Anda di halaman 1dari 5

ORBITOTOMI LATERAL

Jonathan W. Kim dan William B. Stewart

INDIKASI
Definisi terbaru dari orbitotomi lateral mencakup variasi yang luas dari insisi dan
pendekatan bedah yang melibatkan kreasi dari lateral bone flap untuk meningkatkan eksposur
regio orbita yang penting secara klinis. Seperti teknik orbitotomi lainnya, eskposur bedah yang
adekuat merupakan suatu hal yang penting agar dapat dilakukan pembedahan secara aman pada
region orbita yang terbatas. Saat dibandingkan dengan pendekatan medial, inferior, dan superior
orbita, orbitotomi lateral mungkin menawarkan proses yang paling cepat dan akses yang luas ke
rongga retrobulbar orbita. Risiko operasi dari prosedur ini pun relatif rendah, dan bekas insisi pun
secara kosmetik masih dapat diterima. Karena kelebihan inilah, prosedur orbitotomi lateral yang
serbaguna ini menjadi lebih disukai untuk manajemen bedah dari lesi orbita yang bermacam-
macam. Pada bab ini, kami menjelaskan teknik dan individualisasi dari pendekatan bedah ini
secara teliti utuk mendapatkan hasil yang optimal bagi setiap pasien.
Teknik orbitotomi lateral secara tradisional telah dilakukan untuk lesi pada daerah fossa
kelenjar lakrimal dan rongga retrobulbar lateral, keduanya intrakonal dan ekstrakonal. Walaupun,
lesi yang terletak medial dari nervus optikus biasanya selalu lebih baik dilakukan dengan teknik
orbitotomi medial, sudah diketahui bahwa pendekatan secara medial dapat digabungkan dengan
lateral bone flap untuk memungkinkan perpindahan bola mata intraoperatif, menyediakan
eksposur dari kompartemen orbita media secara signifikan dan sebaliknya. Lesi posterior yang
dibatasi oleh apeks orbita dalam dapat dilakukan pendekatan bedah dengan cara membuat lateral
bone flap yang dalam dan mengikuti kontur saya dari tulang sfenoid yang lebih besar untuk akses
tambahan. Lesi orbita yang ekstensif dan melibatkan intracranial dan sinus memungkinkan
eksposur yang lebih luas yang dapat ditawarkan oleh teknik orbitotomi lateral tipikal. Beberapa
lesi dapat diakukan pendekatan dengan cara mengkonfigurasi bone flap secara kreatif sehingga
mendapatkan eksposur yang diinginkanm seperti mengkombinasikan osteotomy dinding lateral
dengan pembuangan atap orbita dan zigoma secara berdampingan, atau keduanya.

EVALUASI PREOPERATIF
Evaluasi preoperative yang adekuat merupakan suatu hal yang penting untuk
memungkinkan rencana pembedahan yang optimal dan untuk meminimalkan komplikasi
intraoperatif dan postoperatif. Informasi mengenai riwayat, perkembangan penyakit, dan data
demografis akan membantu menjelaskan karakteristik dari orbita dan menjadi tuntunan sejauh
mana ekstirpasi bedah yang diperlukan. Pemeriksaan orbita memungkinkan dokumentasi dari
defisit fungsional dan membantu dalam melokalisasi lesi dan penempatan lokasi insisi. Pencitraan
orbita yang mutakhir, baik melalui CT-Scan dan MRI merupakan suatu hal yang tidak terhingga
nilainya dalam menentukan sejauh mana luas orbita dan perencaan tindakan bedah. Perencanaan
tindakan saat preoperatif dapat berdasarkan kecurigaan terhadap keganasan, ada atau tidaknya
gangguan fungsional, lokasi bedah dan ilmu anatomi spesifik yang memungkinkan, dan
pertimbangan dari segi estetika.
Saat ditemukan adanya lesi vaskular atau terjadinya perdarahan intraoperatif, golongan darah
pasien harus telah diketahui dan dilakukan crossmatch saat preoperatif. Sama seperti prosedur
bedah orbita lainnya, penggunaan obat-obatan yang menganggu hemostasis seperti aspirin sedapat
mungkin sudah dihentikan 2 minggu sebelum tindakan.

