Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang
rawan yang disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk
memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat
direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih
baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh
Internal Fixation).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
mengurus pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal
adalah tulang dan jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25 % berat
badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri dari tulang,
sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini.
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat
lainnya yang terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya
terdiri dari bahan mineral terutama calsium kurang lebih 67 % dan bahan
seluler 33%.
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita,
khususnya di kota ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun
karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas
sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di
Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian
Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai
13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang
mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu,
rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan
30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah
kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah
korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003
sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977
orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban
mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah
fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau
rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu
menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.
Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang
yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun
fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai
mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang
bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan
tulang. Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah
fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup
fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas,
tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas
atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang
cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3
tengah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu fraktur?
2. Apa saja etiologi dari fraktur ?
3. Bagaimana patofisiologi dari fraktur ?
4. Bagaimana penanganan fraktur ?
5. Bagaimana konsep asuhan fisioterpi fraktur ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Apa itu fraktur
2. Untuk mengetahui Apa saja etiologi dari fraktur
3. Untuk mengetahui Bagaimana patofisiologi dari fraktur
4. Untuk mengetahui Bagaimana penanganan fraktur
5. Untuk mengetahui konsep asuhan fisioterapi
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Aktivitas Fungsional dan Rekreasi pada Kasus Fraktur Femur


1. DEFINISI
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi
fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur terbuka yang disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan
pembuluhan darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung pada paha.
2. ETIOLOGI
Fraktur dapat terjadi akibat hal-hal berikut ini:
a. Peristiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan, atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau
penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada
tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan
(pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit di atasnya. Penghancuran kemungkinan akan
menyebabkan fraktur komunitif yang disertai kerusakan jaringan
lunak yang luas. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat
mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena
kekuatan tersebut, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada. Kekuatan dapat berupa pemuntiran (rotasi) yang
menyebabkan fraktur spiral; penekukan (trauma angulasi atau
langsung) yang menyebabkan fraktur melintang; penekukan atau
penekanan yang menyebabkan fraktur sebagian melintang tetapi
disertai fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga yang terpisah;
kombinasi dari pemuntiran, penekukan, dan penekanan yang
menyebabkan fraktur obliq pendek; penarikan diman tendon atau
ligament benar-benar menarik tulang sampai terpisah.
b. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh
(misanya: pada penyakit Paget).
3. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan
gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak.Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya.
Apabila terjadi terputusnya kontinuitas tulang, maka hal tersebut
akan mempengaruhi berbagai struktur yang ada disekitarnya, seperti otot
dan pembuluh darah. Akibat yang terjadi sangat tergantung pada berat
ringannya fraktur yang dapat dilihat dari tipe, luas, dan lokasi fraktur itu
sendiri. Pada umumnya terjadi :
Manifestasi Klinis
- edema pada jaringan lunak,
- perdarahan pada otot dan persendian,
- dislokasi atau pergeseran tulang,
- ruptur tendon,
- putus persarafan,
- kerusakan pembuluh darah,
- dan perubahan bentuk tulang.
Bila terjadi patah tulang maka sel-sel tulang akan mati. Perdarahan
biasanya terjadi disekitar tempat fraktur dan kedalaman jaringan lunak
disekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya juga mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan hebat timbul setelah fraktur.
Fraktur femur dibagi dalam fraktur intertrokhanter femur,
subtrokhanter femur, fraktur batang femur, suprakondiler, fraktur
interkondiler, dan fraktur kondiler femur.
 Fraktur Intertrokhanter Femur
Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat
ekstrakapsuler dari femur. Sering terjadi pada lansia dengan kondisi
osteoporosis. Frkatur ini memiliki prognosis yang baik dibandingkan
fraktur intrakapsular, dimana resiko nekrosis avascular lebih rendah.
