Anda di halaman 1dari 32

LEMBAR KERJA MAHASISWA (LKM 12)

PATOFISIOLOGI

DISUSUN OLEH

GALI RAKA SIWI


180203119

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA


PROGRAM STUDI SI PERAWATAN AHLI JENJANG
TAHUN AJARAN 2018/2019
LEMBAR KERJA MAHASISWA (LKM) 12

1. Jelaskan tentang anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal fokus pada penyusun

persendian.

Artikulasio atau Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-
tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligament, tendon, fasia, atau otot. Sendi diklasifikasikan sesuai dengan strukturnya.
Struktur Persendian:
 Sendi pelana, Sendi pelana yaitu permukaan tulang yang berartikulasi berbentuk
konkaf di satu sisi dan konkaf pada sisi lain, sehingga tulang akan masuk dengan pas
seperti dua plana yang saling menyatu. Satu-satunya sendi plana sejati yang ada pada
tubuh adalah persendian antara tulang karpal daan metacarpal pada ibu jari.
 Sendi engsel Bentuk sendi ini mirip engsel pintu sehingga memungkinkan gerakan
fleksi dan ekstensi. Permukaan bundar pada sendi ini berhubungan dengan tulang yang
lain sehingga gerakan hanya dalam satu bidang dan dua arah. Terdiri dari sebuah
tulang yang masuk dengan pas pada permukaan konkaf tulang ke dua, sehingga
memungkinkan gerakan ke satu arah. Contoh, sendi lutut dan siku.

 Sendi kondiloid Yaitu merupakan sendi biaksial yang memungkinkan gerakan ke dua
arah di sudut kanan setiap tulang. Permukaan sendi berbentuk konveks dan bersendi
dengan permukaan yang konkaf seperti sendi engsel tapi bergerak dengan dua bidang
dan empat empat arah (fleksekstensi, abduksi, dan adduksi). Contoh, sendi antara
tulang radius dan tulang karpal.
2.

 Sendi ellipsoid Permukaan sendi berbentuk konveks elips sehingga pergerakan (fleksi,
ekstensi, abduksi, dan adduksi) dapat dilakukan, tetapi rotasi tidak bisa dilakukan
misalnya sendi ibu jari.

 Sendi peluru Kepala sendi berbentuk bola pada salah satu tulang cocok dengan lekuk
sendi yang berbentuk seperti soket, bongkol sendi tepat masuknya pada mangkok sendi
gerakan yang dapat diberikan ke seluruh daerah
Klasifikasi persendian secara struktural terbagi menjadi :
1. Persendian fibrosa (sendi mati), yaitu persendian yang tidak dapat digerakkan,
diimana letak tulang-tulangnya sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh selapis
jaringan ikat fibrosa. Contohnya : sutura diantara tulang-tulang tengkorak.
2. Persendian kartilago (sendi yang bergerak sedikit), yaitu persendian yang tidak
memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan kartilago. Pergerakan dari sendi ini
terbatas, dimana tulang-tulangnya dihubungkan oleh tulang rawan hialin, contohnya tulang
iga.
3. Persendian sinovial (sendi yang bergerak bebas), yaitu persendian yang memiliki
rongga sendi dan diperkokoh dengan kapsul dan ligamen artikular yang membungkusnya.
Pergerakannya bebas, contohnya sendi bahu dan panggul, siku dan lutut, sendi pada tulang-
tulang jari tangan dan kaki, pergelangan tangan dan kaki.

Klasifikasi persendian menurut fungsinya terbagi menjadi :


1. Sendi sinartosis (sendi mati)
Sendi ini dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau kartilago.
Sendi jenis ini antara lain adalah :
a. Sutura, yaitu sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa rapat yang hanya
ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh : sutura sagital dan parietal.
b. Sinkondrosis, yaitu sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan kartilago hialin.
Contoh : lempeng epifisis sementara antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang anak.

2. Sendi amfiartosis (sendi dengan pergerakan terbatas)


Sendi ini memungkinkan gerakan terbatas sebagai respon terhadap torsi dan
kompresi.Sendi jenis ini antara lain adalah :
a. Simfisis, adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan diskus kartilago, yang
menjadi bantalan sendi dan memungkinkan terjadinya sedikit gerakan. Contoh : simpisis
pubis.
b. Sindesmosis, terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan dihubungkan dengan serat-
serat jaringan ikat kolagen. Contoh : ditemukan pada tulang yang bersisihan eperti radius
dan ulna, serta tibia dan fibula.
c. Gomposis, adalah sendi dimana tulang berbentuk kerucut masuk dengan pas dalan
kantong tulang, seperti pada gigi yang tertanam pada tulang rahang.

