respon terhadap terapi.
7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan
berlebihan, demam, berkeringat banyak, nafas mulut, penurunan masukan oral.
Kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan kriteria: Pasien menunjukkan
keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat misalnya
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil.
Intervensi:
- Kaji perubahan tanda vital contoh peningkatan suhu demam memanjang, takikardia.
Rasional: peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkat laju metabolik dan
kehilangan
cairan untuk evaporasi.
- Kaji turgor kulit, kelembapan membran mukosa (bibir, lidah)
Rasional: indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa
mulut
mungkin kering karena nafas mulut dan O2 tambahan.
- Catat laporan mual/muntah
Rasional: adanya gejala ini menurunkan masukan oral
- Pantau masukan dan keluaran catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan
cairan. Ukur
berat badan sesuai indikasi.
Rasional: memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan keseluruhan
penggantian.
- Tekankan cairan sedikit 2400 mL/hari atau sesuai kondisi individual
Rasional: pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko dehidrasi.
- Kolaborasi
Beri obat indikasi misalnya antipiretik, antimitik.
Rasional: berguna menurunkan kehilangan cairan
Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
Rasional: pada adanya penurunan masukan banyak kehilangan
penggunaan dapat memperbaiki/mencegah kekurangan
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC,
Jakarta.
2. Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
3. Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC,
Jakarta.
4. Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.
Askep Pneumonia
A. Pengertian
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
3. Micoplasma pneumonia
5. Aspirasi: lambung
C. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisma
yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung,
atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu
partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler,
dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama
kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia
misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau
kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi
mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel
infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang
normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat
menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal
dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat
merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri
yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-
kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus
Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi
eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti
infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada
foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat
mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi
c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sek¬ ret fiat yang
g. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari imu¬ noglobulin A
(IgA).
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak mampu
mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang mem¬pengaruhi timbulnya
pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun, misal¬nya akibat malnutrisi energi protein
(MEP), penyakit menahun, faktor iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi,
D. Klasifikasi
Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Pada umumnya diadakan pembagian atas
Pembagian anatomis : (1) pneumonia lobaris, (2) pneumonia lobularis (bron¬kopneumonia) dan
Mycobacterium tuberculosis. (2) virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,
species, Candida albicans. (5) aspirasi : makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
benda asing. (6) pneumonia hipostatik. (7) sindrom Loeffler. Secara klinis biasa, berbagai
etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan te-pat, pengetahuan tentang penyebab
pneumonia perlu sekali, sehingga pemba¬gian etiologis lebih rasional daripada pembagian
anatomis.
A. Pneumonia pneumokokus.
a. Epidemiologi,
sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak
ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun
dan mengu¬rang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronkopneumonia
b. Patogenesis
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara perci¬kan (‘droplet’).
Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu: (1) Stadium kongesti: kepiler melebar
dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak,
beberapa neutrofil dan makrofag. (2) Stadium hepatisasi merah: lobus dan lobulus yang terkena
menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti
he¬par. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan banyak se¬kali eritrosit
dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek. (3) Stadium hepatisasi kelabu: lobus masih
tetap padat dan warna merah menjadi pucat kela¬bu. Permukaan pleura suram karena diliputi
oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler
tidak lagi kongestif. (4) Stadium resolusi: eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag
bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan
menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneu¬tpaonia lobaris
dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan
c. Gambaran klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa
hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40°C dan mungkin disertai kejang karena
demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, disp¬nu. Pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan siano¬sis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai
muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat
batuk se¬telah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada sta¬dium
permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisis, tetapi dengan adanya nafas cepat
dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung, harus dipikirkan
luas daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang bronkop¬neumonia
menjadi satu (kontluens) mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernafasan pada
auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolu¬si, ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan
B. Pneumonia lobaris
Biasanya gejala penyakit datang mendadak, tetapi kadang-kadang didahului oleh infeksi traktus
respiratorius bagian atas. Pada anak besar bisa disertai badan menggigil dan pada bayi disertai
kejang. Suhu naik cepat sampai 39-40°C dan suhu ini biasanya menunjukkan tipe febris kontinua.
Nafas menjadi sesak, diser¬tai nafas cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dan
nyeri pada da¬da. Anak lebih suka tiduran pada sebelah dada yang terkena. Batuk mula-mula
kering, kemudian menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisis, gejala khas tampak setelah 1-2 hari.
Pada permulaan suara pernafasan melemah sedangkan pada perkusi tidak jelas ada kelainan.
Setelah terjadi kongesti, ronki basah nyaring akan terdengar yang segera menghilang setelah
terjadi konsolidasi. Kemudian pada perkusi jelas terdengar keredupan dengan suara pernafasan
sub-bronkial sampai bronkial. Pada stadium resolusi ronki terdengar lebih jelas. Pada inspeksi
dan palpasi tampak pergeseran toraks yang terkena berkurang. Tanpa pengobat¬an bisa terjadi
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini dapat ditemu¬kan secara
pemeriksaan fisis. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat di¬dapatkan pada satu atau
beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa
lobus. Foto Rontgen dapat juga menunjuk¬kan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis,
b. Pemeriksaan laboratorium
ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usa¬pan tenggorokan dan 30% dari darah. Urin
biasanya berwarna lebih tua, mung¬kin terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan
c. Diagnosis banding
Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang di¬sebabkan oleh bakteri
lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis. Keada¬an yang menyerupai pneumonia ialah:
bronkiolitis, gagal jantung, aspirasi benda asing, atelektasis, abses paru, tuberkulosis.
d. Komplikasi
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang
dapat dijumpai ialah: empiema, otitis media akut. Komplikasi lain seperti meningitis, perikarditis,
e. Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat di¬turunkan sampai
kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, te¬tapi berhubung hal ini
tidak selalu dapat dikerjakan dan makan waktu maka dalam praktek diberikan pengobatan
75 mg/kgbb/hari atau di¬berikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin.
Pengoba¬tan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4- 5 hari. Anak yang sangat se¬sak
nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen. Jenis cairan yang digunakan ialah
campuran glukose 5% danNaC10,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KC110 mEq/500
ml botol infus. Banyaknya cairan yang di¬perlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan
rumus Darrow. Karena temyata sebagian besar penderita jatuh ke dalam asidosis metabolik
akibat kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan ke¬kurangan
berat karena cepat menjadi progresif dan resisten terhadap pen¬gobatan. Pada umumnya
pneumonia ini diderita bayi, yaitu 30% di bawah umur 3 bulan dan 70% sebelum 1 tahun.
Seringkali terjadi abses paru (abses multipel), pneumatokel, ‘tension pneumothorax’ atau
empiema. Pengobatan diberikan berdasarkan uji resistensi, tetapi mengingat cepatnya perjalanan
penyakit, perlu diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas yang kiranya belum
resis¬ten. Untuk infeksi Staphylococcus yang membuat penisilinase, dapat diberikan kloksasilin
atau linkomisin. Pengobatan diteruskan sampai ada perbaikan klinis dan menurut pengalaman
rata-rata 3 minggu.
D. Pneumonia streptokokus
sering merupakan komplikasi penyakit virus seperti influenza, campak, cacar air dan infeksi
bakteri lain seperti pertusis, pneu¬mania pneumokokus. Pengobatannya ialah dengan penisilin.
Bakteri gram negatif yang biasanya menyebabkan pneumonia ialah Hemo¬philus influenzae,
pneumonia ini sangat rendah (kurang dari 1%), akan tetapi mulai meningkat selama beberapa
tahun ini karena penggunaan antibioti¬ka yang sangat luas dan kontaminasi alat rumah sakit
seperti ‘humidifier’, alat oksigen dan sebagainya. Secara klinis, pneumonia ini sukar dibedakan
dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteria lain dan hanya dapat ditentukan de¬ngan biakan.
Pneumonia yang disebabkan Hemophilus influenzae pada bayi dan anak kecil merupakan
penyakit yang berat dan sering menimbulkan kompli¬kasi seperti bakteremia, empiema,
perikarditis, selulitis dan meningitis. Obat yang terpilih ialah ampisilin dengan dosis 150
F. Pneumonia klebsiela
Biasanya dijumpai pada orang tua dan pada penderita diabetes melitus, bronkiektasis dan
tuberkulosis. Bayi dapat Menderita penyakit ini karena konta¬minasi alat di rumah sakit.
Penyakit ini dapat menjadi progresif dan menimbul¬kan abses dan kavitas. Komplikasi seperti
empiema, bakteremia biasanya juga di¬jumpai. Obat terpilih untuk mengatasi infeksi ini ialah
E. Manifestasi Klinis
Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5 ºC
Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
hidung
Sesak nafas
F. Komplikasi
Efusi pleura
Hipoksemia
Pneumonia kronik
Bronkaltasis
tidak
G. Pemeriksaan Penunjang
menyatakan abses)
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
2. Sirkulasi
3. Makanan/cairan
(malnutrisi).
4. Neurosensori
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
6. Pernafasan
Tanda :
7. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
8. Penyuluhan/pembelajaran
C. Intervensi
Karakteristik :
Batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas, Tachipnea, suara nafas
Tujuan :
Intervensi
o Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan
napas.
o Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping
(ruam, diare)
Karakteristik :
Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana mukosa kering,
Tujuan :
Intervensi :
o Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line
DAFTAR PUSRAKA
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II. Media Aesculapius. Jakarta.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.
Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Penyakit. Salemba Medika. Jakarta.
Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Salemba Medika.
Jakarta.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang mana telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun maksud dan
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai pedoman bagi mahasiswa untuk mengetahui
lebih jelas tentang Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Pneumonia.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah tidak lepas dari berbagai kesulitan,
namun berkat bimbingan yang ada dapat kami atasi.
Terakhir kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
mengembangkan wawasan bagi semua pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pnueumonia merupakan suatu radang paru yang disebabkan oleh bemacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Tubuh mempunyai daya tahan yang
beguna untuk melindungi dari bahaya infeksi melalui mekanisme daya tahan traktus
respiratoris. Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau
tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang memperngaruhi
timbulnya pneumonia ialah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat Malnutrisi
Energi Protein (MEP), penyakit menahun, trauma pada paru, anestesia, aspirasi dan
pengobatan dengan antibiotik yang tidak sempurna.
(Ngastiyah, 2005 : 57)
B. TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Agar mahasiswa mengetahui lebih lanjut tentang penyakit pneumonia khususnya pada anak.
2. Agar mahasiswa dapat memberikan askep pada anak dengan penyakit pneumonia.
C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan studi pustaka, yaitu suatu metode
dengan sistem pengambilan materi dari berbagai literatur dan referensi yang berhubungan
dengan pneumonia.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis membagi dalam 3 bab yaitu :
BAB I : Pendahuluan meliputi : Latar Belakang, Tujuan Metode Penulisan dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : Konsep Dasar meliputi : Pengertian, Klasifikasi, Etiologi, Patofisiologi,
Manifestasi Klinis, Pathway, Komplikasi, Penatalaksanaan, fokus Intervensi.
BAB III : Penutup
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
(Ngastiyah, 2005 : 57)
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru.
(Mansjoer, 2000 : 465)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan kondisi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
(Waspadji, 2001 : 801)
KLASIFIKASI
Pneumonia dibagi atas dasar anatomis dan etiologis.
- Berdasarkan anatomis
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia)
3. Pneumonia intersitialis (Bronkiolitis)
- Berdasarkan etiologis
1. Bakteri : Diploccocus Pneumoniae, Pneumoccocus, Streptococcus Hemolyticus,
Streptococcus Aurens, Hemophilus Influenzae, Bacillus Friedlander, Mycobacterium
Tuberculosis.
2. Virus : Respiratory Syncitial Virus, Virus Influenza, Adenivirus, Virus Sitomegalik.
3. Mycoplasma pneumonia.
4. Jamur : Hitoplasma capsulatum, cryptococcus neoformans, blastomyces dermatitides,
coccidioides immitis, aspergillus species, candida albians.
5. Aspirasi : Makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
6. Pneumonia hipostatik.
7. Sindrom loeffler.
(Hasan dan Alatas, 1985 : 1229)
B. ETIOLOGI
1. Bakteri
Ex : Berbagai kokus, hemophillus influenzae.