PROSEDUR BEDAH
Anestesi umum (General Anesthesia) dilakukan secara rutin. Saat memungkinkan, anestesi
hipotensi dapat membantu mengurangi perdarahan sehingga membuat eksposur dan diseksi
menjadi lebih mudah. Steroid intravena ( dexamethasone 4 – 10mg ) dan antibiotic ( 1 gr
Cefazolin) biasanya diberikan pada banyak kasus.
Langkah 1
Pasien diposisikan dengan kepala sedikit dinaikkan dan diputar menghadap arah yang
berlawanan dari sisi operasi. Lebih disukai, 10 menit sebelum insisi dilakukan injeksi bupivacaine
0,5% dengan epinefrin1 banding 200.000 di lokasi tempat direncanakannya insisi untuk
mengontrol hemostasis dan nyeri postoperatif. Pemberian Povidone-iodine (betadine) sebagai
persapan di daerah periokular dilakukan seperti biasa.
Langkah 2
Sebuah jahitan traksi ( contoh; benang Silk 4.0) ditempatkan secara transconjunctivally
dibawah insersi dari otot rektus lateral untuk digunakan nanti dalam identifikasi otot ini. Traksi
dari otot ekstraokular lainya dapat ditempatka apabila diperlukan. Jahitan traksi mungkin untuk
diletakkan pada kelopak atas untuk mencegah penutupan mata. Penggunaan pelindung kornea
yang terbuat dari plastik dianjurkan untuk melindungi kornea dan bola mata. Rencana lokasi insisi
kemudian ditandai. The stallard-wright modified sub-brow incision adalah pendekatan yang biasa
dilakukan dan memberikan eksposur yang luas dan kosmetik yang memuaskan. Insisi pada lipatan
kelopak mata atas dengan melewati kantus lateral dan melalui bone flap yang telah direncanakan
lebih disukai sedapat mungkin karena alas an kosmetik. Pilihan lainnya termasuk insisi berke
lateral canthotomy, insisi subsiliar kelopak bawah memanjang sampai lateral laugh line , dan
insisi koronal, yang memungkinkan untuk disinsersi otot temporalis untuk lesi yang meluas sampai
apikal. Pendekatan dengan teknik kronlein cutaneous meninggalkan bekas luka prominen dan
biasanya disajikan untuk kepentingan pengetahuan saja.
Langkah 3
Kulit kemudian diinsisi menggunakan skalpel, dan diseksi tajam atau memotong dengan
arus kauter disertai ujung jarum digunakan untuk mengekspose lapisan periosteum dari tulang
frontal dan zigomatikum pada pinggiran lateral orbita. Hemostasis diperoleh menggunakan ujung
jarum unipolar atau bipolar dari kauter. Setelah dilakukan hal tersebut, kemudian jahitan traksi
melalui jaringan subkutan dan otot dan difiksasi pada doek untuk membantu eksposur dari lokasi
operasi.
Langkah 4
Periosteum kemudian diinsisi dengan skalpel 2mm dibelakang dan parallel dari margin
tulang orbita (Gambar 41-2). Insisi kemudian memanjang secara superior diatas sutura
zigomatikum-frontal dan dibawah arkus zigomatikum superior. Dilakukan insisi relaksasi
posterior pada periosteum secara superior dan inferior. Periosteum dan otot remporalis dipisahkan
dari pinggir lateral orbita dan dibalikkan secara posterior menjauhi orbita (Gambar 41-3).
Periorbita secara hati-hati dipisahkan dari tulang yang ada did dalam pinggir lateral orbita kurang
lebih 2 cm menggunakan elevator periosteal. Perhatian khusus perlu diberikan untuk menghindari
ruptur periorbita atau luka dari isi orbita secara tidak sengaja. Sebuah malleable ribbon retractor
dan alat suction sangat membantu dalam menyelesaikan ini.
Langkah 5
Penanda dibuat pada pinggiran orbita lateral pada tempat yang direncakan untuk
osteotomy. Biasanya, dilakukan potongan superior 5-10mm terletak superior dari sutura
frontozigomatikum. Ini dapat diletakkan superior lebih jauh pada tingkat dimana tulang frontal
dari pinggir lateral orbita mulai untuk meluas dan menebal. Diharapakan eksposur superior
tambahan akan dapat lebih membantu. Biasanya osteotomi inferior hanya terletak superior dari
arkus zigomatik namun mungkin memanjang sampai arkus zigomatikum dan fisura intraorbital,
apabila hal tersebut dilakukan, dapat dikatakan bahwa eksposur inferior tambahan dapat
membantu.
Langkah 6
Sebuah power drill digunakan untuk membuat lubang sedalam 1 mm fari eksternal sampai
aspek dalam dari pinggir (gambar 41-4). Satu lubang diletakkan superior dan inferior dari lokasi
osteotomy yang telah direncanakan. Selama maneuver ini, isi dari orbita harus dilindungi
menggunakan malleable retractor. Gergaji power sagittal atau oscillating digunakan untuk
membuat potongan diantara kedua lubang (gambar 41-5). Osteotomi kemudian dilanjutkan sampai
ditemui tulang tipis dari posterior lateral orbita. Irigasi dengan cairan dan suction meningkatkan
eksposur dan mencegah nekrosis akibat panas dari tulang dan penyebaran dari fragmen-fragmen
tulang. Eye protector bagi operator merupakan hal yang penting untuk digunakan.
Langkah 7
Pinggir dinding orbita lateral kemudian dijepit menggunakan klem dan dengan lembut
diguncang sampai patahan tulang terlepas keluar (gambar 41-6). Tulang yang lepas tadii kemudian
diletakkan pada cairan antibiotik dan saline.
Langkah 8
Rongeurs atau duri pemotong pada power drill dapat digunakan untuk membuang tulang
tambahan pada bagian sayap dari tulang sfenoid pada batas posterior dari osteotomi dalam fossa
otot temporalus. Hal ini kemudian membuat peningkatan eksposur dan dapat menjadi lokasi
drainase dari orbita saat postoperatif. Perdarahan medulla tulang dari tulang sfenoid kemudian
dikontrol menggunakan bone wax. Jarak anterior posterior dari pinggir orbita lateral sampai ke
fossa middle cranial biasanya diperkirakan sekitar 3 cm, dan pembuangan tulang dapat dilakukan
secara aman kurang lebih diperkirakan sepanjang 2 cm. namun, ukuran dan konfigurasi dari ruang
diploic didalam sayap dari tulang sfenoid apat beragam pada tiap pasien. Dan anatomi dari hal ini
perlu ditinjau secara hati-hati saat pencitraan preoperatif untuk mencegah dari bocornya cairan
serebrospinal.
Langkah 9
Obserbasi dan palpasi yang lembaut dapat membantu dalam melokasi lesi orbita. Periorbita
kemudian dibuka seperlunya untuk mendapatkan eksposur yang adekuat. Periorbita pada lateral
orbita biasanya diinsisi secara horizontal pada arah anteroposterior, dibawah dari kelenjar lakrimal
dan diatas otot rektus lateralis (gambar 41-7). Sesekali, sobekan kecil pada periorbita kemudian
diobservasi dan mugnkin dilakukan sebagai titik awal insisi. Saat periorbita telah dibuka,
pergerakan dari jahitan traksi rektus lateral memungkinkan untuk mengidentifikasi otot. Otot
rektus lateal mungkin terlingkar dengan jahiran atau ikatan vascular untuk menambah eksposur
meskipun secara khas manipulasi yang lemah lembut dengan retractor dapat memberikan eskposur
rongga retrobulbar yang adekuat. Manipulasi yang berlebihan dari rektus lateral dapat berujung
pada masalah motilitas postoperatif.
Langkah 10
Saat eksposur yang diinginkan telah dicapai, kemudian dilakukan diseksi intraorbital. Hal ini harus
dilakukan dengan pembesaran dan pencahayaan koaksial. Kaca pembesar dan lampu fiberoptik
lebih disukai, karena kedua alat itu memungkinkan pergerakan yang bebas dan akses pada lapang
operasi. Mikroskop operasi dapat menguntungkan untuk diseksi di dalam apeks orbital. Hampir
seluruh diseksi dapat dipenuhi dengan instrumentasi tumpul seperti aplikator cotton-tipped.
Penting juga untuk mengidentifikasi struktur dengan cara diseksi yang teliti dan dalam visualisasi
langsung. Malleable ribbon retractors dalam kendali asisten operasi dan banyak digerakkan sangat
memfasilitasi prosedur pada bagian ini. Blotting dengan aplikator kapas dan neurosurgical
cottonoid yang sering, dikombinasikan dengan kauter bipolar dan suction minimal, memberikan
pemindahan dari struktur asal, penentu dari tumor atau penyakit dan pengontrol pendarahan.
Diseksi pada bidang dari suatu tumor atau kapsul dapat dibantu dengan regangan yang diberikan
dari penempatan jahitan traksi terhadap massa tersebut. Hemostasis secara teliti harus dijaga
sepanjang waktu. Irigasi dengan cairan saline dapat membantu mengenali titik perdarahan.
Langkah 11
Sesudah operasi intraorbital berhasil dilakukan, periorbita dilonggarkan sekiranya dengan
5-0 interrupted sutures.

Langkah 12
Fragmen tulang kemudian diposisika ulang dan ditutup dengan 3-0 nonabsorbable sutures
melalui lubang yang ada. Kawat stainless steel dan material lainnya yang mungkin menganggu
dengan CT –Scan dan MRI Post operatif perlu dihindari. Microplates dan sekrup adalah hal yang
mahal dan suatu metode fiksasi tulang yang mutakhir dan biasanya tidak diperlukan sampai
ditemukan fragmen tulang kominutif. Insisi yang terpisah dibuat sebagai drainase pada garis
rambut atau inferior dari aspek lateral insisi yang ada di kulit. sebuah drainase latex ribbon (
contoh; Penroe) atau drain bulb suction ( contoh; Jackson-pratt) mungkin untuk diletakkan pada
fossa otot temporalis. Drain tersebut tidak perlu sampai ke orbita.
Langkah 13
Insersi anterior dari otot temporalis dan periosteum dari pinggir lateral orbita ditutup
menggunakan 4-0 interrupted absorbable sutures (gambabr 41-9).
Langkah 14
Jahitan traksi ke flap otot kemudian dilepas. Otot dan jaringan subkutan kemudian ditutup
dengan 6-0 interrupted absorbable sutures. Insisi kkulit kemudian ditutup dengan jahitan
subkutikular menggunaan nonabsorbable 6-0 monofilament atau 6-0 rapid absorbing plain catgut
(gambar 41-10). Drain kemudian direkatkan ke kulit menggunakan 6-0 nonabsorbable interrupted
sutures. Jahitan traksi otot ekstraokular dan corneal protector kemudian dilepaskan. Mata kemudia
diinspeksi secara hati-hati untuk melihat adanya kemungkinan luka. Balutan ringan kemudian
ditempatkan pada lokasi uka dan drainase. ( contoh; telfa pad, folded and cut 4 x 4 gauze pads).
Balutan atau penutup yang menutupi seluruh mata dihindari agar pemeriksaan mata dapat
dilakukan.
MANAJEMEN POSTOPERATIF
Selama periode postoperative awal, penglihatan dan reaksi pupil terus dimonitor. Ujung
kepala dari kasur ditinggikan sampai 30 derajat, steroid intravena dan antibiotik biasanya tetap
diberikan postoperatif untuk mencegah infeksi dan mengurangi edema. Drainase biasanya dilepas
setelah 24 jam apabila tidak adanya output yang signifikan. Salep antibiotik steroid diberikan pada
luka 2 – 3 kali per hari selama 2 minggu.
KOMPLIKASI DAN PERTIMBANGAN MANAJEMENNYA
Komplikasi dari orbitotomi lateral biasanya jarang dan biasanya dapat sembuh sendiri
dengan tindakan suportif. Kelemahan otot rektus lateralis dan diplopia mungkin terjadi.; namun
biasanya hilang tanpa intervensi dalam kurun waktu 6 minggu. Lekukan ringan pada fossa
temporal mungkin terjadi akibat atrofi otot temporal , terkhusus pada pendekatan koronal.
Kelamahan nervus tujuh dapat ditemui setelah pembentukan flap koronal, walau paresis permanen
jlangka ditemukan. Dilatasi pupil persisten mungkin terjadi karena disrupsi dari ganglion silia dan
nervus parasimpatis pupil. Kelainan ini biasnaya permanen, tidak dapat ditangani, dan tidak perlu
dibingungkan dengan disfungsi nervus optikus. Luka pada kompleks levator dapat terjadi akiba
diseksi di dekat kelenjar lakrimal., emnghasilkan ptosis lateral. Berkurangnya produksi air mata
dapat pula ditemukan karena gangguan dari duktus kelenjar lakrimal atau persarafannya .
penanganan dari kondisi mata kering biasanya terbatas pada observasi, penggunaan lubrikan dan
oklusi punktum.
Komplikasi serius, termasuk kehilangan penglihatan , mungkin terjadi pada beberapa kasus
langka,dan terjadi karena disfungsi nervus optikus. Saat dideteksi, intervensi segera dan agresif
sangat diperlukan. Eksplorasi ulang, drainase darah dan pengendalian hemostasis dibutuhkan
apabila terdapat perdarahan aktif atau akibat adanya hematoma besar yang meningkatkan tekanan
orbita atau kompresi nervus optik. Walau pencitraan orbita dapat membantu dalam
mengidentifkasi hematoma, intervensi bedah seharusnya tidak perlu ditunda apabila terdapat tanda
kompresi nervus optikus akut. Steroid intravena dosis tinggi mungkin menguntungkan apabila
terdapat disfungsi nervus optikus sekunder karena edema postoperatif. Infeksi serius mungkin
terjadi walau sangat langka dan perlu diobati dengan antibiotik intravena yang sesuai dan
intervensi bedah secara cepat apabila ada indikasinya.

Anda mungkin juga menyukai