3. Sendi diartosis (sendi dengan pergerakan bebas) disebut juga sendi sinovial. Sendi ini
memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial.
Klasifikasi persendian sinovial terdiri dari :
a. Sendi sferoidal, yang terdiri dari sebuah tulang yang masuk kedalam rongga berbentuk
cangkir pada tulang kain. Contoh : sendi panggul dan bahu.
b. Sendi engsel, terdiri dari sebuah tulang yang masuk dengan pas pada permukaan konkaf
tulang kedua, sehingga memungkinkan gerakan kesatu arah. Contoh : sendi lutut dan siku.
c. Sendi kisar, yaitu tulang bentuk kerucut yang masuk pas cekungan tulang kedua dan
dapat berputar kesemua arah. Contoh : tulang atlas, persendian bagian kepala.
d. Sendi kondiloid, merupakan sendi biaksial, yang memungkinkan gerakan kedua arah
disudut kanan setiap tulang. Contoh : sendi antara tulang radius dan tulang karpal.
e. Sendi pelana, permukaan tulang yang berartikulasi berbentuk konkaf pada sisi lain,
sehingga tulang akan masuk dengan pas seperti dua pelana yang saling menyatu. Satu-
satunya sendi pelana sejati yang ada dalam tubuh adalah persendian antara tulang karpal
dan metakarpal pada ibu jari.
f. Sendi peluru, adalah salah satu sendi yang permukaan kedua tulang berartikulasi
berbentuk datar, sehingga memungkinkan gerakan meluncur antara satu tulang dengan
tulang yang lainnya. Persendian semacam ini disebut sendi nonaksia.
Misalnya : persendian intervertebrata, dan persendian antara tulang-tulang karpal dan
tulang-tulang tarsal.

Pergerakan sendi
Pergerakan sendi merupakan hasil kerja otot rangka yang melekat pada tulang yang
membentuk artikulasi dengan cara memberikan tenaga. Tulang hanya berfungsi sebagai
pengungkit dan sendi sebagai penumpu.

Beberapa pergerakan sendi antara lain adalah :


1. Fleksi, adalah gerakan memperkecil sudut antara dua tulang.
Contoh : saat menekuk siku, menekuk lutut atau menekuk torso kearah samping.
a. Dorsofleksi, adalah gerakan menekuk telapak kaki dipergelangan kearah depan
(meninggalkan daerah dorsal kaki).
b. Plantar fleksi, adalah gerakan meluruskan telapak kaki pada pergelangan kaki

2. Ekstensi, adalah gerakan yang memperbesar sudut antara dua tulang.


3. Abduksi, adalah gerakan bagian tubuh menjauhi garis tengah tubuh, seperti gerakan
abduksi jari tangan dan jari kaki.
4. Aduksi, adalah gerakan bagian tubuh saat kembali keaksis utama tubuh (kebalikan dari
gerakan abduksi).
5. Rotasi, adalah gerakan tulang yang berputar disekitar aksis pusat tulang itu sendiri tanpa
mengalami dislokasi lateral, seperti saat menggelengkan kepala untuk menyatakan tidak.
a. Pronasi, adalah rotasi medial lengan bawah dalam posisi anatomis, yang mengakibatkan
telapak tangan menghadap kebelakang.
b. Supinasi, yaitu rotasi lateral lengan bawah, yang mengakibatkan telapak tangan
menghadap kedepan.
c. Sirkumduksi, adalah kombinasi dari semua gerakan angular dan berputar untuk
membuat suatu ruang berbetuk kerucut, seperti saat mengayunkan lengan berbentuk
putaran.
7. Inversi, adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki
menghadap kedalam atau kearah medial.
8. Eversi, adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki
menghadap kearah luar.
9. Protaksi, adalah memajukan bagian tubuh, seperti saat menonjolkan rahang bawah
kedepan atau memfleksi girdel pektoral untuk membusungkan dada.
10. Retraksi, adalah gerakan menarik bagian tubuh kearah belakang, seperti saat meretraksi
mandibula.
11. Elevasi, adalah pergerakan struktur kearah superior, seperti saat mengatupkan mulut.
12. Depresi, adalah menggerakan suatu struktur kearah inferior, seperti saat membuka
mulut.

Sebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang bersendi
diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah sendi dikelilingi
sejenis kantong, terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi
membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk meminyaki sendi. Bagian luar
kapsul diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya kuat-kuat
di tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan.
Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai fungsi ganda yaitu untuk
melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi
mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar rawan berfungsi
baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik pula. Matriks terdiri atas dua tipe
makromolekul, yaitu proteoglikan meliputi 10% berat kering rawan sendi, mengandung
70-80% air. Hal inilah yang menyebabkan tahan terhadap tekanan dan memungkinkan
rawan sendi elastis
Kolagen yaitu komponen ini meliputi 50% berat kering rawan sendi, sangat tahan
terhadap tarikan. Makin ke arah ujung rawan sendi makin tebal, sehingga rawan sendi yang
tebal kolagennya akan tahan terhadap tarikan. Di samping itu matriks juga mengandung
mineral, air, dan zat organik lain seperti enzim.
Bagian-bagian Sendi :
SENDI-SENDI KEPALA
Sendi temporomandibular, antara tulang temporal dan kepala mandibula, adalah
satu-satunya sendi kepala yang bisa bergerak dan uniknya gerakan bisa terjadi pada tiga
bidang : ke atas dan ke bawah, ke depan dn ke belakang, dan dari sisi ke sisi.