2. Virus
3. Mycoplasma pneumoniae
4. Jamur
5. Aspirasi (makanan, kerosen, amnion dsb)
(Ngastiyah, 2005 : 57)
C. PATOFISIOLOGI
Bakteri penyebab terisap perifer melalui saluran nafas menyebabkan reaksi jaringan
berupa edema, yang mempermudah poliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang
terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya serbukan sel PMN (polimorfonuklear),
febrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli dan proses fagositosis yang cepat.
Dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi
sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman dan debris.
Proses kerusakan yang terjadi dapat dibatasi dengan pemberian antibiotik sedini
mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak terkena dapat diselamatkan.
(Mansjoer, 2000 : 466)
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi non spesifik dan toksitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise,
nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
2. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, nafas
cuping hidung, sesak nafas, air hunger, merintih dan sianosis.
3. Retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan
peningkatan frekuensi nafas) perkusi pekak, fermitus melemah, saluran nafas melemah, dan
ronki.
4. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskrusi dada tertinggal di daerah efusi,
perkusi pekak, fremitus melemah, suara nafas tubeler tepat di atas batas cairan, friction rub,
nyeri dada, kaku kuduk/meningimus.
5. Tanda infeksi ekstrapulmonal.
(Mansjoer, 2000 : 466)
E. PATHWAY
F. KOMPLIKASI
- Efusi pleura dan empiema.
Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial akut berupa efusi
parapneumonik gram negatif sebesar 60%, staphyloccocus aurens 50%, S. Pneumoniae 40-
60%, kuman an aerob 35%. Sedangkan pada mycoplasma pneumoniae sebesar 20%.
Cairannya transudat dan steril, terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan
cairan eksudat.
- Komplikasi sistemik.
Dapat terjadi akibat invasi kumabn atau bakteriamia beurpa meningitis. Dapat juga terjadi
dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peninggian ureum dan enzim hati.
Adang-kadang terjadi peninggian fosfatase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestatis
intrahepatik.
- Hopoksemia akibat gangguan disfusi.
- Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia pada masa anak-anak tetapi dapat juga
oleh infeksi berulang dilokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau hipogamaglobulinemia.
Tuberkulosis atau pneumonia nekrotikans.
G. PENATALAKSANAAN
- Oksigen 1-2 l/menit
- IVFD dekstrose 10% : NaCl 0.9% = 3 : 1 KCL 10 Meg ml ciaran. Jumlah cairan sesuai
dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
- Jika sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai makanan anteral bertahap melalui selang
nasobastrik dengan feeding drip.
- Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta abonis
untuk memperbaiki transpor mukosilier.
- Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
- Anti biotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus penumonia community base :
Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
Kloram teknikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
H. FOKUS INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Pasien menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan nafas.
KH : Pasien menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak
ada dispneu.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
b. Bantu pasien latihan nafas sering.
c. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontra indikasi) tawarkan air hangat
daripada dingin.
d. Libatkan keluarga dalam perawatan.
e. Pengihisapan sesuai indikasi.
f. Kolaborasi.
A. KESIMPULAN
Pneumonia adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda dasing.
B. SARAN
a. Aspek penyakit pneumonia harus dipahami untuk dapat mengatasi dengan baik.
b. Tindakan pencegahan harus diambil untuk mengurangi angka morbilitas penyakit.
c. Faktor resiko penyebab pneumonia harus dikurangi/dihindari.
askep pneumonia
PNEUMONIA
I. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan
histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan
eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka
waktu yang bervariasi.
II. PATOGENESIS
Patogenesis pneumonia mencakup interaksi antara mikroorganisme (MO) penyebab yang
masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien. Kuman mencapai alveoli
melalui inhalasi, aspirasi kuman orofaring, penyebaran hematogen dari fokus infeksi lain,
atau penyebaran langsung dari lokasi infeksi. Pada bagian saluran nafas bawah, kuman
menghadapi daya tahan tubuh berupa sistem pertahanan mukosilier, daya tahan selular
makrofag alveolar, limfosit bronchial dan neutrofil. Juga daya tahan tubuh humoral IgA dan
IgG dari sekresi bronchial.
Terjadinya pneumonia tergantung pada virulensi MO, tingkat kemudahan dan luasnya daya
tahan tubuh.
III. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) dan
tersering disebabkan oleh bakteri. Jenis kuman yang biasa menginfeksi jaringan paru adalah:
1. Streptococcus
2. Staphylococcus
3. Pneumococcus
4. Hemovirus influenza
5. Pseudomonas
6. Fungus
7. Basil coli
IV. KLASIFIKASI PNEUMONIA
A. Pneumonia berdasarkan anatomik
1. Pneumonia lobaris
radang paru-paru yang mengenai sebagian besar/seluruh lobus.
2. Pneumonia lobularis
radang paru yang mengenai satu/beberapa lobus (biasanya ditandai dengan adanya bercak-
bercak infiltrasi)
3. Pneumonia interstisialis (bronkhiolitis)
radang pada dinding alveoli, peribronkhial dan jaringan interlobular.
V. GEJALA KLINIS
1. Biasanya didahului ISPA
Terjadi peningkatan suhu secara mendadak (38 ºC – 40 ºC) yang dapat disertai kejang.
2. Gejala khas:
- Sianosis pada mulut dan hidung
- Dispneu, napas cepat dan dangkal disertai cuping hidung.
- Gelisah, cepat lelah.
3. Batuk: kering produktif, ronkhi basah, stridor.
4. Kadang muntah, diare, anoreksia.
5. Laboratorium: leukositosis, AGD abnormal, LED meningkat.
6. Roentgen foto: bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus.
VI. PATOFISIOLOGI BERDASARKAN PENYIMPANGAN KDM
Streptococcus, staphylococcus, dll.
Bronchiolus
Alveoli
Peningkatan frekuensi
nafas Gangguan Hipertermi
Pertukaran Gas
Tn. L
Keterangan:
□ : Laki-laki
○ : Perempuan
: Klien Tn A.
--- : Tinggal serumah
+ : Sudah meninggal
F. Riwayat Psikospiritual
Pola koping: klien dapat menerima keadaan penyakitnya sebagai suatu yang wajar terjadi di
hari tua.
Harapan klien tentang penyakitnya: klien berharap penyakitnya bisa segera sembuh agar
dapat pulang dan berkumpul dengan anak dan cucunya.
Faktor stressor: merasa bosan diam terus di RS, tapi bila beraktivitas akan sesak dan
kondisinya yang lemah.
