Anda di halaman 1dari 7

Raden Adhianto Leksono (1706068585)

MPK Agama Islam (P)

Bab 4 : Karakteristik Islam


1. Karakteristik Ajaran Islam
Sebagai agama terakhir yang sempurna, Islam memiliki karakteristik yang
membedakannya dengan agama-agama yang terdahulu. Di antara
karakteristik ajaran Islam adalah:

a. Rabbaniyah (‫)الربانية‬
Karakter pertama dinul Islam, adalah bahwa Islam merupakan agama
yang bersifat rabbaniyah, yaitu bahwa sumber ajaran Islam, pembuat
syariat dalam hukum (baca; perundang-undangan) dan manhajnya
adalah Allah SWT, yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW, baik
melalui Al-Qur’an maupun sunnah. Allah SWT berfirman QS. 32: 1-3:

‫ب تَ ْن ِزيلُ * الم‬ ُِ ‫لَ ْال ِكت َا‬ُ ‫ْب‬َُ ‫ن فِي ُِه َري‬ُْ ‫ب ِم‬ ُِ ‫ل ا ْفت ََراهُ يَقولونَُ أَ ُْم * ْالعَالَ ِمينَُ َر‬
ُْ ‫ن ْال َحقُ ه َُو َب‬
ُْ ‫َربِكَُ ِم‬
َُ ‫ن أَت َاه ُْم َما قَ ْو ًما ِلت ْنذ‬
‫ِر‬ ُْ ‫*يَ ْهت َدونَُ لَعَلَّه ُْم قَ ْب ِلكَُ ِم‬
ُْ ‫ن نَذِيرُ ِم‬

“Alif Laam Miim. Turunnya Al Qur’an yang tidak ada keraguan


padanya, (adalah) dari Tuhan semesta alam. Tetapi mengapa mereka
(orang kafir) mengatakan: “Dia Muhammad mengada-adakannya”.
Sebenarnya Al Qur’an itu adalah kebenaran (yang datang) dari
Tuhanmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum
datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum
kamu; mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk.”

Dengan karakteristik ini, Islam sangat berbeda dengan agama


manapun yang ada di dunia pada saat ini. Karena semua agama selain
Islam, adalah buatan manusia, atau paling tidak terdapat campur
tangan manusia dalam pensyariatannya.

b. Syumuliyah / universal (‫)الشمولية‬


Artinya bahwa karakteristik Islam adalah bahwa Islam merupakan
agama yang universal yang mencakup segala aspek kehidupan
manusia. Menyentuh segenap dimensi, seperti politik, ekonomi,
pendidikan, kebudayaan dsb. Mengatur manusia dari semenjak
bangun tidur hingga tidur kembali. Merambah pada pensyariatan dari
semenjak manusia dilahirkan dari perut ibu, hingga ia kembali ke
perut bumi, dan demikian seterusnya. Perhatikan firman Allah QS. 2:
208.

Imam Syahid Hasan Al-Banna mengemukakan: “Islam adalah sistem


yang syamil ‘menyeluruh’ mencakup semua aspek kehidupan. Ia
adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, moral dan
kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang,
ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan kekayaan alam,
penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran.
Sebagaimana juga ia adalah aqidah yang murni dan ibadah yang
benar, tidak kurang tidak lebih.”

c. Tawazun/ Seimbang (‫)التوازن‬


Karakter ketiga agama Islam adalah bahwa Islam merupakan agama
yang tawazun (seimbang). Artinya Islam memperhatikan aspek
keseimbangan dalam segala hal; antara dunia dan akhirat, antara fisik
manusia dengan akal dan hatinya serta antara spiritual dengan
material, demikian seterusnya. Pada intinya dengan tawazun ini Islam
menginginkan tidak adanya ‘ketertindasan’ satu aspek lantaran ingin
memenuhi atau memuaskan aspek lainnya, sebagaimana yang
terdapat dalam agama lain. Seperti tidak menikah karena menjadi
pemuka agamanya, atau meninggalkan dunia karena ingin
mendapatkan akhirat. Konsep Islam adalah bahwa seorang muslim
yang baik adalah seorang muslim yang mampu menunaikan seluruh
haknya secara maksimal dan merata. Hak terhadap Allah, terhadap
dirinya sendiri, terhadap istri dan anaknya, terhadap tetangganya dan
demikian seterusnya.

