Kasus Breast Cancer
Kasus Breast Cancer
Kasus Breast Cancer
Disusun oleh :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
Sumber kasus:
Fathi, M. , Joudi, M., Rajabnejad, Y., Izanloo, A., Joudi, M., Hiradfar, M., Sabzevari, A., 2013. Case
report: Secretory breast cancer in an 11-year-old girl, Journal of Pediatric Surgery Case Reports 1:
357-358.
Kasus
Seorang gadis berusia 11 tahun memiliki benjolan berukuran 3 X 3 cm di daerah subareolar
payudara kirinya yang telah terdeteksi 2 tahun sebelum operasi dengan pola pertumbuhan yang
lambat. Riwayat trauma payudara sebulan sebelum masuk rumah sakit negatif. Massa benjolan
mudah digerakkan dan dari payudara keluar cairan puting yang berwarna kuning. Dilakukan biopsi
bedah terbuka. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan jaringan neoplastik yang tersusun dalam
pola mikro multikistik, tubuloalveolar dan papillary. Daerah ini berlimpah dengan bahan sekresi
intraseluler dan ekstraseluler eosinofilik. Sel-sel tumor berbentuk bulat hingga polygonal, sekresi
pada lumen mikrokista PAS positif. Temuan ini kompatibel dengan karsinoma sekretori.
Subjektif
Seorang gadis berusia 11 tahun memiliki benjolan di payudara kirinya yang diketahui mulai
ada sejak 2 tahun yang lalu. Riwayat trauma payudara sebulan sebelum rumah sakit negatif. Massa
benjolan itu mudah digerakkan dan dari payudara keluar cairan puting yang berwarna kuning.
Objektif
Benjolan berukuran 3 X 3 cm di daerah subareolar payudara kiri dengan pola pertumbuhan
lambat.
Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan jaringan neoplastik dengan pola mikro multikistik,
tubuloalveolar dan papillary.
Sel-sel tumor berbentuk bulat hingga polygonal
Sekresi pada lumen mikrokista PAS positif.
Sel-sel tumor (+) protein S-100, (-) reseptor estrogen, (-) progesteron, (-) HER2.
Tes laboratorium rutin dan prolaktin serum berada dalam rentang normal.
Dilakukan mastektomi radikal yang dimodifikasi
3 dari 12 kelenjar getah bening positif karsinoma metastasis.
(KemenkesRI, 2016).
(KemenkesRI, 2016).
(Coley, 2013).
Menurut guideline, mastektomi total dengan 3 nodus aksila yang positif perlu
mempertimbangkan untuk dilakukan terapi radiasi pada dada, infraclavicular, supraclavicular,
internal nodus mammary, dan bagian-bagian lain yang beresiko (Gradishar et al, 2017).
Namun pada kasus ini tidak dilakukan terapi radiasi untuk mencegah kemungkinan
munculnya efek samping di kemudian hari, yaitu komplikasi paru dan dada. Hal ini didukung oleh
Coley (2013) yang menyatakan bahwa radiasi terapi pada anak-anak dapat menyebabkan kerusakan
pada paru-paru dan dada, di mana kumulatif insidensi fibrosis paru-paru pada 20 tahun setelah
radiasi adalah 3,5%, dan terus meningkat hingga 25 tahun.
Plan
Terapi farmakologi:
Kemoterapi dengan siklofosfamid, metotreksat dan fluorourasil.
1. Siklofosfamid
Dosis: (untuk pediatri)
IV (terapi intermiten): 40-50 mg / kg (400-1800 mg / m²) dibagi selama 2-5 hari; dapat
diulang pada interval 2-4 minggu.
IV (terapi harian berkelanjutan): 60-120 mg / m² / hari (1-2,5 mg / kg / hari).
PO (terapi intermiten): 400-1000 mg / m² dibagi selama 4-5 hari.
PO (terapi harian berkelanjutan): 50-100 mg / m² / hari (Medscape, 2018).
Mekanisme:
Cyclophosphamide adalah prodrug yang diubah dalam tubuh menjadi metabolit aktif.
Obat ini bertindak pada setiap tahap siklus sel. Mencegah pembelahan sel dengan cara
crosslink deoxyribonucleic acid (DNA) dan mengurangi sintesis DNA. Obat ini juga
memberikan efek imunosupresif yang kuat (MIMS, 2018).
Efek samping:
Alopecia, mual dan muntah, sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat, gangguan
metabolisme karbohidrat, penekanan gonad, fibrosis paru interstisial.
Berpotensi fatal: Reaksi anafilaksis, kegagalan sumsum tulang, imunosupresi berat,
urotoksisitas, hiponatremia, sistitis haemoragik (MIMS, 2018).
2. Metotreksat
Dosis: (dewasa)
40 mg / m2 IV; hari 1 dan 8 setiap 4 minggu dalam kombinasi dengan siklofosfamid dan
fluorourasil selama 6-12 siklus (Medscape, 2018).
Mekanisme:
Methotrexate adalah antagonis asam folat yang menghambat sintesis DNA. Obat ini
secara ireversibel mengikat dihydrofolate reduktase, menghambat pembentukan folat
dan sintetase timidilat, yang mengakibatkan penghambatan sintesis asam purin dan
timidilat (MIMS, 2018).
Efek samping:
Ulserasi mulut dan gangguan GI (misalnya stomatitis dan diare), depresi sumsum tulang,
hepatotoksisitas, gagal ginjal, reaksi kulit, alopecia, iritasi mata, anemia megaloblastik,
osteoporosis, arthralgia, nekrosis tulang, anafilaksis, gangguan kesuburan.
Berpotensi fatal: Reaksi paru (misalnya penyakit paru interstisial); neurotoksisitas
(misalnya leukoensefalopati, paresis, demielinasi) dengan penggunaan intratekal;
kematian janin (MIMS, 2018).
3. Fluorourasil
Dosis: (dewasa)
500 mg / m2 IV pada hari 1-5, atau
450-600 mg / m2 IV setiap minggu, atau
200-400 mg / m2 IV infus kontinu setiap hari
Tidak melebihi 800 mg / hari (Medscape, 2018).
Mekanisme:
Fluorourasil mengganggu sintesis DNA dengan menghalangi konversi asam
deoxyuridylic menjadi asam thymidylic. Obat ini juga mengganggu sintesis RNA
(MIMS, 2018).
Efek samping:
Leukopenia, trombositopenia, stomatitis, ulkus GI, perdarahan dan diare, perdarahan
dari tempat manapun (hentikan pengobatan). Mual, muntah, ruam, hiperpigmentasi,
alopecia.
Berpotensi fatal: Neurotoksisitas sentral, iskemia miokard (MIMS, 2018).
(KemenkesRI, 2016).
Latihan kognitif (misalnya cognitive behavioral therapy, latihan memori) dan olahraga
(misalnya yoga) (Chan et al, 2015).
• Monitoring:
1. Menilai secara keseluruhan penderita
2. Pendekatan psikologis terhadap penderita sehingga penderita bisa merasakan pentingnya
arti kunjungan. Hal hal yang harus ditanyakan adalah perasaan perasaan umum, seperti:
nafsu makan – apakah tidurnya terganggu atau tidak- apakah dalam menjalankan
pekerjaan sehari hari ada hambatan dan berat badan.
3. Menilai kekambuhan secara klinis (anamnesa, pemeriksaan fisik), pemeriksaan
laboratorium, biomarker, dan pencitraan.
4. Menilai dan merawat hasil dan komplikasi pembedahan dan terapi kemoterapi, seperti
infeksi, penumpukan seroma, nekrosis, edema lengan, dll (KemenkesRI, 2016).
Daftar Pustaka
Chan, R., McCarthy, A., Devenish, J., Sullivan, K., and Chan, A., 2015. Systematic review of
pharmacologic and non-pharmacologic interventions to manage cognitive alterations after
chemotherapy for breast cancer, Eur J Cancer 51 (4): 437.
Coates, A., Winer, E., Goldhirsch, A., Gelber, R., Gnant, M., Gebhart, M., Thurlimann, B., and
Senn, H., 2015. Tailoring therapies-improving the management of early breast cancer: St
Gallen International Expert Consensus on the Primary Therapy of Early Breast Cancer
2015, Annals of Oncologi 26: 1533-1546.
Coley, B., 2013. Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging, New York: Elsevier, p. 615.
Denduluri, N., et al, 2016, Selection of Optimal Adjuvant Chemotherapy Regimens for Human
Epidermal Growth Factor Receptor 2 (HER2)–Negative and Adjuvant Targeted Therapy
for HER2-Positive Breast Cancers: An American Society of Clinical Oncology Guideline
Adaptation of the Cancer Care Ontario Clinical Practice Guideline, Journal of Clinical
Oncology 34 (20): 2421, 2423.
Fathi, M. , Joudi, M., Rajabnejad, Y., Izanloo, A., Joudi, M., Hiradfar, M., Sabzevari, A., 2013. Case
report: Secretory breast cancer in an 11-year-old girl, Journal of Pediatric Surgery Case
Reports 1: 357-358.
Grashidhar, W., et al, 2017. NCCN Guidelines Insights: Breast Cancer, J Natl Compr Canc Netw 15
(4): 433-451
KemenkesRI, 2016, Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara, Jakarta: KemenkesRI, hal. 9, 10,
11, 25, 27, 39.
Kim, A., and Bergmann, S., 2017. Anthracycline-induced cardiomyopathy: The search continues,
Journal of Nuclear Cardiology 24 (1): 265
Senkus, E., et al, 2015. Primary breast cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis,
treatment and follow-up, Annals of Oncology 26 (v8-v30): 19.