Pada riwayat umumnya didapatkan adanya trauma akibat jatuh dan
memberikan trauma langsung pada trochanter mayor. Pada beberapa
kondisi, cedera secara memuntir memberikan fraktur tidak langsung
pada intertrokhanter. Gambar radiografi fraktur intertrokhanter Pasca-
reduksi dan pemasangan fiksasi interna
 Fraktur Subtrokhanter Femur
Fraktur subtrokhanter femur adalah fraktur dimana garis patahnya
berada 5 cm distal dari trochanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam
beberapa klasifikasi, tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami
adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
 Tipe 1: garis fraktur satu level dengan trochanter minor
 Tipe 2: garis patah berada 1-2 inchi di bawah dari batas atas
trochanter minor
 Tipe 3: garis patah berada 2-3 inchi di distal dari batas atas
trochanter minor
 Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur yang biasanya terjadi karena trauma langsung
akibat kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari
ketinggian. Patah pada daetah ini dapat menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok, salah satu
klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang
berhubungan dengan daerah yang patah. Secara klinik fraktur batang
femur dibagi dalam fraktur btang femur terbuka dan tertutup.
 Fraktur Suprakondiler Femur
Fraktur suprakondiler fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi
ke posterior. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari
otot-otot gastrocnemius. Biasanya fraktur ini disebabkan oleh trauma
langsung kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya aksial dan stress
valgus atau varus, dan disertai gaya rotasi.
 Fraktur Kondiler Femur
Mekanisme traumanya biasanya merupakan kombinasi dari gaya
hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur
ke atas.
Manifestasi klinik didapatkan adanya pembengkakan pada lutut,
hemartosis, dan deformitas pada ekstremitas bawah. Penderita juga
mengeluh adanya nyeri local, dan kondisi neurologis vascular harus
selalu diperiksa tentang adanya tanda dan gejala sindrom kompartemen
pada bagian distal.
B. Deskripsi Problematika Kasus pada Fraktur Femur 1/3 Distal Dextra
Problematika yang dapat muncul pada pasca operasi fraktur femur secara
umum adalahmeliputi:
a. Impairment
1. Oedem di sekitar daerah fraktur
Oedem yang terjadi karena adanya luka bekas operasi, sehingga tu
buhmemberikan respon radang atas kerusakan jaringan di dekat daerah fra
ktur.
2. Nyeri di sekitar luka operasi
Adanya luka bekas operasi serta adanya oedem di dekat daerah fra
ktur,menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan interstitial sehingga
akanmenekan nociceptor, lalu menyebabkan nyeri.
3. Keterbatasan lingkup gerak sendi
Karena oedem dan nyeri yang disebabkan oleh luka fraktur dan luk
a operasi menyebabkan pasien takut untuk bergerak, sehingga lama-
lama akanmengalami gangguan atau penurunan lingkup gerak sendi.
4. Penurunan kekuatan otot
Oedem dan nyeri karena luka bekas operasi dapat menyebabkan
penurunankekuatan otot karena pasien tidak ingin menggerakkan angg
ota geraknya
dan dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan disused atroph
y.
c. Functional Limitation
Adanya oedem dan nyeri menyebabkan pasien mengalami penurun
an
kemampuan fungsionalnya, seperti transfer, ambulasi, jongkok berdir
i, naik turun
tangga, keterbatasan melakukan Buang Air Besar (BAB) dan Buang
Air Kecil(BAK). Hal ini disebabkan adanya rasa nyeri, oedem, dan k
arena penyambungan
tulang oleh callus yang belum sempurna, sehingga pasien belum ma
mpumenumpu berat badan dan melakukan aktifitas sehari-hari secara
optimal.
d. Disability
Oleh karena nyeri, oedem dan keterbatasan fungsional, pasien tidak
mampuberhubungan dengan lingkungan sekitarnya atau bersosialisa
si dengan oranglain.
C. Penurunan kapasitas fisik
Motorik
- Berjalan dan berlari
- Jongkok berdiri
- Naik turun tangga
-
Keterbatasan melakukan Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (
BAK)
Sensorik : Tidak ada
Kognitif : Tidak ada
BAB III

KONSEP ASUHAN FISIOTERAPI

1. AFR yang dapat diberikan


a. Aktivitas Fungsional
Yang digunakan dalam kasus post op fraktur femur adalah terapi
latihan. Terapi latihanadalah usaha pengobatan dalam fisioterapi yang
pelaksanaannya menggunakan latihan-
latihan gerakan tubuh, baik secara aktif maupun pasif.
a. Static Contraction
Static contraction merupakan kontraksi otot tanpa
perubahan panjang otot atau tanpa gerakan sendi yang nyata.
Tujuan static contraction adalah untuk meningkatkan
rileksasi otot dan sirkulasi darah serta menurunkan nyeri
setelah fraktur dalam proses penyembuhan. Pada kasus ini
static contraction ditujukan untuk otot quadriceps. Latihan
static contraction dilakukan pada hari pertama dan kedua
pasca operasi. Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis
berada di samping pasien. Terapis meletakkan tangannya di
bawah lutut pasien, kemudian pasien diminta menekan
tangan terapis ke tempat tidur. Latihan ini dilakukan dengan
penahanan 6-10 detik, fase istirahat 3-5 detik, kekuatan
kontraksi min 40% dari kekutan kontraksi maksimal dengan
12 kali pengulangan, dilakukan 3-5 kali per hari (Kuprian,
1984).
b. Passive exercise
Passive exercise merupakan gerak yang dihasilkan oleh
kekuatan dari luar tanpa disertai kontraksi otot. Kekuatan dari
luar tersebut berupa gravitasi, mekanik, orang lain atau
bagian lain dari tubuh pasien itu sendiri. Passive exercise
dapat menjaga elastisitas otot sehingga dapat memelihara luas
gerak sendi. Passive exercise dilakukan pada hari pertama
sampai dengan hari keenam pasca operasi. Pada hari pertama
sampai hari ketiga latihan dilakukan dengan posisi pasien
tidur terlentang, terapis berada di samping pasien. Terapis
memfiksasi fragmen bagian distal dan satu tangan
menyangga tungkai bawah. Terapis menggerakkan ke arah
fleksi dan ekstensi. Untuk hari keempat sampai keenam
latihan dilakukan dengan posisi tengkurap. Gerakan ini
dilakukan 5-10 kali (Kisner dan Colby, 1996).
c. Active exercise
Active exercise merupakan gerak yang dihasilkan oleh
kontraksi otot itu sendiri. Active exercise dapat memelihara
luas gerak sendi dan meningkatkan kekuatan otot (Kisner dan
Colby, 1996). Menurut Apley dan Solomon (1995) active
exercise dapat memompa keluarnya cairan oedem,
merangsang sirkulasi, mencegah perlengketan jaringan lunak
dan membantu penyembuhan fraktur.
Teknik active exercise yang dilakukan yaitu:
a) Assisted active exercise
Assisted active exercise yaitu suatu gerakan aktif
dengan bantuan kekuatan dari luar, sedangkan pasien
tetap mengkontraksikan ototnya secara sadar. Bantuan
dari luar dapat berupa tangan terapis, papan, maupun
suspension. Latihan ini dilakukan pada hari pertama
sampai dengan hari ketiga pasca operasi. Pada hari
pertama posisi pasien tidur terlentang, terapis berada di
samping pasien pada sisi yang sakit. Terapis memfiksasi
fragmen bagian distal dan menyangga tungkai bawah.
Pasien diminta menekuk dan meluruskan lututnya sesuai
kemampuan. Pada hari kedua dan ketiga pasca operasi
latihan ini dilakukan dengan posisi berbeda yaitu dengan
duduk ongkang-ongkang, satu tangan terapis memberi
fiksasi di atas lutut dan satu tangan yang lain menyangga
tungkai bawah kemudian pasien diminta bergerak
menekuk dan meluruskan lututnya. Gerakan ini
dilakukan 5-10 kali pengulangan (Kisner dan Colby,
1996).
b) Free active exercise
Free active exercise yaitu suatu gerakan aktif yang
dilakukan oleh adanya kekuatan otot dan anggota tubuh
itu sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dihasilkan oleh
kontraksi dengan melawan pengaruh gravitasi
(Basmajian, 1978). Latihan ini dilakukan pada hari
ketiga sampai hari keenam. Posisi pasien yaitu duduk
ongkang-ongkang. Terapis berada di samping pasien dan
memberi fiksasi pada tungkai atas sedekat mungkin
dengan lutut. Kemudian pasien diminta untuk menekuk
dan meluruskan lututnya. Gerakan ini dilakukan 5-10
kali pengulangan (Kisner dan Colby, 1996).
