Anda di halaman 1dari 3

PKBM diwajibkan memiliki struktur kurikulum untuk setiap jenis program utama yang diajukan

akreditasi. Butir 2.2.1 ini termasuk berstatus major, artinya adalah kriteria yang harus dipenuhi
karena sangat signifikan mempengaruhi pencapaian 8 (delapan) standar nasional pendidikan.
Bagaimana cara memenuhi ketentuan butir ini? Berikut penjelasannya.
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Dalam konteks kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) struktur kurikulum dicantumkan dalam naskah KTSP. Dokumen KTSP terdiri dari
dokumen 1 dan dokumen 2. Dokumen 1 KTSP pendidikan kesetaraan berisi tentang acuan
pengembangan KTSP yang memuat latar belakang, tujuan dan prinsip pengembangan, tujuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan. Dokumen 2 KTSP pendidikan
kesetaraan terdiri dari silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan uraian di
atas struktur kurikulum termasuk dalam dokumen 1 KTSP.
Sebelumnya perlu dipahami bahwa Paket A, Paket B dan Paket C masih menggunakan
kurikulum berdasarkan standar isi sebagaimana diatur dalam Permendiknas Nomor 14 Tahun
2007. Atau dalam bahasa awamnya masih menggunakan kurikulum KTSP 2006. Pendidikan
kesetaraan sampai tulisan ini diturunkan belum menerapkan kurikulum 2013. Mengapa
pendidikan kesetaraan saat ini belum menggunakan kurikulum 2013, karena kerangka dasar dan
struktur kurikulum belum ditetapkan alias masih menggunakan kurikulum lama.
Struktur kurikulum merupakan pengorganisasian kompetensi inti, mata pelajaran, beban belajar
dan kompetensi dasar. Sedangkan berdasarkan instrumen akreditasi bukti fisik yang dinilai
adalah (a) daftar mata pelajaran; (b) bobot/jumlah jam belajar per mata pelajaran; (c) alokasi
waktu pembelajaran; (d) lama studi.
Namun demikian penyajian bukti fisik akreditasi tidak harus terpisah-pisah, karena pada
hakekatnya keempat indikator di atas termuat dalam dokumen satu KTSP. Oleh karenanya
asesor akan memeriksa indikator-indikator struktur kurikulum dalam dokumen satu KSTP. Sudah
barang tentu setiap indikator di atas diberi tanda (post id) agar memudahkan asesor menemukan
keempat indikator dimaksud.
Untuk menyajikan indikator (a) dan (b) dapat disajikan tabel pemetaan mata pelajaran
berdasarkan bobot satuan kredit kompetensi yang kemudian dikonversi ke dalam jam pelajaran.
Seperti kita ketahui bahwa menu struktur kurikulum pendidikan kesetaraan sebagaimana
tertuang dalam Permendiknas Nomor 14 Tahun 2007 masih berupa bobot kompetensi pada
setiap tingkatan, belum didistribusikan ke dalam semester dan belum dikonversi ke dalam jam
pelajaran atau beban belajar. Sehingga untuk membuktikan indikator (b) perlu dilakukan konversi
bobot satuan kredit kompetensi ke dalam jam pelajaran terlebih dahulu.
Konversi bobot satuan kredit kompetensi ke dalam jam pelajaran dilakukan melalui tahapan
pemetaan satuan kredit kompetensi sebagaimana dapat diperiksa pada tabel berikut ini. Contoh
pada tabel berikut ini adalah pemetaan satuan kredit kompetensi Paket C IPA/IPS pada
tingkatan 5 setara kelas X semester I.
Semester I

Bobot
No. Matapelajaran Tatap Muka Tutorial Mandiri Jumlah
SKK

SKK JPL SKK JPL SKK JPL SKK JPL

1 Pendidikan Agama 2 0 0 1 3 1 3

Pendidikan
2 2 1 1 0 0 1 1
Kewarganegaraan

3 Bahasa Indonesia 4 1 1 1 2 0 2 3
4 Bahasa Inggris 4 1 1 1 2 0 2 3

5 Matematika 4 1 1 1 2 0 2 3

6 Fisika 2 0 0 1 3 1 3

7 Kimia 2 0 0 1 3 1 3

8 Biologi 2 0 0 1 3 1 3

9 Sejarah 1 0 0,5 1 0 0,5 1

10 Geografi 1 0 0,5 1 0 0,5 1

11 Ekonomi 2 0 1 2 0 1 2

12 Sosiologi 2 0 1 2 0 1 2

13 Seni Budaya 2 0 0 1 3 1 3

Pendidikan Jasmani,
14 Olahraga dan 2 0 0 1 3 1 3
Kesehatan

Keterampilan
15 4 0 0 2 6 2 6
Fungsional*)

16 Muatan Lokal**) 2 0 0 1 3 1 3

Pengembangan
17 2 0 0 1 3 1 3
Kepribadian Profesional

40 4 6 10 20 46

Persentase (%) 20,00 30,00 50,00

20%- 30%- <=


Kriteria
70% 80% 50%

Berdasarkan standar isi pendidikan kesetaraan, satu bobot satuan kredit kompetensi (1 SKK)
pembelajaran tatap muka dikonversi menjadi satu jam pelajaran (1 SKK tatap muka= 1 jpl);
sedangkan satu bobot satuan kredit kompetensi (1 SKK) pembelajaran tutorial dikonversi
menjadi dua jam pelajaran (1 SKK tatap muka= 2 jpl); dan satu bobot satuan kredit kompetensi
(1 SKK) pembelajaran mandiri dikonversi menjadi tiga jam pelajaran (1 SKK mandiri= 3 jpl).
Ketentuan pemetaan SKK adalah pembelajaran tatap muka pada rentang 20%-70%,
pembelajaran tutorial antara 30%-80% dan pembelajaran mandiri maksimal 50%. Artinya jumlah
bobot SKK yang dipetakan pada setiap bentuk pembelajaran memenuhi ketentuan prosentase
bobot SKK pada semester tersebut. Misalnya pada semester I di atas jumlah bobot SKK adalah
20 SKK, maka prosentase pembelajaran tatap, tutorial dan mandiri adalah dari keseluruhan
bobot 20 SKK tersebut. Berdasarkan perhitungan pemetaan SKK tabel di atas, pembagian ketiga
pembelajaran dipandang memenuhi kriteria.
Sesuai standar proses pendidikan kesetaraan bahwa pembelajaran mandiri tidak dilakukan di
kelas, dengan demikian pembelajaran yang terjadwal adalah pembelajaran tatap muka dan
pembelajaran tutorial. Dengan demikian jumlah jam pelajaran yang terjadwal sebagaimana
dalam tabel di atas adalah sejumlah empat jam pembelajaran tatap muka dan 12 jam pelajaran
pembelajaran tutorial atau total sejumlah 16 jam pelajaran.
Dari hasil pemetaan SKK di atas barulah bisa disusun jadwal pembelajaran. Sejumlah total 16
jam pelajaran (tatap muka dan tutorial) dapat dimasukkan ke dalam roster (jadwal
pembelajaran). Berdasarkan pemetaan inilah dapat dihasilkan jadwal pembelajaran yang hanya
tiga kali seminggu, atau empat kali seminggu.
Inilah pembuktian bahwa pembelajaran pendidikan kesetaraan tidak harus dilakukan setiap hari.
Hasil pemetaan bisa berbeda antara satu satuan pendidikan nonformal dengan satuan
pendidikan nonformal lainnya, hal mana membuktikan pula wujud fleksibiltas pendidikan
kesetaraan dari segi pelaksanaannya. Artinya jumlah jam pelajaran per mata pelajaran bisa
berbeda sesuai hasil pemetaan SKK, dan jadwalnya pun bisa berbeda-beda.
Untuk membuktikan alokasi waktu pembelajaran (indikator ketiga), maka hasil pemetaan di atas
dituangkan dalam bentuk jadwal pembelajaran mingguan. Satu jam pelajaran Paket C sama
dengan 45 menit. Sedangkan untuk Paket B sama dengan 40 menit dan Paket A sama dengan
35 menit.
Pemetaan SKK dan jadwal pembelajaran disajikan untuk setiap rombongan belajar yang sedang
berjalan pada tahun pelajaran ketika dilakukan visitasi akreditasi. Jangan hanya menyajikan
salah satu contoh pemetaan SKK dan jadwal pembelajaran pada semester tertentu.
Selanjutnya pada indikator keempat pada butir akreditasi ini adalah dapat menjelaskan lama
studi. Uraian lama studi dituangkan dalam dokumen satu KTSP. Ketentuan lama studi ini
dimasukkan dalam Bab III Struktur dan Muatan Kurikulum pada huruf B.9. (lihat contoh KTSP).
Adapun contoh uraian yang menunjukkan lama studi adalah sebagai berikut:
Lama studi Paket C (IPA/IPS) sesuai dengan struktur kurikulum dan standar proses adalah
sebagai berikut:

1. Paket C (IPA/IPS) Tingkatan 5/Mahir 1 (Setara Kelas X) mempunyai beban 40


SKK setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 20 SKK per Artinya
tingkatan Tingkatan 5/Mahir 1 (Setara Kelas X) ditempuh dalam dua semester atau satu
tahun.
2. Paket C (IPA/IPS) Tingkatan 6/Mahir 2 (Setara Kelas XI – XII) mempunyai beban 82
SKK setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 21 SKK per Artinya
tingkatan Tingkatan 6/Mahir 2 (Setara Kelas XI-XII) ditempuh dalam empat semester atau
dua tahun.
3. Keseluruhan program Paket C (IPA/IPS) ditempuh selama enam semester atau tiga
tahun.

Anda mungkin juga menyukai