Fontanela anterior merupakan fontanela terbesar dan terletak pada pertemuan dua
tulang parietal dengan tulang frontal. Fontanela ini berbentuk permata dan tidak menutup
sempurna sampai usia 15-18 bulan.

Fontanela posterior terdapat pada pertemuan tulang parietal dengan tulang


oksipital. Fontanela ini berbentuk segitiga dan menutup beberapa saat setelah bayi lahir.

SENDI BATANG TUBUH


Terdapat sejumlah sendi di antara semua vertebra dari servikal kedua sampai
sakrum. Sendi kartilaginosa terdapat di antara badan vertebra, dan sendi sinovial, di antara
lengkung vertebra. Karena jumlah sendi sangat banyak, kolumna spinalis secara
keseluruhan mempunyai gerakan yang cukup bermakna. Ligamen longitudinal anterior dan
posterior membentang dari ujung atas kolumna spinalis sampai sakrum dan berfungsi
memperkuat kolumna. Ligamen-ligamen yang lain terletak di antara lengkung vertebra.
Di antara tulang iga dan vertebra terdapat sendi kostovertebral yang memungkinkan
gerakan meluncur. Pada sendi sternokostal juga terjadi gerakan yang sama.

SENDI EKSTREMITAS ATAS


Sendi sternoklavikular, dibentuk oleh ujung sternal klavikula, manubrium sterni,
dan tulang rawan iga pertama. Sendi ini memungkinkan gerakan meluncur pada klavikula.

Sendi akromioklavikular, terletak di antara ujung akromial klavikula dan akromion


skapula dan biasanya berhubungan dengan gerakan bahu.
Sendi bahu, adalah sendi bola dan mangkuk dan merupakan sendi yang paling
bebas gerakannya pada tubuh manusia. Sendi ini dibentuk oleh kepala humerus yang
masuk ke dalam mangkuk glenoid yang kecil dan dangkal. Permukaan sendi ini dilapisi
tulang rawan dan mangkuk glenoid diperbesar dan diperdalam oleh suatu batas
fibrokartilago (labrum glenoid) yang melingkari mangkuk tersebut.

Sendi siku, adalah kombinasi sendi pelana dan sendi pivot. Terdapat ligamen-
ligamen yang kuat di antara ketiga tulang tersebut dan sebuah ligamen sirkular (ligamen
anular) yang mempertahankan kepala radius pada ceruk radial ulna. Ujung bawah radius
juga membentuk sendi pivot dengan ulna.

Sendi pergelangan tangan, dibentuk oleh ujung bawah radius dengan tulang-tulang
skafoid, lunatum, dan triquetrum. Bersama dengan sendi-sendi si antara tulang karpalia,
dapat dilakukan gerakan fleksi, ekstensi, aduksi (deviasi ulna), abduksi (deviasi radius),
dan sirkumduksi.

Sendi-sendi metakarpofalangeus, juga dapat melakukan semua gerakan seperti


sendi pergelangan tangan, tetapi sendi-sendi interfalangeus merupakan sendi pelana dan
hanya memberi gerakan fleksi dan ekstensi.

SENDI EKSKREMITAS BAWAH

Sendi sakroiliaka, merupakan sendi sinovial yang memungkinkan sedikit gerakan


rotasi ketika batang tubuh melakukan fleksi dan ekstensi.

Simfisis pubis, merupakan sendi tulang rawan yang sangat sedikit gerakannya.
Namun, selama masa hamil, sendi dan ligamen panggul mengendur untuk memungkinkan
gerakan yang sedikit lebih besar.
Sendi pinggul (pangkal paha), merupakan sendi bola dan mangkuk yang dibentuk
oleh kepala femur yang masuk ke dalam asetabulum yang berbentuk mangkuk. Permukaan
sendi ini dilapisi tulang rawan sendi dan asetabulum (seperti halnya mangkuk glenoid)
diperdalam oleh suatu batas fibrokartilago yang disebut labrum asetabular. Ligamen kepala
femur melekat pada celah kecil kasar (fovea) dekat pusat kepala femur dan membentang
ke asetabulum. Sendi ini memiliki kapsul fibrosa yang kuat dan banyak ligamen, yang salah
satunya ligamen iliofemoral, terletak di depan sendi dan mencegah ekstensi sendi pinggul
melebihi garis lurus terhadap batang tubuh.

