Anda di halaman 1dari 12

SISTEM OPTIMASI PEMBEBANAN JARINGAN

DENGAN KONEKSI INTERNET GANDA


MENGGUNAKAN MIKROTIK

Aldana Eka Maulana; Bayu Pawitra; Erick Setiawan; Robby Saleh; Daniel P.Hutabarat

Computer Engineering Department, Faculty of Engineering, Binus University


Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480
robby@binus.edu; dhutabarat@binus.edu

ABSTRACT
To support the performance of an internet connected network using more than one ISP, a dynamic
system is needed for the network management. One example is connection management with the capability
managing the traffic that goes through the multiple ISPs efficiently, as well as the capability to troubleshoot
common problems effectively with no direct action from the network manager. This study is about solving
these problems by applying method of load balancing with the combination of failover system. By using
MikroTik router as gateway for the local network and multiple ISPs, connections to the Internet is then
processed using per-connection-classifier method to spread the network traffic among the ISPs, followed
with the failover method which takes advantage searching characteristic of nexthop done by the router using
static routing, that make the system is capable of giving a solution for such network condition mentioned
earlier. (AE,BP,ES)

Keywords: load balancing, per-connection classifier, failover, static routing, mikrotik

ABSTRAK
Untuk menunjang kinerja jaringan dengan koneksi Internet lebih dari satu ISP, dibutuhkan sistem
yang mampu mengelola jaringan tersebut secara lebih dinamis. Contohnya adalah manajemen koneksi yang
dapat mengelola traffic pada jalur ISP secara efisien dan kemampuan untuk menanggulangi masalah yang
umum terjadi secara efektif tanpa adanya tindak lanjut secara langsung dari pengelola jaringan. Penelitian
ini membahas solusi permasalahan tersebut dengan menerapkan metode load balancing dengan kombinasi
sistem failover. Dengan menggunakan router MikroTik sebagai gateway untuk jaringan lokal dengan jumlah
ISP ganda, koneksi ke Internet yang dijalin oleh host pada LAN diolah dengan metode per-connection
classifier untuk melakukan pembagian beban ke beberapa ISP tersebut dan dipadukan dengan metode
failover yang memanfaatkan karakteristik pencarian nexthop yang dilakukan oleh router dengan static
routing sehingga menjadi sebuah sistem yang dapat memberikan solusi untuk kondisi jaringan tersebut. (AE,
BP, ES).

Kata kunci: load balancing, per-connection classifier, failover, static routing, mikrotik

48 Jurnal Teknik Komputer Vol. 21 No.1 Februari 2013: 48-59


PENDAHULUAN

Peningkatan pengguna jaringan internet sekarang ini tidak didukung dengan peningkatan
mutu jaringan Internet yang sebanding (Geiger, 2011). Oleh karena itu, banyak perusahaan penjual
jasa Internet mencari solusi dengan menambah jumlah ISP untuk meningkatkan kapasitas
bandwidth dan redundansi. Namun kemudian timbul masalah baru, yaitu alokasi jalur statis yang
dapat menimbulkan masalah scalability, dan perpindahan jalur ISP jika terjadi fault pada salah satu
jalur tersebut. Maka dari itu, solusi yang dapat digunakan adalah implementasi load balancing dan
failover.

Beberapa metode load balancing dan failove lain menggunakan dynamic policies
menggunakan rule yang berasal dari pengembangan algoritma polling yang bersifat progresif
seiring jumlah transaksi data (Jie Chang, et al., 2010). Metode yang lain menggunakan sarana
probe sebagai sensor pendeteksi kondisi jalur dan Equal Cost Multipathing sebagai pembagi beban
pada tiap jalur (Kang Xi, et al.,2011).

Metode load balancing dalam penelitian ini akan menggunakan ICMP echo request
sebagai sensor kondisi jalur ISP dan memanfaatkan metode mangle dan Per Connection
Classifier(PCC) yang merupakan bagian dari firewall pada routerOS MikroTik. Mangle dan PCC
merupakan metode penandaan berdasarkan kriteria yang ditetapkan user, parameter yang dapat
digunakan terdapat pada header IP dan penandaan ini hanya berlaku di dalam router yang
melakukan mangle. Dengan menggunakan fitur ini dapat dibuat algoritma load balancing dan
failover yang dapat memenuhi kebutuhan user.

