Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak-anak dan orang dewasa. Kejadian
asma meningkat di hampir seluruh dunia, baik Negara maju maupun Negara berkembang
termasuk Indonesia. Peningkatan ini diduga berhubungan dengan meningkatnya industri
sehingga tingkat polusi cukup tinggi. Walaupun berdasarkan pengalaman klinis dan berbagai
penelitian asma merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, tetapi gambaran klinis
asma pada anak sangat bervariasi, bahkan berat-ringannya serangan dan sering-jarangnya
serangan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Akibatnya kelainan ini kadang kala tidak
terdiagnosis atau salah diagnosis sehingga menyebabkan pengobatan tidak adekuat.
Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar
dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia.
SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan bersama-
sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan
emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995,
prevalensi asma di Indonesia sekitar 13 per 1.000 penduduk, dibandingkan bronkitis kronik 11
per 1.000 penduduk dan obstruksi paru 2 per 1.000 penduduk.
Beberapa anak menderita asma sampai mereka usia dewasa; namun dapat disembuhkan.
Kebanyakan anak-anak pernah menderita asma. Para Dokter tidak yakin akan hal ini, meskipun
hal itu adalah teori. Lebih dari 6 % anak-anak terdiagnosa menderita asma, 75 % meningkat pada
akhir-akhir ini. Meningkat tajam sampai 40 % di antara populasi anak di kota.
Karena banyaknya kasus asma yang menyerang masyarakat terutama di Negara kita Indonesia
maka kami dari kelompok mencoba membahas mengenai asma.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari asma?
b. Apa gejala penyakit asma ?
c. Bagaimana mekanisme terjadinya penyakit asma ?
d. Apa saja golongan dan jenis obat asma?
e. Bagaimana mekanisme kerja obat asma?
f. Bagaimana efek samping, dosis, farmakologi dan farmakokinetik obat asma?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asma
Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang ditandai
dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak atau sulit bernapas.
Selain sulit bernapas, penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri dada, batuk-
batuk, dan mengi. Asma bisa diderita oleh semua golongan usia, baik muda atau tua.
Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi (nafas
berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang
dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi
dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
B. Gejala Penyakit
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih
pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang
disertai serangan napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut
dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin
lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat.
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau
lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan
otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk
hampir selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental
dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk
dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Tanda lain yang menyertai sesak napas
adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan
terlihat meningkat (takipneu), otot bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah.
Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena
peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.Ciri lain adalah
hipersekresi dahak yang biasanya lebih parah pada malam hari dan meningkatnya ambang
rangsang (hipereaktivitas) bronchi terhadap rangsangan alergis. Faktor-faktor genetis bersama
faktor lingkungan berperan pada timbulnya gejala-gejala tersebut (Tjay dan Rahardja, 2007).

2
C. Mekanisme Penyakit
Konsep terkini mekanisme terjadinya asma, yaitu asma merupakan suatu proses inflamasi
(peradangan) kronik/menahun yang khas, melibatkan dinding saluran respiratorik/napas,
menyebabkan terbatasnya aliran udara, dan peningkatan reaktivitas (hiperreaktif/
hipersensitif) saluran napas. Hiperreaktivitas ini merupakan awal terjadinya penyempitan saluran
napas, sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang.
Gambaran khas adanya inflamasi saluran napas adalah aktivasi sel-sel dalam darah dan sel
berupa eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa (selaput lendir) dan lumen
(muara) saluran napas. Perubahan ini dapat terjadi, meskipun secara klinis asmanya tidak
bergejala. Sejalan dengan proses peradangan, perlukaan epitel (lapisan terluar) bronkus (batang
paru-paru) merangsang proses perbaikan saluran napas yang menghasilkan perubahan struktural
dan fungsional, dikenal dengan istilah remodelling.
D. Pencegahan
1. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
2. Menghindari kelelahan
3. Menghindari stress psikis
4. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
5. Olahraga renang, senam asma.
E. Pengobatan
1. Anti Alergerika
Adalah zat – zat yang bekerja menstabilkan mast cell, hingga tidak pecah dan
melepaskan histamin. Obat ini sangat berguna untuk mencegah serangan asma dan rhinitis
alergis (hay fever). Termasuk kelompok ini adalah kromoglikat. β-2 adrenergika dan
antihistamin seperti ketotifen dan oksatomida juga memiliki efek ini.
Bronkodilator
Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang sistem adrenergik sehingga
memberikan efek bronkodilatasi. Termasuk kedalamnya adalah :
a. Agonis Reseptor Beta-2 Adrenergik
Termasuk didalamnya adalah formoterol dan salmeterol yang mempunyai durasi kerja
panjang lebih dari 12 jam.
Mekanisme kerja obat beta2-agonis adalah melalui aktivasi reseptor beta2-adrenergik
yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase yang meningkatkan konsentrasi siklik
AMP. Beta2-agonis long acting inhalasi menyebabkan relaksasi otot polos saluran
nafas, meningkatkan klirens mukosiliar, menurunkan permeabilitas vaskuler dan dapat
mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Juga menghambat reaksi asma
segera dan lambat setelah terjadi induksi oleh alergen, dan menghambat peningkatan
respon saluran nafas akibat induksi histamin. Walaupun posisi beta2-agonis inhalasi

