Anda di halaman 1dari 3

Kacamata

Kacamata masih merupakan metode yang paling aman untuk memperbaiki refraksi. Untuk
mengurangi aberasi nonkroniatik, lensa dibuat dalam bentuk meniskus (kurva terkoreksi) dan
dimiringkan ke depan (pantascopic lilt). 13

Lensa kontak pertama merupakan lensa sklera kaca berisi cairan. Lensa ini sulit dipakai untuk
jangka panjang serta menyebabkan edema kornea dan rasa tidak enak pada mata. Lensa
komea keras, yang terbuat dari polimetilmetakrilat, merupakan lensa kontak pertama yang
benarbenar berhasil dan diterima secara luas sebagai pengganti kacamata.. Pengembangan
selanjutnya antara lain adalah lensa kaku yang permeabel-udara, yang terbuat dari asetat
butirat selulosa, silikon, atau berbagai polimer plastik dan silikon; dan lensa kontak lunak,
yang terbuat dari beragam plastik hidrogel; semuanya memberikan kenyamanan yang lebih
baik, tetapi risiko terjadinya komplikasi serius lebih besar. Lensa keras dan lensa yang
permeabel-udara mengoreksi kesalahan refraksi dengan mengubah kelengkungan permukaan
anterior mata. Daya refraksi total merupakan daya yang ditimbulkan oleh kelengkungan
belakang lensa (kelengkungan dasar) bersama dengan daya lensa sebenarnya yang
disebabkan oleh perbedaan kelengkungan antara depan dan belakang. Hanya yang kedua
yang bergantung pada indeks refraksi bahan lensa kontak. Lensa keras dan lensa permeabel-
udara mengatasi astigmatisme kornea dengan memodifikasi permukaan anterior mata
menjadi bentuk yang benar-benar sferis. Lensa kontak lunak, terutama bentuk-bentuk yang
lebih lentur, mengadopsi bentuk kornea pasien. Dengan demikiary daya refraksinya hanya
terdapat pada perbedaan antara kelengkulgan depan dan belakang, dan lensa ini hanya sedikit
mengoreksi astigmatisme kornea, kecuali bila disertai koreksi silindris untuk membuat suatu
lensa torus. Kelengkungan dasar lensa kontak disesuaikan dengan kelengkungan kornea,
seperti ditentukan oleh keratometri atau berdasarkan coba-coba. Kelengkungan depan
kemudian dihitung dari hasil ouerrefraction dengan lensa kontak percobaan, atau dari refraksi
kacamata pasien sesuai koreksi untuk bidang kornea. , Lensa kontak keras secara spesifik
diindikasikan untuk koreksi astigmatisme iregular, seperti pada keratokonus. Lensa kontak
lunak biasanya digunakan untuk terapi kelainan permukaan kornea, tetapi untuk mengontrol
gejala dan bukan untuk alasan refraktif. Semua bentuk lensa kontak digunakan untuk
melakukan koreksi refraktif

afakia, terutama untuk mengatasi aniseikonia afakia monokular, dan koreksi miopia tinggi;
lensa-lensa ini menghasilkan kualitas bayangan yang lebih baik daripada kacamata.
Walaupun demikian, sebagian besar pemakaian lensa kontak adalah untuk koreksi kosmetik
kelainan refraksi ringan. Hal ini mempunyai implikasi penting pada risiko yang acapkali
diterima dalam penggunaan lensa kontak. (Pembahasan lebih lanjut mengenai penggunaan
lensa kontak terapeutik dan kosmetik, dan komplikasi terkait, diberikan dalam Bab 6.)

C. Beoax Kenanonernlrrrr

Bedah keratorefraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah kelengkungan


permukaan anterior mata. Efek refraktif yang diinginkaar secara umum diperoleh dari hasil
empiris tindakan-tindakan serupa pada pasien lain dan bukan didasarkan pada perhitungan
optis matematis. Pembahasan lebih lanjut mengenai metode dan hasil tindakan keratorefraktif
tercakup dalam Bab 6.

D. Leusn lrurRnorullR Penanaman lensa intraokular (IOL) telah menjadi metode pilihan
untuk koreksi kelainan refraksi pada afakia. Tersedia sejumlah rancangan, termasuk lensa
lipat, yang terbuat dari plastik hidrogel, yang dapat disisipkan ke dalam mata melalui suatu
insisi kecil; dan lensa kaku, yang paling sering terdiri atas suatu optik-terbuat dari
polimetilmetakrilat dan lengkungan (haptik) -terbuat dari bahan yang sama atau polipropilen.
Posisi paling aman bagi lensa intraokular adalah di dalam kantung kapsul yang utuh setelah
pembedahan ekstrakapsular. Daya lensa intraokular biasanya ditentukan dengan metode
regresi empirls yang menganalisis pengalaman penggunaan salah satu tipe lensa pada banyak
pasien. Dari metode ini diturunkan suatu rumus matematis yang didasarkan pada suatu
konstanta untuk lensa tertenfu (A), pembacaan rerata keratometer (K), dan panjang sumbu
dalam milimeter (L). Salah satu contoh adalah persamaan SRK (Sanders-Retzlaff'Kraff ) :

Daya IOL= A*2,51-0,9K

Turunannya adalah rumus SRK II. Namun, rumus regresi sekarang jarang digunakan. Rumus
teoretik yang menggunakan konstanta lensa, pembacaan keratometer, dan panjang sumbu,
bersama dengan perkiraan kedalaman bilik mata depan setelah pembedahan meliputi rumus
SRK/T, Holladay, dan Hoffer Q. Sayangnya, tak ada satu rumus pun yang didasarkan pada
metode trigonometric ray tracing, yang dapat memperkirakan kekuatan lensa intraokular
secara akurat bagi tiap-tiap pasien. Akan tetapi, umumnya didapatkan hasil yang memuaskan
dengan menyeleksi rumus yang paling dapat diandalkan untukpanjang sumbu tertentu. Hoffer
Q diindikasikan pada mata yang pendek (panjang sumbu kurang dari 22 mm), Holladay untuk
mata yang relatif panjang (panjang sumbu 24,6-26 mm), dan SRK/T untuk mata yang sangat
panjang (panjang sumbu lebih dari 26 mm). Pada mata yang telah menjalani bedah
keratorefraksi, terdapat kecenderungan untuk merendahkan perkiraan kekuatan yang
dibutuhkan sehingga perhitungan lensa intraokular yang tepat menjadi jauh lebih sulit pada
kasus-kasus tersebut.

E. ekstraksi lensa jernih untuk miopia

Ekstraksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif miopia sedar-rg sampai
tinggi; hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan'dengan yang dicapai oleh bedah
keratorefraktif menggunakan laser. Namury perlu dipikirkan komplikasi operasi dan
pascaoperasi bedah intraokular, khususnya pada miopia tinggi.
PEMERIKSAAN MATA PADA BAYI & ANAK

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan

Pada tahun-tahun pertama, ketajaman penglihatan harus dinilai sebagai bagian dari
pemeriksaan umum "anak sehat". Sebaiknya jangan menunggu sampai anak cukup usia untuk
dapat merespons kartu penglihatan (aisual charts) karena pemeriksaa5r ini tidak bisa memberi
informasi yang tepat hingga anak mencapai usia sekolah. Dalam 3-4 tahun pertama, penilaian
penglihatan sangat tergantung pada pengamatan dan laporan mengenai perilaku anak sewaktu
bermain atau berinteraksi dengan orangtua atau anak lain. Sayangnya,.pada usia ini, anak
yang menunjukkan kinerja penglihatan yang tampak normal mungkin saja memiliki visus
yang relatif buruk; kinerja yang sudah jelas tampak abnormal kemungkinan besar
mencerminkan ketajaman penglihatan yang sangat buruk. Harus selalu diingat adanya
pengaruh gangguan penglihatan pada perkembangan motorik dan sosial. Respons pupil
terhadap cahaya adalah pemeriksaan kasar untuk menilai fungsi penglihatan dan hanya dapat
diandalkan untuk rnenyingkirkan disfungsi total jaras penglihatan anterior atau jaras pupil
eferen. Kemampuan melakukan fiksasi dan mengikuti suatu sasaran dinilai jauh lebih
inJormatif. Sasaran harus sesuai dengan usia anak. Sebaiknya pertama-tama diperiksa refleks
konvergensi dan refleks mengikuti binokular untuk membangun kerja sama anak. Kemudian
masing-masing mata diperiksa secara terpisah, sebaiknya dengan penutupan mata yang lain
dengan plester. Perbandingan kinerja kedua mata akan memberikan keterangan yang
bermanfaat mengenai ketajaman penglihatan kedua mata tersebut. Penolakan terhadap
penutupan salah satu mata sangat mengisyaratkan bahwa mata itulah yang lebih sering
dipakai sehingga mata yang satunya secara komparatif memiliki penglihatan yang kurang.
Pada kasus nistagmus laten-nistagmus yang meningkat dengan penutupan satu mata-anak
biasanya menolak penutupan masing-masing mata karena efek nistagmus tersebut pada
ketajaman penglihatan. Nistagmus yang bermanifestasi mengindikasikan adanya gangguan
jaras penglihatan anterior atau penyakit sistem saraf pusat lairurya hingga keduanya dapat
disingkirkan. (Pembahasan lebih lanjut mengenai penilaian nistagmus diberikan di Bab 14).
Setelah usia 3 bulan, adanya strabismus, yang dideteksi dengan memeriksa posisi relatif
refleksi cahaya kornea, juga harus dianggap sebagai indikasi buruknya penglihatan pada mata
yang berdeviasi, terutama bila mata ini tidak atau lambat melakukan fiksasi terhadap cahaya
pada penutupan mata yang lain. (Pembahasan lebih lanjut mengenai penilaian strabismus
diberikan di Bab 12.) Sekarang, penarikan kesimpulan mengenai status sistem sensorik yang
sedang berkembang ini dapat ditingkatkan dengan teknik-teknik kuantitatif pada nistagmus
optokinetik, metode forced-choice preferential looking, dan aisually ez:oked iesponses
(respons-respons yang dicetuskan oleh penglihatan) (lihat Bab 2). Walaupun potensial yang
dibangkitkan penglThatan (r:isu ally er: oke d p otentials)

Anda mungkin juga menyukai