Anda di halaman 1dari 9

SISTEM OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH DALAM MENGELIMINIR

MAISIR, GHARAR, DAN RIBA

Muhamad Andi Darussalam (63010160273), Aidil Anwar (63010160275),


Muhammad Iqbal Syarif (63010160105)

Perbankan Syariah S-1

IAIN SALATIGA

Pendahuluan

Asuransi Syariah merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk saling
tolong menolong antara anggota asuransi yang sedang terkena musibah. Asuransi
syariah haruslah berlandaskan kententuan dalam Fatwa DSN MUI, dimana setiap
kegiatan yang dilakukan harus berdasarkan prinsip syariah. Dalam operasionalnya
asuransi syariah memiliki suatu akad atau perjanjian untuk mengikat anggotanya.
Akad merupakan salah satu aspek yang membedakan antar asuransi syariah dan
konvensional.
Salah satu permasalahan pokok yang masih dipersoalkan sebagian besar
ulama terhadap asuransi ialah akad, karena dengan akad yang terkandung dalam
perjanjian asuransi yang ada, dapat berdampak pada munculnya Gharar, Maisir, dan
Riba. Oleh karena itu para ulama dan pakar ekonomi syariah mencari solusi agar hal
tersebut di atas dapat dihindari.
Dalam hal ini penulis akan menyampaikan cara yang digunakan oleh asuransi
syariah (baik itu asuransi jiwa maupun asuransi kerugian) dalam mengeliminir unsur
Maisir, Gharar, dan Riba. Sehingga dalam pelaksanaannya tidak mengandung unsur
yang dapat merugikan satu sama lain atau antar anggota asuransi.
Sistem Operasional Asuransi Jiwa Dalam Mengeliminir Ghoror, Maisir dan
Riba’

Sistem operasional asuransi syariah adalah saling bertanggung jawab, bantu


membantu dan saling melindungi antara para pesertanya. Perusahaaan diberi
kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan
dengan jalan yang halal, dan memberikan santunan kepada yang mengalami musibah
sesuai isi akta perjanjian.
Salah satu permasalahan pokok yang masih dipersoalkan sebagian besar
ulama terhadap asuransi ialah akad, karena dengan akad yang terkandung dalam
perjanjian asuransi yang ada, dapat berdampak pada munculnya Gharar, Maisir, dan
Riba. Oleh karena itu para ulama dan pakar ekonomi syariah mencari solusi agar hal
tersebut di atas dapat dihindari.

1. Gharar
Gharar yang muncul karena akad yang dipakai di asuransi
konvensional mirip dengan akad tabaduli ( akad jual beli ) dalam fiqih
muamalah. Sesuai dengan syarat-syarat dalam akad jual beli, maka harus jelas
pembayaran premi dan berapa uang pertanggungan yang akan diterima.
Masalah hukum (Syari’ah) disini muncul karena kita tidak bisa menentukan
secara tepat jumlah premi yang akan dibayarkan, sekalipun syarat-syarat
lainnya, penjual, pembeli, ijab kabul dan jumlah uang pertanggungan dapat
dihitung.
Jumlah premi yang akan dibayarkan sangat tergantung pada takdir,
tahun berapa kita meninggal atau mungkin sampai akhir kontrak kita tetap
hidup. Disinilah gharar terjadi. Dalam Asuransi Takaful, masalah gharar ini
dapat diatasi dengan mengganti akad tabaduli dengan akad Takafuli (tolong
menolong) dan akad mudharabah (bagi hasil). Dengan adanya akad takaful,
maka persyaratan dalam akad pertukaran tidak perlu lagi. Sebagai gantinya
maka Takaful menyiapkan rekening khusus sebagai rekening dana tolong
menolong atau rekening tabarru yang telah diniatkan (diadakan) secara ikhlas
setelah peserta masuk Takaful.
Dalam konsep syari’ah masalah gharar dapat dieliminir karena akad
yang dipakai bukanlah aqad tabaduli, tetapi aqad takaful atau tolong
menolong dan saling menjamin. Dalam konsep takaful semua peserta asuransi
menjadi penolong dan penjamin satu sama lainnya. Sehingga jika peserta (A)
meninggal, peserta (B), (C) dan (Z) harus membantunya, demikian
sebaliknya. Dalam hal ini yang menjadi masalah adalah bagaimana jika tuan
(A) mengambil paket asuransi 10 tahun dengan besar uang pertanggungan
misalnya 10 juta. Apabila pada tahun keempat, tuan (A) berpulang ke
Rahmatullah dan baru bayar premi 4 juta, tapi ahli warisnya mendapat jumlah
10 juta. Pertanyaan yang muncul, dari mana sisa 6 juta diperoleh.Uang yang 6
juta inilah oleh para ulama disebut gharar.
Dalam konsep Takaful setiap pembayaran premi sejak awal akan
dibagi dua, masuk kerekening pemegang polis ( peserta ) dan satu lagi
dimasukan ke dalam rekening khusus peserta yang telah diniatkan tabarru atau
derma untuk membentu saudaranya yang lain jika ada yang mendapat
musibah. Dengan demikian dari rekening khusus inilah sisa 6 juta di atas tadi
diambil, dan semua peserta sejak awal masuk sudah mengikhlaskan untuk
derma.

2. Maisir
Maisir artinya adanya salah satu pihak yang untung namun dilain
pihak justru mengalami kerugian, misalnya seorang peserta dengan alasan
tertentu ingin membatalkan kontraknya sebelum reveresing period, biasanya
tahun ketiga, maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang
yang telah dibayarkan (hangus) atau mungkin sebagian kecil saja. Disinilah
terjadi Maisir, dimana ada pihak yang untung dan ada pihak yang dirugikan.
Terjadinya unsur Maisir, sebagai lanjutan dari pada asuransi
konvensional. Keuntungan dari pada asuransi juga dilihat sebagai hasil yang
mengandung unsur perjudian karena keuntungan sangat tergantung dari
pengalaman penanggung, sehingga untung dan rugi suatu perusahaan
tergantung kepada nasib, hal ini mengandung gharar oleh karena itu termasuk
judi.
Masalah syari’ah di atas dapat selesai dengan benarnya akad. Takaful
telah merubah akadnya dan membagi dana peserta ke dalam dua rekening.
Karena rekening khusus yang menampung tabarru yang ada tidak bercampur
dengan rekening peserta, maka reversing period di takaful terjadi sejak awal.
Kapan saja peserta dapat mengambil uangnya (karena pada hakekatnya itu
adalah uang mereka sendiri), dan nilai tunai sudah ada (terbentu) sejak awal
tahun pertama ia masuk. Dan karena nya tidak ada Maisir, tidak ada
gambling, karena tidak ada pihak yang diragukan.

3. Riba’ (Bunga)
Pada asuransi syariah masalah riba dieliminir dengan konsep
mudharabah (bagi hasil). Seluruh proses dari proses operasional asuransi yang
didalamnya menganut system riba, digantikannya dengan akad mudharabah
atau akad lainnya yang benar secara syar’i. Baik dalam penentuan bunga
teknik, investasi maupun penempatan dana kepihak ketiga, semua
menggunakan instrumen akad syar’i yang bebas dari riba.
Sebagai salah satu alternatif yang dinilai terhadap sistem asuransi
konvensional yang dinilai mengandung riba, judi dan kezaliman dalam
pelaksanaannya di Indonesia, maka salah satu pilihan dalam menghindari
perusahaan asuransi konvensional adalah penggabungan dengan perusahaan
asuransi Takaful. Perusahaan ini diyakini sejalan dengan prinsip-prinsip
syariah dalam fikih mu’amalah yang menyangkut prinsip jaminan, syirkah,
bagi hasil dan ta’wun atau takaful (saling menanggung). Takaful berarti saling
menanggung atau menanggung bersama.
Masih menyangkut gharar, dalam asuransi konvensional ada ketidak
jelasan menyangkut sumber dana pembayaran klaim. Peserta tidak
mengetahui dari mana dana pertanggungan berasal ketika salah seorang
peserta asuransi meninggal atau mendapat musibah sebelum premi yang harus
dibayarkannya terpenuhi. Pada umumnya, peserta asuransi konvensional
mengetahui dana itu diperoleh dari sebagian bunga yang didapatkan melalui
penyimpanan uang premi para nasabah oleh perusahaan asuransi di bank
konvensional. Bahkan bisa dikatakan bahwa dari uang bunga dari premi para
nasabah itulah perusahaan mendapat “keuntungan” setelah dipotong biaya
operasional dan kemungkinan pembayaran uang tanggungan.

Sistem operasional asuransi jiwa dalam mengeliminir unsur gharar, maysir,


dan riba’, dilihat dari beberapa aspek, diantaranya :
1) Akad
Dalam akad untuk mengeliminir unsur gharar, maysir, dan riba’
Menggunakan akad :
a) Akad wakalah :pelimpahan wewenang atau penggantian diri atau
mewakilkan kepentingan dalam mengurus urusannya selama masih
hidup.
b) Akad kafalah : akad yang penjaminannya diberikan kepada pihak
ketiga utnuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
c) Akad wadiah : akad dalam penitipan barang yang tujuannya disimpan,
tidak bole digunakan tanpa seizin pemilik. Jika terdapat kerugian maka
yang bertanggung jawab adalah penanggung.
d) Qard hasan : dana yang di salurkan untuk pinjaman atas dasar saling
tolong menolong.
2) Mekanisme pengelolaan dana
a) Perusahaan sebagai pemegang amanah : perusahaan asuransi syariah
diberi amanah untuk mengelola premi.
b) Sistem pada produk saving : peserta wajib membayar premi secara
teratur pada perusahaan. Besar premi yang dibayarkan dengan
keuangan peserta,tetapi perusahaan menetapkan jumlah minimum.
c) Sistem produk non saving : premi yang dibayarkan perusahaan akan
dimasukkan ke dana tabarru’ yang bertujuan membantu peserta lain.

Sumber Biaya Operasional

Ada empat sumber asuransi syariah menurut Sula :

1) Bagi Hasil surplus Underwriting

Bagi hasil surplus underwriting adalah pembagian hasil yang diperoleh


dari surplus underwriting (kumpulan dana yang diinvestasikan), yang mana
dibagi secara proporsional antara shahibul maal dan pengelola dengan nisbah
yang telah ditetapkan. Dan biaya yang didapatkan perusahaan adalah melalui
surplus underwriting yang dikurangi biaya atau beban asuransi (klaim),
kemudian surplus tersebut dibagi hasil .

2) Bagi Hasil Investasi

Bagi hasil Investasi adalah pembagian nisbah bagi hasil dari investasi
dan rekening tabungan perserta maupun dari dana rekening tabarru’.

3) Dana Pemegang Saham

Dana pemegang saham adalah dana yang disiapkan pemegang saham


sebagai modal awal sektor perusahaan. Baik dalam tahap awal berdiri maupun
sebagai penambahan dana setelah perusahaan berjalan.

4) Loading (Kontribusi Biaya)


Loading adalah kontribusi biaya yang dibebankan peserta. Pada
beberapa asuransi syariah di Indonesia loading dikenakan biaya 25 persen dari
premi taun pertama dan terutama diperuntukkan untuk biaya komisi agen.
Adapun jumlah kontribusi yang diambil berdasarkan kebijakan perusahaan
masing-masing yang mempertimbangkan aspek keadilan dan aspek market.

Sistem Operasional Asuransi Kerugian Dalam Mengeliminir Riba dan Kontrak


Yang Batil.
Dalam asuransi yang berprinsip tabarru’ memiliki berbagai pandangan.
Karena sebagian besar asuransi dalam praktiknya memberikan bagian bagi hasil
aabila terjadi surplus dana tabarru’, maka dana tersebut telah diikhlaskan sebagai
dana amal bagi peserta asuransi guna menolong sesama. Namun menurut Ulama DSN
takaful Indonesia menyatakan bahwa akad tersebut dilarang dan tidak sah, karena
terdapat dua akad dalam satu akad yaitu akad tabarru’ dan akad tijarah. Syarat akad
tabarru’ :
a) Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang
tertahan haknya denga rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan
kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
b) Jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi akad tijarah.

Prinsip-prinsip Asuransi (Kerugian)


a. Prinsip berserah diri dan ikhtisar
b. Prinsip tolong menolong
c. Prinsip saling bertanggung jawab
d. Prinsip saling kerjasama dan bantu membantu
e. Prinsip saling melindungi dari berbagai kesusahan
f. Prinsip kepentingan terasuransikan
g. Prinsip itikad baik
h. Prinsip ganti rugi
i. Prinsip penyebab dominan, tuntutan ganti rugi dari pihak tertanggung jawab
dapat dijamin jika penyebab dari kejadian tersebut dijamin atau tidak
dikecualikan dengan polis.
j. Hak subrogasi, gantirugi yang diberikan pihak asuransi tertanggung karena
adanya sebab kecerobohan pihak ketiga.
k. Prinsip kontribusi, bentuk kerjasama dimana setiap anggota memberikan
kontribusi dana.

Sedangkan menurut para pakar ekonomi Islam, sebagaimana dikutip pada


Gemala Dewi, mengemukakan bahwa asuransi syariah, mengemukakan atas tiga
prinsip utama, yaitu:
a) Saling bertanggung jawab, yang berarti peserta asuransi memiliki rasa
tanggung jawab bersama membantu dan menolong peserta lain yang
mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas.
b) Saling bekerja sama atau saling membantu, yang berarti diantara peserta
asuransi syariah takaful yang satu dengan yang lain saling bekerja sama dan
saling tolong - menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena
sebab musibah yang diderita.
c) Saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta
asuransi takaful akan berperan sebagai pelindung bagi peserta lain yang
mengalami gangguan keselamatan berupa musibah yang dideritanya.

Kesimpulan
Dalam sistem operasional asuransi jiwa yang benar adalah yang tidak terdapat
gharar, maysir dan riba. Untuk mengeliminir terjadinya tiga unsur tersebut maka
asuransi syariah menggunakan akad wakalah, kafalah, wadiah, dan qard hasan.
Dengan menggunakan prinsip-prinsip diantaranya saling berikhtisar, saling tolong
menolong, salaing membantu, bekerjasama, dan lain sebagainya.
Daftar Pustaka
Fatmawati.2010. Pemikiran Muhammad Syakir Sula tentang Sistem Operasional
Asuransi Syariah.Skripsi.Riau.UIN Sultan Syarif Kasim.
Rohmah, Wahidatur. Abidin, Zainal. 2017. Studi Komparatif Asuransi Syariah dan
Asuransi Konvensioanal dalam Perspektif Hukum Islam.Jurnal. Kediri. STIS
Wahidiyah Kediri.
https//:Grupsyariah.blogspot.com/2012/06/sistem-operasional-asuransi-
kerugian.html?m=1diakses pada 24 September 2018.
Hidayatulloh.2014. Asuransi Syariah dan Gagasan Amandemen Undang-Undang
Nomor 02 Tahun 1992 Tentang Perusahaan.Jurnal.Jakarta. UIN Syarif
Hidayatullah.

Anda mungkin juga menyukai