METODE

Topologi pada penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 1):

Gambar 1Topologi jaringan

Router yang digunakan dalam penelitian adalah RB450G dengan routerOS MikroTik,
dengan CPU sebesar 680MHz dan slot microSD sebagai memori tambahan menjadikan router ini
cukup ideal untuk melakukan proses load balancing dan failover yang berkelanjutan.

Metode load balancing dirancang menggunakan fitur dan kelebihan dari routerOS
mikrotik, yaitu firewall dengan menggunakan stateful packet inspection (MikroTik, 2010) di mana
setiap paket diinspeksi dan source(src) IP, destination(dst) IP, src port dan dst port dapat diketahui
sehingga memungkinkan user untuk melakukan pengaturan dengan parameter yang spesifik.

Sistem Optimasi Pembebanan … (Aldana Eka Maulana; dkk) 49


Fitur selaanjutnya yanng dimanfaattkan adalah mangle, yaiitu proses peenandaan paaket yang
masuuk dan keluaar melalui router
r sesuaii dengan peengaturan yaang dibuat ooleh user (M MikroTik,
2011)). Proses pennandaan ini berdasar
b padda hasil statef
eful packet innspection, yaaitu src IP, dst
d IP, src
port dan
d dst port.. Dari param meter tersebutt kemudian dapat
d dilakukkan connectioon-mark dan n routing-
markk yang kemuudian dapat digunakan
d unntuk pengolaahan paket yang
y spesifikk. Selain itu
u terdapat
chainn yang meruppakan tahapaan dari prosees pengolahaan data, sehiingga penanddaan dapat dilakukan
d
dengaan lebih speesifik sesuai dengan chaain yang adaa. Berikut inni diagram aalur data pad da router
(Gam
mbar 2):

Gambbar 2 Diagram
m alur data

Di dalam
m proses maangle ini terdapat meetode PCC di mana peenandaan co onnection
dilakuukan dengann menggunaakan hasil haashing dari src IP, dst IP, I src port,, dst port yaang akan
mengghasilkan sebbuah nilai 32 bit. Nilai tersebut kem mudian dibaagi dengan ssebuah nilai pembagi
yang ditentukan oleh user dan d sisa pem mbagian akaan digunakaan sebagai pparameter peenandaan
conneection. Karenna hasil algooritma hashinng dari head
der IP yang sama
s akan m
menghasilkan n nilai 32
bit yang
y sama, connection yang terjaddi tidak ak kan terpecahh dalam prooses load balancing
b
(MikrroTik, 2010)).

Sebuah fitur lain yang


y dimannfaatkan adaalah proses pemeriksaaan gatewayy dengan
menggirimkan ICM MP echo reqquest kepadaa sebuah alam mat yang daapat digunakkan untuk meendeteksi
kegaggalan sebuahh jalur (MikrroTik, 2011)). Dengan caara ini kegaggalan jalur yyang disebab
bkan oleh
gagallnya sebuah hop dalam proses transsaksi data juuga dapat terrdeteksi, bukkan hanya fault
fa pada
sebuaah interface.

Dengan ICMP
I echo reply
r sebagaii parameter validitas
v padda masing-masing jalur, rule
r yang
rekurrsif kemudiaan diimplemmentasikan dalam
d peneliitian ini seccara berurutaan untuk melakukan
m
perpindahan jalurr seandainya terjadi kegaggalan pada salah satu jaluur.

Penggunaaan fitur-fittur yang diisebutkan di


d atas kem mudian dimoodifikasi ag
gar dapat
membberikan efekk load balanncing dan faailover yang
g dinamis. Tahapan-taha
T apannya dapat dibagi
sesuaai dengan diaagram di baw
wah ini (Gam
mbar 3):

50 Jurnal Teknik
ik Komputer Vol.
V 21 No.1 Februari 201
13: 48-59
Gambar 3 Tahapan pengaturan

Dimulai dengan melakukan segmentasi pada transaksi data dalam (antar host pada jaringan
LAN) dan transaksi data luar (antara host pada jaringan LAN dengan Internet), karena proses load
balancing hanya akan diterapkan pada transaksi data luar.

Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan penandaan pada connection yang berasal dari
public interface atau Internet yang menuju ke alamat lokal. Pada tahap ini penandaan dilakukan
berdasarkan penomoran pada interface, connection yang berasal dari interface 1 akan diberi tanda
in.gw1.c, interface 2 akan diberi tanda in.gw2.c dan seterusnya.

Kemudian connection yang berasal dari alamat lokal menuju Internet diarahkan menuju
chain loadbalance dan connection yang berasal selain dari alamat lokal diarahkan menuju chain
loadbalance-nl, di mana chain loadbalance dan loadbalance-nl merupakan chain yang dibuat agar
pengolahan data dapat dilakukan dengan lebih spesifik.

Seluruh connection pada chain loadbalance dan loadbalance-nl kemudian ditandai sesuai
dengan hasil dari algoritma PCC sesuai dengan hasil bagi dari nilai yang sudah ditentukan, dalam
penelitian ini nilai yang digunakan adalah tiga sesuai dengan jumlah ISP yang digunakan.
Connection pada chain loadbalance dengan sisa pembagian x akan diberi tanda out.gw(x+1).c,
sementara connection pada chain loadbalance-nl dengan sisa pembagian y akan diberi tanda
in.gw(y+1).c. Setelah penandaan connection kemudian dilakukan penandaan routing dengan
parameter penandaan connection sehingga connection dengan tanda out.gw(x+1).c dan
in.gw(y+1).c ditandai dengan gw(x+1 atau y+1).r. Dengan penandaan connection dan routing yang
sudah diberikan kemudian proses routing dilakukan berdasarkan penandaan routing sehingga
transaksi data yang terjadi terbagi secara dinamis.

Untuk masing-masing penandaan routing kemudian diberlakukan rule yang rekursif di


mana tanda routing gw1.r akan memiliki gateway utama 202.146.4.100, 202.146.4.201 sebagai
gateway kedua dan 202.146.4.250 sebagai gateway yang ketiga. Tanda routing gw2.r memiliki
202.146.4.201 sebagai gateway utama, 202.146.4.250 sebagai gateway kedua dan 202.146.4.250
sebagai gateway ketiga. Tanda routing gw3.r memiliki 202.146.4.250 sebagai gateway utama,
202.146.4.100 sebagai gateway kedua dan 202.146.4.201 sebagai gateway ketiga. Pengurutan
gateway ini dilakukan dengan mengatur distance sebagai parameter prioritas.

Untuk metode failover, digunakan pemeriksaan gateway dengan mengirimkan ICMP echo
request secara berkelanjutan kepada tiga buah host dengan route yang statis di mana pengiriman
ICMP echo request dikirim melalui masing-masing gateway untuk setiap host. Hasil dari ICMP
echo reply kemudian merepresentasikan validitas dari tiap gateway. Seandainya hasil reply dari
sebuah gateway adalah request timed out (RTO), rule pada connection dengan tanda routing yang
berkaitan akan berpindah secara rekursif, dan connection tersebut akan diarahkan melalui gateway

Sistem Optimasi Pembebanan … (Aldana Eka Maulana; dkk) 51


lain sesuai dengan rule dengan prioritas di bawahnya. Flowchart dari kedua proses tersebut dapat
dilihat di bawah ini (Gambar 4 dan 5):

Gambar 4 Flowchart loadbalance

52 Jurnal Teknik Komputer Vol. 21 No.1 Februari 2013: 48-59


Gambar 5 Flowchart failover

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut ini adalah hasil dump dari routing rule yang diimplementasikan:

# jan/24/2013 22:20:59 by RouterOS 5.21


# perangkat lunak id = V5L2-FEHH
Flags: X - disabled, A - active, D - dynamic,
C - connect, S - static, r - rip, b - bgp, o - ospf, m - mme,
B - blackhole, U - unreachable, P - prohibit
0 A S ;;; POLICY-BASED ROUTING GATEWAY1 FAILOVER
dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.100
gateway-status=202.146.4.100 rekursif via 192.168.20.254
ether1
check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10
routing-mark=gw1.r

Sistem Optimasi Pembebanan … (Aldana Eka Maulana; dkk) 53


1 S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.201
gateway-status=202.146.4.201 rekursif via 192.168.21.254
ether2
check-gateway=ping distance=2 scope=30 target-scope=10
routing-mark=gw1.r
2 S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.250
gateway-status=202.146.4.250 rekursif via 192.168.22.254
ether3
check-gateway=ping distance=3 scope=30 target-scope=10
routing-mark=gw1.r
3 A S ;;; POLICY-BASED ROUTING GATEWAY2 FAILOVER
dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.201
gateway-status=202.146.4.201 rekursif via 192.168.21.254
ether2
check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10
routing-mark=gw2.r
4 S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.250
gateway-status=202.146.4.250 rekursif via 192.168.22.254
ether3
check-gateway=ping distance=2 scope=30 target-scope=10
routing-mark=gw2.r
5 S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.100
gateway-status=202.146.4.100 rekursif via 192.168.20.254
ether1
check-gateway=ping distance=3 scope=30 target-scope=10
routing-mark=gw2.r
6 A S ;;; POLICY-BASED ROUTING GATEWAY3 FAILOVER
dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.250
gateway-status=202.146.4.250 rekursif via 192.168.22.254
ether3
check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10
routing-mark=gw3.r
7 S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.100
gateway-status=202.146.4.100 rekursif via 192.168.20.254
ether1
check-gateway=ping distance=2 scope=30 target-scope=10
routing-mark=gw3.r
8 S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.201
gateway-status=202.146.4.201 rekursif via 192.168.21.254
ether2
check-gateway=ping distance=3 scope=30 target-scope=10
routing-mark=gw3.r
9 A S ;;; INBOUND
dst-address=0.0.0.0/0 gateway=192.168.20.254
gateway-status=192.168.20.254 reachable via ether1
check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10
routing-mark=line1.r
10 A S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=192.168.21.254
gateway-status=192.168.21.254 reachable via ether2
check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10
routing-mark=line2.r
11 A S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=192.168.22.254
gateway-status=192.168.22.254 reachable via ether3

54 Jurnal Teknik Komputer Vol. 21 No.1 Februari 2013: 48-59


check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10
routing-mark=line3.r
12 ADCdst-address=192.168.18.0/29 pref-src=192.168.18.1
gateway=ether5 gateway-status=ether5 reachable
distance=0
scope=10
13 ADC dst-address=192.168.20.0/24 pref-src=192.168.20.4
gateway=ether1 gateway-status=ether1 reachable
distance=0
scope=10
14 ADC dst-address=192.168.21.0/24 pref-src=192.168.21.4
gateway=ether2 gateway-status=ether2 reachable
distance=0
scope=10
15 ADC dst-address=192.168.22.0/24 pref-src=192.168.22.4
gateway=ether3 gateway-status=ether3 reachable
distance=0
scope=10
16 A S dst-address=192.168.23.0/24 gateway=192.168.18.2
gateway-status=192.168.18.2 reachable via ether5
distance=1
scope=30target-scope=10
17 A S dst-address=192.168.142.0/24 gateway=192.168.18.2
gateway-status=192.168.18.2 reachable via ether5
distance=1
scope=30 target-scope=10
18 A S ;;; NEXTHOP CHECKING
dst-address=202.146.4.100/32 gateway=192.168.20.254
gateway-status=192.168.20.254 reachable via ether1
check-gateway=ping distance=1 scope=10 target-scope=10
19 A S dst-address=202.146.4.201/32 gateway=192.168.21.254
gateway-status=192.168.21.254 reachable via ether2
check-gateway=ping distance=1 scope=10 target-scope=10
20 A S dst-address=202.146.4.250/32 gateway=192.168.22.254
gateway-status=192.168.22.254 reachable via ether3
check-gateway=ping distance=1 scope=10 target-scope=10

Dari pengaturan di atas, apabila nilai dari parameter dst-address pada rule tersebut
digunakan kembali pada rule yang lain, misalnya sebagai parameter gateway, router akan
melakukan proses nexthop resolve dan menentukan immediate nexthop dari rule yang baru, yaitu
gateway dari rule pada baris 18-20. Kemudian proses tersebut memberikan keterangan bahwa
gateway untuk rule baru tersebut adalah gateway rekursif. Hal ini dimanfaatkan penulis untuk
memperoleh efek failover untuk masing-masing routing-mark pada penelitian ini.

Memanfaatkan efek yang dihasilkan dari algoritma tersebut, penulis menerapkan rule
redundan dengan distance yang lebih besar dari rule yang digunakan untuk memberikan default
gateway, sehingga apabila hasil dari proses check-gateway adalah tidak aktif, rule dengan distance
lebih tinggi di bawahnya akan menjadi aktif dan proses routing untuk koneksi dengan routing-mark
yang bersangkutan akan menggunakan rule yang baru saja menjadi aktif tersebut.