Sendi lutut, merupakan sendi terbesar pada tubuh manusia. Sendi ini merupakan
sendi gabungan: sebuah sendi kondilar yang terjadi antara kondilus femur dan tibia dan
sebuah sendi plana antara patela dan femur. Sendi ini mempunyai sebuah kapsul fibrosa di
bagian depan struktur yang dimasuki patela dan yang dilapisi membran sinovial.

Sendi tibiofibular atas, merupakan sendi plana sinovial yang memungkinkan sedikit
gerakan meluncur sedangkan pada ujung bawah kedua tulang tersebut terdapat sedikit
terdapat sedikit rotasi fibula ketika sendi pergelangan kaki bergerak.
Sendi pergelangan kaki, merupakan sendi pelana yang dibentuk oleh tibia, fibula, dan talus.
Gerakan sendi ini adalah fleksi dan ekstensi yang biasanya disebut dorsifleksi (mengangkat
kaki) dan fleksi plantar (mengangkat tumit).

Sendi-sendi antara tulang tarsalia dan antara tarsus dan metatarsus, merupakan
sendi luncur dan gerakannya terbatas. Sendi metatarsofalangeal dan interfalangeal
memungkinkan gerakan yang mirip dengan sendi-sendi pada tangan.
3. Jelaskan tentang penyakit osteoartritis mengenai penyebab, patogenesis, patofisiologi, tanda

gejala, komplikasi, pemeriksaan diagnosis, managementnya?

pengertian osteoatritis

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang melibatkan

kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan

pada sendi (CDC, 2014).

OA sebagai kelainan sendi kronik yang disebabkan karena ketidakseimbangan sintesis dan

degradasi pada sendi, matriks ekstraseluler, kondrosit serta tulang subkondral pada usia tua

(Sjamsuhidajat et.al, 2011).

Etiologi

Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA primer dan OA

sekunder.

1. OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana penyebabnya tidak diketahui dan

tidak ada hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun perubahan lokal

pada sendi

2. OA sekunder merupakan OA yang ditengarai oleh faktor-faktor seperti penggunaan

sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja, olahraga berat, adanya cedera sebelumnya,

penyakit sistemik, inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan daripada OA

sekunder (Davey, 2006).


faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena osteoarthritis, di antaranya:

 Usia. Risiko osteoarthritis akan meningkat seiring bertambahnya usia seseorang,

khususnya bagi mereka yang berusia di atas 50 tahun.

 Jenis kelamin. Wanita lebih sering mengalami osteoarthritis dibandingkan pria.

 Cedera pada sendi. Sendi yang mengalami cedera atau pernah menjalani operasi memiliki

kemungkinan osteoarthritis yang lebih tinggi.

 Obesitas. Berat badan yang berlebihan menambah beban pada sendi sehingga risiko

osteoarthritis menjadi lebih tinggi.

 Faktor keturunan. Risiko osteoarthritis diduga bisa diturunkan secara genetika.

 Menderita kondisi arthritis lain, misalnya penyakit asam urat atau rheumatoid arthritis.

 Cacat tulang, seperti pada tulang rawan atau pembentukan sendi.

 Pekerjaan atau aktivitas fisik.

Patogenesis

OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang, dan inflamasi.

Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan osteoartritis yaitu fase inisiasi, fase

inflamasi, nyeri, fase degradasi. - Fase inisiasi : Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi,

rawan sendi berupaya melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami

replikasi dan memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan

suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel,

faktor tersebut seperti Insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormon, transforming

growth factor b (TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor-faktor ini

menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribo nukleat (DNA) dan protein
seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang peran penting dalam perbaikan rawan

sendi. - Fase inflamasi : Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1

sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang mempengaruhi

sendi. IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α) mengaktifasi enzim

degradasi seperti collagenase dan gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada

osteoartritis. Produk inflamasi memiliki dampak 11 negatif pada jaringan sendi, khususnya

pada kartilago sendi, dan menghasilkan kerusakan pada sendi. - Fase nyeri: Pada fase ini

terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik.

Proses ini menyebabkan penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah

subkondral sehingga menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini

mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat

menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti

kinin yang dapat menyebabkan peregangan tendo, ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri

juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang

berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intramedular akibat stasis vena

pada pada proses remodelling trabekula dan subkondrial. - Fase degradasi : IL-1

mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu meningkatkan sintesis enzim yang

mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu

apabila terjadi jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan

memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan merangsang khondrosit

untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks rawan sendi.

Faktor pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama


perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan

sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis (Sudoyo et. al, 2007).

Patofisiologi

Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak dapat

dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan keseimbangan dari

metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas

diketahui (Soeroso, 2006). Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme

perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya

menimbulkan cedera (Felson, 2006). Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung

sendi yaitu : Kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya.

Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of

motion sendi (Felson,2006).

Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi

sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut dengan

lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas.Protein ini akan

berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi (Felson, 2006).

Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekano reseptor yang

tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya

memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada titik-

titik tertentu ketika sendi bergerak (Felson, 2006).

Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung

sendi.Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi

yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut
meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi

tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan 6

sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi

untuk menyerap goncangan yang diterima (Felson, 2006).

Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi sehingga

mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika bergerak.Kekakuan

kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi.

Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting

untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Felson,2006).

Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua dan

Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul – molekul aggrekan

diantara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan

dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago (Felson, 2006). Kondrosit,

sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruha elemen yang terdapat pada

matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin { Interleukin-1

(IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan

enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk

molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga

keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan (Felson, 2006).

Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen tipe dua dan

aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh kondrosit.Namun,

pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga kebagian

permukaan (superficial) dari kartilago (Felson, 2006).


Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian matriks,

namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks. TNF

menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein

lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan

mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis

aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung

pada proses awal timbulnya OA (Felson,2006).

Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks yang lambat dan

keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi Namun, pada faseawal

perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif (Felson,2006).

Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan aggrekandan

kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada 7 kartilago

akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur (Felson,2006).

Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan meningkatkan

kemungkinan timbulnya OA pada sendi (Felson, 2006)

Tanda dan Gejala

1. Nyeri sendi

2. Hambatan gerakan sendi Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan

sejalan dengan pertambahan rasa nyeri, bahkan pada stadium/grade 4 bisa menyebabkan

pergerakan minimal.

3. Kaku pagi Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak

melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup

lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari <30 menit


4. Krepitasi

Krepitasi atau rasa gemertak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum

dijumpai pada pasien OA genu. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu

yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring

dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu.

5. Pembengkakan sendi yang asimetris

Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya

tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi

berubah

6. Tanda-tanda peradangan

Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat

yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada OA karena adanya

synovitis.Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan

penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA Genu.

7. Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang

besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu

berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA Genu

Komplikasi

Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif yang memburuk dari waktu ke waktu. Nyeri

sendi dan kekakuan sendi akan memburuk dan akan terasa semakin sulit untuk melakukan

kegiatan sehari-hari. Beberapa orang tidak mampu bekerja terlalu lama. Ketika nyeri sendi

terlalu berat, dokter akan menyarankan operasi penggantian sendi.


Pemeriksaan Diagnosis

Pemeriksaan X_RAY untuk menentukan diagnosis OA cukup dengan foto polos karena

lebih cost-effective disbanding modalitas lain. Selain itu juga lebih mudah dibaca dan

prosesnya cepat.

MRI untuk masalah tertentu seperti deteksi awal fraktur osteocartilaginous, edema tulang,

atau nekrosis avascular. Keuntungan dari MRI ini ialah bisa langsung memvisualisasi sendi

kartilago dan jaringan sendi (meniscus, tendon,otot, atau efusi).

Pemerikssaan Laboratorium

 Tes darah: darah rutin,Asam Urat untuk dapat membantu mencari penyebab lain dari

nyeri sendi, seperti nyeri sendi karena artritis rematoid.

 Analisis cairan sendi. Dokter dapat melakukan ini dengan menggunakan jarum untuk

mengambil cairan sendi dari sendi yang terkena. Pemeriksaan cairan sendi dapat

menentukan apakah ada inflamasi di sana dan apakah nyeri sendinya disebabkan karena

gout atau karena infeksi.

Penatalaksanaan

Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya OA yang diderita

Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :


Terapi non-farmakologis

a. Edukasi

Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat

mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar

penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai (

Soeroso, 2006 ).

b. Terapi fisik atau rehabilitasi

Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan

untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien

untukmelindungi sendi yang sakit. ( Soeroso, 2006 ).

c. Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh karena

itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan

penurunan berat badan apabila berat badan berlebih ( Soeroso, 2006 ).

Terapi farmakologis.

Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul, mengoreksi

gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari ketidakstabilan

sendi ( Felson, 2006 ).

a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan

Asetaminofen.

Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS dan

Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko
toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan

pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas

dari obat AINS adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-

2 ( Felson, 2006 ).

b. Chondroprotective Agent

adalah obat – obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien

OA. Obat – obatan yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,

kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya ( Felson, 2006 ).

Terapi pembedahan

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit

dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas

sehari – hari.

Terapi bedah :

a. Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus dsb

b. Arthroscopic debridement dan joint lavage

c. Osteotomi

d. Artroplasti sendi total

Terapi fisik berguna untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih

pasien untuk melindungi sendi. Terapi fisik membuat penderita dapat beraktivitas seperti biasanya

sekaligus mengurangi resiko fisik yang tidak berfungsi dengan baik. Terapi fisik pada penderita

osteoartritis dapat berupa fisioterapi ataupun olahraga ringan seperti bersepeda dan berenang.

Terapi fisik ini berusaha untuk tidak memberikan beban yang terlalu berat pada penderita (Nur,

2009).
4. Jelaskan tentang penyakit gout artritis mengenai penyebab, patogenesis, patofisiologi, tanda

gejala, komplikasi, pemeriksaan diagnosis, managementnya?

Pengertia gout atritis

Artritis gout merupakan salah satu penyakit metabolik (metabolic syndrom) yang

terkait dengan pola makan diet tinggi purin dan minuman beralkohol. Penimbunan kristal

monosodium urat (MSU) pada sendi dan jaringan lunak merupakan pemicu utama

terjadinya keradangan atau inflamasi pada gout artritis (Nuki dan Simkin, 2006).

Peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) merupakan faktor utama

terjadinya artritis gout (Roddy dan Doherty, 2010).

Kristal-kristal berbentuk seperti jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang

jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang sering menyertai serangan artritis gout

(Carter, 2006).

Etiologi

Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi, obesitas,

konsumsi purin dan alkohol. Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi daripada

wanita, yang meningkatkan resiko mereka terserang artritis gout. Perkembangan artritis

gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun

angka kejadian artritis gout menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun.

Prevalensi artritis gout pada pria meningkat dengan bertambahnya usia dan mencapai

puncak antara usia 75 dan 84 tahun (Weaver, 2008).


Peningkatan kadar asam urat serum (penyebab yang paling sering adalah karena

adanya penurunan fungsi ginjal), peningkatan pemakaian obat diuretik, dan obat lain yang

dapat meningkatkan kadar asam urat serum (Doherty, 2009).

Patogenesis

Monosodium urat akan membentuk kristal ketika konsentrasinya dalam plasma

berlebih, sekitar 7,0 mg/dl. Kadar monosodium urat pada plasma bukanlah satu-satunya

faktor yang mendorong terjadinya pembentukan kristal. Hal ini terbukti pada beberapa

penderita hiperurisemia tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang lama sebelum

serangan artritis gout yang pertama kali. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya

serangan artritis gout pada penderita hiperurisemia belum diketahui pasti. Diduga kelarutan

asam urat dipengaruhi pH, suhu, dan ikatan antara asam urat dan protein plasma (Busso

dan So, 2010).

Patofisiologi

Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir kristal

monosodium urat (MSU). Reaksi inflamasi di sekeliling kristal terutama terdiri dari sel

mononuklir dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks tulang terjadi di sekitar tofus. Kapsul

fibrosa biasanya prominen di sekeliling tofus. Kristal dalam tofus berbentuk jarum (needle

shape) dan sering membentuk kelompok kecil secara radier (Tehupeiory, 2006).

Komponen lain yang penting dalam tofus adalah lipid glikosaminoglikan dan

plasma protein. Pada artritis gout akut cairan sendi juga mengandung kristal monosodium

urat monohidrat pada 95% kasus. Pada cairan aspirasi dari sendi yang diambil segera pada

saat inflamasi akut akan ditemukan banyak kristal di dalam lekosit. Hal ini disebabkan

karena terjadi proses fagositosis (Tehupeiory, 2006).


Tanda dan gejala

Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin,

kelelahan fisik, stres, tindakan operasi, pemakaian obat diuretik atau penurunan dan

peningkatan asam urat. Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul sangat

cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi

terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler dengan

keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa

demam, menggigil dan merasa lelah (Tehupeiory, 2006)

Serangan artritis gout akut terjadi ditandai dengan nyeri pada sendi yang berat dan

biasanya bersifat monoartikular. Pada 50% serangan pertama terjadi pada

metatarsophalangeal1 (MTP-1) yang biasa disebut dengan podagra. Semakin lama

serangan mungkin bersifat poliartikular dan menyerang ankles, knee, wrist, dan sendi-

sendi pada tangan (Sunkureddi et all, 2006)

Komplikasi

Komplikasi dari artritis gout meliputi :severe degenerative arthritis, infeksi

sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin, kemokin, protease, dan oksidan yang

berperan dalam proses inflamasi akut juga berperan pada proses inflamasi kronis sehingga

menyebabkan sinovitis kronis, dekstruksi kartilago, dan erosi tulang.( Rotschild,2013).

Artritis gout telah lama diasosiasikan dengan peningkatan resiko terjadinya batu

ginjal. Penderita dengan artritis gout membentuk batu ginjal karena urin memilki pH

rendah yang mendukung terjadinya asam urat yang tidak terlarut (Liebman et al, 2007)

Pemeriksaan diagnosis
 foto sinar-X : tampak pembengkakan sendi asimetris dan kista subkortikal tanpa erosi,

dan kultur bakteri cairan sendi negatif.

 analisis cairan sendi :

dimana pada penderita artritis gout mengandung monosodium urat yang negatif

birefringent (refraktif ganda) yang juga ditelan oleh neutrofil (dilihat dengan

mikroskop sinar terpolarisasi) (Setter dan Sonnet, 2005).

