Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN

MEDIA SHOCK-BOX TERHADAP MINAT DAN PRESTASI SISWA


PADA MATA PELAJARAN KONSTRUKSI BANGUNAN KELAS X
SMK NEGERI 6 MALANG

SKRIPSI

OLEH

WAHYU ROHMANSAH

160521610491

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

OKTOBER 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UU Nomor 20 Tahun 2003). Pendidikan
merupakan suatu keharusan bagi manusia, karena melalui pendidikan manusia
akan berkembang sesuai kemampuan serta kepribadiannya. Persaingan dunia
globalisasi menuntut perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sudah menjadi hal
yang dapat dilakukan setiap orang. Perkembangan ilmu dan teknologi, salah
satunya dapat diterapkan dalam aspek di bidang pendidikan yang bermanfaat
untuk pembelajaran yang didukung dengan media pembelajaran agar dalam
penguasaan kompetensi yang semakin berkembang dalam proses pembelajaran
semakin baik.

Wawancara terhadap guru mata pelajaran Kontruksi Bangunan kelas X


kompetensi keahlian Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan SMK Negeri
6 Malang mengatakan bahwa dalam pembelajaran mengalami masa peralihan
dari jenjang pendidikan sebelumnya, peserta didik mengalami hal baru, mata
pelajaran baru dan keadaan belajar yang berbeda dengan sekolah sebelumnya.
Hal ini yang menyebabkan peserta didik kurang aktif, merasa takut atau
bingung dalam mengikuti kegiatan belajar dengan suasana baru.

Perubahan paradigma dari Teacher Centered Learning (TCL) ke Student


Centered Learning (SCL) merupakan pembelajaran dimana peserta didik
sebagai subjek yang memiliki potensi untuk mengeksplorasi kemampuannya
untuk belajar lebih aktif, mandiri dan kreatif sedangkan peran guru hanya
sebagai fasilitator/mitra belajar. Pendekatan pembelajaran sebagai sudut
pandang tehadap suatu proses yang sifatnya sangat umum kemudian strategi
pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh guru agar

1
tujuan pembelajaran tercapai, metode merupakan cara untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran selanjutnya model
pembelajaran merupakan satu rangkaian yang menjadi kesatuan yang utuh
antara pendekatan, strategi, metode yang tergambar dari awal sampai akhir
yang disajikan oleh guru.

Kegiatan pembelajaran yang diperlukan suatu evaluasi agar kriteria


ketuntasan minimal peserta didik dapat tercapai. keaktifan peserta didik dalam
pembelajaran akan membentuk diri untuk lebih aktif dan kreatif dalam
meningkatkan keaktifan belajar peserta didik dalam pembelajaran. Keaktifan
belajar peserta didik harus mencapai kompetensi untuk menguasai pengetahuan
tentang materi yang diberikan serta mencapai aspek psikomotorik dimana
peserta didik dapat mempraktikan pengetahuannya kedalam kondisi yang
sebenarnya. Sehingga hasil belajar merupakan suatu prestasi yang dicapai
setelah mengikuti proses belajar mengajar. Menurut Sudjana (1996 : 220)
“Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia
menerima pengalaman belajar. Peserta didik dikatakan berhasil dalam belajar
apabila terjadi perubahan-perubahan pengetahuan, sikap, tingkah laku pada
dirinya dan perubahan ini terjadi karena latihan dan pengalaman yang
dialaminya.

Model pembelajaran kooperatif dipilih dalam pembelajaran didukung


dengan beberapa peneliti yang telah melaksanakan penelitian dengan
menggunakan model kooperatif ini diantaranya adalah Fahriza Yuniarisqa
(2012), dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Melalui Media Gambar untuk Meningkatakan Aktivitas dan Hasil
Belajar Mata Pelajaran IPS dengan Tema Kegiatan Jual Beli di Kelas III SDN
Jember Lor 02 Tahun Pelajaran 2011/2012” mengatakan bahwa persentase
aktivitas belajar siswa mengalami kenaikan dari 69,5% menjadi 74,3% dan
hasil belajar siswa dari 71,4% mengalami kenaikan 17,2 % menjadi 88,6%. Jadi
pembelajaran dengan model Kooperatif melalui media gambar dapat
meningkatkan dan hasil belajar siswa kelas III pada mata pelajaran IPS dengan
tema kegiatan jual beli di SDN Jember Lor 02.

2
Disimpulkan bahwa model pembelajaran Kooperatif dapat digunakan dan
dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik, sehingga peneliti memilih
model pembelajaran Kooperatif. Salah satu alternatif dalam meningkatkan hasil
belajar maka dapat menggunakan model pembelajaran yang dapat digunakan
dalam mata pelajaran Konstruksi Bangunan dengan kompetensi dasar jenis dan
klasifikasi bahan adukan dan pasangan (semen, pasir, gips, teras/puzzolan,
kapur dll). Slavin (dalam Etinsolihatin dan Raharjo, 2009) mengatakan bahwa
cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalm kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang,
dengan struktur kelompoknya bersifat heterogen. Jadi, setiap siswa akan terjadi
interaksi sehingga masing-masing peserta didik akan mendapatkan suatu proses
belajar yang bermakna.

Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana


keberhasilan individual ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan suatu
kelompok. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik
pembelajaran kooperatif lebih banyak meningkatka hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian diatas, maka dipelukan suatu metode pembelajaran yang
tepat untuk menunjang adanya pembelajaran kooperatif tersebut.

B. Batasan Masalah

Tujuan penelitian dapat dicapai apabila terdapat batasan masalah. Batasan


masalah pada penelitian ini yaitu pada upaya mengetahui keaktifan peserta didik,
dan hasil belajar melalui model pembelajaran Kooperatif. Penelitian ini akan
dilakukan pada kompetensi dasar jenis dan klasifikasi bahan adukan dan pasangan
(semen,pasir, gips, teras/puzzolan, kapur dll) mata pelajaran Konstruksi Bangunan
kelas X kompetensi keahlian Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan SMK
Negeri 6 Malang.

Batasan masalah diterapkan untuk menghindari perkembangan permasalahan


yang terlalu luas. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah

1) Motivasi dan hasil belajar peserta didik dengan menggunakan model


pembelajaran Kooperatif pada mata pelajaran Konstruksi Bangunan kelas X

3
kompetensi keahlian Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan SMK
Negeri 6 Malang.

2) Model Kooperatif lebih baik dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar
pada mata pelajaran Konstruksi Bangunan kelas X kompetensi keahlian
Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan SMK Negeri 6 Malang.

C. Rumusan Masalah
Berikut disajikan rumusan masalah berdasarkan uraian pada latarbelakang.
1. Bagaimana pengaruh model pembelajaran Kooperatif dengan media Shock-
Box terhadap minat dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
Konstruksi Bangunan kelas X kompetensi keahlian Desain Pemodelan dan
Informasi Bangunan SMK Negeri 6 Malang?
2. Bagaimana peningkatan minat dan prestasi belajar siswa setelah dilakukan
pembelajaran model kooperatif dengan media ShockBox pada mata
pelajaran Konstruksi Bangunan kelas X kompetensi keahlian Desain
Pemodelan dan Informasi Bangunan SMK Negeri 6 Malang?

D. Tujuan Penelitian
Berikut disajikan tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah.
1. Menjelaskan pengaruh model pembelajaran Kooperatif dengan media
Shock-Box terhadap minat dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
Konstruksi Bangunan kelas X kompetensi keahlian Desain Pemodelan dan
Informasi Bangunan SMK Negeri 6 Malang.
2. Menjelaskan peningkatan minat dan prestasi belajar siswa setelah
dilakukan pembelajaran model kooperatif dengan media ShockBox pada
mata pelajaran Konstruksi Bangunan kelas X kompetensi keahlian Desain
Pemodelan dan Informasi Bangunan SMK Negeri 6 Malang.

E. Hipotesis Tindakan
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang
kebenarannya masih harus diuji. Berdasarkan permasalahan dan teori yang
dikumpulkan maka hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

4
Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan media shock box dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Konstruksi
Bangunan kelas X kompetensi keahlian Desain Pemodelan dan Informasi
Bangunan SMK Negeri 6 Malang.
F. Manfaat Penelitian
Hasil kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis
maupun praktis bagi pendidik, peserta didik, penulis, dan semua pihak yang terkait
dengan dunia pendidikan, adapun manfaatnya sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dengan
mengembangkan metode kooperatif sebagai salah satu referensi yang
diterapkan dalam suatu proses pembelajaran sejarah. Selain itu penelitian
ini juga dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian tentang
pembelajaran di Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) atau dijadikan
sebagai dasar penelitian selanjutnya.
1 Manfaat Praktis
1) Bagi Siswa:
1) Memberikan suasana baru bagi siswa dalam kegiatan belajar
mengajar, yang diharapkan memberikan semangat baru dalam
belajar.
2) Meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran sejarah.
3) Meningkatkan kemampuan berbicara didepan umum agar berani
dalam memberikan pendapat.
2) Bagi Guru:
1) Meningkatkan profesionalitas guru.
2) Memperoleh pengalaman untuk meningkatkan ketrampilan
memilih metode pembelajaran yang bermanfaat dalam
pembelajaran.
3) Menambah referensi guru dalam menentukan metode
pembelajaran aktif, sehingga siswa tidak bosan.

5
G. Penelitian yang Relevan
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement
Division (STAD) untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas X
TGB3 pada mata diklat Konstruksi Bangunan di SMK Negeri 1 Singosari.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep dan Pengertian Belajar


Belajar merupakan kegiatan individu yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari dan dapat dilakukan secara aktif maupun pasif. Interaksi antara
individu dengan lingkungan menimbulkan suatu kompleksitas berpikir melalui
proses kehidupan. Oleh karenanya akal harus setiap kali digunakan untuk berpikir
guna memahami konsep belajar yang sedang terjadi baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Menurut Sardiman (2008:2) bahwa “belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku dalam diri peserta didik, perubahan tingkah laku tersebut menyangkut
baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan
(psikomotorik) maupun yang menyangkut nilai atau sikap (afektif). Menurut
Muhibbin Syah (2004:63) berpendapat bahwa “Belajar berarti kegiatan yang
berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan
setiap jenis dan jenjang pendidikan. Artinya, berhasil atau gagalnya pencapaian
tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami peserta
didik baik ketika berada di sekolah, masyarakat, dan lingkungan.
Belajar mencakup semua aspek tingkah laku dan dapat dilihat dengan
proses. Proses itu terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar,
sehingga belajar merupakan perubahan tingkah laku yang merupakan proses yang
terjadi secara internal dalam diri individu dalam usahanya memperoleh hubungan
yang baru yang hasilnya dipengaruhi faktor internal dan eksternal peserta didik
sendiri.

B. Tujuan Belajar
Sistem lingkungan (kondisi) belajar yang kondusif sangat diperlukan dalam
usaha pencapaian tujuan belajar. Seorang guru harus mampu menciptakan sistem
lingkungan (kondisi) yang kondusif dalam melakukan proses pembelajaran. Sistem
lingkungan belajar ini sendiri terdiri atau dipengaruhi oleh berbagai komponen
yang masing-masing saling memengaruhi. Komponen-komponen itu misalnya

7
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa
yang yang memainkan peranan serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis
kegiatan yang dilakukan serta sarana prasarana belajar mengajar yang tersedia.
Guru dalam mengajar harus sudah memiliki rencana dan menetapkan
strategi belajar-mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang hendak
dicapai. Secara garis besar tujuan pembelajaran dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
1) Untuk mendapatkan pengetahuan
2) Penanaman konsep dan keterampilan
3) Pembentukan sikap
Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar. Hasil
belajar akan bermuara kepada anak didik, maka setelah terjadi proses internalisasi
terbentuklah suatu kepribadian yang utuh. Untuk pencapaian semua itu,
dibutuhkan sistem lingkungan (kondisi) yang mendukung.
Menurut website Silabus.org bahwa “Paradigma konstruktivisme yang
dianut oleh pendidik pada saat ini berupaya mengembangkan potensi yang dimiliki
oleh peserta didik. Dalam membelajarkan siswa, siswa harus berperilaku aktif
untuk membangun konsep atau pemahamannya dari tahap-tahapan belajar
pembelajaran inovatif. Siswa akan mengamati fakta atau data dari kehidupan
sehari-hari, kemudian menggabungkan (meng-asosiasi) pengetahuan yang
dimilikinya dengan fakta atau data yang sedang diamati. Dari proses tersebut akan
terbangun suatu konsep yang baru yang lebih luas (skemata)”.