Hasil dari mark-connection merupakan hasil dari penandaan dengan PCC dengan
parameter klasifikasi berdasarkan src-address, dst-address, src-port dan dst-port. Efek dari
konfigurasi tersebut akan menghasilkan penandaan yang cenderung tidak berpola. Dari

Sistem Optimasi Pembebanan … (Aldana Eka Maulana; dkk) 55


pengaambilan data yang dapaat dilihat dii bawah, connection darri host 192..168.18.2 menuju
m ke
31.133.79.23 (Gam
mbar 6) mem
miliki beberappa connectio
on-mark yangg berbeda, m
mengingat baahwa port
yang digunakan adalah
a berbedda.

Gambar 6 Hasil connecction trackingg

Hasil darri traceroutee dari sebuahh connection


n juga akan memberikann hasil yang
g berbeda
walauupun digunakkan src-addrress dan dst-aaddress yang
g berbeda (G
Gambar 7).

Tracerouute dilakukann dari routerr yang terhu


ubung pada interface
i LAAN pada sisttem pada
tangggal 20 Januaari 2013 pukkul 17:02. Trraceroute dillakukan denggan mengguunakan perin ntah trace
melallui telnet kee router warrnet DFS.nett dengan sellang waktu lima
l detik uuntuk setiap eksekusi
perinntah. Perbedaaan jalur muulai terlihat dari
d hop ked dua pada outtput perintahh traceroute tersebut,
perbeedaan jalur yang
y ditemppuh tersebut merupakan akibat dari penerapan algoritma peenandaan
PCC yang dikom mbinasikan deengan penerrapan routing g rule yang berbeda-bedda, seperti diipaparkan
pada bagian penaandaan konekksi di atas.

Data hassil pembebannan dari immplementasi sistem adalaah sebagai berikut (Gaambar 8).
Pembbebanan jaluur pada Gam mbar 8 diammbil pada tan nggal 15 Deesember 2012 pukul 18::15. Data
tersebbut menggammbarkan konndisi pemakaaian jalur padda tiga buah interface yaang mengarah h ke ISP.
Grafiik tersebut merupakan
m peenggambarann dampak peembebanan setelah
s penerrapan load balancing
b
dengaan algoritmaa PCC, yangg menunjukkkan efektifitaas maksimal pembagian beban pada jam-jam
sibukk. Ketidakseeimbangan pembagian
p b
beban padaa jam-jam tidak
t sibuk merupakan dampak
pengggunaan algooritma penanndaan PCC yang
y tidak melakukan
m p
pemecahan ppaket, algorittma yang
menyyebabkan kettidakseimbanngan tersebuut dikarenakaan pada saat jam tersebuut ada salah satu user
yang membuat coonnection deengan transaaksi data yan ng besar, seddangkan userr yang lain membuat
m
conneection dengaan transaksi data
d yang tiddak sebesar user
u yang perrtama.

Sebagai informasi taambahan, pihak ISP 2 dan ISP 3 sedang m melakukan perbaikan
p
(mainntenance) pada pukul 04..00 - 08.00. Pada
P saat itu,, sistem failoover yang ditterapkan pen
nulis telah
bekerrja dan dapaat menyesuaaikan dengann kondisi gaangguan darii pihak ISP tersebut. Taabel 1 di
bawaah memberikkan data perfoorma yang diberikan
d sisttem ketika diilakukan sim mulasi pemutu usan hop,
sebaggai representtasi dari ganngguan yangg terjadi pad da jaringan. Simulasi dilakukan den ngan cara
melakkukan drop untuk semua paket dataa yang berassal dari interf rface router sistem padaa masing-

56 Jurnal Teknik
ik Komputer Vol.
V 21 No.1 Februari 201
13: 48-59
masinng gateway ISP, perlakuuan tersebutt mencermin nkan kondisii riil di manna gangguan jaringan
yang terjadi memmiliki karateriisti kgagalnyya koneksi paada hop terteentu, tidak haanya disebab
bkan oleh
kegaggalan interfaace, misalnyaa kegagalan di
d layer physsical.