d. Insaniyah (‫)اإلنسانية‬
Karakter yang keempat adalah bahwa Islam merupakan agama yang
bersifat insaniyah. Artinya bahwa Islam memang Allah jadikan
pedoman hidup bagi manusia yang sesuai dengan sifat dan unsur
kemanusiaan. Islam bukan agama yang disyariatkan untuk malaikat
atau jin, sehingga manusia tidak kuasa atau tidak mampu untuk
melaksanakannya. Oleh karenanya, Islam sangat menjaga aspek-
aspek ‘kefitrahan manusia’, dengan berbagai kelebihan dan
kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Sehingga
dari sini, Islam tidak hanya agama yang seolah dikhususkan untuk
para tokoh agamanya saja (baca: ulama). Namun dalam Islam semua
pemeluknya dapat melaksanakan Islam secara maksimal dan
sempurna. Bahkan bisa jadi, orang awam akan lebih tinggi derajatnya
di hadapan Allah dari pada seorang ahli agama. Karena dalam Islam
yang menjadi standar adalah ketakwaannya kepada Allah.

e. Al-Adalah / Keadilan (‫)العدالة‬


Karakteristik Islam berikutnya, bahwa Islam merupakan agama
keadilan, yang memiliki konsep keadilan merata bagi seluruh umat
manusia, termasuk bagi orang yang non muslim, bagi hewan,
tumbuhan atau makhluk Allah yang lainnya. Keadilan merupakan inti
dari ajaran Islam, apalagi jika itu menyangkut orang lain. Allah
berfirman: (QS. 5: 8)

‫َللا َواُت َّقوا ِللت َّ ْق َوى أ َ ْق َربُ ه َُو ا ْعدِلوا‬ َُّ ‫َللاَ ِإ‬
ََُّ ‫ن‬ َُّ ُ‫تَ ْع َملونَُ بِ َما َخبِير‬

“Berbuat adillah kalian, karena keadilan itu dapat lebih mendekatkan


kalian pada ketaqwaan. Dan bertakwalah kalian kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kalian
kerjakan.”

2. Ruang Lingkup Agama Islam

Adapun Ruang Lingkup Agama Islam sendiri pada dasarnya terdiri atas tiga unsur
pokok, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Ketiganya, meskipun mempunyai pengertian
yang berbeda, tetapi dalam prakteknya saling terkait dan tidak bisa dipisahkan.

Iman artinya membenarkan dengan hati, merealisasikan (mewujudkan) dalam


perkataan dan perbuatan akan adanya Allah SWT dengan segala Ke-Maha
Sempurnaan-Nya, para malaikat, kitab-kitab Allah, para Nabi dan Rasul, Hari
Akhir, serta Qadha dan Qadar.

Islam artinya taat, tunduk, dan menyerahkan diri atas segala ketentuan yang
telah ditetapkan Allah SWT. Rukun Islam terdiri atas Syahadatain (dua kalimah
syahadat), Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji.
Ihsan artinya berakhlak dan berbuat saleh sehingga dalam melaksanakan ibadah
kepada Allah dan bermuamalah dengan sesama makhuk dilakukannya dengan
penuh keikhlasan. Seakan-akan Allah menyaksikannya sepanjang waktu.

3. Sumber Ajaran Agama Islam

a. Al-Quran

Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou, quranan),


sebagaimana firman Allah dalam Q.S. 75:17-18:

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengum-pulkannya dan


‘membacanya’. Jika Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah
‘bacaan’ itu”.

Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang disampaikan


kepada Nabi Muhammad Saw, berisi ajaran tentang keimanan
(akidah/tauhid/iman), peribadahan (syariat), dan budi pekerti (akhlak).

Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan terbesar


pula dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran membenarkan
Kitab-Kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah
ditetapkan sebelumnya.

“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia
membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum
yang ditetapkannya. Tidak ada keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta
alam” (Q.S. 10:37).