c) Resisted active exercise
Resisted active exercise yaitu gerak aktif dengan
tahanan dari luar terhadap gerakan yang dilakukan oleh
pasien. Tahanan dapat berasal dari terapis, pegas maupun
dari pasien itu sendiri. Salah satu cara untuk
meningkatkan kekuatan otot adalah dengan
meningkatkan tahanan secara bertahap. Latihan ini
dilakukan pada hari keempat sampai hari keenam. Posisi
pasien duduk ongkang-ongkang. Terapis berada di
samping pasien, satu tangan memfiksasi tungkai atas
bagian distal sedekat mungkin dengan lutut dan satu
tangan memberi tahanan pada tungkai bawah. Pasien
diminta meluruskan lututnya kemudian terapis memberi
tahanan ke arah fleksi, selanjutnya pasien diminta untuk
menekuk lututnya kemudian terapis memberi tahanan ke
arah ekstensi. Gerakan ini dilakukan 5-10 kali
pengulangan (Kisner dan Colby, 1996).
d) Hold relax yang dimodifikasi
Hold relax adalah salah satu teknik dalam PNF
(Propioceptor Neuromuscular Fascilitation) yang
menggunakan kontraksi isometris dari kelompok otot
antagonis yang memendek, dilanjutkan dengan rileksasi
kelompok otot tersebut dimana hold relax ini
menggunakan pola gerak (Knott, 1965). Sedangkan pada
hold relax yang dimodifikasi tidak menggunakan pola
gerak yaitu hanya meliputi gerak fleksi dan ekstensi
lutut. Latihan ini dapat mengurangi nyeri dan
meningkatkan luas gerak sendi lutut. Latihan ini
dilakukan pada hari keempat sampai hari keenam pasca
operasi. Posisi pasien tidur tengkurap sedangkan posisi
terapis berada di samping kanan pasien. Satu tangan
terapis memfiksasi tungkai atas bagian distal sedekat
mungkin dengan lutut, satu tangan berada di tungkai
bawah. Pasien diminta untuk menekuk lututnya ke arah
pantat. Kemudian ketika sampai pada batas nyeri pasien
diminta untuk meluruskan lututnya dan terapis memberi
tahanan isometrik ke arah fleksi dengan aba-aba “tahan”
selama 6-10 detik kemudian rileks selama 3-5 detik baru
ditambah gerak pasif atau aktif ke arah fleksi. Gerakan
ini dilakukan 12 kali pengulangan (Kuprian, 1984).
e) Latihan Jalan
Latihan jalan dapat dimulai pada hari ketiga pasca
operasi. Latihan jalan dengan menggunakan kruk dapat
memperbaiki aktifitas fungsional jalan. Sebelum latihan
jalan penderita diberikan latihan transfer secara bertahap
mulai dari posisi tidur terlentang ke posisi duduk, duduk
ke berdiri. Pada saat duduk dan berdiri diberikan latihan
keseimbangan yaitu dengan memberi dorongan ke depan,
belakang, samping kanan dan kiri. Latihan jalan
dilakukan tanpa menumpu berat badan (non weight
bearing) yaitu kaki yang sehat menumpu sedang kaki
yang sakit tidak menumpu dan dengan metode swing
yang terdiri dari swing to dan swing trough. Swing to
yaitu kedua kruk maju kemudian diikuti kedua kaki
diayunkan ke depan dengan posisi kaki saat menumpu
sejajar dengan kedua kruk. Swing trough yaitu kedua
kruk maju kemudian diikuti kedua kaki diayunkan ke
depan dengan posisi kaki saat menumpu melewati kruk.
Latihan jalan pertama kali diberikan dengan jarak yang
dekat seperti di sekitar tempat tidur baru kemudian
ditambah dengan jarak yang lebih jauh bertahap dari hari
ke hari. Pasien diminta untuk tetap berjalan seperti yang
diajarkan terapis yaitu tanpa menumpu berat badan
sampai menunggu jadwal kontrol ke dokter dimana hasil
dari kontrol tersebut menjadi pertimbangan apakah
pasien diperbolehkan partial weight bearing (setengah
menumpu berat badan) atau weight bearing sekaligus.
f) Penguatan otot-otot extremitas atas
Penguatan otot-otot extremitas atas penting
dilakukan karena dengan kondisi fraktur femur, maka
extremitas atas cenderung akan digunakan lebih sering
atau intensitas pengggunaannya lebih tinggi. Misalnya,
pasien dengan fraktur femur ini akan mengalami kesulita
dalam melakukan transfer dan ambulasi, dalam latihan-
latihan transfer dan ambulasi akan membutuhkan
kekuatan otot extremitas atas yang cukup besar. Selain
itu dengan penggunaan orthosis kruk, juga akan
melibatkan penggunaan otot extremitas atas. Oleh karena
itu, latihan kekuatan untuk otot-otot extremitas atas
penting untuk dilakukan.
2. Edukasi
Beberapa bentuk edukasi diberikan pada pasien fraktur femur
meliputi Pasien disarankan untuk tetap menggerak-gerakan tungkai agar
stabilitas sendi tetap terjaga,Pasien disarankan untuk menggunakan
kursi yang ditaruh diatas wc saatmenggunakanya.
3. Aktifitas Rekreasi
a. Terapi Latihan dengan Mendengarkan Musik
Semua terapi latihan yang telah dianjurkan diatas, bisa
dikombinasikan dengan mendengarkan music. Karena, menurut
penelitian, music dapat membuat relaksasi di otak dan diharapkan
dapat menambah rasa semangat dan menambah konsentrasi pasien
dalam melakukan program terapi.
b. Terapi Latihan di Ruangan Terbuka
Melakukan terapi latihan diluar ruangan misalnya di luar rumah
atau di tempat yang menyegarkan namun tetap mengutamakan
keselamatan. Harapannya adalah, pasien dapat termotivasi jika
bertemu dengan orang-orang disekitarnya dan mendapat dukungan
social dari mereka. Suasana diluar ruangan akan membebaskan pikiran
agar tidak merasa jenuh dan bosan dengan terapi yang dilakukan.
Ruangan terbuka juga dipilih dengan udara yang kaya oksigen dan
bebas dari polusi. Hal ini akan menambah kebugaran dan mempercepat
pertukaran gas yang akan mengakibatkan cepatnya proses
penyembuhan
c. Mendorong partisipasi pasien dalam aktivitas rekreasi seperti melukis
dan jalan – jalan di alam terbuka bersama suatu komunitas, selain
untuk menyalurkan hobi pasien aspek lain yang dapat diperoleh
adalah:
- Kapasitas fisik yang dapat diraih : pasien dapat melakukan latihan
jalan dengan jalan-jalan di alam terbuka
- Aspek emosi yang dapat diraih : pasien tidak merasa bosan
- Aspek social yang dapat diraih : pasien dapat bersosialisasi dengan
orang lain sehingga terhindar dari isolasi sosial
d. Jalan Santai di Sekitar Rumah
Jalan santai disekitar rumah dapat membantu pasien tetap
brinteraksi dengan lingkungan social didekat rumahnya
4. Aktifitas rumah tangga
- Menggunakan toilet duduk
- Mencuci piring di wastafel
- Mengepel dengan menggunakan gagang yang panjang karena
pasien tidak memungkinkan untuk mengepel jongkok
- Latihan transfer di kamar mandi agar dapat melakukan BAB dan
BAK
5. Aktifitas kerja
Apabila pasien bekerja di gedung bertingkat tanpa adanya lift,
ajarkan cara menaiki dan menuruni tangga yang benar dalam
menggunakan kruk.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau


tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.

1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk,


gerakan punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan
kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada
fraktur patologis.
B. Saran
1. Sebaiknya pasien dibantu keluarga dalam melakukan aktivitas pasca
operasi.
2. Sebaiknya pasien mengkonsumsi nutrisi tinggi protein untuk
mempercepat penyembuhan luka

Anda mungkin juga menyukai