Gam
mbar 7 Hasil trraceroute

Gambar 8 Grafik
G pembebanan jalur IS
SP

Sistem
em Optimasi Pembebana
an … (Aldana
na Eka Maula
ana; dkk) 57
Tabel 1Waktu Respon Failover

Waktu rule
ISP yang Waktu terjadinya berpindah Waktu response
Kondisi ISP
digunakan fault secara failover
otomatis

ON >> OFF 13:56:29 13:57:03 00:00:34


C
OFF >> ON 13:57:07 13:57:13 00:00:06

ON >> OFF 13:57:22 13:58:05 00:00:43


B
OFF >> ON 13:58:17 13:58:22 00:00:05

ON >> OFF 13:58:37 13:59:03 00:00:26


A
OFF >> ON 13:59:13 13:59:22 00:00:09

Perbedaan signifikan yang terjadi pada dua jenis perlakuan kondisi, yaitu kondisi pada saat
ISP dinyalakan, dan pada saat ISP dimatikan pada sistem failover ini disebabkan oleh pengecekan
sebuah jalur menggunakan protokol ICMP, yang menghasilkan pesan ketika balasan dari perintah
ping tidak dapat diterima setelah waktu yang ditentukan sesuai dengan standar RFC2925 halaman
12. Adapun batas waktu tersebut memiliki nilai yang jauh lebih besar dari waktu yang dibutuhkan
untuk didapatkannya echo reply dari paket echo request yang bersangkutan, menyebabkan rentang
waktu adaptasi sistem failover yang diterapkan memiliki perbandingan waktu yang berbeda
signifikan.

SIMPULAN

Dari hasil mark-connection dan traceroute dapat dilihat bahwa hasil penandaan dari
algoritma PCC terlihat tidak beraturan dan seorang user dapat menggunakan gateway yang berbeda
pada setiap connection baru yang dibuat. Namun, hasil pembebanan dari penandaan algoritma PCC
menunjukkan pemerataan yang dilakukan secara dinamis. Permasalahan scalability dapat
diselesaikan karena pembagian beban dilakukan dengan hasil algoritma PCC sehingga routing
tidak lagi ditentukan dari src-address ataupun dst-address.

Rata-rata perpindahan rule secara rekursif adalah 30 detik, yang mana nilai ini jauh lebih
kecil dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan seorang network administrator untuk
melakukan pemindahan gateway. Untuk pertimbangan penelitian lebih lanjut, metode pemeriksaan
gateway dapat dilakukan dengan metode sensing untuk mendeteksi jalur yang memiliki beban
terendah sehingga load balancing dapat dilakukan dengan lebih optimal. Perbandingan antara
jumlah koneksi yang terjadi dengan besar koneksi serta dampaknya terhadap pembagian beban
dengan dasar algoritma PCC juga dapat menjadi tinjauan yang lebih dalam.

58 Jurnal Teknik Komputer Vol. 21 No.1 Februari 2013: 48-59


DAFTAR PUSTAKA

Geiger, Thierry. (2011). The Indonesia Competitiveness Report 2011. Geneva: World Economic
Forum.

Jie Chang, Wen’an Zhou, Junde Song, Zhiqi Lin. (2010). Scheduling algorithm of load balancing
based on dynamic policies. Sixth International Conference on Networking and Services,
363 – 367.

Kang Xi, Yulei Liu and H. Jonathan Chao. (2011). Enabling flow-based routing control in data
center networks using probe and ECMP. IEEE INFOCOM 2011 Workshop on Cloud
Computing, 614 – 619.

MikroTik. (2010). How PCC Works. Diakses 27 Januari 2013 dari


http://wiki.mikrotik.com/wiki/How_PCC_works_(beginner).

MikroTik. (2010). MikroTik RouterOS. Diakses 27 Januari 2013 dari


http://www.mikrotik.com/pdf/what_is_routeros.pdf.

MikroTik. (2011). Manual: IP/Firewall/Mangle. Diakses 27 Januari 2013 dari


http://wiki.mikrotik.com/wiki/Manual:IP/Firewall/Mangle.

MikroTik. (2011). Manual: IP/Route. Diakses 27 Januari 2013 dari


http://wiki.mikrotik.com/wiki/Manual:IP/Route.

Sistem Optimasi Pembebanan … (Aldana Eka Maulana; dkk) 59

Anda mungkin juga menyukai