Konsep diri: klien tidak merasa rendah diri karena keadaan penyakitnya dianggapnya wajar.
Pengetahuan klien: klien mengatakan bahwa penyakitnya terjadi karena sering merokok.
Hubungan dengan anggota keluarga: baik, anak-anak dan cucunya sering berkumpul
bersama-sama ke rumah klien.
Hubungan dengan masyarakat: klien sering bergabung ngobrol dengan tetangganya
khususnya dengan teman sebayanya.
Aktivitas sosial: klien mau mengikuti kegiatan di masyarakat sebatas kemampuannya.
Kegiataan keagamaan: klien rajin shalat, mengaji dan tidak ketinggalan dalam berpuasa.
G. Kebutuhan Dasar
Pola makan:
Keluarga dan klien makan 3 x sehari dengan komposisi nasi, sayur, laku dan kadang kala
buah-buahan. Akhir-akhir ini klien kehilangan nafsu makan. Klien memilih-milih makanan.
Pola minum:
Akhir-akhir ini klien malas minum. Diperkirakan dalam 24 jam klien minum hanya kira-kira
3 – 4 gelas. Minuman kesukaran kopi pahit setiap pagi.
Pola eliminasi:
Eliminasi BAK
Klien buang air kecil tidak lancar seperti biasanya
Eliminasi BAB
Kadang-kadang klien mengalami diare
Pola tidur:
Klien mengeluh bahwa ia susah tidur karena pengaruh batuk yang berlendir.
Aktivitas sehari-hari:
Klien mengatakan bahwa ia tidak bekerja dan hanya melakukan aktivitas sehari-hari di rumah
dengan membersihkan sekitar rumah dan melakukan kegiatan yang ringan-ringan saja. Klien
sudah tidak dapat berjalan jarak jauh lagi ataupun bersepeda jarak jauh dan kebanyakan
santai dengan teman sebaya di kedai kopi.
H. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Klien tampak lelah, lemah, gelisah, perubahan mood terjadi, klien merasa tidak betah di RS
karena harus berbaring di tempat tidur. Vital sign meliputi:
- Tekanan darah : 155/90 mmHg
- Nadi : 110 x/menit (takikardi)
- Pernafasan : 28 x/menit
- Suhu : 39 ºC
Kulit:
Kulit sudah keriput, kering dengan turgor buruk tapi tidak ditemukan lesi, sianosis pada
mulut dan hidung, edema tidak ada.
Kepala:
Simetris tegak lurus dengan garis tengah tubuh, tidak ada luka, kulit kepala bersih, rambut
beruban dan lurus.
Mata:
Ikterus (–), pupil isokhor kiri dan kanan, refleks cahaya (+), tanda-tanda anemis tidak
dijumpai.
Telinga:
Bentuk simetris kiri dan kanan, pendengaran tidak terganggu dan tidak ada nyeri, serumen
sedikit, tidak mengganggu pendengaran dan tidak ditemukan cairan.
Hidung:
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, polip (–), tidak ditemukan darah/cairan keluar dari
hidung.
Mulut dan tenggorokan:
Mulut sianosis, bibir kering, lidah hiperemesis, dapat dijulurkan maksimal keluar dan
bergerak bebas, refleks menelan kurang baik dan tonsil tidak infeksi.
Leher:
Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, dan leher dapat digerakkan dengan bebas.
Dada:
Bentuk dada simetris, pernafasan dibantu oleh penggunaan otot aksesori, klavikula menonjol
dan sternum terlihat rata. Nyeri dada timbul saat batuk.
Sistem pernafasan:
Pernafasan cepat (takipneu) dan dangkal disertai cuping hidung dispneu. Terdapat tanda-
tanda konsolidasi paru yakni pekak pada perkusi, suara nafas bronchial, ronki basah.
Sistem kardiovaskuler:
Klien mengalami takikardia dan terjadi peningkatan tekanan darah.
Sistem muskuloskeletal:
Klien mempunyai postur tubuh yang tinggi dengan massa otot yang sudah menurun (kurus).
Sistem neurologi:
Kesadaran menurun/letargi, komunikasi kurang lancar, orientasi terhadap orang, waktu dan
tempat kurang baik, gelisah.
Sistem endokrin:
Riwayat DM tidak ada, belum pernah dideteksi adanya penyakit akibat gangguan
metabolisme lainnya.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil laboratorium:
- Leukositosis (+)
- LED meningkat
- AGD abnormal
Foto dada:
- Terdapat bercak infiltrate pada satu atau beberapa lobus.
2. PENGELOMPOKAN DATA
A. Data Subjektif
- Demam mendadak disertai kejang
- Klien mengeluh lemah
- Sesak nafas
- Mengeluh cepat lelah bila beraktivitas
- Susah tidur
- Batuk berdahak
- Mual, muntah, tidak ada nafsu makan
- Kadang-kadang mengalami diare
- Berat badan menurun
B. Data Objektif
- Sianosis pada mulut dan hidung
- Kulit kering dengan turgor buruk
- Klien tampak lelah
- Pernafasan cepat (takipneu) dan dangkal disertai cuping hidung
- Dispneu, bunyi nafas bronchial, ronkhi basah.
- Pernafasan menggunakan otot aksesori
- Pekak dijumpai pada perkusi
- Kesadaran menurun/letargi
- Komunikasi kurang lancar
- Orientasi terhadap orang, waktu dan tempat kurang baik
- Hasil laboratorium: leukositosis, LED meningkat, AGD abnormal
- Foto dada: terdapat bercak infiltrat pada lobus.
3. ANALISA DATA
No. Data Penyebab/Etiologi Masalah
1. DS: Reaksi radang pada Bersihan jalan
bronchus dan alveolus
- Sesak nafas nafas inefektif
- Batuk berdahak Akumulasi sekret
DO:
Obstruksi jalan nafas
- Takipneu/pernafasan cepat,
dangkal disertai cuping Gangguan ventilasi
hidung
Bersihan jalan nafas
- Bunyi nafas bronchial, inefektif
ronkhi
- Pernafasan menggunakan
otot aksesori
- Dispneu, sianosis
2. DS: Reaksi radang pada Gangguan
bronchus dan alveolus
- Sesak nafas pertukaran gas
DO: Fibrosus dan pelebaran
- Dispneu, sianosis
Atelektasis
- Takikardia
- Gelisah Gangguan difusi
Hipertermi
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan peradangan, terjadinya penumpukan
sekret, ditandai dengan:
- Takipneu/pernafasan cepat, dangkal disertai cuping hidung.
- Bunyi nafas bronchial, ronki basah, penggunaan otot aksesori.
- Dispneu, sianosis
- Batuk dengan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar ditandai
dengan:
- Dispneu, sianosis
- Takikardia
- Gelisah
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekurangan intake oral ditandai dengan:
- Nafsu makan menurun
- Berat badan menurun: lemah, tonus otot menurun
4. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan:
- Suhu tubuh meningkat (39 ºC)
III. PERENCANAAN
A. Tujuan
1. Jalan nafas efektif, dengan kriteria:
- Ventilasi adekuat
- Tidak ada penumpukan
2. Pertukaran gas secara optimal, oksigenasi ke jaringan adekuat, dengan kriteria:
- Tidak ada dispneu
- Tidak ada sianosis
3. Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat, dengan kriteria:
- Nafsu makan meningkat
- Mempertahankan/meningkatkan berat badan
4. Demam hilang dengan kriteria:
- Suhu tubuh turun dalam batas normal
B. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tak efektif
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri:
Kaji frekuensi/kedalaman Takipneu, pernafasan dangkal, dan gerakan
pernafasan dan gerakan dada dada tak simetris sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan
atau cairan paru.
Bantu pasien latihan nafas Nafas dalam memudahkan ekspansi
sering. Tunjukkan/bantu pasien maksimum paru-paru/jalan nafas lebih kecil.
mempelajari melakukan batuk, Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan
misalnya menekan dada dan nafas alami/membantu silia untuk
batuk efektif sementara posisi mempertahankan jalan nafas paten.
duduk tinggi Penekanan menurunkan ketidaknyamanan
dada dan posisi duduk memungkinkan
upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.
Penghisapan sesuai indikasi Merangsang batuk atau pembersihan jalan
nafas secara mekanik pada pasien yang tak
mampu melakukan karena batuk tak efektif
atau penurunan tingkat kesadaran.
Berikan cairan sedikitnya 2500 Cairan (khususnya yang hangat)
ml/hari (kecuali kontraindikasi). memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
Tawarkan air hangat daripada
dingin.
Kolaborasi
Bantu mengawasi efek Memudahkan pengenceran dan pembuangan
pengobatan nebuliser dan sekret. Drainase postural tidak efektif pada
fisioterapi lain. Misalnya, pneumonia interstisial atau menyebabkan
spirometer insentif, IPPB, eksudat alveolar atau kerusakan. Koordinasi
tiupan botol, perkusi, drainase pengobatan/jadwal dan masukan oral
postural. Lakukan tindakan di menurunkan muntah karena batuk,
antara waktu makan dan batasi pengeluaran sputum.
cairan bila mungkin.
Berikan obat sesuai indikasi: Alat bantu untuk menurunkan spasme
mukolitik, ekspektoran, bronkus dengan mobilisasi sekret. Analgesik
bronkodilator, analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus
digunakan secara hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya batuk/menekan
pernafasan.
2. Gangguan pertukaran gas
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri:
Kaji frekuensi, kedalaman, dan Manifestasi distress pernafasan tergantung
kemudahan bernafas pada indikasi derajat keterlibatan paru dan
status kesehatan
Observasi warna kulit membran Sianosis kaku menunjukkan vasokonstriksi
mukosa, dan kaku, catat adanya atau respon tubuh terhadap
sianosis perifer (kaku) atau demam/menggigil. Namun sianosis daun
sianosis sentral (surkumoral) telinga, membran mukosa, dan kulit sekitar
mulut (membran hangar) menunjukkan
hipoksemia sistemik.
Kaji status mental Gelisah, mudah terangsang bingung, dan
samnolen dapat menunjukkan
hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.
Awasi frekuensi jantung/irama Takikardia biasanya ada sebagai akibat
demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai
respons terhadap hipoksemia.
Awasi suhu tubuh, sesuai Demam tinggi (umum pada pneumonia
indikasi. Bantu tindakan bakterial dan influenza) sangat
kenyamanan untuk meningkatkan kebutuhan metabolik dan
menurunkan demam dan kebutuhan oksigen dan mengganggu
menggigil, misalnya selimut oksigenasi seluler.
tambahan/menghilangkannya,
suhu ruangan nyaman, kompres
hangat atau dingin
Tinggikan kepala dan dorong Tindakan ini meningkatkan inspirasi
sering mengubah posisi, nafas maksimal. Meningkatkan pengeluaran sekret
dalam, dan batuk efektif untuk memperbaiki ventilasi (rujuk pada
DK: bersihkan jalan nafas, Takefektif, hal.
166)
Kolaborasi
Berikan terapi oksigen benar, Tujuan terapi oksigen adalah
misalnya, dengan nasal pro, mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
masker, masker venture. Oksigen diberikan dengan metode yang
memberikan pengiriman tepat dalam
toleransi pasien.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri:
Identifikasi faktor yang Pilihan intervensi tergantung pada penyebab
menimbulkan mual/muntah, masalah
misalnya sputum banyak,
pengobatan derosol, dispnea
berat, nyeri
Berikan wadah tertutup untuk Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari
sputum dan buang sesering lingkungan pasien dan dapat menurunkan
mungkin. Berikan/bantu mual
kebersihan mulut setelah
muntah, setelah tindakan
aerosol dan drainase postural,
dan sebelum makan
Jadwalkan pengobatan Menurunkan efek mual yang berhubungan
pernafasan sedikitnya 1 jam dengan efek ini
sebelum makan
Berikan makan porsi kecil dan Tindakan ini dapat meningkatkan masukan
sering termasuk makanan meskipun nafsu makan mungkin lambat
kering (roti panggang, krekers), untuk kembali.
dan atau makanan yang
menarik untuk pasien.
Evaluasi status nutrisi umum, Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau
ukur berat badan dasar alkoholisme) atau keterbatasan keuangan
dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya
tahanan terhadap infeksi, dan atau lambatnya
respons terhadap terapi.
4. Demam hilang
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri:
Pantau suhu pasien (derajat dan Suhu 38,9 ºC – 41,1 ºC menunjukkan proses
pola) penyakit infeksius akut. Pola demam dapat
membantu dalam diagnosis
Pantau suhu lingkungan, Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah
batasi/tambahkan linen tempat untuk mempertahankan suhu mendekati
tidur, sesuai indikasi normal
Berikan kompres mandi hangat, Dapat mengurangi demam
hindari penggunaan alkohol Catatan: penggunaan air es/alkohol mungkin
menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu
secara aktual, selain itu alkohol dapat
mengeringkan kulit.
Kolaborasi
Berikan antipiretik, misalnya Digunakan untuk mengurangi demam
ASA (aspirin) asetaminofen dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
(tylenol)
IV. IMPLEMENTASI
Pada tahap ini semua tindakan yang telah direncanakan dilaksanakan berdasarkan prioritas
masalah.
V. EVALUASI
Kriteria keberhasilan:
- Berhasil
Tuliskan kriteria keberhasilannya dan hentikan tindakan.
- Tidak berhasil
Tuliskan mana yang belum berhasil dan lanjutkan tindakan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pneumonia adalah penyakit umum di semua bagian dunia. Ini adalah penyebab utama
kematian di antara semua kelompok umur. Pada anak-anak, banyak dari kematian ini terjadi
pada masa neonatus. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa satu dari tiga
kematian bayi baru lahir disebabkan pneumonia. Lebih dari dua juta anak balita meninggal
setiap tahun di seluruh dunia. WHO juga memperkirakan bahwa sampai dengan 1 juta ini
(vaksin dicegah) kematian yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus''''pneumoniae, dan
lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara berkembang. Kematian akibat
pneumonia umumnya menurun dengan usia sampai dewasa akhir. Lansia individu,
bagaimanapun, berada pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait. Karena
beban yang sangat tinggi penyakit di negara berkembang dan karena kesadaran yang relatif
rendah dari penyakit di negara-negara industri, komunitas kesehatan dunia telah menyatakan
untuk 2 November Hari Pneumonia Dunia, sehari untuk warga yang prihatin dan pembuat
kebijakan untuk mengambil tindakan terhadap penyakit. Di Inggris, kejadian tahunan dari
pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000 orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi
mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus untuk setiap 1000 orang.
Sekitar 20-40% individu yang membutuhkan pneumonia kontrak yang masuk rumah sakit
antara 5-10% diterima ke unit perawatan kritis. Demikian pula, angka kematian di Inggris
adalah sekitar 5-10%. Individu-individu ini juga lebih cenderung memiliki episode berulang
dari pneumonia. Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun juga berisiko
tinggi untuk pneumonia. Pneumonia merupakan komplikasi yang sering terjadi setelah stroke
yang menyulitkan penyembuhan pasien. Insidens yang tinggi dari pneumonia nosokomial
merupakan masalah yang sering terjadi di rumah sakit.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli.
Terjadinya pneumonia, khususnya pada anak, seringkali bersamaan dengan proses infeksi
akut pada bronkus, sehingga biasa disebut dengan bronchopneumonia. Gejala penyakit
tersebut adalah nafas yang cepat dan sesak karena paru-paru meradang secara mendadak.
Pneumonia adalah infeksi atau radang yang cukup serius pada paru-paru. Dari jenis-jenis
pneumonia itu ada yang spesifik/khusus yang disebut dengan tuberkulosis atau tbc atau Tb,
yang disebabkan oleh bakteri tuberkulosa. Jenis yang lain, adalah SARS yang adalah
pneumonia akibat -sampai hari ini- virus.
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
dan parasit).
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi
akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).
Penumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di
dalam alveoli. Hal ini terjadi terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya
kondisi yang mengganggu tahanan saluran. Trakhabrnkialis, adalah pun beberapa keadaan
yang mengganggu mekanisme pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya, kesadaran
menurun, umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain. Dengan demikian flora
endogen yang menjadi patogen ketika memasuki saluran pernafasa.
( Ngasriyal, Perawatan Anak Sakit, 1997)
Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli)
yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh
cairan. Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteria,
virus, jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari
paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu
banyak minum alkohol.
Batuk nonproduktif
Ingus (nasal discharge)
Suara napas lemah
Retraksi intercosta
Penggunaan otot bantu nafas
Demam
Ronchii
Cyanosis
Leukositosis
Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar
Batuk
Sakit kepala
Kekakuan dan nyeri otot
Sesak nafas
Menggigil
Berkeringat
Lelah.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: - kulit yang lembab - mual dan muntah - kekakuan
sendi.
Secara umum dapat dibagi menjadi :
Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah,
malise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal. Gejala umum saluran pernapasan
bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, air
hunger, merintih, dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Tanda pneumonia
berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas bersama
dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas
melemah, dan ronki. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal
di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler
tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila
efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi
meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang
terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah). Pada neonatus
dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan
pekak perkusi.
C. ETIOLOGI
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau
sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri
positif-gram, Streptococus pneumoniae yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri
Staphylococcus aureus dan streptokokus beta-hemolitikus grup A juga sering menyebabkan
pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh
virus, misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang relatif sering
dijumpai, disebabkan oleh suatu mikroorganisme yang berdasarkan beberapoa aspeknya,
berada di antara bakteri dan virus. Individu yang mengidap acquired immunodeficiency
syndrome, (AIDS) sering mengalami pneumonia yang pada orang normal sangat jarang
terjadi yaitu pneumocystis carinii. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama
tergenang, misalnya dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat pelembab yang kotor, dapat
mengidap pneumonia Legionella. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena
muntah atau air akibat tenggelam dapat mengidap pneumonia asporasi. Bagi individu tersebut,
bahan yang teraspirasi itu sendiri yang biasanya menyebabkan pneumonia, bukan mikro-
organisme, denmgan mencetuskan suatu reaksi peradangan.
Etiologi:
Pada bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah: - virus sinsisial pernafasan -
adenovirus - virus parainfluenza dan - virus influenza.
Faktor-faktor risiko terkena pneumonia, antara lain, Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA), usia
lanjut, alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan, Jenis kelamin laki-
laki , Gizi kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat ASI memadai, Polusi udara,
Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak memadai, Membedong bayi, efisiensi
vitamin A dan penyakit kronik menahun.