Analisis cairan sinovial dan kultur sangat penting untuk membedakan artritis septik

dengan artritis gout.

 urine analisis.

 Kimia serum: kreatinin, tes fungsi hati, kadar glukosa dan lemak.

 hitung darah lengkap,

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk mengurangi rasa nyeri,

mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya kelumpuhan. Terapi yang

diberikan harus dipertimbangkan sesuai dengan berat ringannya artrtitis gout (Neogi, 2011)

Penatalaksanaan utama pada penderita artritis gout meliputi edukasi pasien tentang

diet, lifestyle, medikamentosa berdasarkan kondisi obyektif penderita, dan perawatan

komorbiditas (Khanna et al, 2012).

 Medikasi

a. Pengobatan serangan akut dengan Colchine 0,6 mg PO, Colchine 1,0 – 3,0 mg ( dalam

Nacl/IV), phenilbutazon, Indomethacin.

b. Terapi farmakologi ( analgetik dan antipiretik )


c. Colchines ( oral/iv) tiap 8 jam sekali untuk mencegah fagositosis dari Kristal asam urat

oleh netrofil sampai nyeri berkurang.

d. Nostreoid, obat – obatan anti inflamasi ( NSAID ) untuk nyeri dan inflamasi.

e. Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam urat dan untuk mencegah

serangan.

f. Uricosuric untuk meningkatkan eksresi asam urat dan menghambat akumulasi asam

urat.

g. Terapi pencegahan dengan meningkatkan eksresi asam urat menggunakan probenezid

0,5 g/hrai atau sulfinpyrazone ( Anturane ) pada pasien yang tidak tahan terhadap

benemid atau menurunkan pembentukan asam urat dengan Allopurinol 100 mg

2x/hari.

 Perawatan

a. Anjurkan pembatasan asupan purin : Hindari makanan yang mengandung purin yaitu

jeroan ( jantung, hati, lidah, ginjal, usus ), sarden, kerang, ikan herring, kacang –

kacangan, bayam, udang, dan daun melinjo.

b. Anjurkan asupan kalori sesuai kebutuhan : Jumlah asupan kalori harus benar

disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan.

c. Anjurkan asupan tinggi karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi

sangat baik di konsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan

meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin.

d. Anjurkan asupan rendah protein, rendah lemak

e. Anjurkan pasien untuk banyak minum. Air putih 2 liter

f. Hindari penggunaan alkohol.


5. Jelaskan tentang penyakit reumatoid artritis mengenai penyebab, patogenesis, patofisiologi,

tanda gejala, komplikasi, pemeriksaan diagnosis, managementnya

Pengertian

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya belum

diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai

keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit RA ada 3 macam yaitu

monosiklik, polisiklik dan progresif. Sebagian besar kasus perjalananya kronik kematian

dini (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia,2014).

Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan “itis”

yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi. Sedangkan

Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya tangan

dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali

menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Febriana,2015).

Penyebab

Tidak dapat dimodifikasi :

1. Genetik

2. Usia

3. Jenis kelamin

Dapat dimodifikasi :

1. Gaya hidup (status sosial ekonomi, merokok, diet, infeksi, dan pekerjaan.)

2. Faktor hormonal

3. Bentuk tubuh
Patogenesis dan patofisiologi

Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana merupakan penyakit

autoimun yang dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca) dan faktor dalam (usia, jenis kelamin,

keturunan, dan psikologis). Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus awal

RA. Sering faktor cuaca yang lembab dan daerah dingin diperkirakan ikut sebagai faktor

pencetus. Patogenesis terjadinya proses autoimun, yang melalui reaksi imun komplek dan

reaksi imunitas selular. Tidak jelas antigen apa sebagai pencetus awal, mungkin infeksi

virus. Terjadi pembentukan faktor rematoid, suatu antibodi terhadap antibodi abnormal,

sehingga terjadi reaksi imun komplek (autoimun).

Proses autoimun dalam patogenesis RA masih belum tuntas diketahui, dan teorinya

masih berkembang terus. Dikatakan terjadi berbagai peran yang saling terkait, antara lain

peran genetik, infeksi, autoantibodi serta peran imunitas selular, humoral, peran sitokin, dan

berbagai mediator keradangan. Semua peran ini, satu sam lainnya saling terkait dan pada

akhirmya menyebabkan keradangan pada sinovium dan kerusakan sendi disekitarnya atau

mungkin organ lainnya. Sitokin merupakan local protein mediator yang dapat menyebabkan

pertumbuhan, diferensiasi dan aktivitas sel, dalam proses keradangan. Berbagai sitokin

berperan dalam proses keradangan yaitu TNF α, IL-1, yang terutama dihasilkan oleh monosit

atau makrofag menyebabkan stimulasi dari sel mesenzim seperti sel fibroblast sinovium,

osteoklas, kondrosit serta merangsang pengeluaran enzim penghancur jaringan, enzim

matrix metalloproteases (MMPs) (Putra dkk,2013).

