Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH KONSEP DASAR KEPERAWATAN II

TENTANG RAPUHNYA KENIRMALAAN PROFESI


PERAWAT DI MASA KOTEMPORER

Disusun Oleh :

GALI RAKA SIWI


180203119

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat-Nya

sehingga makalah dengan judul “Rapuhnya Kenirmalaan Profesi Perawat di Masa

Kotemporer” dapat terselesaikan dengan baik. Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini

tidaklain untuk memenuhi salah satu dari sekian kewajiban Mata Kuliah Konsep Dasar

Keperawatan II serta merupakan bentuk langsung tanggung jawab penulis pada tugas yang

diberikan.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ns.

Noor Rochmad Ida Ayu S.Kep, M.Kep. selaku dosen pengampu serta semua pihak yang

telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik

dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan. Kami berharap

makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi referensi bagi pembaca.

Terimakasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb

2
“RAPUHNYA KENIRMALAAN PROFESI PERAWAT DI MASA
KOTEMPORER”

Kesejahteraan yang merata belum dirasakan oleh profesi perawat, meskipun Undang-

Undang Keperawatan telah dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 2014 silam. Lima tahun

sudah undang-undang tersebut berjalan, tetapi nyatanya profesi perawat masih terbelenggu

dalam paradigma dan penilaian negatif dari masyarakat.

‘Pembantu dokter’ dua kata tersebut merupakan julukan yang diberikan oleh sebagian

besar masyarakat terhadap profesi perawat. Anggapan ini termasuk sebuah penghinaan bagi

profesi perawat. Kompetensi dan pengetahuan yang dimiliki seorang perawat seolah dinilai

inferior dibandingkan dengan profesi dokter. Faktanya, masih banyak perawat dengan mutu

pengetahuan dan kompetensi yang lebih memadai, bahkan sejajar dengan dokter.

Tingkat pendidikan seorang perawat yang mayoritas hanya sampai D3 dijadikan alasan

oleh masyarakat untuk menilai rendah profesi tersebut. Memang, tidak dapat dimungkiri bahwa

ada beberapa oknum kurang bertanggung jawab dalam mengemban tugas mulia sebagai

seorang perawat.

Mereka hanya menunggu arahan dari dokter tanpa mengambil tindakan terlebih dahulu

terhadap klien. Aspek-aspek yang perlu diterapkan pun belum dilaksanakan secara

keseluruhan, sehingga masyarakat masih memandang mereka sebelah mata.

Salah satu aspek yang perlu dipahami oleh seorang perawat adalah konsep etik dan

moral dalam keperawatan. Etika merupakan bentuk penerapan dari teori mengenai filosofi

moral dalam situasi nyata.

Etika berfokus pada prinsip-prinsip serta konsep yang membimbing manusia dalam

berpikir dan bertindak dengan berlandaskan nilai-nilai yang dianut dalam kehidupannya. Istilah

etik umumnya digunakan untuk menggambarkan etika dari suatu profesi yang berkaitan dengan

kode etik profesional seperti Kode Etik Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Suatu

3
profesi menyusun kode etik berlandaskan pada penghormatan atas nilai serta kondisi individu

yang dilayani.

Kode etik merupakan pedoman bagi pengemban profesi dalam berperilaku sesuai hak

dan kewajiban yang didasari moral untuk mendukung standar profesi (Praptianingsih, 2006).

Kode etik menerapkan konsep etis berupa menghargai kepercayaan serta nilai-nilai individu

karena profesi perawat bertanggung jawab atas kondisi klien.

Kode etik berfungsi sebagai petunjuk dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang

ideal dan sarana kontrol sosial untuk mencegah terjadinya konflik. Kode etik juga berperan

sebagai penghubung antara perawat dengan teman sejawat, klien, dan tenaga kesehatan lain.

Hal ini bertujuan agar dapat menciptakan kolaborasi yang optimal dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada klien. Kode etik disusun serta disahkan oleh suatu organisasi yang

membina profesi tertentu, baik secara nasional maupun internasional.

International Council of Nurse (ICN) adalah perhimpunan perawat nasional di seluruh dunia

yang menguraikan kode etik keperawatan dalam empat unsur (Nasrullah, 2014). Keempat

unsur tersebut adalah hubungan perawat dan klien, perawat dan praktik, perawat dan profesi,

serta perawat dan rekan kerja. Musyawarah Nasional yang dilaksanakan PPNI juga telah

menghasilkan keputusan MUNAS VI PPNI Nomor: 09 VI/PPNI/2000 mengenai kode etik

keperawatan Indonesia.

Berbeda dengan ICN, PPNI menggolongkan kode etik keperawatan dalam hal interaksi

dan kompetensi seorang perawat. Kode etik keperawatan yang dicetuskan oleh PPNI terdiri

dari lima unsur. Kelima unsur tersebut adalah perawat dan klien, perawat dan praktik, perawat

dan masyarakat, perawat dan teman sejawat, serta perawat dan profesi.

Pada April 2018, terjadi malapraktik di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa yang

dilakukan oleh seorang perawat. Korbannya adalah seorang bayi berumur tiga hari yang

meninggal dunia karena kesalahan pemasangan alat di ruang inkubator (Redaksi, 2018).

4
Kelalaian tersebut disebabkan karena perawat terlalu sibuk bermain handphone dan selfie,

sehingga kurang teliti dalam melakukan pemasangan selang. Dalam kasus ini, perawat tidak

menjalankan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kode etik keperawatan, terutama pada

poin perawat dan klien.

Pada poin tersebut, ditegaskan bahwa perawat bertanggung jawab atas klien yang

membutuhkan asuhan keperawatan. Perawat perlu memahami konsep dari kebutuhan dasar

klien serta bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut.

Perawat tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan secara fisik dan psikologis,

tetapi semua aspek dari klien menjadi tanggung jawab perawat. Hal ini belum direalisasikan

pada kasus di atas karena perawat tidak memikirkan kondisi klien yang sedang dirawat.

Perawat juga belum memiliki pengetahuan dan kompetensi yang memadai dalam melakukan

praktik keperawatan.

Kelalaian yang dilakukan oleh perawat pada kasus di atas dapat menimbulkan rasa

ketidakpuasan dari klien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Hal ini dapat

menambah tingkat ketidakpuasan klien di Rumah Sakit Umum Daerah yang telah mencapai

angka 70 persen (Widiasari, et al, 2019).

Faktor penyebab dari ketidakpuasan pasien dapat berupa faktor kesalahan identifikasi,

pemberian obat, komunikasi, dan risiko jatuh. Pada kasus di atas, diperlukan adanya

peningkatan pengawasan serta evaluasi dalam penerapan keselamatan klien oleh seluruh

perawat di RSUD Langsa. Kepala ruangan perlu memastikan perawat di ruang rawat telah

melaksanakan reassessment pada pasien sesuai dengan penerapan sasaran keselamatan pasien

(SKP).

Melalui kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman perawat mengenai

konsep etik dan moral akan mempengaruhi tingkat kepedulian perawat terhadap klien. Rasa

5
kepedulian yang besar dapat menyadarkan seorang perawat untuk memeriksa dan menilai

fenomena yang terjadi di dunia keperawatan.

Seorang perawat yang mampu memahami konsep etik dan moral secara mendalam

dapat memberikan asuhan keperawatan yang bermutu kepada klien. Kasus penggunaan

handphone ketika melakukan intervensi membuktikan bahwa perawat tersebut memiliki

pemahaman yang rendah mengenai konsep etik dan moral. Hal ini disebabkan karena perawat

tersebut hanya memikirkan kelangsungan hidupnya sendiri, tanpa peduli dengan kelangsungan

hidup kliennya.

Peran seorang perawat sangat penting bagi kesembuhan klien jika ditelaah secara

mendalam. Sosok yang selalu ada untuk melayani klien selama 24 jam bukanlah seorang

dokter, melainkan perawat.

Seorang perawat harus mampu merangkap sebagai profesi dokter, psikiater, apoteker,

dan psikolog guna memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada klien. Mirisnya,

bentuk perhatian dari seorang perawat terhadap klien hanya dianggap sebagai pekerjaan

pembantu oleh masyarakat. Pengetahuan masyarakat mengenai tugas perawat di rumah sakit

hanya sebatas membantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Berdasarkan pengalaman yang saya alami sebagai mahasiswa keperawatan, masih ada

profesi lain yang terlihat meremehkan profesi perawat. Mulai dari dokter sampai sopir taksi

menilai rendah profesi perawat. Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan mereka

tentang tugas dari seorang perawat selain melayani kebutuhan sehari-hari klien. Misalnya

mendiagnosa, menemani klien, menjadi tempat curhat, menyarankan obat, serta memberi

nasehat kepada klien juga termasuk tugas dari seorang perawat.

Mengubah penilaian masyarakat terhadap profesi perawat bukanlah perkara mudah.

Harus diawali dari pembenahan sikap perawat yang masih melenceng, seperti jarang senyum

dan kurang perhatian pada klien.

6
Kepribadian yang lembut dan penuh kasih sayang perlu dimiliki oleh setiap perawat

dalam memberikan pelayanan kesehatan agar mencerminkan sosok perawat yang

sesungguhnya. Perilaku tersebut dapat ditingkatkan melalui pembelajaran secara mendalam

mengenai konsep etik dan moral oleh perawat. Tidak hanya itu, perawat juga perlu memahami

kode etik keperawatan secara menyeluruh agar dapat melakukan praktik keperawatan dengan

baik.

Bertepatan pada Hari Perawat Internasional tanggal 12 Mei lalu, saya berharap seluruh

perawat di dunia, terutama Indonesia, dapat memperoleh kesejahteraan. Kualitas dari profesi

perawat di Indonesia perlu ditingkatkan agar mampu bangkit menjadi profesi dengan pekerjaan

yang dinilai “suci” oleh masyarakat.

Saya selaku mahasiswa keperawatan juga akan berusaha untuk mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan agar dapat menjadi seorang perawat yang ideal kelak. Saya akan

memanfaatkan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan untuk menjaga citra perawat

dengan cara meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien.

7
Kritisi dari artikel diatas
Meskipun Undang-Undang Keperawatan pada tahun 2014 telah diterbitkan oleh

pemerintah, kesejahteraan perawat belum dirasakan oleh profesi perawat padahal Undang-

Undang tersebut telah berjalan Lima tahun. Masih saja sekarang profesi perawat terbelenggu

pada paradigma dan penilaian negatif dari masyarakat. “Pembantu dokter” dua kata tersebut

merupakan julukan yang diberikan oleh sebagian besar masyarakat terhadap profesi perawat.

Anggapan ini termasuk sebuah penghinaan bagi profesi perawat.

Tingkat pendidikan seorang perawat yang mayoritas hanya sampai D3 dijadikan alasan

oleh masyarakat untuk menilai rendah profesi tersebut. Memang, tidak dapat dimungkiri bahwa

ada beberapa oknum kurang bertanggung jawab dalam mengemban tugas mulia sebagai

seorang perawat. Faktanya, masih banyak perawat dengan mutu pengetahuan dan kompetensi

yang lebih memadai bahkan sejajar dengan dokter.

Anggapan maasyarakat dari masalah diatas sangat bertentangan dengan Undang-

Undang tahun 2014 bagian kedua “Tugas dan wewenang” pasal 29 ayat (1) dalam

menyelenggarakan praktik keperawatan perawat bertugas sebagai : (1) huruf a, pemberi asuhan

keperawatan (1) huruf b, penyuluh dan konselor klien (1) huruf c, pengelola pelayanan

keperawatan (1) huruf d, peneliti keperawatan (1) huru e, peleaksana tugas dalam pelimpahan

wewenang, dan atau (1) huruf f, pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu. Ayat (2)

Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan sendiri dan bersama-sama.

Ayat (3) pelaksana tugas perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan

secara bertanggung jawab dan akuntabel.

Dan diperkuat dalam pasal 32 ayat (1) pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan

wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) huruf e, hanya dapat diberikan

secara tertulis oleh tenaga medis kepada perawat untuk melakukan evaluasi pelaksanaanya.

Ayat (2) pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara

8
delegatif atau mandat. Ayat (7) dalam melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perawat berwenang; ayat (7) huruf a melakukan tindakan

medis sesuai dengan kompetensi nya atas pelimpahan wewenang delegatif tenaga medis; ayat

(7) huruf b melakukan tindakan medis dibawah pengawasan atas pelimpahan wewenang

mandat; dan ayat (7) huruf c memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan program

pemerintah.

Dalam Undang-Undang tersebut, tidak ada satupun yang menegaskan bahwa perawat

adalah pembantu dokter atau asisten dokter. Namun perawat adalah rekan kerja atau tim

kolaborasi dokter dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Pada April 2018, terjadi malapraktik di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa yang

dilakukan oleh seorang perawat. Korbannya adalah seorang bayi berumur tiga hari yang

meninggal dunia karena kesalahan pemasangan alat di ruang inkubator (Redaksi, 2018).

Kelalaian tersebut disebabkan karena perawat terlalu sibuk bermain handphone dan selfie,

sehingga kurang teliti dalam melakukan pemasangan selang. Dalam kasus ini, perawat tidak

menjalankan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kode etik keperawatan.

PPNI menggolongkan kode etik keperawatan dalam hal interaksi dan kompetensi

seorang perawat. Kode etik keperawatan yang dicetuskan oleh PPNI terdiri dari lima unsur.

Kelima unsur tersebut adalah perawat dan klien, perawat dan praktik, perawat dan masyarakat,

perawat dan teman sejawat, serta perawat dan profesi.

Pada kasus diatas, perawat tidak menjalankan kode etik keperawatan poin ‘perawat dan

klien’ yang berbunyi sebagai berikut : (1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan

menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh

pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warnakulit, umur, jeniskelamin, aliran politik dan agama

yang dianutserta kedudukan sosial. (2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan

senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat

9
dan kelangsungan hidup beragama klien. (3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada

mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan. (4) Perawat wajib merahasiakan segala

sesuatu yang dikehendaki sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika

diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Saya mengajak semua teman-teman selaku mahasiswa keperawatan juga akan berusaha

untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan agar dapat menjadi seorang perawat

yang ideal kelak. Saya akan memanfaatkan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan

untuk menjaga citra perawat dengan cara meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang

diberikan kepada klien.

–Sekian dari saya yang ingin berubah-

10
DAFTAR PUSTAKA

MUNAS VI PPNI Nomor: 09 VI/PPNI/2000 Tentang Kode Etik Keperawatan Indonesia.

Nasrullah, D. (2014). Etika dan Hukum Keperawatan untuk Mahasiswa dan Praktisi

Keperawatan. Jakarta: TIM.

Praptianingsih, S. (2006). Kedudukan Hukum Perawat dan Upaya Pelayanan Medis. Jakarta:

Rajawali Pers.

Redaksi. (2018). Perawat RSUD Langsa Diduga Malapraktik. Retrieved from

http://waspadamedan.com/index.php/2018/04/05/perawat-rsud-langsa-diduga-

malpraktek/

Widiasari, W., Handiyani, H., & Novieastari, E. (2019). Kepuasan pasien terhadap penerapan

keselamatan pasien di rumah sakit. Jurnal Keperawatan Indonesia, 22(1), 43-44.

Retrieved from http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/615

Nissa Cantika, Ade. (2019). Rapuhnya Kenirmalaan Profesi Perawat di Masa Kotemporer.
Artikel Keperawatan Indonesia. Retrieved from
https://www.kompasiana.com/adenissacantika6949/5ce376c695760e2c3d18a492/rapu
hnya-kenirmalaan-profesi-perawat-di-masa-kontemporer?page=all

11

Anda mungkin juga menyukai