D. PATHOFISIOLOGI
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di
tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di
tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk
akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk,
atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut
halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung
besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
G. NOC
Respiratory status
Nutritional status
Sleep
Thermoregulation
I. NIC
Respiratory Monitoring
1. Monitor Frekuensi, ritme, kedalaman pernafasan
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahandan retraksi otot
intracosta
3. Monitor pernafasan hidung
4. Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea, hiperventilasi
5. Palpasi ekspansi paru
6. Monitor hasil rongen
7. Auskultasi suara pernafasan
Airway Management
Airway Management
Nutrition Management
Sleep enhancement
Temperature regulation
Data Medik
Tanggal masuk : 3 Juli 2002
Jam Masuk : 23.35 WIB
Cara masuk : lewat IRD
Diagnosa Medik : Pneumonia & Susp. Encephalitis
173.
174. 1.2 Riwayat Penyakit Sekarang
175. Klien datang ke rumah sakit dengan diantar keluarga setelah sebelumnya
mengalami mencret selama 2 hari (mulai 1 Juli 2002) dengan jumlah feses + ½ gelas
tiap kali mencret dan frekuensi 4 – 5 kali tiap hari. Feses tidak disertai lendir/darah.
Demam terjadi sejak 3 hari sebelum demam dan naik turun. Klien sudah dibawa ke
Dokter tapi tidak sembuh.
176. Saat ini klien dibawa ke RS karena kejang dan tidak sadarkan diri. Kejang
yang dialami klien terjadi tangal 3 Juli 2002 pagi hari (pk. 09.00 WIB) saat demam,
selama l.k 2 menit. Kejang tonik disertai dengan keluarnya ludah dari mulut klien.
Klien tidak mengalami cyanosis dan tidak mampu menangis setelah kejang. Kejang
hilang dengan sendirinya dan hanya terjadi satu kali. Kejang tidak terjadi lagi hingga
klien masuk dirumah sakit, tetapi kesadaran klien tetap menurun. (GCS : M 2 V 1 E 2)
177.
178. 1.3 Riwayat Penyakit Dahulu
179. Kilen tidak pernah menggalami kejang sebelumnya, klien tidak pernah
mengalami batuk pilek akhir-akhir ini. Pernah batuk pilek usia 2 bulan.
180.
181. 1.4 Riwayat Penyakit Keluarga
182. Tidak terkaji
183.
184. 1.5 Riwayat Tumbuh Kembang
185. Klien telah bisa tengkurap
186.
187. 1.6 Pengkajian Sistem
188. Sistem Integumen
189. Subyektif :-
190. Obyektif : kulit pucat, suhu tubuh 38,8OC, BB 6 kg, LK 45 cm, LD 43 Cm,
kemerahan pada kulit bokong dan punggung, popok basah
191.
192. Sistem Pulmonal
193. Subyektif :-
194. Obyektif : Pernafasan cuping hidung, RR 36 X/menit (dengan bantuan
oksigen 6 l/m) pola nafas eupnea, sputum banyak keluar dari mulut, penggunaan otot
bantu pernafasan, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru basal kanan dan kiri.
195.
196. Sistem Cardiovaskuler
197. Subyektif :-
198. Obyektif : Denyut nadi 124 X/menit, TD tidak terkaji.
199.
200. Sistem Neurosensori
201. Subyektif :-
202. (a) Obyektif : GCS menurun (V 2 M 1 E 2), refleks pupil positif isokhor,
reflek iris positif, Babinski 1 (-) Babinski 2 (+/?) refleks patella dalam batas normal,
refleks palmar (+)
203.
204. Sistem Musculoskeletal
205. Subyektif :-
206. Obyektif : tonus otot menurun, Kekuatan otot 3/3/3/3
207. retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
208.
209. Sistem genitourinaria
210. Subyektif :-
211. Obyektif : b.a.k 3-4 kali sehari, Jumlah urine banyak, warna kuning muda
volume tidak diketahui
212.
213. Sistem digestif
214. Subyektif :-
215. Obyektif : b.a.b 1 kali sehari (?), konsistensi feses normal
216.
217. 1.7 Hasil Laboratorik
218. Tanggal 3 Juli 2001; 23.50 WIB
219. Hb : 8,3 mg% (11,4 – 15,1 mg%)
220. Trombosit : 564 X 109/l (150 – 300 X 109/l )
221. Leukosit : 29,7 X 109/l (4,3 – 11,3 X 109/l )
222. PCV : 0, 26 ( 0,38-0,42 )
223. Glukosa : 165 mg/dl ( < 200 )
224.
225. Elektrolit :
226. Kalium : 3,85 mEq/l ( 3,8 – 5,0 mEq /l)
227. Natrium : 113 mEq/l (136 – 144 mEq/l)
228.
229. Analisa Gas Darah
230. pH : 7, 396 (7,35 – 7,45 )
231. pCO2 : 32,1 mmHg ( 25 – 45 mmHg)
232. pO2 : 335,4 mmHg (80 – 104 mmHg)
233. HCO3 : 4,2 mmol/l (< 4,25 mmol/l)
234. O2 saturasi : 99,8 %
235. CO2 saturasi : 20,2 mmol/l
236. BE : - 5,7 (-3,3 -- +1,2)
237.
238. Terapi Pengobatan :
239. - Oksigen T-Piece 40 %
240. - D5 ½ S 500 cc/24 jam
241. - Sonde D5 3 X 25 cc
242. ASI/PASI 5 X 25 cc
243. - Cefotaxim 3 X 500 mg
244. - Cloxacillin 3 X 500 mg
245. - Dilantin 3 X 52 mg
246. - Dexamethason 3 X 1 mg
247. - Valium 2 mg (bila perlu)
248. analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : - Diare
DO : Na 133 mEq/l
Riwayat diare Pengeluaran Elektrolit
Keseimbangan cairan dan
berlebih intravekal :
elektrolit
Natium, Kalium
Sumbatan nafas
DS :- Invasi kuman
DO : Suhu tubuh 38,8 OC
Pertahanan tubuh
nonspesifik : Pengeluaran
pirogen
Thermoregulasi
Peningkatan sirkulasi
perifer
Resiko Cidera
249.
250. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
251. 1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret pada jalan nafas
252. DS :-
253. DO : - Terdapat secret/sputum pada mulut, Ronchii lapang basal paru
kanan kiri
254.
255. 2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d Hiponatremia sekunder
terhadap diare
256. DS :-
257. DO : - Natrium 133 mEq/l
258. - Riwayat Diare (data sekunder)
259.
260. 3. Hiperthermia b.d proses penyakit
261. DS :-
262. DO : -Suhu tubuh 38,8 OC
263.
264. 4. Resiko tinggi injuri b.d penurunan kesadaran, kelemahan fisik
265. DS :-
266. DO : GCS 5 (M2 V1 E2), Tonus otot 3/3/3/3
267. PERENCANAAN
268.
Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret pada jalan nafas
Hasil yang diharapkan : Jalan nafas bersih
Rencana Tindakan Rasional
Kaji tanda-tanda vital; terutama Pernafasan merupakan karakteristik
pernafasan utama yang terpengaruh oleh adanya
sumbatan jalan nafas
Kaji bersihan jalan nafas : sputum, Pemantauan kepatenan jalan nafas
mulut, stridor, ronchii penting untuk menentukan tindakan
yang perlu diambil
Atur posisi klien : kepala hiperekstensi Meminimalkan resiko sumbatan jalan
nafas oleh lidah dan sputum
Atur posisi klien : Trendelenburk Merupakan mekanisme postural
drainage, memfasilitasi pengeluaran
secret paru
Lakukan fibrasi paru dan postural Rangsangan fisik dapat meningkatkan
drainage mobilitas secret dan merangsang
pengeluaran secret lebih banyak
Lakukan penghisapan lendir tiap 3 jam Eliminasi lendir dengan suction
atau bila perlu sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu
kurang dari 10 menit, dengan
pengawasan efek samping suction
Evaluasi hasil kegiatan tiap 3 jam atau Memasatikan tindakan/prosedur yang
bila perlu dilakukan telah mengurangi masalah
pada klien
269.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d Hiponatremia sekunder terhadap
diare
Hasil yang diharapkan :
- Kadar Natrium kembali normal
- Tidak terdapat tanda-tanda hiponatremia : kejang, penurunan kesadaran, kelemahan
Rencana Tindakan Rasional
Kaji adanya tanda/gejala hiponatremia Gejala hiponatremia; terutama kejang
sangat berbahaya bagi kondisi anak dan
dapat memperberat kondisi serta
menimbulkan cidera
Kaji Intake dan output harian Memastikan kebutuhan cairan harian
tercukupi
Berikan ekstra cairan mengandung Meningkatkan kadar Natrium dalam
Natrium darah, koreksi dengan menghitung
(kolaborasi dengan dokter) defisit Natrium (berdaraskan hasil
laboratorium)
Lakukan pemeriksaan elektrolit : Na Mengevaluasi hasil seluruh tindakan
minimal dua hari sekali
270.
Hiperthermia b.d proses penyakit
Hasil yang diharapkan :
- Suhu tubuh normal (36-37OC)
Rencana Tindakan Rasional
Kaji saat timbulnya demam Mengidentifikasi pola demam
Kaji tanda-tanda vital tiap 3 jam atau Acuan untuk mengetahui keadaan umum
lebih sering klien
274.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d Hiponatremia sekunder
terhadap diare
Jam Implementasi Evaluasi
09.00 Mengkaji adanya tanda/gejala S : -
hiponatremia O : tanda klinis hiponatreima (-)
09.10 Mengkaji Intake dan output Intake total 660 cc, Output l.k
harian 500 cc
09.15 Memberikan ekstra cairan A : Masalah teratasi sebagian
mengandung Natrium P : Evaluasi elektrolit, kaji tanda
(kolaborasi dengan dokter) : NS klinis hiponatremia
60 cc
10.00 Mengkaji tanda kejang
12.10 Mengkaji tanda kejang
275.
Hiperthermia b.d proses penyakit
Jam Implementasi Evaluasi
07.25 Mengkaji saat timbulnya S:-
demam : l.k 2 jam yang lalu O : Suhu tubuh 37,4OC
07.30 Kaji tanda-tanda vital : S : 38,6 A : Masalaha teratasi
09.00 Membuka selimut, mematikan P : -
09.00 mesin inkubator, membuka
jendela sirkulasi inkubator
09.00 pemberian antipiretik : Pamol 60
mg
10.25 Mengkaji tanda vital : S ;
38,2OC
12.00 Mengkaji tanda vital : S :
37,8OC
13.30 Mengkaji tanda vital : S :
37,5OC
276.
278. Tanggal 5 Juni 2001
Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret pada jalan nafas
Jam Implementasi Evaluasi
07.30 Mengkaji tanda-tanda vital : S : Tanggal 5 Juli 2001; 14.00 WIB
37,3;P : 38 X/m S:-
07.45 Mengkaji bersihan jalan nafas : O : lendir pada mulut berkurang
sputum (-), stridor(+), ronchii Stridor (-) Ronchii grade I pada
(+) minimal pada lapang basal palang paru
paru A : Masalah belum teratasi
07.50 Mengatur posisi klien : kepala P : Rencana tetap, dilanjutkan
hiperekstensi, diganjal dengan
kain
07.50 Mengatur posisi klien :
Trendelenburk
08.00 Melakukan fibrasi paru dan
postural drainage
08.00 Melakukan penghisapan lendir
11.00 Mengkaji bersihan jalan nafas :
sputum (-), stridor(-), ronchii (+)
minimal pada lapang basal paru
11.05 Melakukan fibrasi paru dan
postural drainage
11.10 Melakukan penghisapan lendir
14.00 Mengkaji bersihan jalan nafas :
sputum (-), stridor(-), ronchii (+)
minimal pada lapang basal paru
14.00 Melakukan penghisapan lendir
279.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d Hiponatremia sekunder
terhadap diare
Jam Implementasi Evaluasi
09.00 Mengkaji adanya tanda/gejala S : -
hiponatremia O : Na 138 mEq/l
09.10 Mengkaji Intake dan output A : Masalah teratasi
harian P:-
09.15 Mengkaji hasil laboratorium :
Na 138 mEq/l
280.
281. Kondisi anak stabil, Ronchii Grade I, Produksi sputum berkurang, tanda
kejang (-)
282. Anak dipindah ke Ruang UPI Anak Lt. II
283.