Proses keradangan karena proses autoimun pada RA, ditunjukkan dari pemeriksaan

laboratorium dengan adanya RF (Rheumatoid Factor) dan anti-CCP dalam darah. RF adalah

antibodi terhadap komponen Fc dari IgG. Jadi terdapat pembentukan antibodi terhadap
antibodi dirinya sendiri, akibat paparan antigen luar, kemungkinan virus atau bakteri. RF

didapatkan pada 75 sampai 80% penderita RA, yang dikatakan sebagai seropositive. Anti-

CCP didapatkan pada hampir 2/3 kasus dengan spesifisitasnya yang tinggi (95%) dan

terutama terdapat pada stadium awal penyakit. Pada saat ini RF dan anti-CCP merupakan

sarana diagnostik penting RA dan mencerminkan progresifitas penyakit (Putra dkk,2013).

Sel B, sel T, dan sitokin pro inflamasi berperan penting dalam patofisiologi RA. Hal ini

terjadi karena hasil diferensiasi dari sel T merangsang pembentukan IL-17, yaitu sitokin

yang merangsang terjadinya sinovitis. Sinovitis adalah peradangan pada membran sinovial,

jaringan yang melapisi dan melindungi sendi. Sedangkan sel B berperan melalui

pembentukan antibodi, mengikat patogen, kemudian menghancurkannya. Kerusakan sendi

diawali dengan reaksi inflamasi dan pembentukan pembuluh darah baru pada membran

sinovial. Kejadian tersebut menyebabkan terbentuknya pannus, yaitu jaringan granulasi yang

terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang.

Pannus tersebut dapat mendestruksi tulang, melalui enzim yang dibentuk oleh sinoviosit dan

kondrosit yang menyerang kartilago. Di samping proses lokal tersebut, dapat juga terjadi

proses sistemik. Salah satu reaksi sistemik yang terjadi ialah pembentukan protein fase akut

(CRP), anemia akibat penyakit kronis, penyakit jantung, osteoporosis serta mampu

mempengaruhi hypothalamic-pituitary-adrenalaxis, sehingga menyebabkan kelelahan dan

depresi (Choy, 2012).

Tanda dan gejala

Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau bulan. Sering pada

keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan tersebut dapat berupa keluhan

umum, keluhan pada sendi dan keluhan diluar sendi (Putra dkk,2013).
Keluhan umum

Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan menurun,

peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan berat badan.

Kelainan sendi

Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi pergelangan tangan, lutut

dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena seperti sendi siku, bahu sterno-

klavikula, panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang terbatas pada leher. Keluhan

sering berupa kaku sendi di pagi hari, pembengkakan dan nyeri sendi.

Komplikasi

 Cervical myelopaty

 Cerpal tunnel syndrome

 Syndrom sjorgen

 Limfoma

 Penyakit jantung

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

a. Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP)

meningkat
b. Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF positif namun RF negatif tidak

menyingkirkan diagnosis

c. Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya digunakan dalam diagnosis

dini dan penanganan RA dengan spesifisitas 95-98% dan sensitivitas 70% namun

hubungan antara anti CCP terhadap beratnya penyakit tidak konsisten

Radiologis

Radiologis Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan ruang

sendi, demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau subluksasi sendi.

Penanganan

Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi farmakologi, rehabilitasi dan pembedahan bila

diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan keluarga. Tujuan pengobatan adalah menghilangkan

inflamasi, mencegah deformitas, mengembalikan fungsi sendi, dan mencegah destruksi jaringan

lebih lanjut (Kapita Selekta,2014).

 NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug)

Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID yang dapat

diberikan atara lain: aspirin, ibuprofen, naproksen, piroksikam, dikofenak, dan sebagainya.

Namun NSAID tidak melindungi kerusakan tulang rawan sendi dan tulang dari proses

destruksi.
 DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)

Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses destruksi oleh

Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD yaitu: hidroksiklorokuin, metotreksat,

sulfasalazine, garam emas, penisilamin, dan asatioprin. DMARD dapat diberikan tunggal

maupun kombinasi (Putra dkk,2013).

 Kortikosteroid

Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-7,5mg/hari sebagai “bridge”

terapi untuk mengurangi keluhan pasien sambil menunggu efek DMARDs yang baru

muncul setelah 4-16 minggu.

 Rehabilitasi

Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya dapat dengan

mengistirahatkan sendi yang terlibat melalui pemakaian tongkat, pemasangan bidai,

latihan, dan sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat mulai dilakukan fisioterapi.

 Pembedahan

Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka dapat

dipertimbangkan pembedahan yang bersifat ortopedi, contohnya sinovektomi, arthrodesis,

total hip replacement, dan sebagainya. (Kapita Selekta, 2014)

Anda mungkin juga menyukai