3
long acting masih belum ditetapkan pasti dalam penatalaksanaan asma, studi klinis
mendapatkan bahwa pengobatan kronis dengan obat ini dapat memperbaiki skor gejala,
menurunkan kejadian asma nokturnal, memperbaiki fungsi paru dan mengurangi
pemakaian beta2-agonis inhalasi short acting.
Efek sampingnya adalah stimulasi kardiovaskuler, tremor otot skeletal dan
hipokalemi. Mekanisme aksi dari long acting beta2-agonis oral, sama dengan obat
inhalasi. Obat ini dapat menolong untuk mengontrol gejala nokturnal asma. Dapat
dipakai sebagai tambahan terhadap obat kortikosteroid inhalasi, sodium kromolin atau
nedokromil kalau dengan dosis standar obat-obat ini tidak mampu mengontrol gejala
nokturnal. Efek samping bisa berupa stimulasi kardiovaskuler, kelemahan dan tremor
otot skeletal.
Contoh obat:
 Salbutamol
Dosis. Aerosol: 90mcg (base)/ actuation (equivalent to 108mcg albuterol sulfate).
Syrup: 2mg/5ml. Tablet: 2-4mg.
Farmakokinetik. Absorpsi: Onset: 25 menit (Ventolin HFA); 0,5-2 jam
(nebulization); 2-3 jam (PO). Durasi: 4-6 jam (PO). Peak plasma time: 2-5 jam
(inhalasi); 2-2,5 jam (PO). Distribusi: Ikatan protein 10%. Metabolisme: di hati.
Eliminasi: T½: 3-8 jam (inhalasi); 3,7-5 jam (PO). Ekskresi: melalui urin.
 Terbutalin
Dosis. Tablet: 2,5-5 mg. Cairan injeksi: 1mg/ml.
Farmakokinetik. Onset: 30-45 menit (PO); 6-15 menit (SC). Durasi: 90 menit –
4 jam. Peak plasma time: 30-60 menit. T½: 11-16 jam. Ikatan protein: 25%.
Absorbtion: 33-50%. Metabolisme: Sebagian di hati. Ekskresi: 60% melalui urin,
hingga 3% feses via bili.
 Salmeterol
Dosis. Serbuk: 50mcg/inhalasi.
Farmakokinetik. Peak serum time: 20 menit. T½: 5,5 jam. Onset: 30-48 menit.
Durasi: 12 jam. Ikatan protein: 96%. Metabolisme: di hati. Ekskresi: 60%
melalui feses; 25% melalui urin.
2. Golongan Theophylline
Obat ini merupakan golongan metilxantin utama yang dipakai pada penatalaksanaan
asma.
Mekanisme kerja teofilin sebagai bronkodilator masih belum diketahui, tetapi
mungkin karena teofilin menyebabkan hambatan terhadap phospodiesterase (PDE) isoenzim
PDE IV, yang berakibat peningkatan cyclic AMP yang akan menyebabkan bronkodilatasi.