C. Strategi Belajar Mengajar


Strategi belajar mengajar menunjukkan karakteristik tentang urutan
perbuatan antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Strategi
belajar mengajar merupakan perencanaan yang berisi mengenai rangkaian
keaktifan yang dibuat untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan. Strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru
dan murid supaya tujuan pembelajaran bisa dilakukan secara efektif dan efisien.
Menurut Reigeluth dalam Made Wena (2014:5) menyatakan bahwa
“strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil
pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda”. Variabel strategi
pembelajarn diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
1) strategi pengorganisasian (organizational strategy)

8
2) strategi penyampaian (delivery strategy)
3) strategi pengelolaan (management strategy)

D. Model Pembelajaran Kooperatif


Menurut Roger, dkk dalam Miftahul Huda (2015:29), pembelajaran
kooperatif merupakan aktivitas pembelajan kelompok yang diorganisir oleh satu
prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara
sosialdi antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap
pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk
meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.
Pembelajaran kooperatif merupakan kelompok kecil pembelajar yang
bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan
sebuah tugas, dan mencapai satu tujuan bersama (Artz dan Newman dalam
Miftahul Huda, 2015:32). Efektivitas kelompok dicapai dengan memastikan
bahwa anggota kelompok dapat bekerja sama dan bertanggung jawab atas
pembelajaran oleh dirinya serta pembelajaran teman-teman kelompoknya sehingga
diperoleh kepahaman dalam belajar.
Konsekuensi positif dari pembelajaran ini adalah siswa diberi kebebasan
secara aktif dalam kelompok mereka. Dalam lingkungan pembelajaran kooperatif,
siswa harus menjadi partisipan aktif dan memalui kelompoknya dapat membangun
komunitas pembelajaran yang saling membantu antar satu sama lain tanpa adanya
sifat ketergantungan.

E. Media Belajar
“Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagi
pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan” (Criticos dalam Daryanto,
2013:4). Sehingga media belajar dapat diartikan sebagai komponen komunikasi
yang digunakan sebagai alat dan bahan kegiatan pembelajaran.
Menurut Daryanto (2013:5) kegunaan media secara umum, yaitu :
1) memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalitas,
2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indera,
3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid
dengan sumber belajar,

9
4) memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan
kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya.

Karakteristik dan kemampuan masing-masing media perlu diperhatikan


oleh guru agar mereka dapat memilih media pembelajaran yang sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan. Oleh karena proses pembelajaran merupakan proses
komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajarn
menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem
pembelajaran. Media pembelajaran merupakan komponen integral dari sistem
pembelajaran.

Fungsi media dalam proses pembelajaran ditunjukkan pada gambar berikut.

Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu : (1)visual diam;


(2)film; (3)televisi; (4)obyek tiga dimensi; (5)rekaman; (6)pelajaran terprogram;
(7)demonstrasi; (8)buku teks cetak; dan (9)sajian lisan. Allen melihat bahwa,
media tertentu memiliki kelebihan untuk tujuan belajar tertentu tetapi lemah untuk
tujuan belajar yang lain.

F. Media Belajar Shock-Box


Media belajar shock-box merupakan inovasi media yang peneliti
kembangkan berdasarkan keinginan dalam mengembangkan media belajar yang
kreatif dan atraktif untuk membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap
ilmu yang dipelajari khususnya yang berkaitan dengan materi non praktik.
Media shock-box adalah kubus yang terbuat dari kardus dupleks yang dapat
dibuka tutup. Ruang kosong didalam kubus digunakan untuk meletakkan benda
atau materi yang berkaitan dengan ilmu yang akan dipelajari, hal tersebut
dilakukan untuk menarik perhatian siswa (apersepsi) sehingga timbul motivasi
untuk mempelajari lebih dalam tentang ilmu yang sedang dipelajari, hingga
diharapkan berdampak pada hasil belajar diatas rata-rata.

10
Media shock-box ditangguhkan kepada siswa, hal tersebut dilakukan untuk
menghidupkan kreatifitas dan rasa peduli kepada pengetahuan yang akan dipelajari
sehingga akan menimbulkan rasa semangat berliterasi. Pengajar memberikan
kesempatan siswa untuk mengembangkan bentuk media sesuai prinsip dasarnya
yaitu bangun ruang kubus.
Prosedur penerapan penggunaan media shock-box akan dipaparkan seperti
di penjelasan berikut ini.
1) Guru menjelaskan materi belajar secara umum, kemudian
memberikan kesempatan siswa untuk bertanya.
2) Guru membagi audien dalam kelompok-kelompok kecil
beranggotakan 4-5 orang.
3) Guru dan siswa menyiapkan kubus yaitu media shock-box.
4) Guru memerintahkan kelompok untuk membuat pertanyaan dan
menyiapkan benda yang berkaitan dengan pertanyaan tersebut untuk
selanjutnya dimasukkan ke dalam box.
5) Setelah semua kelompok siap dengan shock-box yang dibuat, guru
menukar media antara kelompok satu dengan yang lain.
6) Setiap kelompok harus membuka media shock-box yang sudah
ditukar dan menjawab pertanyaan yang tersedia serta berusaha
mengaitkan jawaban dengan benda yang ada di dalam shock-box.
7) Setiap kelompok diberi waktu untuk berdiskusi dalam menjawab
pertanyaan yang berkaitan.
8) Setiap kelompok memperhatikan jawaban dari kelompok penjawab
secara bergiliran dan boleh menyanggah.
9) Kelompok yang berhasil mendapat satu bintang, yang tidak
menjawab mendapat punishmen ringan. Kelompok dengan
perolehan point bintang terbanyak pada akhir pertemuan mendapat
reword dari guru.
10) Guru meluruskan konsep materi dan mengevaluasi kegiatan
pembelajaran

G. Pengertian Minat
Minat seseorang terhadap suatu objek akan lebih kelihatan apabila objek
tersebut sesuai sasaran dan berkaitan dengan keinginan dan kebutuhan seseorang

11
yang bersangkutan (Sardiman, 1990: 76). Menurut Tampubolon (1991: 41)
mengatakan bahwa minat adalah suatu perpaduan keinginan dan kemauan yang
dapat berkembang jika ada motivasi. Sedangkan menurut Djali (2008: 121) bahwa
minat pada dasarnya merupakan penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri
sendiri dengan sesuatu di luar diri. Minat sangat besar pangaruhnya dalam
mencapai prestasi dalam suatu pekerjaan, jabatan, atau karir. Tidak akan mungkin
orang yang tidak berminat terhadap suatu pekerjaan dapat menyelesaikan
pekerjaan tersebut dengan baik. Minat dapat diartikan sebagai rasa senang atau
tidak senang dalam menghadapi suatu objek (Mohamad Surya, 2003: 100). Minat
berkaitan dengan perasaan suka atau senang dari seseorang terhadap sesuatu objek.
Hal ini seperti dikemukakan oleh Slameto (2003: 180) yang menyatakan bahwa
minat sebagai suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan
suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau
dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Menurut Kartini Kartono (1996:
12) ninat merupakan momen dan kecenderungan yang searah secara intensif
kepada suatu obyek yang dianggap penting. Menurut Ana laila Soufia dan Zuchdi
(2004: 116) menjelaskan bahwa minat merupakan kekuatan pendorong yang
menyebabkan seseorang menaruh perhatian pada orang lain, pada aktivitas atau
objek lain. Sedangkan Slameto (2003: 57) menjelaskan bahwa minat adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa
kegiatan. Lebih lanjut Slameto mengemukakan bahwa suatu minat dapat
diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih
menyukai suatu hal dari pada hal lainnya, dapat pula dimanifestasiakan melalui
partisipasi dalam satu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subjek
tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek
tersebut.
Dari pendapat para ahli di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa
timbulnya minat seseorang itu disebabkan oleh beberapa faktor penting yaitu
fsakttor intern dan ekstern. Adapun faktor intern terdiri dari perhatian, tertarik, dan
aktifitas, sedangkan faktor ekstern terdiri dari keluarga, sekolah, dan lingkungan.
Minat mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses dan pencapaian
hasil belajar. Apabila materi pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat
siswa, maka siswa tidak akan tertarik untuk belajar dengan sebaik-baiknya. Tidak

12
ada daya tarik bagi siswa mengakibatkan keengganan belajar. Keengganan belajar
mengakibatkan tidak adanya kepuasan dari pelajaran tersebut. Namun sebaliknya,
pelajaran yang menarik siswa, lebih mudah direncanakan karena minat menambah
aktivitas belajar. Jika terdapat siswa yang kurang berminat terhadap belajar, maka
dapatlah diusahakan agar mempunyai minat yang lebih besar yaitu dengan cara
menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-hal yang
berhubungan dengan cita-cita kaitannya dengan materi pelajaran yang dipelajari.

H. Hakikat Prestasi
Proses Penilaian terhadap hasil belajar peserta didik untuk mengetahui
sejauh mana peserta didik telah mencapai sasaran belajar yang disebut sebagai
hasil belajar. Belajar merupakan suatu proses, sedangkan hasil belajar adalah hasil
dari proses pembelajaran tersebut. Bagi peserta didik belajar merupakan suatu
keharusan. Berhasil atau tidaknya peserta didik dalam pendidikan tergantung pada
proses belajar yang dialami olehpeserta didik tersebut. Proses perubahan yang
terjadi akibat proses belajar dapat diartikan sebagai hasil belajar.
Seperti yang diungkapkan oleh Hamalik (2003:30) bahwa “bukti seseorang
belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, dan dari tahu menjadi mengerti”. Muhibbin Syah
(2007:120) juga merangkan bahwa “manifestasi atau perwujudan perilaku belajar
biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut : (1)
Kebiasaan, (2) Keterampilan, (3) Pengamatan, (4) Berfikir asosiatif dan daya
ingat, (5) Berfikir rasional dan kritis, (6) Sikap, (7) Inhibisi (menghentikan
tindakan yang tidak perlu, (8) Apresiasi, dan (9) Tingkah laku afektif”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, disimpulkan hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku peserta didik dengan disadari adanya perubahan berupa
penguasaan pengetahuaan, sikap, dan keterampilan setelah peserta didik
mengalami suatu proses pembelajaran.
Proses belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku dan terjadi
karena hasil pengalaman. Dapat dikatakan terjadi proses belajar apabila seseorang
menunjukkan tingkah laku yang berbeda. Mengenai perubahan itu, menurut Bloom
dalam kutipan Sardiman (2008:23), meliput tiga ranah/matra, yaitu : matra
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Masing-masing matra atau domain dirinci lagi
menjadi beberapa jangkauan kemampuan (level of competence), yaitu :

13
1) ranah kognitif
Pada dasarnya Kognitif adalah kemampuan intelektual peserta didik dalam
berpikir, menegtahui dan memecahkan masalah. Menurut Bloom, segala upaya
yang menyangkut keaktifan otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah
kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya
kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis,
dan kemampuan mengevaluasi.
2) ranah afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan
nilai. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam
berbagai tingkah laku.
3) ranah psikomotorik
Ranah psikomotorik adalah kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi
motorik manusia yaitu berupa keterampilan untuk melakukan sesuatu.
Keterampilan melakukan sesuatu tersebut, meliputi keterampilan motorik,
keterampilan intelektual, dan keterampilan sosial.

I. Mata Pelajaran Konstruksi Bangunan


Pembelajaran kontruksi bangunan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
adalah salah satu mata pelajaran dibidang teknik bangunan yang mempelajari ilmu
teori maupun praktek yang ada pada mata pelajaran Konstruksi Bangunan yanag
bertujuan agar siswa dapat memahami tentang konstruksi bangunan serta
mengetahui fungsi dari kegunaan bangunan tersebut.
Sebagi salah satu mata pelajaran yang ada di SMK, pekerjaan konstruksi
banguann sangatlah penting untuk dipahami dan dikuasai oleh siswa karena hal ini
merupakan tuntutan luluasan di SMK Teknik Bangunan sebagai tenaga menengah
yang terampil di bidangnya antara lain di bidang konstruksi. Sub kompetensi untuk
mata pelajaran yang akan dipelajari pada pertemuan siklus I antara lain : (a)
pengertian batu bata, (b) kegunaan batu bata, (c) dan pada siklus II akan dipelaji
antara lain : (a) pengertian baja, (b) macam –macam jenis baja.

14
J. Kerangka Berpikir
Berdasarkan teori yang telah diuraikan di atas, proses pembelajaran
bertujuan untuk mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik yaitu ditandai
dengan hasil belajar peserta didik yang tinggi dan tercapainya ketuntasan belajar
baik secara individu maupun klasikal.
Peneliti akan membagi dua kelas menjadi kelas kontrol dan kelas
eksperimen. Kelas kontrol merupakan kelas yang tidak diberikan perlakuan. Proses
pembelajaran pada kelas ini menggunakan model konvensional (ceramah) yang
biasa digunakan oleh guru mata pelajaran. Pada kelas ini guru sebagai pusat
pembelajaran, sehingga peserta didik mendengarkan dan setelah penyampaian
materi peserta didik dipersilakan mengajukan pertanyaan kalau ada materi yang
belum dipahami. Proses pembelajaran ini cenderung mengakibatkan peserta didik
pasif, bosan, dan daya serapnya cepat hilang dikarenakan menghapal. Dengan
proses pembelajaran yang demikian, maka hasil belajar peserta didik tidak
optimal.
Kelas eksperimen merupakan kelas yang diberikan perlakuan. Proses
pembelajaran pada kelas ini menggunakan model cooperative learning dengan
media shock-box. Penerapan media shock-box diharapkan dapat meningkatkan
hasil belajar peserta didik karena dirasa menarik dan menegangkan.
Kerangka berpikir disajikan dalam bentuk Flow chart seperti pada gambar
diagram dibawah ini.

15
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

16
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian


Dalam suatu penelitian digunakan jenis dan desain penelitian tertentu
dengan tujuan agar penelitian yang dilakukan memiliki arah sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh model pembelajaran kooperatif denagn media shock-box terhadap
motivasi dan hasil belajar siswa. Metode penelitian yang akan digunakan adlah
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Suharsimi, Arikunto (2015) bahwa
penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar
berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas
secara bersama. Penelitian tindakan kelas memiliki tiga ciri pokok, yaitu : (1)
inkuiri reflektif, yaitu bahwa penelitian tersebut berangkat dari permasalahan
pembelajaran yang dihadapi guru dan siswa sehari-hari yang didasarkan pada
pelaksanaan tugas dan pengambilan tindakan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. (2) kolaboratif yang merupakan upaya bersama dari guru dan peneliti
untuk mewujudakn perbaikan yang diinginkan. (3) reflektif, yaitu siakap reflektif
yang berkelanjutan agar dapat memperbaiki proses tindakan pada setiap siklus.
Menurut Suharsimi, Arikunto (2007) secara garis besar terdapat empat
tahapan yang harus dilalui dalam penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada
gambar 3.1.

17
Gambar 3.1 Tahap Penelitian Tindakan kelas

1. Perencanaan

Pada tahap awal perencanaan model pembelajaran kooperatif dengan media


shock-box untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, peneliti membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang di dalamnya terdapat langkah-
langkah untuk penerapan model pembelajaran kooperatif dengan media shock-box.

2. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan implementasi rancangan pembelajaran. Proses
pelaksanaan tindakan satu terbagi menjadi dua pertemuan masing-masing
berlangsung selama 3 x 45 menit.

18
3. Pengamatan
Kegiatan pengamatan berfungsi sebagi dokumentasi terkait dengan tindakan
yang telah dilakukan. Pengamatan dilakukan pada saat proes pembelajaran sedang
berlangsung hingga berakhir.
4. Refleksi
Pada tahap ini dimaksudkan mengkaji secara menyeluruh atas tindakan
yang sudah dilakukan berupa evaluasi oleh tim pengamat kepada guru model.
Hasil yang telah diperoleh akan dianalisis untuk kemudian semua masukan
akan dipertimbangkan pada taha siklus ke II. Hasil yang dilihat pada penelitian ini
antara lain mengenai (1) penerapan model pembelajaran kooperatif dengan media
shock-box, (2) hasil belajar siswa, (3) motivasi belajar siswa terhadap model
pembelajaran yang diterapkan oleh guru model.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di kelas X kompetensi keahlian Desain
Pemodelan dan Informasi Bangunan SMK Negeri 6 Malang. Waktu pelaksanaan
penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November
2018.

C. Subjek Penelitian
Adapun subjek penelitian ini adalah siswa kelas X kompetensi keahlian
Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan SMK Negeri 6 Malang yang
berjumlah 24 siswa

D. Data dan Sumber Data


1. Sumber data : sumber data penelitian ini adalah siswa kelas X kompetensi
keahlian Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan, guru model mata
pelajaran Konstruksi Bangunan.
2. Jenis Data : jenis data yang digunakan terdiri dari (1) hasil belajar, (2) motivasi,
dan (3) rencana pelaksanaan pembelajaran.
3. Pengambilan Data : (1) data hasil belajar diambil dengan tes tulis, (2) motivasi
belajar diambil dari hasil observasi, dan (3) data penerapan pembelajaran
kooperatif dengan media shock-box yang dilaksanakan diambil dari lembar
observasi saat proses pembelajaran berlangsung.

19
E. Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini melalui beberapa cara, yaitu : (1)
observasi yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung dan (2) tes
yang dilakukan pada akhir pembelajaran.
1. Observasi
“Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan cara mengadakan pemngamatan terhadap kegiatan
yang sedang berlangsung” (Sukmadinata, 2016:220).
2. Tes
Tes tulis diberikan pada tahap akhir pembelajaran yang terkait dengan
materi pada pertemuan hari itu juga.
Analisis data digunakan untuk mengetahui suatu hasil dari model
pembelajaran yang sudah berlangsung. Pada penelitian ini menggunakan analisis
data deskriptif, yaitu penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan sesuai
dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar yang
dicapai siswa. Untuk mengetahui peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa
dengan penerapan model pembelajaran kooperatif media shock-box dilakukan
dengan membandingkan data pra penelitian dengan data pasca penelitian.
1. Motivasi Belajar
Motivasi belajar siswa dianalisis dalam bentuk persentase jumlah siswa
terlibat dalam masing-masing aktivitas siswa berdasarkan pendapat Hamzah B.
Uno, (2008) sebagi berikut : (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (2)
adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita
masa depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang
menarik dalam belajar, dan (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif.

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛
n= 𝑥 100
6
𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒
X= 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

Keterangan :
n : persentase individu
X = rata-rata persentase yang diperoleh

20
Tabel 3.1 Observasi Motivasi Belajar Siswa

Tekun Lebih senang Dapat Senang


Tidak lekas
No. Nama menghadapi Minat mengerjakan mempertahan memecahkan
putus asa
tugas mandiri kan pendapat masalah
1
2
Skor rata-rata

2. Data Hasil Belajar


Data hasil belajar siswa dianalisis dengan cara membandingkan nilai yang
diperoleh siswa dengan standar yang ditentukan. Ketentuan belajar individu
siswa telah mencapai niali KKM 75 yang telah ditentukan sekolah. Siswa
dikatakan tuntas jika nilai > 75 dan dikatakan tidak tuntas jika < 75.
Tabel 3.2 Rubrik Penilaian Hasil Belajar
No. Nama Siswa Nilai Tes

Berdasarkan tersebut dapat dinyatakan perhitungan persentasi ketuntasan


belajar siswa per individu yakn :
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
KM = 𝑥 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

Keterangan :
KM : ketuntasan belajar siswa individu
Sedangkan presentase ketuntasan rata-rata (∑) siswa dihitung dengan rumus :
𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
∑= 𝑥 100
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

21
DAFTAR RUJUKAN

Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka


Blajar.

Sardiman. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Syah, Muhibbin. 2007. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Dewantoro, Hajar. 2016. Pembelajaran Inovatif dengan pendekatan Kontruktivisme.


(Online), (https://silabus.org/pembelajaran-inovatif/), diakses 30 Oktober 2018

22

Anda mungkin juga menyukai