“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Quran itulah yang
benar, membenarkan kitab-kitab sebelumnya...” (Q.S. 35:31).

Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau pembukuan yang


dilakukan para sahabat. Pertama kali dilakukan oleh shabat Zaid bin Tsabit
pada masa Khalifah Abu Bakar, lalu pada masa Khalifah Utsman bin Affan
dibentuk panitia ad hoc penyusunan mushaf Al-Quran yang diketuai Zaid.
Karenanya, mushaf Al-Quran yang sekarang disebut pula Mushaf Utsmani.

b. Hadits/As-Sunnah

Hadits disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa berarti "adat-istiadat"


atau "kebiasaan" (traditions). Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan,
dan penetapan/persetujuan serta kebiasaan Nabi Muhammad Saw.
Penetapan (taqrir) adalah persetujuan atau diamnya Nabi Saw terhadap
perkataan dan perilaku sahabat.

Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan Al-Quran dan


sabda Nabi Muhammad Saw.

“Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman sehingga mereka


menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, lalu mereka tidak merasa berat hati terhadap putusan yang
kamu berikan dan mereka menerima sepenuh hati” (Q.S. 4:65).

“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka terimalah dan apa
yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (Q.S. 59:7).

“Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian berpegang
teguh dengan keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Al-
Quran) dan Sunnah-ku.” (HR. Hakim dan Daruquthni).

“Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku dan kepada Sunnah Khulafaur


Rasyidin setelahku” (H.R. Abu Daud).

Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk pelaksanaan) Al-


Quran. Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan
berbicara tentang ruku’ dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah yang
memberikan contoh langsung bagaimana shalat itu dijalankan, mulai
takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar” sebagai pembuka shalat), doa iftitah,
bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan salam.

Ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, beliau melarang para sahabatnya
menuliskan apa yang dikatakannya. Kebijakan itu dilakukan agar ucapan-
ucapannya tidak bercampur-baur dengan wahyu (Al-Quran). Karenanya,
seluruh Hadits waktu itu hanya berada dalam ingatan atau hapalan para
sahabat.

c. Ijtihad

Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu
masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Pelakunya disebut Mujtahid.
Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran Islam ketiga setelah Al-
Quran dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat Tirmidzi
dan Abu Daud) yang berisi dialog atau tanya jawab antara Nabi Muhammad
Saw dan Mu’adz bin Jabal yang diangkat sebagai Gubernur Yaman.

“Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada Anda?”

“Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Quran.)”

“Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu mengenai soal
itu?”

“Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah Rasulillah.”

“Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam Sunnah
Rasulullah?”

“Hamba akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (Ijtihadu bi


ra’yi) tanpa bimbang sedikit pun.”

“Segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya


menyenangkan hati Rasulullah!”

Hadits tersebut diperkuat sebuah fragmen peristiwa yang terjadi saat-saat


Nabi Muhammad Saw menghadapi akhir hayatnya. Ketika itu terjadi dialog
antara seorang sahabat dengan Nabi Muhammad Saw.

“Ya Rasulallah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat. Bagaimana kami
jadinya?”

“Kamu punya Al-Quran!”

“Ya Rasulallah! Tetapi walaupun dengan Kitab yang membawa penerangan


dan petunjuk tidak menyesatkan itu di hadapan kami, sering kami harus
meminta nasihat, petunjuk, dan ajaran, dan jika Anda telah pergi dari kami,
Ya Rasulallah, siapakah yang akan menjadi petunjuk kami?”

“Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan!”

“Tetapi Rasulullah, setelah Anda pergi peristiwa-peristiwa baru mungkin


timbul yang tidak dapat timbul selama hidup Anda. Kalau demikian, apa yang
harus kami lakukan dan apa yang harus dilakukan orang-orang sesudah
kami?”
“Allah telah memberikan kesadaran kepada setiap manusia sebagai alat
setiap orang dan akal sebagai petunjuk. Maka gunakanlah keduanya dan
tinjaulah sesuatu dan rahmat Allah akan selalu membimbing kamu ke jalan
yang lurus!”

Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah perkara


yang tidak secara tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah.

Anda mungkin juga menyukai