4
Teofilin adalah bronkodilator yang mempunyai efek ekstrapulmonar, termasuk efek
antiinflamasi. Teofilin secara bermakna menghambat reaksi asma segera dan lambat segera
setelah paparan dengan alergen. Beberapa studi mendapatkan teofilin berpengaruh baik
terhadap inflamasi kronis pada asma.
Banyak studi klinis memperlihatkan bahwa terapi jangka panjang dengan teofilin
lepas lambat efektif dalam mengontrol gejala asma dan memperbaiki fungsi paru. Karena
mempunyai masa kerja yang panjang, obat ini berguna untuk mengontrol gejala nokturnal
yang menetap walaupun telah diberikan obat antiinflamasi.
Efek sampingnya adalah intoksikasi teofilin, yang dapat melibatkan banyak sistem
organ yang berlainan. Gejala gastrointestinal, mual dan muntah adalah gejala awal yang
paling sering. Pada anak dan orang dewasa bisa terjadi kejang bahkan kematian. Efek
kardiopulmoner adalah takikardi, aritmia dan terkadang stimulasi pusat pernafasan.
Contoh obat:
Teofilin
Dosis. Dewasa 130-150 mg, jika diperlukan dapat dinaikkan menjadi 2 kalinya. Anak
6-12 tahun: 65-150 mg, kurang dari 1 tahun: 65-75 mg, 3-4 kali sehari sesudah
makan.
Indikasi. Obstruksi saluran napas reversibel, asma akut berat.
Efek Samping. Takikardia, palpitasi, mual dan gangguan saluran cerna yang lain,
sakit kepala, stimulasi sistem saraf pusat, insomnia, aritmia, dan konvulsi terutama
bila diberikan melalui injeksi intravena cepat.
Farmakokinetik. Absorpsi: Onset: Bervariasi. Durasi: Bervariasi. Peak plasma time:
1-2 jam. Distribusi: Ikatan protein: 40-55%. Metabolisme: di hati oleh CYP1A2 dan
CYP3A4. T½: 8 jam (nonsmoker), 4-5 jam (smoker). Ekskresi: melalui urin.
3. Antikolinergik
Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja dengan
menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus
oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada
penderita yang sebelumnya telah mengonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik.
a. Ipratropium Bromida
Mekanisme kerja Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik
(parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis
kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan
tidak bersifat sistemik. Ipratropium bromida (semprot hidung) mempunyai sifat
antisekresi dan penggunaan lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan
seromukus mukosa hidung.

5
Dosis. Aerosol: 2 inhalasi (36 mcg) empat kali sehari. Larutan: Dosis yang umum
adalah 500 mcg (1 unit dosis dalam vial), digunakan dalam 3 sampai 4 kali sehari
dengan menggunakan nebulizer oral, dengan interval pemberian 6-8 jam. Larutan
dapat dicampurkan dalam nebulizer jika digunakan dalam waktu satu jam.
Indikasinya adalah digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan
bronkodilator lain (terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan
bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik,
termasuk bronkhitis kronik dan emfisema.
Kontra indikasi. Hipersensitif terhadap ipratropium bromida, atropin dan
turunannya.
Farmakokinetik. Absorpsion: Onset: 15 menit. Durasi: 3-4 jam. Peak plasma time:
1-3 jam. Distribusi: Ikatan protein: 0,9%. Metabolisme: di hati. Eliminasi: T½: 2 jam.
Ekskresi: 46% melalui urin.
b. Tiotropium Bromida
Mekanisme kerja Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang biasanya
digunakan sebagai antikolinergik. Pada saluran pernapasan, tiotropium menunjukkan
efek farmakologi dengan cara menghambat reseptor M3 pada otot polos sehingga
terjadi bronkodilasi.
Indikasi dari Tiotropium digunakan sebagai perawatan bronkospasmus yang
berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis termasuk bronkitis kronis dan
emfisema.
Farmakokinetik. Absorpsi: Bioavailabilitas: 19,5%. Onset: 30 menit. Durasi: >24
jam. Time to peak effect: 1-4 jam. Distribusi: Ikatan protein: 72%. Metabolisme: di
hati melalui oksidasi CYP450-dependent dan glutathione konjugasi. T½: 5-6 hari.
Ekskresi: melalui urin.
4. Penstabil Sel Mast
a. Kromolin Natrium
Mekanisme kerja kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak mempunyai
aktifitas intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau aktivitas
glukokortikoid. Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A (
Slow Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast. Kromolin bekerja
lokal pada paru-paru tempat obat diberikan.
Dosis. Larutan nebulizer: dosis awal 20 mg diinhalasi 4 kali sehari dengan interval
yang teratur. Oral. Dewasa : 2 ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum makan dan saat
menjelang tidur. Anak – anak 2 – 12 tahun: satu ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum
makan dan saat menjelang tidur.

6
Indikasi. Asma bronkial (inhalasi, larutan dan aerosol) : sebagai pengobatan profilaksis
pada asma bronkial. Kromolin diberikan teratur, harian pada pasien dengan gejala
berulang yang memerlukan pengobatan secara reguler. Kontra Indikasi. Hipersensitif
terhadap kromolin atau komponen sediaan.
Farmakokinetik. Bioavailabilitas: 0.5-2%. Peak plasma time: 15 menit. T½: 80-90
menit. Onset: 2-6 minggu (PO). Durasi: 6 jam. Ekskresi: 98% melalui feses
(unabsorbed drug), <0,5% melalui urin.
Efek Samping. Efek samping yang paling sering terjadi berhubungan dengan
penggunaan kromolin (pada penggunaan berulang) meliputi saluran pernapasan:
bronkospasme (biasanya bronkospasma parah yang berhubungan dengan penurunan
fungsi paru-paru/FEV1), batuk, edema laringeal (jarang), iritasi faringeal dan napas
berbunyi.
b. Nedokromil Natrium
Mekanisme kerja. Nedokromil akan menghambat aktivasi secara in vitro dan
pembebasan mediator dari berbagai tipe sel berhubungan dengan asma termasuk
eosinofil, neutrofil, makrofag, sel mast, monosit dan platelet. Nedokromil menghambat
perkembangan respon bronko konstriksi baik awal dan maupun lanjut terhadap antigen
terinhalasi.
Indikasi. Nedokromil diindikasikan untuk asma. Digunakan sebagai terapi
pemeliharaan untuk pasien dewasa dan anak usia 6 tahun atau lebih pada asma ringan
sampai sedang.
Dosis. 2 inhalasi , empat kali sehari dengan interval yang teratur untuk mencapai dosis
14 mg/hari.
Efek Samping. Efek samping yang terjadi pada penggunaan nedokromil bisa berupa
batuk, faringitis, rinitis, infeksi saluran pernapasan atas, bronkospasma, mual, sakit
kepala, nyeri pada dada dan pengecapan tidak enak.
Kontra Indikasi. Hipersensitif terhadap nedokromil atau komponen sediaan.
5. Agonis Leukotrien
Contoh obat ini ; montelucas, zafirlucas dan zileuton merupakan obat terbaru untuk
membantu mengendalikan asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan
kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma).
MONTELUCAS
Farmakokinetik. Absorpsi: Bioavailabilitas: 64%. Peak plasma time: 3-4 jam (tablet); 2-2,5
jam (tablet kunyah); 1-3 jam (granul). Distribusi: Ikatan protein: >99%. Metabolisme: oleh
CYP3A4 dan CYP2C9. Eliminasi: T½: 2,7-5,5 jam. Ekskresi: 86% melalui feses, 0,2%
melalui urin.

