PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh salmonella typhi. Demam tifoid ditandai dengan panas berkepanjangan yang
diikuti dengan bakteremia dan invasi bakteri salmonella typhi sekaligus
multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus
dan plak peyeri. 1
Demam tifoid terjadi di seluruh dunia, terutama pada negara berkembang
dengan sanitasi yang buruk. Delapan puluh persen kasus tifoid di dunia berasal dari
Banglades, Cina, India, Indonesia, Laos, Nepal, Pakistan. Demam tifoid
menginfeksi setiap tahunnya 21.6 juta orang (3.6/1.000 populasi) dengan angka
kematian 200.000/tahun. Di Indonesia insidensi kasus demam typhoid masih
termasuk tinggi di Asia, yakni 81 kasus per 100.000 populasi per tahun. Prevalensi
tifoid banyak ditemukan pada kelompok usia Sekolah (5 – 14 tahun) yaitu 1.9% dan
terendah pada bayi (0.8%). Kelompok yang berisiko terkena demam typhoid adalah
anak – anak yang berusia dibawah usia 15 tahun.2
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia dengan angka
kejadian yang masih tinggi serta merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan sanitasi yang buruk. Demam tifoid juga
merupakan salah satu penyakit menular penyebab kematian di Indonesia (6%
dengan n = 1.080), khusus pada kelompok usia 5 – 14 tahun tifoid merupakan 13%
penyebab kematian pada kelompok tersebut.3
Komplikasi serius dapat terjadi hingga 10%, khususnya pada individu yang
menderita tifoid lebih dari 2 minggu dan tidak mendapat pengobatan yang adekuat.
Case Fatality Rate (CFR) diperkirakan 1–4% dengan rasio 10 kali lebih tinggi pada
anak usia lebih tua (4%) dibandingkan anak usia ≤4 tahun (0,4%). Pada kasus yang
tidak mendapatkan pengobatan, CFR dapat meningkat hingga 20%.2 Di Indonesia,
tifoid harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, karena penyakit ini
bersifat endemis dan mengancam kesehatan masyarakat. Permasalahannya semakin
kompleks dengan meningkatnya kasus-kasus karier (carrier) atau relaps dan
resistensi terhadap obat-obat yang dipakai, sehingga menyulitkan upaya
pengobatan dan pencegahan.4
1. Referat ini dibuat untuk memenuhi syarat dalam kepaniteraan klinik senior
pada Ilmu Penyakit Dalam RSUD M. Natsir.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang diagnosis dan penatalaksanaan
demam tifoid.
TINJAUAN PUSTAKA
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C. Penularan demam
tifoid melalui oral yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi. 1
2.2 Epidemiologi
Sejak awal abad ke-20, insiden demam tifoid menurun di USA dan Eropa.
Hal ini dikarenakan ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan yang baik, dan
ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara berkembang. Insiden demam tifoid
tergolong tinggi terjadi di wilayah Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara dan
Afrika Selatan ( insidens >100 kasus per 100.000 populasi per tahun). Insiden
demam tifoid yang tergolong sedang ( 10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun
) berada diwilayah Afrika, Amerika Latin dan Oceania (kecuali Australia dan
Selandia Baru) serta yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per
tahun) di bagian dunia lainnya.
Menurut Depkes RI tahun 2009 Demam tifoid merupakan penyakit
infeksi yang dapat dijumpai diseluruh dunia, secara luas di daerah tropis dan
subtropis terutama didaerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai
dengan standar higienis dan sanitasi yang rendah dimana di Indonesia dijumpai
dalam keadaan endemik.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009 jumlah kejadian
Demam tifoid dan Paratifoid di Rumah Sakit adalah 80.850 kasus pada penderita
rawat inap dan 1.013 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan pada tahun 2010
penderita demam tifoid dan para tifoid sejumlah 55.098 kasus pada penderita rawat
inap dan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 276 jiwa.Berdasarkan Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2011, Demam Tifoid dan Paratifoid sebanyak41.081
kasus menempati urutan ke 3 dari 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit
Indonesia Demam Tifoid dan Paratifoid dengan CFR sebesar 2,06 %.
Pada minggu pertama gejala penyakit ini ditemukan keluhan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut lainnya yaitu Demam, nyeri kepala, pusing, nyeri
otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaaan tidak enak diperut,
batuk epistaksi. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.
Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hingga malam
hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,
bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 1°C tidak diiukuti
peningkatan denyut nadi 8 kali permenit), lidah yang berselaput (kotor ditengah,
tep dan ujung merah serta tremor) hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan mental berupa somnolen,sopor,koma,delirium atau psikosis. Roseola
jarang ditemukan pada orang indonesia
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan rutin
o LED
Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan tinja
Uji Widal
(aglutinin)
keempat.
lipat atau lebih atau titer O Widal I (-) tetapi titer O Widal II (+)
berapapun angkanya
UjiTyphidot
Typhi
Kultur darah
darah)
3. Riwayat Vaksinasi
Salmonella Typhosa atau Salmonella paratyphosa yang terdapat didalam air, es,
debu, maupun benda lainnya, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus
halus dan melalui peredaran darah, bakteri sampai di organ tubuh terutama hati dan
limfa yang berkembang dan menyebabkan rasa nyeri saat diraba. Penggunaan air
minum secara massal yang tercemar bakteri sering menyebabkan terjadinya KLB.15
kotoran manusia, susu dan produk susu yang terkontaminasi oleh carrier atau
penderita yang tidak teridentifikasi. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara
Bakteri Demam Tifoid dapat berasal dari carrier sering dikenal dengan
“Typhoid Mary” Demam Tifoid yang merupakan sumber penularan yang sukar
dalam jaringan tubuh selama waktu yang bervariasi. Tiga persen typhoid yang
bertahan menjadi carrier permanen, berada dalam gallbladder, saluran biliary atau
intestinum, tinja, dan saluran urin. Tiga persen orang yang sembuh dari typhoid
menjadi carrier yang permanen dan mengidap bakteri di dalam kandung empedu,
saluran empedu, atau terkadang usus dan saluran kemih. Salmonella dapat masuk
empedu, hati, dan tulang, bahkan ke otak dan akan menimbukan peradangan. Ada
1. Healthy carrier.
dalam tinja, tetapi mereka tidak menderita / menunjukkan gejala apapun (dalam
keadaan sehat).
2. Convalescent carrier.
Orang ini baru sembuh dari sakit akibat Salmonella dan masih terus
selama beberapa bulan, bahkan beberapa tahun. Dapat terjadi seorang carrier kronik
mengeluarkan Bakteri Salmonella Typhi dalam tinja seumur hidupnya, dan carrier
lebih banyak terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak dan lebih sering
mengenai wanita daripada laki-laki. Penyakit ini dapat sembuh sempurna, tetapi
jika tidak ditangani dengan baik, maka selain dapat menyebabkan seseorang
menjadi carrier atau relaps, dan resistensi, juga menimbulkan komplikasi seperti
ketersediaan fasilitas sanitasi yang baik. Pencegahan demam tifoid yang dapat
diterapkan seperti :
1. Cuci tangan sebelum makan dengan benar yaitu dengan air mengalir dan
memakai sabun
3. Memiliki tempat BAB pada tiap rumah, tidak membuang tinja kesungai,
endemis.11
daerah endemik, melalui studi yang mendalam vaksin dianggap alat pencegah yang
paling cost effective, pemberian vaksin ini dianjurkan untuk wisatawan, anak
Vaksin dapat mencapai level protektif 2-3 minggu pemberian dan dapat diberikan
pada usia>2 tahun. Vaksin tersedia dalam bentuk syringe siap pakai (suntikan) 0,5
Disebut juga dengan vaksin double. Kelebihan vaksin ini adalah lebih
praktis dalam pemberian vaksin tifoid dan hepatitis A. Vaksin dapat mencapai level
protektif setelah 2-3 minggu pemberian. Vaksin ini dapat diberikan pada usia > 16
tahun. Vaksin tersedia dalam bentuk dual-chamber syringe (suntikan) siap pakai
dengan volume 1 ml, masing-masing 0,5 ml tiap vaksin. Vaksin diberikan intra
muscular pada deltoid, dan vaksin ulangan tiap 3 tahun. Kontra indikasi pada ibu
Faktor resiko yang besar pada demam tifoid adalah yang mempunyai
kebiasaan kurang bersih dalam mengkonsumsi makanan, karena penyakit ini dapat
ditukarkan melalui makanan dan minuman, sanitasi lingkungan yang tidak bersih,
personal hygen yang buruk dan penderita carrier demam tifoid. Selain itu
- Malaria
- Cikungunya
2.11 Penatalaksanaan Demam Tifoid(6),(7)
a. Tirah Baring
Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
b. Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah
selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita demam tifoid, diklasifikasikan atas: diet cair, bubur lunak, tim dan nasi
biasa.
c. Nutrisi
Penderita harus mendapat terapi cairan yang cukup baik secara oral maupun
Terapi farmakologi
Pemberian Antimikroba
Klorafenikol
2) Terapi Suportif
Antipiretik diberikan pada demam yang terlalu tinggi. Para ahli menganjurkan
pemberian antipiretik apabila demam lebih dari Pada anak yang mempunyai
riwayat kejang demam, antipiretik dapat diberikan lebih awal.
Pada kasus demam tifoid berat perlu diperhatikan tentang kebutuhan volume cairan
intravaskular dan jaringan dengan pemberian oral atau parenteral, fungsi sirkulasi,
oksigenasi jaringan, dan memelihara nutrisi dengan memperhitungkan jumlah
kalori yang dibutuhkan dengan pemberian makanan per oral maupun parenteral.
Terhadap dua atau lebih antibiotic yang dipergunakan untuk pengobatan demam
Intestinal
- Perdarahan usus
- Perforasi usus
- Ileus paralitik
- Pankreatitis
Ekstraintestinal
2.13 Prognosis
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Demam sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit.
Status Gizi
BB : 60 kg
TB : 157 cm
BMI : 24,3 (normoweight)
Status Generalisata :
Kulit : Ikterik (-), Sianosis (-)
Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah dicabut dan tidak mudah rontok
Wajah : Edema (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor kiri dan kanan
Telinga: Dalam batas normal
Hidung: Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal, stomatitis angularis (-),atrofi lidah (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pemebesarak KGB submandibula, sepanjang M.
sternocleidomastoideus, supra/infraclavicula kiri dan kanan
Thorak :
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di RIC V linea midclavicularis sinistra
Perkusi :
Batas kiri : 2 jari di RIC V Linea medioclavicularis sinistra
Batas kanan : RIC IV Linea sternalis dextra
Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Irama murni, P2<A2, M1<M2, bising jantung (-)
Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis
Palpasi : Focal fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit, venectasi (-), sikatrik (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) pada epigastrium, nyeri lepas (-). Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Ekstremitas :
Superior
Inspeksi : Edema (-), sianosis (-)
Palpasai : Perabaan hangat, pulsasi artei radialis kuat angkat
Tes Sensibilitas : Sensibilitas halus (+), sensibilitas kasar (+)
Reflek :
REFLEK FISIOLOGIS KANAN KIRI
Reflek biseps ++ ++
Reflek triseps ++ ++
Reflek brachioradialis ++ ++
REFLEK PATOLOGIS KANAN KIRI
Reflek Hoffman-Tromer - -
Inferior
Inspeksi : Edema (-), sianosis (-)
Palpasi ` : Perabaan hangat, pulsasi a. femoralis, a. dorsalis pedis, a. tibialis
posterior, dan a. poplites kuat angkat
Reflek :
REFEKS FISIOLOGIS KANAN KIRI
Reflek Patella ++ ++
Reflek Achiles ++ ++
REFLEKS PATOLOGIS KANAN KIRI
Reflek Babinski - -
Reflek Gordon - -
Reflek Oppeinheim - -
Reflek Chaddoks - -
3.7 Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis :
a. Tirah baring
b. Banyak minum air putih
c. Diet ML
2. Farmakologis :
IVFD RL 8 jam /kolf
Inj. Cefriaxon 2x1 amp (IV) skin test
Ranitidine 2x150 mg
Paracetamol 3x500mg
B.complex 2x1tab
3.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad fuctionam : dubia ad bonam
Follow Up
Tanggal Selasa, 05 Februari 2019
S Demam (<), nyeri kepala (+), mual (-) dan muntah (-),
BAK dan BAB normal
O Tampak Sakit Sedang
Keadaan Umum: Sens : CM RR : 21x/menit
TD : 120/70 mmHg Temp : 36,8oC
Nadi : 80 x/menit
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
Demam typhoid biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan asimptomatis.
Walaupun gejala klinis sangat bervariasi, namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat
dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, (3) gangguan kesadaran. Pada
kasus khas terdapat demam remitten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat ketika sore menjelang malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada
dalam keadaan demam, yang turun secara berangsur- angsur pada minggu ketiga.
Pada pasien ini yaitu perempuan berusia 55 tahun dirawat di bangsal Penyakit Dalam wanita
RSUD M. Natsir pada tanggal 04 Februari 2019, di tegakkan diagnosa demam typhoid tanpa
komplikasi. Diagnosa ditegakkan berdasarkan :
Anamnesa :
Pasien demam 15 hari yang remitten, demam sore menjelang malam hari dan demam berkurang
pada pagi harinya. Demam di sertai dengan nyeri kepala sejak 1 minggu SMRS, nyeri kepala
yang di rasakan hilang timbul dan nyeri kepala tidak disertai pusing.Nafsu makan pasien
menurun sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, Lidah kotor tidak ada, Mual dan muntah
disangkal, batuk tidak ada serta BAK Lancar, kuning, tidak nyeri sewaktu BAK dan BAB
pasien lancar, teratur, konsistensi lunak, warna coklat kekuningan, darah (-), lendir (-).
Pada pasien ini pemeriksaan fisiknya ditemukan :
Didapatkan tanda-tanda vital keadaan umum sedang, kesadaran Compos Mentis Cooperative,
tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88 x/menit reguler, pernafasan 20 x/menit, suhu 38,1 0C,
pada lidah pasien tidak kotor dan pada pemeriksaan jantung, paru dan abdomen dalam batas
normal.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb: 11,0 g/dl, Ht: 34,2 %, Leukosit: 65.00/mm3,
Trombosit: 295.000/mm3, Ureum: 17 mg/dl, Creatinin: 0.62 mg/dl, GDS: 101 mg/dl.
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa demam typhoid pada kasus ini:
Uji serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen. Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan serologis dan didapatkan hasil + pada serologi Salmonella typhi O 1/320.
Penatalaksanaan penderita dengan demam typhoid, pada pasien ini dengan perawatan bed rest,
pemberian diet yang lunak yang mudah dicerna dengan kalori dan protein yang cukup dan
rendah serat.
Pasien diberikan terapi Farmakologi : Cefixime 2x100 mg, Paracetamol 3x500 mg, Ranitidin
2x150 mg, B. Complex 2x1 tab.
Pasien diperbolehkan pulang setelah perawatan di rumah sakit karena tidak ada keluhan dan
ada perbaikan klinis. Namun pasien tetap dianjurkan untuk istirahat dan mobilisasi bertahap,
diet makanan lunak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Darmowandowo W. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi &
Penyakit Tropis, edisi 1. 2002. Jakarta : BP FKUI.
2. Parry CM. Typhoid fever. N Engl J Med 2002 ; 347(22): 1770-82
3. Widodo, Djoko. Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jilid III.
2006. Jakarta : IPD FKUI
4. Baker et al. Searching For The Elusive Typhoid Diagnostic. BMC Infectious Diseases
2010, 10:45
5. Lifshitz, Edward I. Travel trouble: Typhoid fever--a case presentation and
review. Journal of American College Health, 07448481, Vol. 45, Issue 3
6. Antony S.Fauci t al. Harrison’s Manual of Medicine 17th Edition. 2008. McGraw Hill
7. Diagnosis of typhoid fever. Dalam : Background document : The diagnosis, treatment
and prevention of typhoid fever. World Health Organization, 2003;7-18
8. Frankie, et al. The TUBEX test detects not only typhoid-specific antibodies but also
soluble antigens and whole bacteria. Journal of Medical Microbiology (2008), 57, 316–
323