Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tipe-tipe organisasi saat ini sangat bervariasi dalam hal ruang lingkup
dan ukuran dan mungkin akan memiliki beberapa praktik yang unik pada
organisasi itu. Misalnya, sebuah organisasi yang umum adalah organisasi
akademik yaitu universitas. Terdapat beberapa ritual dalam perguruan tinggi,
seperti orientasi mahasiswa baru, pestafrat ernit y (perkumpulan khusus
mahasiswa di perguruan tinggi) serta sorority (perkumpulan khusus mahasiswi),
serta makanan kantin. Praktik-praktik seperti bimbingan dan magang juga
memberi ciri kebanyakan institusi di perguruan tinggi.
Jelaslah bahwa inti dari kehidupan organisasi ditemukan di dalam
budayanya. Dalam hal ini, budaya tidak mengacu pada keanekaragaman ras,
etnis, dan latar belakang individu. Melainkan budaya adalah suatu cara hidup di
dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi mencakup iklim atau atmosfer
emosional dan psikologis. Hal ini mungkin mencakup semangat kerja karyawan,
sikap, dan tingkat produktivitas. Budaya organisasi juga mencakup simbol
(tindakan, rutinitas, percakapan, dst.) dan makna-makna yang dilekatkan orang
pada simbol- simbol ini. Makna dan pemahaman budaya dicapai melalui interaksi
yang terjadi antar karyawan dan pihak manajemen.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah pengertian dari budaya organisasi?
b. Apa saja teori-teori mengenai budaya organisasi?
c. Apakah dimensi-dimensi budaya organisasi?
d. Bagaimana peranan budaya organisasi?
e. Bagaimana cara karyawan mempelajari budaya organisasi?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Organisasi


Organisasi pada dasarnya merupakan tempat atau wadah dimana orang-
orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terkendali, dengan
memanfaatkan sumber daya (dana, material, lingkungan, metode, sarana,
prasarana, data) dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif
untuk mencapai tujuan bersama.

2.2 Pengertian Budaya Organisasi


Jika orang-orang bergabung dalam sebuah organisasi, mereka membawa
nilai- nilai dan kepercayaan yang telah diajarkan kepada mereka. Tetapi sering
terjadi, nilai- nilai tersebut tidak cukup membantu individu yang bersangkutan
untuk sukses dalam organisasi. Yang bersangkutan perlu belajar bagaimana
organisasi tersebut melakukan kegiatannya. Biasanya diberikan training untuk
merestrukturisasikan cara berpikir. Mereka diajarkan untuk berpikir dan bertindak
seperti yang dikehendaki organisasi.
Budaya organisasi memberikan ketegasan dan mencerminkan spesifikasi
suatu organisasi sehingga berbeda dengan organisasi lain. Budaya organisasi
melingkupi seluruh pola perilaku anggota organisasi dan menjadi pegangan bagi
setiap individu dalam berinteraksi, baik di dalam ruang lingkup internal maupun
ketika berinteraksi dengan lingkungan eksternal.
Oleh karena itu menurut Schein, secara komprehensif budaya organisasi
didefenisikan sebagai pola asumsi dasar bersama yang dipelajari oleh kelompok
dalam suatu organisasi sebagai alat untuk memecahkan masalah terhadap
penyesuaian faktor eksternal dan integrasi faktor internal, dan telah terbukti sah,
dan oleh karenanya diajarkan kepada para anggota organisasi yang baru sebagai
cara yang benar untuk mempersepsikan, memikirkan dan merasakan dalam
kaitannya dengan masalah-masalah yang dihadapi. Hal ini cukup bernilai dan,
oleh karenanya pantas diajarkan kepada para anggota baru sebagai cara yang
benar untuk berpersepsi, berpikir, dan berperasaan dalam hubungannya dengan
problem-problem tersebut (dalam Hessel Nogi 2005:15)

2
Defenisi tersebut terlalu kompleks sehingga menurut Robbins, budaya
organisasi cukup didefenisikan sebagai sebuah persepsi umum yang dipegang
teguh oleh para anggota organisasi dan menjadi sebuah sistem yang memiliki
kebersamaan pengertian (dalam 2005:531)..
Robbins (2002:279) juga menjelaskan bahwa budaya organisasi
menyangkut bagaimana para anggota melihat organisasi tersebut, bukan
menyangkut apakah para anggota organisasi menyukainya atau tidak, karena para
anggota menyerap budaya organisasi berdasarkan dari apa yang mereka lihat atau
dengar di dalam organisasi.
Dan anggota organisasi cenderung mempersepsikan sama tentang buda
ya dalam organisasi tersebut meskipun mereka berasal dari latar belakang yang
berbeda ataupun bekerja pada tingkat-tingkat keahlian yang berlainan dalam
organisasi tersebut. Sehingga budaya organisasi dapat disimpulkan sebagai nilai-
nilai yang menjadi pegangan sumber daya manusia dalam menjalankan
kewajibannya dan juga perilakunya di dalam suatu organisasi.
Menurut Schein budaya organisasi memiliki 3(tiga) tingkat yaitu: (dalam
Stonner 1996:183). Artifak (artifact) adalah hal-hal yang ada bersama untuk
menentukan budaya dan mengungkapkan apa sebenarnya budaya itu kepada
mereka yang memperhatikan budaya. Artifak termasuk produk, jasa dan bahkan
pola tingkah laku dari anggota sebuah organisasi.
Nilai-nilai yang didukung (espoused values) adalah alasan yang diberikan
oleh sebuah organisasi untuk mendukung caranya melakukan sesuatu.
Asumsi dasar (basic assumption) adalah keyakinan yang dianggap sudah
ada oleh anggota suatu organisasi.Budaya menetapkan caa yang tepat untuk
melakukan sesuatu di sebuah organisasim seringkali lewat asumsi yang
diucapkan.
Oleh karena itu budaya organisasi birokrasi akan menentukan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan oleh para anggota organisasi; menentukan batas-
batas normatif perilaku anggota organisasai; menentukan sifat dan bentuk-bentuk
pengendalian dan pengawasan organisasi; menentukan gaya manajerial yang
dapat diterima oleh para anggota organisasi; menentukan cara-cara kerja yang
tepat, dan sebagainya. Secara spesifik peran penting yang dimainkan oleh budaya
organisasi (birokrasi) adalah membantu menciptakan rasa memiliki terhadap
organisasi; menciptakan jati diri para anggota organisasi; menciptakan keterikatan
3
emosional antara organisasi dan pekerja yang terlibat didalamnya; membantu
menciptakan stabilitas organisasi sebagai sistem sosial; dan menemukan pola
pedoman perilaku sebagai hasil dari norma-norma yang terbentuk dalam
keseharian.
Begitu kuatnya pengaruh budaya organisasi (birokrasi) terhadap perilaku
para anggota organisasi, maka budaya organisasi (birokrasi) mampu menetapkan
tapal batas untuk membedakan dengan organisasi (birokrasi) lain; mampu
membentuk identitas organisasi dan identitas kepribadian anggota organisasi;
mampu mempermudah terciptanya komitmen organisasi daripada komitmen yang
bersifat kepentingan individu; mampu meningkatkan kemantapan keterikatan
sistem sosial; dan mampu berfungsi sebagai mekanisme pembuatan makna dan
simbol-simbol kendali perilaku para anggota organisasi.

2.3 Hubungan antara Etika dengan Kebudayaan


Meta-ethical cultural relativism merupakan cara pandang secara filosofis
yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran
harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan
soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai cara pandang yang
berbeda-beda terhadap kebenaran etika.
Etika erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh
manusia sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu
berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap
kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan
dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral
yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan
kehidupan social apa yang kita jalani.
Baik atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku.
Prinsip moral sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku,
sehingga suatu hal dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di
lingkungan sosial tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa
tindakan infantisid (membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan
menurut budaya Amerika dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu
tindakan amoral.

4
Suatu premis yang disebut dengan “Dependency Thesis” mengatakan “All
moral principles derive their validity from cultural acceptance”. Penyesuaian
terhadap kebudayaan ini sebenarnya tidak sepenuhnya harus dipertahankan dan
dibutuhkan suatu pengembangan premis yang lebih kokoh.
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran
dan pandangan moral. Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang
berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap. Manusia yang pertama kali
menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang bernama
Aristoteles ( 384 – 322 SM ). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika /
moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap, kewajiban
dan sebagainya. Menurut K. Bertenes, etika adalah nilai-nilai atau norma-norma
yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam mengatur tingkah lakunya. Etika
berkaitan erat dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pokoknya
membicarakan tentang masalah-masalah predikat nilai ”susila” dan ”tidak susila”,
”baik” dan ”buruk”. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan
dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukkan bahwa orang yang
memilikinya dikatakan tidak susila. Sesungguhnya etika lebih banyak
bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungannya
dengan tingkah laku manusia (Katsoff, 1986).
Etika dibagi menjadi 2 kelompok, etika umum dan etika khusus. Etika
khusus dibagi menjadi 2 kelompok lagi menurut Suseno (1987), yaitu etika
individual dan etika sosial yang keduanya berkaitan dengan tingkah laku manusia
sebagai warga masyarakat. Etika individual membahas kewajiban manusia
terhadap diri sendiri dalam kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai warga
masyarakat. Etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai
anggota masyarakat atau umat manusia. Dalam masalah ini, etika individual tidak
dapat dipisahkan dengan etika sosial karena kewajiban terhadap diri sendiri dan
sebagai anggota masyarakat atau umat manusia saling berkaitan dan tidak dapat
dipisahkan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia lain baik
secara langsung maupun dalam bentuk kelembagaan (keluarga, masyarakat, dan
negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia, idiologi-idiologi
maupun tanggungjawab manusia terhadap lingkungan hidup. Etika sosial
berfungsi membuat manusia menjadi sadar akan tanggungjawabnya sebagai
manusia dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
5
Di dunia kita sekarang ini, kesadaran akan etika individual dan etika sosial
sangatlah rendah. Contoh nyatanya adalah adanya kelangkaan perspektif etika di
kalangan para penguasa politik dan ekonomi yang telah memicu penyalahgunaan
kekuasaan (abuse of power) dalam berbagai sudut kehidupan. Parliament of the
World's Religion II, tahun 1993, yang diselenggarakan di Chicago, menghasilkan
deklarasi yang disebut dengan etika global (global ethic) sebagai penjabaran
praktis berupa paradigma etika dan moral untuk diejawantahkan dalam kehidupan
empiris.
Lahirnya Deklarasi Etika Global tersebut merupakan realisasi antisipasif
dan solutif atas sebuah kekuatan dahsyat bernama globalisasi yang dewasa ini
tidak hanya memasuki wilayah kehidupan material seperti ekonomi, budaya, dan
politik pada banyak negara di seluruh belahan dunia, tetapi kekuatan tersebut juga
merambah wilayah nonmeterial, yaitu etika. Globalisasi sendiri telah banyak
menimbulkan dampak positif, tetapi juga dampak negatif, yaitu krisis
kemanusiaan. Dunia manusia saat ini sedang dilanda suatu krisis multidimensi
global, yang meliputi krisis ekonomi global, krisis ekologi global, dan krisis
politik global. Berbagai terpaan krisis tersebut lalu bermuara pada krisis
kemanusiaan seperti kemiskinan, kelaparan, pengangguran, kezaliman,
kekerasan, penindasan, pengisapan, pembunuhan, dan lain-lain.
Jika ditelusuri secara seksama, kita ketahui krisis kemanusiaan yang ada
berpangkal mula dari krisis etika. Kelangkaan wawasan dan pengetahuan etika,
terutama di kalangan penguasa politik dan ekonomi, mendorong merajalelanya
perusakan yang kemudian mengarah pada kerusakan dunia dan segala tatanannya.
Dari perspektif etika global, permasalahan yang dihadapi proses peradaban
bangsa-bangsa di dunia belakangan ini, tidak lain adalah masalah etik, yaitu
rendahnya kadar apresiasi terhadap etika peradaban. Proses peradaban
berkembang sedemikian cepat, terutama pada aspek material yang mengatas
namakan kebebasan, kekuatan dan kepercayaan atas diri manusia. Dengan
demikian, proses peradaban menempatkan manusia sebagai "pencipta yang
memiliki kuasa besar" terhadap hidup dan kehidupannya. Kehidupan manusia
kemudian berorientasi pada paradigma "antropo-centris", yaitu berpusat pada diri
manusia itu sendiri, sehingga manusia diliputi paham "egoisme kemanusiaan".
Egosime kemanusian tersebut, sebagai mana diketahui, menjelma dalam paham,
baik yang bersifat individualistis maupun kolektif, sebut saja rasisme,
6
nasionalisme, sekterianisme, atas seksisme (feminisme dan maskulinisme).
Semua bentuk egoisme manusia tersebut menghalangi manusia untuk menjadi
manusia sejati, manusia berkemanusiaan.
Sebuah paragraf dalam Declaration toward a Global Ethic of the Parliament
of the World's Religions yang dikeluarkan di Chicago pada 1993 berbunyi
sebagai berikut, "Dalam tradisi etika dan agama umat manusia, kita menemukan
perintah: kalian tidak boleh mencuri! Atau dalam bahasa positifnya: berdaganglah
secara jujur dan adil! Makna dari perintah ini adalah tidak seorang pun berhak
dengan cara apa pun merampas atau merebut hak orang lain atau hak
kesejahteraan bersama. Begitu juga tidak seorang pun berhak menggunakan apa
yang dimilikinya tanpa peduli akan kebutuhan masyarakat dan bumi. Dalam
pandangan deklarasi etika global, tidak mungkin ada suatu tatanan dunia baru
tanpa tatanan etika global. Etika global, mengacu pada suatu permufakatan
mendasar tentang nilai-nilai mengikat, ukuran-ukuran pasti, dan sikap-sikap
pribadi yang harus dimiliki setiap manusia, khususnya manusia beragama.
Pemecahan problematika sosial, ekonomi, politik dan lingkungan hidup
mungkin dilakukan dengan proses pembangunan yang berkesinambungan lewat
perencanaan ekonomi dan politik serta pembelakuan hukum dan undang-undang.
Namun, semua itu belum cukup tanpa perubahan "orientasi batin" (inner
orientation) dan sikap mental yang berkualitas dari masyarakat. Masyarakat
membutuhkan reformasi sosial dan ekologis, tapi dalam waktu bersamaan mereka
juga membutuhkan pembaruan spiritual. Untuk benar-benar berperilaku
manusiawi berarti :
Kita harus menggunakan kekuasaan ekonomi dan politik untuk melayani
kemanusiaan, bukan menyalahgunakannya dalam persaingan merebut dominasi
yang kejam. Kita harus mengembangkan semangat mengasihi mereka yang
menderita, khususnya kepada anak-anak, kaum lanjut usia, masyarakat miskin,
penderita cacat, dan mereka yang berada dalam kesepian.
Kita harus mengembangkan saling respek dan peduli agar tercapai
keseimbangan kepentingan yang layak, bukan cuma memikirkan kekuasaan tanpa
batas dan persaingan yang tidak terhindarkan.
Kita harus menghargai nilai-nilai kesederhanaan, bukan keserakahan tanpa
terpuaskan akan uang, prestis, dan pemuasan konsumtif. Dalam keserakahan,

7
manusia kehilangan "rohnya", kebebasannya, ketenangan, dan kedamaian diri
serta dengan demikian kehilangan apa yang membuatnya manusiawi".

2.4 Kendala Dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis Etis


1. Pengertian Etika bisnis
Merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga
masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai,
norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan
yang adil dan sehat dengan pelanggan / mitra kerja, pemegang saham,
masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis
yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan
yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum
dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan
pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya
sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan
dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
2. Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya merupakan hubungan
yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika
pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat
disebut disini misalnya saja :
a. Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk
membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap
produknya.
b. Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui
isi didalamnya, sehingga produsen perlu menberikan penjelasan
tentang isi serta kandungan atau zat-zat yang terdapat didalam produk
itu.
c. Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan
yang sangat etis bagi suatu bisnis. Sangatlah tidak etis suatu bisnis
yang menjual produknya yang ternyata jelek (busuk) atau tak layak
dipakai tetap saja tidak mau mengganti produknya tersebut kepada
pembelinya.
8
3. Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan
bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan
karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal
yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan
pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau
pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja). Didalam menarik tenaga
kerja haruslah dijaga adanya penerimaan yang jujur sesuai dengan hasil
seleksi yang telah dijalankan. Sering kali terjadi hasil seleksi tidak
diperhatikan akan tetapi yang diterima adalah peserta atau calon yang
berasal dari anggota keluarga sendiri.
4. Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu
dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara
perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun
distributor. Dalam kegiatan sehari-hari tentang hubungan tersebut sering
terjadi benturan-benturan kepentingan antar kedunya. Dalam hubungan itu
tidak jarang dituntut adanya etika pergaulan bisnis yang baik.
5. Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang
akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik
dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya.
Informasi yang tidak jujur akan menjerumuskan para investor untuk
mengambil keputusan investasi yang keliru. Dalam hal ini perlu mandapat
perhatian yang serius karena dewasa ini di Indonesia sedang mengalami
lonjakan kegiatan pasar modal. Banyak permintaan dari para pengusaha
yang ingin menjadi emiten yang akan menjual sahamnya kepada
masyarakat. Dipihak lain masyarakat sendiri juga sangat berkeinginan
untuk menanamkan uangnya dalam bentuk pembelian saham ataupun surat-
surat berharga yang lain yang diemisi oleh perusahaan di pasar modal. Oleh
karena itu masyarakat calon pemodal yang ingin membeli saham haruslah
diberi informasi secara lengkap dan benar terhadap prospek perusahan yang
go public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan
terhadap informasi terhadap hal ini.
9
6. Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada
umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial.
Hubungan ini merupakan hubungan yang berkaitan dengan penyusunan
laporan keuangan. Laporan finansial tersebut haruslah disusun secara baik
dan benar sehingga tidak terjadi kecendrungan kearah penggelapan pajak
atau sebagianya. Keadaan tersebut merupakan etika pergaulan bisnis yang
tidak baik.

2.5 Kendala-kendala Dalam Pencapaian Tujuan Etika Bisnis


Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan
beberapa masalah dan kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala
tersebut yaitu:
a. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas,
bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan
mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan,
ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan
keuangan.
b. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai
pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan
yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya
dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan
lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan
masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi
akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan
c. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh
para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di
sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit
politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk
tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna
memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
10
d. Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas
berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini
mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-
norma etika.
e. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan
kode etik bisnis dan manajemen.
Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum
secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan
manajemen.

2.6 Manfaat Tercapainya Tujuan Etika Bisnis Bagi Perusahaan


Etika bisnis bagi perusahaan ini,menyangkut kebijakan etis perusahaan
berhubungan dengan kesulitan yang bisa timbul (mungkin pernah timbul dimasa
lalu), seperti konflik kepentingan, hubungan dengan pesaing dan pemasok,
menerima hadiah,sumbangan dan sebagainya. Latar belakang pembuatan etika
bisnis adalah sebagai cara ampuh untuk melembagakan etika dalam struktur dan
kegiatan perusahaan. Bila Perusahaan memiliki etika sendiri,mempunyai
beberapa kelebihan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memilikinya.
Manfaat Etika Bisnis bagi Perusahaan :
a. Dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah
dijadikan sebagai corporate culture. Hal ini terutama penting bagi
perusahaan besar yang karyawannya tidak semuanya saling mengenal satu
sama lainnya. Dengan adanya etika bisnis, secara intern semua karyawan
terikat dengan standard etis yang sama, sehingga akan mefigambil
kebijakan/keputusan yang sama terhadap kasus sejenis yang timbul.
b. Dapat membantu menghilangkan grey area (kawasan kelabu) dibidang
etika. (penerimaan komisi, penggunaan tenaga kerja anak, kewajiban
perusahaan dalam melindungi lingkungan hidup).
c. Menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab sosialnya.
d. Menyediakan bagi perusahaan dan dunia bisnis pada umumnya,
kemungkinan untuk mengatur diri sendiri (self regulation).
e. Bagi perusahaan yang telah go publik dapat memperoleh manfaat berupa
meningkatnya kepercayaan para investor. Selain itu karena adanya kenaikan
11
harga saham, maka dapat menarik minat para investor untuk membeli
saham perusahaan tersebut.
f. Dapat meningkatkan daya saing (competitive advantage) perusahaan.
g. Membangun corporate image / citra positif , serta dalam jangka panjang
dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan (sustainable company).

Etika bisnis perusahhan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk
membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki dsaya saing yang tinggi
serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai yang tinggi,diperlukan suatu
landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi
yang baik, system prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan
yang handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan
konsekuen.

Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan


beberapa masalah dan kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala
tersebut yaitu:
a. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas,
bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan
mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan,
ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan
keuangan.
b. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai
pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan
yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya
dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan
lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan
masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi
akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
c. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh
para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di

12
sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit
politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk
tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna
memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
d. Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas
berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini
mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-
norma etika.
e. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan
kode etik bisnis dan manajemen.
Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum
secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan
manajemen.

2.7 Pro Dan Kontra Etika Dalam Bisnis


Bisnis adalah bisnis. Bisnis jangan dicampur-adukkan dengan etika. Para
pelaku bisnis adalah orang-orang yang bermoral, tetapi moralitas tersebut hanya
berlaku dalam dunia pribadi mereka, begitu mereka terjun dalam dunia bisnis
mereka akan masuk dalam permainan yang mempunyai kode etik tersendiri. Jika
suatu permainan judi mempunyai aturan yang sah yang diterima, maka aturan itu
juga diterima secara etis. Jika suatu praktik bisnis berlaku begitu umum di mana-
mana, lama-lama praktik itu dianggap semacam norma dan banyak orang yang
akan merasa harus menyesuaikan diri dengan norma itu. Dengan demikian, norma
bisnis berbeda dari norma moral masyarakat pada umumnya, sehingga
pertimbangan moral tidak tepat diberlakukan untuk bisnis dimana “sikap rakus
adalah baik”(Ketut Rindjin, 2004:65).
Belakangan pandangan diatas mendapat kritik yang tajam, terutama dari
tokoh etika Amerika Serikat, Richard T.de George. Ia mengemukakan alasan
alasan tentang keniscayaan etika bisnis sebagai berikut.
Pertama, bisnis tidak dapat disamakan dengan permainan judi. Dalam bisnis
memang dituntut keberanian mengambil risiko dan spekulasi, namun yang
dipertaruhkan bukan hanya uang, melainkan juga dimensi kemanusiaan seperti

13
nama bai kpengusaha, nasib karyawan, termasuk nasib-nasib orang lain pada
umumnya.
Kedua, bisnis adalah bagian yang sangat penting dari masyarakat dan
menyangkut kepentingan semua orang. Oleh karena itu, praktik bisnis
mensyaratkan etika, disamping hukum positif sebagai acuan standar dlaam
pengambilan keputusan dan kegiatan bisnis.
Ketiga, dilihat dari sudut pandang bisnis itu sendiri, praktik bisnis yang
berhasil adalah memperhatikan norma-norma moral masyarakat, sehingga ia
memperoleh kepercayaan dari masyarakat atas produ atau jasa yang dibuatnya.

2.8 Pengaruh Etika Terhadap Perilaku Budaya


Etika merupakan bagian integral dari fungsi dari masyarakat, tetapi banyak
orang berjuang untuk mendefinisikan etika dan memasukkannya ke dalam
praktek dalam pengaturan bisnis. Pemilik dan manajer mengatur bar untuk etika
dalam organisasi, namun mereka bukan hanya peserta. Karyawan dan pelaku
bisnis lainnya juga mempengaruhi dan melanggengkan etika. Dalam kasus usaha
kecil, manajer perlu tahu bagaimana melaksanakan ketentuan etika selain untuk
mengetahui kebajikan.
1. Karyawan
Dari sudut pandang karyawan, manajemen menetapkan nada dan
membentuk lingkungan kerja secara keseluruhan. Sangat mudah untuk
menabur benih perilaku tidak etis ke dalam pikiran bawahan, terutama jika
orang-orang yang menandatangani gaji tidak menetapkan contoh yang baik.
Karyawan perlu tahu bahwa mereka memiliki hak pribadi dan profesional
dalam operasi usaha kecil. Sebagai contoh, jika seorang karyawan
menderita segala jenis pelecehan, manajemen harus menganggapnya serius.
Kondisi kerja harus aman. Jadwal kerja harus menjadi perhatian dan adil.
Manajemen yang tidak menjunjung tinggi hak-hak etika karyawan akan
berakhir menciptakan kebijakan yang dapat mempengaruhi semangat dan
motivasi pekerja.
2. Bisnis Pelanggan
Usaha kecil sering berinteraksi dengan perusahaan lain, seperti pemasok
dan bankir. Hal ini penting untuk mendapatkan kepercayaan dan rasa

14
hormat dari pihak ketiga organisasi. Anda tidak ingin kemarahan
perusahaan lain yang memasok bisnis Anda dengan bagian penting dalam
proses manufaktur atau pemberi pinjaman di bank yang menawarkan
pinjaman jangka pendek untuk membantu bisnis Anda memenuhi gaji.
Selain itu, Anda tidak ingin mengintimidasi atau kuat-lengan bisnis lain,
karena pemilik, pengelola, dan bahkan karyawan akan tersinggung.
Perusahaan harus mengembangkan kebijakan etika yang menanamkan rasa
keandalan dan integritas, seperti tinggal di atas tagihan karena bisnis lain
dalam hutang atau pengaturan biaya yang wajar dan persyaratan ketika
bertransaksi atau bertukar barang dan jasa dengan perusahaan lain.
3. Konsumen
Sementara kebanyakan orang memahami konsep membayar untuk barang
dan jasa yang dikonsumsi, masyarakat biasanya tidak ramah terhadap harga
adil dan praktik penagihan. Juga, konsumen ingin jaminan bahwa mereka
akan mendapatkan kualitas produk dan layanan, berdasarkan iklan jujur dan
presentasi. Harga mencongkel atau menerima pembayaran tetapi tidak
memberikan barang adalah cara yang pasti untuk kehilangan pelanggan.
Selain itu, pertimbangkan bahwa banyak konsumen tidak memiliki banyak
bisnis cerdas dan mereka percaya perusahaan untuk melakukan hal yang
benar. Ketika kepercayaan itu dilanggar, pelanggan marah tunggal dapat
terbentuk menjadi gelombang kebencian dari orang lain yang telah
memiliki pengalaman yang sama tidak etis. Dalam usia situs-situs jaringan
sosial dan kelompok konsumen advokasi, publisitas yang buruk dapat
menghancurkan sebuah perusahaan. Perusahaan besar dan kecil harus
memiliki kebijakan layanan pelanggan dan prosedur di tempat untuk
mengatasi masalah konsumen sebelum mereka keluar dari tangan.
4. Masyarakat
Bisnis lokal harus menghormati lembaga yang membuat masyarakat utuh
dan bersemangat. Secara khusus, dewan kota, dewan daerah dan legislatif
negara semua pengaruh mendapatkan dalam urusan bisnis lokal, nasional
dan bahkan global. Jika anggota parlemen dan penegak menyadari praktik
bisnis yang tidak etis, mereka dapat melakukan lebih dari keprihatinan
mengungkapkan, mereka dapat menegakkan hukum yang ada dan membuat
yang baru bahwa perilaku etis yang benar. Perusahaan mungkin perlu
15
mempertimbangkan untuk membuat kebijakan hukum, di samping
kebijakan etis. Misalnya, kenyamanan pegawai toko mungkin biasakan
untuk memeriksa lisensi semua pengemudi dan identifikasi, tidak peduli
usia seseorang dan penampilan, sebelum menjual produk alkohol dan
tembakau.

Selain menghormati warga, karyawan dan kelembagaan masyarakat,


perusahaan harus menghormati lingkungan bahwa masyarakat bergantung pada.
Tanggung jawab sosial adalah istilah yang menggambarkan bagaimana bisnis
berangkat untuk menjadi pelayan yang baik dari bumi. Banyak perusahaan besar
memiliki seluruh bagian dari sebuah situs web publik yang jelas menjabarkan
komitmen terhadap tanggung jawab sosial. Beberapa bahkan mempekerjakan staf
yang ahli lingkungan dan keberlanjutan, membantu perusahaan mengembangkan
kebijakan. Meskipun usaha kecil sering kekurangan sumber daya tambahan untuk
menciptakan departemen baru, manajer dapat melakukan upaya untuk
mengadopsi kebijakan yang lebih masuk akal, seperti daur ulang sampah
beberapa atau menggunakan lampu hemat energi.

16
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, pada bab ini dapat dikemukakan
beberapa pokok kesimpulan sebagai berikut:
a. Budaya perusahaan tidak muncul dengan sendirinya di kalangan anggota
organisasi, tetapi perlu dibentuk dan dipelajari karena pada dasarnya
budaya perusahaan adalah sekumpulan nilai dan pola perilaku yang
dipelajari, dimiliki bersama, oleh semua anggota organisasi dan diwariskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya.
b. Budaya perusahaan sangat penting peranannya dalam mendukung
terciptanya suatu organisasi atau perusahaan yang efektif. Secara lebih
spesifik, budaya perusahaan dapat berperan dalam menciptakan jati diri,
mengembangkan keikutsertaan pribadi dengan perusahaan dan menyajikan
pedoman perilaku kerja bagi karyawan.

3.2 Saran
Seorang pemimpin harus mengetahui semua hal yang menyangkut tentang
organisasi baik secara individu mau kelompok

17
DAFTAR PUSTAKA

Dharma Agus.Organisasi, Perilaku, Struktur dan proses (Terjemahan).


Jakarta:Erlangga. .1992

Miftah Thoha. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta. CV.
Rajawali, 1983

Sondang P.Siagian.Organisasi Kepemimpinan dan perilaku Administrasi,


Jakarta:Gunung Agung, 1992

http://ryusaki69.wordpress.com/2010/05/20/budaya-organisasi/

18

Anda mungkin juga menyukai