7
6. Kortikosteroid
Mekanisme kerja antiinflamasi dari kortikosteroid belum diketahui secara pasti. Beberapa
yang ditawarkan adalah meniadakan efek mediator seperti peradangan. Daya antiradang ini
berdasarkan blokade enzim fosfolipase A2 sehingga membentuk mediator peradangan
prostaglandin dan leukotrien dari asam arakhidonat tidak terjadi. Kortikosteroid menghambat
mekanisme kegiatan alergen yang melalui IgE dapat menyebabkan degranulasi sel mast juga
akan meningkatkan reseptor β2sehingga efek βmimetik diperkuat.
Studi tentang kortikosteroid inhalasi menunjukkan kegunaannya dalam memperbaiki
fungsi paru, mengurangi hiperrespon saluran nafas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi
dan beratnya eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup. Dosis tinggi dan jangka panjang
kortikosteroid inhalasi bermanfaat untuk pengobatan asma persisten berat karena dapat
menurunkan pemakaian koetikosteroid oral jangka panjang dan mengurangi efek samping
sistemik.
Indikasi Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang memerlukan
kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan dosis sistemik,
terapi pemeliharaan asma dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Obat
ini tidak diindikasikan untuk pasien asma yang dapat diterapi dengan bronkodilator dan obat
non steroid lain, pasien yang kadang-kadang menggunakan kortikosteroid sistemik atau terapi
bronkhitis non asma.
Contoh obat:
 Metilprednisolon
Dosis: Tablet. Dewasa: 2-60 mg dalam dosis terbagi. Anak-anak: 0,117-1,60 mg/kg BB
setiap hari dalam dosis terbagi.
Farmakokinetik. Absorpsi: Onset: 1-2 jam (PO); 4-8 hari (IM); 1 minggu
(Intraarticular). Durasi: 30-36 jam (PO); 1-4 minggu (IM). Peak plasma time: 31 menit
(IV). Distribusi: Vd: 0,7-1,5 L/kg. Metabolisme: di hati secara ekstensif. Eliminasi:
T½: 3-3,5 jam. Ekskresi: utamanya melalui urin, sedikit melalui feses.
 Inhalasi Flutikason
Dosis. Aerosol. Usia ≥ 12 tahun: Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma
dengan bronkodilator saja : 88 mcg dua kali sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani
terapi asma dengan kortikosteroid inhalasi : 88 – 220 mcg sehari. Pasien yang
sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid oral, dosis maksimum 880
mcg dua kali sehari.
Farmakokinetik. Absorpsi: Bioavailabilitas: 30%. Onset: 24 jam (maksimal, 1-2
minggu). Distribusi: Ikatan protein: 99%. Vd: 4,2 L/g. Metabolisme: di hati oleh
CYP3A4. Eliminasi: T½: 11-12 jam. Ekskresi: melalui feses (parent drug), <5%
melalui urin.

8
Efek samping terjadi pada 3% atau lebih pasien seperti sakit kepala, faringitis,
kongesti hidung, sinusitis, rhinitis, infeksi saluran pernapasan atas, influenza,
kandidiasis oral, diare, disfonia, gangguan menstruasi, hidung berair, rhinitis alergi dan
demam.
7. Antihistamin (Ketotifen, Oksatomida, Tiazinamium dan Deptropin)
Obat ini memblokir reseptor histamin sehingga mencegah bronchokonstriksi. Banyak
antihistamin memiliki daya antikolinergika dan sedatif.
8. Ekspektoransia (KI, NH4Cl, Bromheksin, Asetilsistein)
Efeknya mencairkan dahak sehingga mudah dikeluarkan. Pada serangan akut, obat ini
berguna terutama bila lendir sangat kental dan sukar dikeluarkan.
Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang mukosa lambung dan sekresi saluran napas
sehingga menurunkan viskositas lendir. Sedangkan Asetilsistein mekanismenya terhadap
mukosa protein dengan melepaskan ikatan disulfida sehingga viskositas lendir berkurang.

9
ISTILAH

Obsruksi : Penyumbatan
Episodik : Bersifat Menurut ( Episode )
Revesibel : Mampu Balik ( Suatu sistem yang dapat kemnbali kepada keadaan semula )
Fase Inspirsi : Fase Masuknya Udara Kedalam Paru Paru
Fase Ekspirasi : Fase Keluarnya Udara Kedalam Paru Paru
Eosinofil : Sel Darah Putih Dari Ketegori Granulosit Yang Berperan Dalam Sistem
Kekebalan
Makrofag : Sel Pada Jaringan Yang Berasal Dari Sel Darah Putih Yang Di Sebut Monosit
Desensitasi : Memesukan Suatu Respon Yang Bertentanggan Dengan Kecemasan
ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Atas

10
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

 Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi (nafas
berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
menjelang dini hari.
 Golongan obat asma antara lain golongan Bronkodilator yang terdiri dari Agonis Reseptor
Beta-2 Adrenergik; Golongan Theophylline; Antikolinergik; Penstabil Sel Mast; dan Agonis
Leukotrien, Kortikosteroid, Antihistamin, dan Ekspektoran.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Makalah (Asma). http://www.academia.edu. Diakses tanggal 19 Mei 2019

Harkness, R. 1989. Interaksi Obat. Diterjemahkan oleh: Goeswin Agoes. Penerbit ITB: Bandung.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. edisi 6. Penerbit Gramedia: Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai