Jurnal Pertama
Jurnal Pertama
Anindya Hapsari
ABSTRAK
Latar Belakang
Infeksi toxoplasma atau toxoplasmosis merupakan infeksi yang disebabkan
oleh protozoa intraseluler yang disebut Toxoplasma gondii. Penyakit ini
ditemukan pada manusia hampir di seluruh dunia. Mammalia digolongkan sebagai
hospes perantara, sedangkan kucing sebagai hospes definitif (Prawita, 2013).
Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler pada monosit dan sel-sel
endothelial pada berbagai organ tubuh. Toxoplasma ini berbentuk bulat atau oval,
jarang ditemukan dalam darah perifer, tetapi sering ditemukan dalam jumlah besar
pada organ tubuh, seperti pada jaringan hati, limpa, sumsum tulang, paru-paru,
otak, ginjal, atau jantung (Hiswani, 2008).
Prevalensi toxoplasmosis di Indonesia belum diketahui pasti. Tetapi,
berdasarkan hasil penelitian Sayoga, dari 288 ibu hamil yang diperiksa, angka
kejadian ibu hamil yang di dalam darahnya positif terinfeksi Toxoplasma adalah
14,25%. Dari ibu-ibu yang terinveksi itu didapatkan, 4 persalinan prematur dan 1
kasus dengan kelainan saat lahir. Hasil survei kesehatan rumah tangga yang
dilakukan Hartono pada 1995 menemukan angka prevalensi zat anti terhadap
toxoplasma pada wanita-wanita hamil sebesar 60,01%. Sedangkan jumlah
penderita penyakit pada hewan-hewan yang hidupnya dekat dengan manusia
dagingnya dikonsumsi manusia menunjukkan angka prevalensi yang cukup tinggi
yakni 15-75% (Subadiyasa, 2009).
Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk, yaitu bentuk trofozoit, kista,
dan ookista. Trofozoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 µm dan dapat
menginvasi semua sel mammalia yang memiliki inti sel. Bentuk trofozoit dapat
ditemukan dalam jaringan selama masa akut dari infeksi. Trofozoit yang aktif
membelah disebut tachizoit. Bila infeksi menjadi kronis, trofozoit dalam jaringan
akan membelah secara lambat dan disebut bradizoit (Alonemisery, 2010). Kista
dibentuk di dalam sel hospes apabila tachizoit yang membelah telah membentuk
dinding dan kista ini dapat ditemukan terutama di dalam jaringan otak, otot
jantung dan otot bergaris hospes seumur hidup. Di otak, kista jaringan akan
berbentuk oval sedangkan di sel otot bentuk kista jaringan akan mengikuti bentuk
sel otot (Gandahusada S dkk, 2004).
Bentuk yang ketiga adalah bentuk ookista yang berukuran 10-12 µm.
Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan dikeluarkan bersamaan dengan
feses kucing. Kucing yang terinfeksi Toxoplasma gondii dalam sekali ekskresi
akan mengeluarkan jutaan ookista dalam fesesnya (Alonemisery, 2010).
Infeksi dari parasit ini pada manusia dapat melalui berbagai cara. Cara yang
pertama sering disebut toxoplasmosis kongenital atau diturunkan dari ibu kepada
anaknya. Transmisi parasit ini kepada janin terjadi in utero melalui plasenta
apabila ibu mendapat infeksi primer pada saat kehamilan. Cara penularan yang
kedua adalah toxoplasmosis aquisita. Infeksi ini dapat terjadi apabila manusia
mengkonsumsi daging mentah atau kurang matang yang mengandung kista atau
tachizoit parasit ini atau melalui tertelannya ookista yang dikeluarkan bersama
feses oleh kucing pengidap toxoplasmosis. Kemungkinan yang ketiga adalah
infeksi di laboratorium melalui jarum suntik dan alat laboratorium lain yang
terkontaminasi oleh parasit ini, serta kemungkinan keempat adalah melalui
transplantasi organ dari donor yang merupakan penderita toxoplasmosis laten
(Gandahusada S dkk, 2004).
Melihat cara penularan diatas, maka kemungkinan paling besar untuk
terkena infeksi Toxoplasma gondii adalah melalui makanan daging yang
mengandung ookista dan yang dimasak kurang matang. Kemungkinan kedua
adalah melalui hewan peliharaan yang mengidap toxoplasmosis (Alonemisery,
2010).
Sekitar 80%-90% penderita toxoplasmosis tidak menunjukkan gejala sama
sekali (asimptomatik). Pada beberapa penderita biasanya didapatkan adanya
pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher (cervical lymphadenopathy).
Beberapa penderita juga dapat mengalami sakit kepala, demam (biasanya di
bawah 400C), lemah, dan lesu. Sebagian kecil penderita mungkin mengalami
nyeri otot (myalgia), nyeri tenggorokan, nyeri pada bagian perut, dan kemerahan
pada kulit. Gejala-gejala tersebut dapat menghilang dalam waktu beberapa
minggu, kecuali pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher yang dapat
bertahan selama beberapa bulan. Jika penyakit berlanjut, maka dapat
menimbulkan komplikasi berupa radang paru (pneumonia), radang pada jaringan
otot jantung (miokarditis), radang pada selaput luar jantung (perikarditis), dan
lainnya. Bayi yang dikandung oleh ibu yang menderita toxoplasmosis mempunyai
risiko yang tinggi untuk menderita toxoplasmosis kongenital. Anak dengan
toxoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala kelainan neurologis seperti
hidrosefalus, mikrosefalus, retardasi mental dan kelainan pada mata
(korioretinitis). Selain itu dapat juga terjadi gangguan pada saat kehamilan dan
persalinan berupa abortus, lahir mati, atau lahir cacat (Kurniawan, 2011).
Karena toxoplasmosis tidak menampakkan gejala yang jelas, sebagian besar
penderita tidak menyadari apabila dirinya mengidap penyakit ini. Penderita,
terutama penderita wanita biasanya baru memeriksakan diri setelah mengalami
keluhan kesuburan atau sering mengalami keguguran. Oleh karena sebagian besar
yang memeriksakan diri adalah wanita, sebagian besar penderita toxoplasmosis
yang diketahui adalah wanita, terutama wanita usia subur yang masih memiliki
kemampuan untuk bereproduksi. Wanita usia subur adalah wanita yang berusia
antara 15-49 tahun yang berada dalam masa reproduksi dan mulai ditandai dengan
timbulnya haid yang pertama kali (menarche) dan diakhiri dengan masa
menopause. Pada masa ini terjadi perubahan fisik, seperti perubahan warna kulit,
perubahan payudara, pembesaran perut, pembesaran rahim, dan mulut rahim. Pada
masa ini terjadi ovulasi kurang lebih 450 kali. Menstruasi pada masa ini paling
teratur dan sangat memungkinkan terjadinya kehamilan. Pada usia di bawah 30
tahun, wanita memiliki kesempatan 95% untuk hamil. Pada usia 30-an tahun
prosentasenya menurun hingga 90%. Sedangkan memasuki usia 40 tahun,
kesempatan hamil berkurang menjadi 40%. Setelah usia 40 tahun, wanita hanya
punya maksimal 10% kesempatan untuk hamil (Kumalasari dan Andhyantoro,
2012).
Toxoplasmosis pada manusia sebenarnya dapat dicegah dengan memutus
rantai penularannya atau dengan mencegah tertelannya kista ataupun ookista.
Sebagaimana telah diketahui, kista kemungkinan terdapat pada daging ataupun
jaringan hewan mammalia pengidap toxoplasmosis. Untuk mematikan kista ini,
salah satunya dapat dilakukan dengan memasak daging hingga matang
menggunakan air bersih. Toxoplasma gondii mudah mati karena suhu panas,
kekeringan dan pembekuan (Hiswani, 2008). Sedangkan tertelannya ookista yang
terdapat pada kotoran kucing dapat dicegah dengan rajin mencuci tangan
menggunakan air bersih dan sabun. Mencuci tangan serta penggunaan air bersih
dalam aktifitas rumah tangga merupakan beberapa indikator dari penerapan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada tatanan rumah tangga.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan
paradigma sehat dalam budaya perorangan, keluarga, dan masyarakat yang
berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan melindungi
kesehatannya baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota
rumah tangga agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih
dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS
merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk menghasilkan
kemandirian di bidang kesehatan, baik pada masyarakat maupun pada keluarga,
artinya harus ada komunikasi antara kader dengan keluarga/masyarakat untuk
memberikan informasi dan melakukan pendidikan kesehatan. Terdapat 10
indikator PHBS dalam tatanan rumah tangga, yakni: persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan, memberi asi eksklusif, menimbang balita setiap bulan,
menggunakan air bersih dalam kehidupan sehari-hari, mencuci tangan pakai
sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik di rumah sekali
seminggu, mengkonsumsi buah dan sayur setiap hari, melakukan aktifitas fisik
setiap hari, dan tidak merokok di dalam rumah (Depkes, 2013).
Oleh karena toxoplasmosis ini merupakan penyakit yang cukup berbahaya
bagi kesuburan wanita dan memiliki efek fatal bagi bayi yang tertular dan karena
salah satu pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan menerapkan PHBS di
tatanan rumah tangga, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara
pengetahuan wanita usia subur tentang infeksi toxoplasma dengan penerapan
perilaku hidup bersih dan sehat pada tatanan rumah tangga. Penelitian ini
dilaksanakan pada pasien yang memeriksakan diri di BPM Anis Nurlaily F,
Amd.Keb di desa Klinterejo, kecamatan Sooko, kabupaten Mojokerto.
METODE PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
Tabel 1.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Wanita Usia Subur tentang Infeksi
Toxoplasma
Penerapan PHBS
Pengeta
Negatif Positif Total
huan
f % f % F %
Kurang 6 62. 0 0 61 62.
1 2 2
Cukup 0 0 2 28.6 28 28.
8 6
Baik 0 0 9 9.2 9 9.2
Jumlah 6 62. 3 37.8 98 10
1 2 7 0
Sig. 0.000, α = 0.05, n = 98
PEMBAHASAN
Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Tatanan Rumah Tangga
Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses:
Stimulus > Organisme > Respons, sehingga teori Skinner ini disebut teori “S-O-
R” (stimulus-organisme-respons). Perilaku adalah merupakan keseluruhan
(totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama
antara faktor internal dan eksternal tersebut. Perilaku seseorang adalah sangat
kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas (Wawan, 2010). Hasil
penelitian penerapan perilaku hidup bersih dan sehat pada tatanan rumah tangga
menunjukkan dari 98 responden sebagian besar berperilaku negatif, yaitu
sebanyak 61 responden (62,2%) dan sebagian kecil berperilaku positif, yaitu
sebanyak 37 responden (37,8%).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan tentang infeksi toxoplasma pada
wanita usia subur di BPM Anis Nurlaily F, AMd. Keb di Desa Klinterejo,
Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto menunjukkan dari 98 responden,
sebagian besar, yaitu sebanyak 61 responden (62,2%) berpengetahuan kurang.
Sedangkan hasil penelitian penerapan perilaku hidup bersih dan sehat pada
tatanan rumah tangga menunjukkan 61 responden (62,2%) berperilaku negatif dan
sebagian kecil berperilaku positif yaitu sebanyak 37 responden (37,8%). Hasil
analisis menunjukkan terdapat hubungan pengetahuan wanita usia subur tentang
infeksi toxoplasma dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat pada
tatanan rumah tangga di BPM Anis Nurlaily F, AMd. Keb di Desa Klinterejo,
Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto.
Saran
Bagi wanita usia subur, hasil penelitian ini supaya dijadikan masukan untuk
lebih meningkatkan pengetahuannya tentang infeksi toxoplasma agar termotivasi
untuk senantiasa melaksanakan tindakan pencegahan penularan infeksi, salah
satunya dengan selalu menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, terutama di
tatanan rumah tangga.
Bagi tenaga kesehatan, hasil penelitian ini diharapkan dijadikan bekal dalam
melaksanakan tugasnya dan untuk lebih memacu dalam memberikan penyuluhan
kepada penduduk, terutama kepada wanita usia subur tentang infeksi toxoplasma
dan cara pencegahannya yang paling mudah, yaitu dengan selalu menerapkan
perilaku hidup bersih dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA