Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN PNEUMONIA DI RUANG NAKULA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Menurut Engram (2009) pneumonia adalah proses inflamasi pada
parenkim paru. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya invasi agen infeksius atau
adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran trakeobrokialis sehingga flora
endogen yang normal berubah menjadi patogen ketika memasuki saluran jalan
nafas.Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama
oleh bakteri , virus, jamur.
Sedangkan menurut Betz dan Sowden (2002) pneumonia adalah inflamasi
atau infeksi pada parenkim paru yang disebabkan oleh satu atau lebih agens
berikut virus, bakteri, mikoplasma dan aspirasi substansi asing.Pneumonia atau
radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan oleh bakteria, virus
atau fungal (kulat). Ia juga dikenali sebagai pneumonitis, bronchopneumonia dan
'community-acquired pneumonia (Mansjoer, 2000 : 254).

2. Epidemiologi
Said (2007) menyatakan bahwa diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita
di negara berkembang termasuk di Indonesia disebabkan oleh pneumokokus dan Hib.
Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena
pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001
kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa
pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau
hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit.
Menunjuk angka-angka di atas bisa dimengerti para ahli menyebut pneumonia
sebagai The Forgotten Pandemic atau "wabah raya yang terlupakan" karena begitu
banyak korban yang meninggal karena pneumonia tetapi sangat sedikit perhatian
yang diberikan kepada masalah pneumonia. Tidak heran bila melihat kontribusinya
yang besar terhadap kematian balita pneumonia dikenal juga sebagai "pembunuh
balita nomor satu".
Senada dengan Said, Betz dan Sowden (2002) menyatakan bahwa insidens dari
pneumonia antara lain :
1) Pneumonia virus lebih sering dijumpai daripada pneumonia bacterial
2) Pneumonia streptokokus paling sering terdapat pada 2 tahun pertama
kehidupan. Pada 30 % anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 3
bulan dan pada 70 % anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 1
tahun.
3) Pneumonia pneumokokus mencakup 90 % dari semua pneumonia.
4) Mikoplasma jarang menimbulkan pneumonia pada anak yang berusia 5 tahun,
mereka berhubungan dengan 20 % kasus pneumonia yang di diagnosis pada
pasien antara umur 16 dan 19 tahun.
5) Pneumonia akan terjadi lebih berat dan lebih sering pada bayi dan anak-anak
kecil
6) Virus sinsisium respiratori merupakan penyebab terbesar dari kasus
pneumonia virus.
7) Infeksi virus saluran nafas atas adalah penyebab kematian kedua pada bayi
dan anak kecil.
8) Pneumonia mikoplasma mencakup 10 sampai 20 % pneumonia yang dirawat
di rumah sakit.

3. Etiologi
Penyebab pneumonia antara lain :
1. Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada dewasa) yakni Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, Legionella, dan Hemophilus influenzae.
2. Virus : virus influenza, chicken-pox (cacar air)
3. Organisme mirip bakteri : Mycoplasma pneumoniae (terutama pada anak-anak dan
dewasa muda)
4. Jamur tertentu.
Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan
perut) atau cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya
pernafasan, gangguan terhadap kemampuan batuk dan lendir yang tertahan. Yang
sering menjadi penyebabnya adalah Staphylococcus aureus, pneumokokus,
Hemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri,
yang tersering yaitu bakteri Streptococcus pneumoniae pneumococcus.
Pneumonia pada anak-anak paling sering disebabkan oleh virus pernafasan, dan
puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada usia sekolah, pneumonia paling
sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumonia.

4. Manifestasi Klinis
1) Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat
naik secara mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam
tinggi).
2) Batuk, mula-mula kering (non produktif) sampai produktif.
3) Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
4) Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung
kadang-kadang terdapat nasal discharge (ingus).
5) Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
6) Nadi cepat dan bersambung.
7) Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
8) Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
9) Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
10) Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
11) Malaise, gelisah, cepat lelah.
12) Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar.
13) Pemeriksaan laboratorium = lekositosis.
5. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif.
Ada beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari
infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan
dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel
dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan
makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral.
Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal
yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan
organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan mudah
mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi
imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan
mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran
napas. Jika tanpa disertai faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius
dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan
fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran
napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian
bawah dan menyebabkan pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap
mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen
menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan
organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau
bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran
droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh:
varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks )
dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau
bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons
inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan
eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto
toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan
dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal
ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang
terjadi pada bronkiolitis.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan
antara lain :
1) Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya
infeksi di paru dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada
paru)
2) Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner
sehubungan dengan oksigenasi
3) Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya
anemia, infeksi dan proses inflamasi
4) Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5) Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika
anak tidak berespons terhadap pengobatan
6) Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bacterial
7) Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru,
menetapkan luas dan beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis
keadaan
8) Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang
diinspirasi
9) Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens
penyebabnya seperti virus dan bakteri
10) Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk
menetapkan agens penyebab seperti bakteri dan virus
11) Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-
cabang utama dari pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil
untuk diuji diagnostik, secara terapeutik digunakan untuk menetapkan
dan mengangkat benda asing.
12) Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk
melakukan kajian diagnostik.

7. Penatalaksanaan Medis
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan
antibiotik per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang lebih
tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru
lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu
diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Engram (1998) menyatakan bahwa penatalaksanaan medis umum terdiri dari
1. Farmakoterapi : antibiotik (diberikan secara intravena), ekspektoran,
antipiretik dan analgetik.
2. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol
3. Fisioterapi dada dengan drainage postural.
Dalam melakukan terapi pada penderita pneumonia, yang perlu diperhatikan antara
lain :
1. Perhatikan hidrasi.
2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi ADH
juga akan berlebihan.
4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan
keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.
6. Pengobatan antibiotik:
1) Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari
atau penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000
mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi
komplikasi.
2) Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten
terhadap ampisillin.
3) Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi
ketiga, misal sefatoksim.
4) Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P.
Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya.
Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
5) Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk
pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi
jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan
dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan
compliance dan efficacy.
6) Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C.
pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.

8. Komplikasi
Menurut Engram (1998) dan Betz dan Sowden (2002) komplikasi
yang sering terjadi menyertai pneumonia adalah abses paru, efusi pleural,
empiema, gagal nafas, perikarditis, meningitis, pneumonia interstitial
menahun, atelektasis segmental atau lobar kronik, atelektasis persiten,
rusaknya jalan nafas, kalsifikasi paru, fibrosis paru, bronkitis obliteratif dan
bronkiolitis.
Pada pasien usia lanjut usia risiko terjadinya komplikasi tinggi sebab
struktur sistem pulmonal telah berubah karena proses penuaan (komplain
jaringan paru menurun, kemampuan batuk efektif menurun dan kemampuan
ekspansi paru menurun sebagai akibat dari kalsifikasi kartilago vertebra.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Sesak napas.
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa hari,
kemudian mendadak timbul panas tinggi, sakit kepala / dada distensi
addomen dan keram. Timbul batuk, sesak, nafsu makan menurun.
c. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Klien sering menderita penyakit saluran pernapasan atas.Predileksi
penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi
dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit
Pneumonia.Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan
dapat memperberat klinis klien.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tempat tinggal: Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih
besar.
3. Pengkajian pola Gordon
a. Pola persepsi dan Manajemen kesehatan
 Apakah klien menganggap bahwa kesehatan itu penting?
 Bagaimanakah sikap klien bila menderita suatu penyakit?
b. Pola nutrisi dan metabolic
 Apakah asupan gizi klien mencukupi kebutuhan metabolic?
 Bagaimanakah sikap klien bila menderita suatu penyakit?
c. Pola eliminasi
 Bagaimanakah status BAB dan BAK klien?
d. Pola latihan- aktivitas
 Bagaimanakah ktivita sehari-hari klien,terutama pekerjaannya?
 Apakah klien mendapat mendapat bantuan dari anggota keluarga
dalam melaksanakan aktivitasnya?
e. Pola istirahat dan tidur
 Bagaimanakah keadaan tidur klien sebelum dan sesudah masuk
rumah sakit?
 Bagaimanakah suasana tidur klien biasanya?
f. Pola konsep diri dan persepsi diri
 Bagaimanakah klien serta keluarganya memandang penyakitnya ?
 Apakah ada kecemasan atau ketakutan pada klien?
g. Pola kognitif- perceptual
 Apakah klien memahami tentang penyakitnya, termasuk obat dan
penyebabnya?
 Bagaimanakah fungsikognitif klien?
h. Pola peran dan hubungan
 Bagaimanakah hubungan klien dengan orang lain, terutama
keluarganya?
 Apakah klien bersosialisasi dengan baik dalam lingkungannya?
 Bagaimanakah sikap klien terhadap pekerjaanya?
i. Pola reproduksi- seksual
 Bagaimanakah hubungan seksual serta derajat kepuasan klien?
 Koping-toleransi stress
 Bagaimanakah sikap klien bila terjadi masalah dalam dirinya?
j. Pola pertahanan diri dan toleransi stress
 Klien dengan Pnemonia mengalami peningkatan stres karena
memikirkan pengobatan dan penyakit yang dideritanya
menyebabkan klien tidak bisa melakukan aktivitas seksual seperti
biasanya, bisa terlihat dari perubahan tingkah laku dan kegelisahan
klien.Perawat perlu mengkaji bagaimana klien menghadapi
masalah yang dialami?Apakah klien menggunakan obat-obatan
untuk mengurangi stresnya?
k. Pola keyakinan dan nilai
 Bagaimanakah kegiatan spiritual klien?
 Bagaimanakah kepercayaan cultural klien yang berkaitan dengan
kesehatandan penyakitnya.
4. Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum : tampak lemah, sesak napas.
b. Kepala : tidak ada kelainan
c. Mata : tidak ada kelainan
d. Hidung : terdapat nafas cuping hidung
e. Paru
 Inspeksi : pengembangan paru tidak simetris penggunaan otot
bantu nafas.
 Palpasi : Adanya nyeri tekan, fremitus mengeras
 Perkusi : pekak terdengar jika terdapat cairan,redup
 Auskultasi : ronkhi6. Pemeriksaan Penunjang

2. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Sekresi yang
tertahan
2) Gangguan pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan
upaya napas
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus-kapiler.
4) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera psikologis.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan Antara
suplai dan kebutuhan oksigen
6) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).
DAFTAR PUSTAKA

PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,Edisi 1.Jakarta : DPP PPNI

Huda Nurarif, Amin & Kusuma, Hardhi.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Edisi 3. Jogjakarta:Mediaction

M.Bulechek,Gloria ,dkk.2013.Nursing Intervention Classification (NIC).Edisi


6.United Kingdom : Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai