Anda di halaman 1dari 31

EVIDANCE BASED NURSING

PENGARUH HOME BASSED EXERCICE TRAINING


TERHADAP KAPASITAS FUNGSIONAL PADA PASIEN
GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HASAN SADIKIN
Oleh :
Kelompok 5

Tria Ayu Zahara 043315162080


Vivi Novia Andreani 043315162081
Wawan Kurniawan 043315162082
Winwin Winiarti 043315162083
Wulan Julianti 043315162085
Wisnu Yogo Pratomo 043315162084
Yusi Lusiana 043315162086
Kresna Bayu 043315162168

PROGRAM PROFESI NERS-B


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal jantung kongestif (CHF) merupakan suatu keadaan
ketidakmampuan jantung dalam memompa darah secara adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang mengedarkan nutrisi dan
oksigen (Black and Hawks, 2009). Gagal jantung bukan merupakan suatu
penyakit yang berdiri sendiri mlainkan sebuah sindrom klinis yang
dikarakteristikan dengan kelebihan volume darah, tidak adekuatnya perfusi
jaringan, dan penurunan toleransi aktivitas seharihari.
Gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai etiologi diantaranya
adalah faktor dari kelainan pada struktur dan fungsi jantung itu sendiri (faktor
intrinsik), maupun faktor yang disebabkan dari luar (faktor ekstrinsik). Faktor
intrinsik yang merupakan kelainan pada struktur dan fungsi jantung
memberikan pengaruh sebagian kecil dibanding faktor ektrinsik pada
terjadinya penyakit jantung kongestif yang banyak ditemukan di masyarakat
sekarang ini. Faktor ekstrinsik dalam hal ini berhubungan dengan perubahan
pola hidup, terutama pola hidup tidak sehat yang banyak ditemui di
lingkungan masyarakat perkotaan. Beberapa contoh pola hidup tidak sehat
tersebut antara lain adalah kurang olahraga, stress pekerjaan maupun
psikologis, kebiasaan mengkonsumsi junk food, polusi (udara, suara, air) dan
sanitasi yang jauh dari syarat kesehatan. Kumpulan faktor tersebut yang
menyebabkan insiden penyakit jantung meningkat setiap tahunnya terutama
di lingkungan masyarakat perkotaan.
Insiden gagal jantung mengalami peningkatan disetiap tahunnya.
Prevalen gagal jantung di Amerika Serikat diperkirakan 670.000 kasus baru
didiagnosa setiap tahun. Saat ini 5,7 juta masyarakat Amerika Serikat
menderita penyakit gagal jantung. Meskipun kmajuan teknologi pengobatan
dapat meningkatkan angka Data epidemiologi untuk gagal jantung sendiri
belum ada. Data secara umum diperoleh dari hasil Survei Kesehatan Nasional
(Sukermas) tahun 2003 diperoleh gambaran bahwa penyakit kardiovaskuler
merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26.4%). Pernyataan
tersebut diperkuat dari hasil Profil Kesehatan Indonesia tahun 2003 yang
menyebutkan bahwa penyakit jantung berada pada urutan ke-delapan (2.8%)
pada 10 jenis penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di
Indonesia (Kumala, 2009).
Merujuk dari berbagai manifestasi klinis yang muncul pada penderita
gagal jantung, baik gagal jantung kanan maupun gagal jantung kiri terdapat
salah satu gejala yang khas yaitu kelalah dalam beraktivitas. Tingkat
kelelahan ketika menjalankan aktivitas dijadikan pedoman dalam
pengklasifikasian tingkatan gagal jantung menurut NYHA yang
dikelompokkan menjadi empat tingkatan (Black and Hawks, 2009).
Kelelahan terjadi karena pengaruh dari sirkulasi ke jaringan yang tidak
adekuat sehingga konsumsi O2 ke jaringan juga mengalami penurunan.
Tubuh merespon dengan melakukan metabolisme anaerob yang
menghasilkan zat sisa berupa asam laktat. Penumpukan asam laktat pada otot
yang berlebih akan menyebabkan kelelahan sehingga muncul gelaja
penurunan toleransi aktivitas pada sebagian besar pasien dengan gagal
jantung.
Intoleransi aktivitas pada penderita gagal jantung satu dengan yang
lain dapat berbeda tergantung dari kapasitas fungsional. Kapasitas fungsional
merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas yang biasa
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari (Wenger, 1989 dalam Suharsono,
2011). Pasien gagal jantung yang mengalami kelainan struktur dan fungsi
jantung menyebabkan kerusakan fungsi ventrikel untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi dan oksigen ke jaringan tubuh. Kondisi ini menyebabkan pasien
dengan gagal jantung umumnya mengalami penurunan kapasitas fungsional
dan sesak napas (dipsnea) ketika beraktivitas maupun ketika istirahat. Kondisi
inilah yang menyebabkan pasien gagal jantung mengalami penurunan dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari.
Pasien gagal jantung perlu untuk diajarkan melakukan aktivitas secara
bertahap dengan tujuan toleransi aktivitas dapat meningkat pula. Aktivitas
dilakukan dengan melihat respon sepeti peningkatan nadi, sesak napas dan
kelelahan. Aktivitas akan melatih kekuatan otot jantung sehingga gejala gagal
jantung semakin minimal. Aktivitas ini akan dapat dilakukan secara informal
dan lebih efektif apabila dirancang dalam program latihan fisik yang
terstruktur (Nicholson, 2007). Latihan aktivitas yang disesuaikan dengan
toleransi atau kapasitas fungsional pasien gagal jantung menjadi salah satu
intervensi yang dapat dilakukan. Latihan aktivitas yang disesuaikan dengan
toleransi bertujuan untuk meminimalkan demand oksigen tubuh sehingga
metabolisme anaerob dapat dikurangi. Selain itu, latihan aktivitas bermanfaat
untuk melatih jantung beradaptasi dengan kapasitas maksimal dalam
menjalankan fungsinya.
Berdasarkan latar belakang diatas dan hasil observasi di ruang CICU
(Cardiac Intensife Care Unit) beberapa pasien mengalami gangguan dalam
hemodinamik yang merupakan faktor dari pasien yang mengalami resiko
penurunan curah jantung. Salah satu tindakan keperawatan yang dapat
dilakukan pada pasien yang mengalami gagal jantung menurut beberapa
penelitian dapat diberikan program latihan Home Bassed Exercise Training
(Latihan Fisik Rehabilitasi). Maka dari kami tertarik untuk membuat
Evidance Based Nursing (EBN) tentang pengaruh Home Bassed Exercice
Training terhadap Kapasitas Fungsional Pada Pasien Gagal Jantung di Rumah
Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan Evidance Based Nursing
(EBN) adalah bagaimana pengaruh Home Based Exercise Training dalam
mengatasi masalah keperawatan intoleransi aktivitas pada pasien gagal
jantung kongestif di Ruang CICU Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin
Bandung.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh Home Based Exercise Training dalam
mengatasi masalah keperawatan intoleransi aktivitas pada pasien gagal
jantung kongestif di Ruang CICU Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin
Bandung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep Penyakit Gagal Jantung
2. Untuk mengetahui konsep Latihan Fisik Home Bassed Exercise
Training
3. Untuk mengetahui konsep Kapasitas Fungsional

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gagal Jantung Kongestif


2.1.1 Pengertian
Gagal Jantung Kongestif Congestive Heart Failure (CHF)
merupakan suatu keadaan ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen
dan nutrisi. Gagal jantung kongestif paling sering digunakan apabila
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Smeltzer & Bare, 2002).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme
jaringan (Hudack, 2000).

2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung yang dikenal adalah klasifikasi menurut
New York Heart Association (NYHA) dengan melihat pada tanda dan
gejala sehari-hari yang dialami pasien dengan gagal jantung terutama
keluhan sesak napas ketika beraktivitas dalam beberapa tingkatan
(Mansjoer, 2001), yaitu:
a. NYHA kelas I
Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejal-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila
melakukan kegiatan biasa.
b. NYHA kelas II
Penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan
fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada.
c. NYHA kelas III
Penderita penyakit dengan banyak pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan
gejala- gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.
d. NYHA kelas IV
Penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan
kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

2.1.3 Etiologi
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, sebagai akibatnya adalah terjadi penurunan kontraktilitas
jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, dan penyakit otot
degenerative atau inflamasi.
b. Aterosklerosisi Koroner
Aterosklerosisi koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung yang manifestasi akhirnya dapat
menyebabkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek serabut, (hipertrofi
miokard) dapat di anggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Akan tetapi, pada kondisi
tertentu hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara
nirmal, dan akhirnya memicu terjadinya gagal jantung.

d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif


Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, sehingga pengaruhnya menyebabkan kontraktilitas
jantung menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
yang biasanya terlihat mencakup gangguan aliran darah melalui
jantung (missal: stenosis katup seminular), ketidakmampuan jantung
untuk mengsisi darah (misal: temponade pericardium), perikarditis
konstruktif, atau stenosis katup AV, atau dapat juga karena
pengosongan jantung abnormal (misal: insufisiensi katup AV).
Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah
sistemik (hipertensi maligna) dapat menyebabkan gagal jantung
meskipun tidak ada hipertrofi miokardial.
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal:
hipertermia, tirotoksikosis), hipoksia, dan anemia memerlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen
ke jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas
elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritma
jantung yang dapat terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder
akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.

2.1.4 Patofisiologi
Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Apabila
curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat
frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Ketika
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang
harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi
pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan
serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung
normal masih dapat dipertahankan. Insufisensi suplai jantung
ditentukan oleh cardiac output. Faktor yang mempengaruhi atau
membentuk cardiac output adalah heart rate dan stroke volueme.
Stroke volume jantung dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu
preload, contractility, dan afterload. Apabila ketiga variabel
pembentuk stroke volume mengalami gangguan atau kerusakan maka
akan berpengaruh terhadap cardiac output yang menyebabkan gagal
jantung (Black and Hawks, 2009). Preload selain dipengaruhi oleh
volume dalam ventrikel juga dipengaruhi oleh hambatan pengisian
ventrikel. Peningkatan tekanan positif intrapleural seperti pada kasus
pasien dengan asma dan COPD dapat menurunkan pengisian
ventrikel. Apabila volume meingkat maka jantung akan bekerja lebih
keras untuk memompa darah dari kondisi fisiologis/ normal. Fungsi
diastolik jantung ditentukan oleh dua faktor yaitu elastisitas dan
relaksasi miokardial. Relaksasi terjadi pada awal diastolik, pada
ventrikel kiri yang merupakan tempat terjadiny pross aktif yang
menyebabkan pengisian ventrikel kiri. Kehilangan elastisitas dan
relaksasi pada ventrikel kiri akan menyebabkan kerusakan struktur
dan fungsi dari jantung itu sendiri yang berpengaruh terhadap
terganggunya pengisian jantung.
Variabel kedua yang berpengaruh terhadap stroke volume
adalah kontaktilitas otot jantung. Kontraktilitas menggambarkan
kekuatan pompa otot jantung yang dapat diukur dengan menilai fraksi
ejeksi (EF). Pada kondisi normal fungsi sistolik akan mempertahankan
EF > 50-55%. Variabel ketiga adalah afterload merupakan tahanan
yang harus dilawan jantung ketika berkontraksi. Afterload dapat
diukur dengan mean arterial pressure (MAP). Pada kondisi fisiologis,
jantung mampu melawan tahanan afterload sampai 140 mmHg.
Tekanan intratorak juga berpengaruh terhadap afterload. Gagal
jantung khususnya gagal fungsi ventrikel kiri biasanya diawali dengan
penurunan cardiac output. Ketika jantung mulai mengalami
kegagalan, aktivasi neuro-hormonal menghasilkan vasokontriksi
sistemik, retensi cairan, dan natrium untuk meningkatkan cardiac
output dan mempertahankan tekanan darah. Mekanisme kompensasi
tersebut akan berlangsung dalan jangka pendek, akan tetapi proses
kerusakan otot jantung terus terjadi dan dapat semakin memburuk
(Black and Hawks, 2009).
Tubuh secara fisiologis akan melakukan kompensasi terhadap
respon yang tidak sesuai. Sebagai bentuk kompensasi, jantung
terutama bagian ventrikel akan meningkatkan tekanan secara persisten
yang dapat menyebabkan penebalan dan kekakuan dinding ventrikel.
Proses tersebut disebut sebagai cardiac remodelling. Hasil dari
remodelling ini adalah pembesaran/ hipertrofi dan pompa jantung
yang tidak efektif. Keadaan tersebut memicu aktivasi berlebihan
sistem neuro-hormonal yang menyebabkan frekuensi nadi meningkat
(tachicardi). Pengaruh dari perubahan tersebut mnyebabkan
penurunan perfusi kororner dan pningkatan konsumsi oksigen untuk
organ jantung (Suharsono, 2011). Kondisi patologi ini menghasilkan
gejala seperti sesak nafas akibat kongesti pembuluh darah paru,
intoleransi aktivitas akibat kerusakan aliran darah ke otot, dan edema
akibat retensi cairan (Black and Hawks, 2009).

2.1.5 Manifestasi Klinis


Gagal Jantung Kongestif Manifestasi klinis yang dominan atau
sering muncul pada klien dengan penyakit gagal jantung kongestif
adalah : Meningkatnya volume intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi
akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat menurunnya
curah jantung pada kegagalan jantung kongestif. Peningkatan tekanan
vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru
menuju alveoli, sebagai akibatnya dapat terjadi edema paru yang
dimanifestasikan dengan batuk dan napas pendek. Meningkatnya
tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan
penambahan berat badan (Smeltzer & Bare, 2002).
Penurunan curah jantung pada penyakit gagal jantung
kongestif dimanifestasikan secara luas karena darah tidak dapat
mencapai jaringan dan organ (perfusi jaringan dan organ
menurun/rendah) untuk menyampaikan oksigen yang dibutuhkan
untuk metabolisme sel atau jaringan. Efek yang dapat terjadi sebagai
akibat dari perfusi jaringan yang rendah adalah pusing, konfusi,
kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ektrimitas dingin,
dan haluaran urin berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun
, mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal yang pada gilirannya
dapat menyebabkan sekresi hormone aldosteron, retensi natrium dan
cairan serta peningkatan volume intravaskuler.
Manifestasi klinis gagal jantung kongestif dapat
diklasifikasikan lebih spesifik lagi pada sisi area jantung yang
mengalami kelainan atau kerusakan, berikut adalah penjelasannya:
a. Gagal jantung sisi kiri dan kanan
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara
terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel
kanan. Gagagl ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut.
Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah
satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Tetapi
manifestasi klinis kongestif dapat berbeda- beda tergantung pada
kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
b. Gagal jantung sisi kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel
kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkanan
tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan
paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi meliputi dipsnue, batuk,
mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardia) dengan bunyi denyut S1,
kecemasan dan kegelisahan. Dipsnea terjadi sebagai akibat penimbunan
cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dipsnea bahkan
dapat terjadi ketika istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal
atau sedang. Dapat terjadi ortopnu, kesulitan bernapas ketika berbaring.
Beberapa pasien hanya mengalami ortopnu pada malam hari, suatu
kondisi yang dinamakan proximal noktural dispnea (PND). Hal ini
terjadi bagi pasien yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan
tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa jam
cairan yang tertimbun di ekstrimitas yang sebelumnya berada dibawah
mulai di absorbsi, dan ventrikel kiri yang sudah terganggu tidak mampu
mengosongkan peningkatan volume dengan adekuat. Akibatnya,
tekanan dalam sirkulasi paru meningkat dan dampak lebih lanjut adalah
cairan berpindah ke alveoli. Batuk yang berhubungan dengan gagal
ventrikel kiri bisa kering dan tidak produktif tetapi yang tersaring adalah
batuk basah, yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam
jumlah banyak yang kadang disertai darah.
Mudah Lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Kelelahan juga dapat
terjadi sebagai akibat meningkatnya energy yang digunakan untuk
bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan
batuk. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigen
jaringan, stress akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa
jantung tidak berfungsi dengan bak. Seringkali ketika terjadi kecemasan,
terjadi juga dipsnu yang pada gilirannya memperberat kecemasan.
c. Gagal jantung sisi kanan
Apabila kerusakan atau kegagalan terjadi pada ventrikel kanan
jantung maka manifestasi klinis yang menonjol adalah kongesti visera
dijaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi atau memenuhi semua darah yang secara normal
kembali ke sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi
edema ektrimitas bawah (edema dependen) yang biasanya merupakan
pitting edema, pertambahan BB, hepatomegali, distensi vena leher,
asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum), anoreksia dan
mual, nokturia dan lemah.
Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara
bertahap bertambah ke atas tungkai dan pada, akhirnya dapat mencapai
bagian genital eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sacral sering
terjadi pada pasien dengan kondisi berbaring lama (bed-rest), karena
daerah sacral menjadi daerah yang dependen. Pitting edema adalah
edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan
ujung jari, akan terlihat jelas setelah terjadi retensi cairan paling tidak
sebanyak 4,5kg.
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Apabila proses ini berkembang
, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan
terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites.
Pengumpulan cairan di rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan
pada diafragma dan distress pernapasan.
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual akibat pembesaran
vena dan statis vena di dalam rongga abdomen. Nokturia atau rasa ingin
kencing pada malam hari terjadi karena perfusi renal di dukung oleh
posisi klien pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada
malam hari karena curah jantung akan membaik dengan istirahat.
Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena
menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk
sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

2.1.6 Komplikasi Gagal Jantung Kongestif


a. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri
yang mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik
yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40
% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di
seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
supply oksigen miokardium.
b. Episode tromboemboli
c. Edema Paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema
dimana saja didalam tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan
interstitial paru meningkat dari batas negatif menjadi batas positif.
Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah gagal jantung kiri
dan kerusakan pada membran paru akibat infeksi. Gagal jantung sisi
kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan tekanan
kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli.
Sedangkan, kerusakan pada membran kapiler paru yang disebabkan
oleh infeksi seperti pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang
berbahaya seperti gas klorin atau gas sulfur dioksida. Masing-masing
menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan secara cepat
keluar dari kapiler.
d. Efusi perikardium
e. Temponade perikardium
f. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis

2.2 Latihan Fisik


2.2.1 Pengertian
Latihan fisik merupakan aktivitas fisik yang terencana dan
terstruktur dengan tujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan
kebugaran fisik. Latihan ini melitupi tipe, intensitas, durasi dan
frekuensi tertentu yang disesuaikan dengan kondisi pasien (Levine,
2010). Home based exercise training merupakan salah satu alternatif
latihan fisik yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan
toleransi latihan pasien gagal jantung. HBET merupakan jawaban dari
fenomena peningkatan jumlah pasien gagal jantung yang mengalami
penurunan toleransi aktivitas, latihan fisik terpusat di rumah sakit tidak
memungkinkan untuk dilakukan. HBET terbukti dapat meningkatkan
kapasitas latihan, meningkatkan self efficacy dan menurunkan angka
dirawat ulang pada pasien gagal jantung (Hwang, Redfern, & Aison,
2008).

2.2.2 Tujuan Latihan Fisik


Latihan fisik pada pasien dengan gagal jantung bertujuan untuk
mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan kepada
pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan dan membantu pasien
untuk dapat kembali beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami
gangguan jantung (Arovah, 2009). Menurut Lavie et al (1993)
menyebutkan bahwa latihan fisik dapat mengurangi efek samping
fisiologis dan psikologis tirah baring di rumah sakit, dapat dimanfaatkan
untuk memonitor kondisi fisiologis pasien, dan mempercepat proses
pemulihan dan kemampuan untuk kembali pada level aktivitas sebelum
serangan jantung. Berdasarkan pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa
dengan adanya latihan fisik diharapkan dengan dilakukannya latihan
fisik yang terpogram, pasien dengan gagal jantug mampu meningkatkan
toleransi aktivitas dan mampu kembali produktif.

2.2.3 Kontraindikasi Latihan Fisik


Latihan fisik memiliki beberapa kontraindikasi untuk pasien gagal
jantung dengan kriteria angina tidak stabil, TD sistolik istirahat > 200
mmHg atau distolik istirahat > 100 mmHg, hipotensi orthostatik sebesar
> 20 mmHg, stenosis aorta sedang sampai berat, disritme ventrikel atau
atrium tidak terkontrol, perubahan gelombang ST > 3mm, problem
ortopedis yang mengganggu istirahat (Oldridge, 1988 dalam Arofah,
2009).

2.2.4 Prinsip Latihan Fisik


Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan latihan
fisik pada pasien gagal jantung meiputi frekuensi, intensitas, durasi,
mode, dan progresivitas latihan. Latihan fisik pada pasien gagal jantung
memerlukan beberapa penyesuaian dengan kondisi pasien dan bersifat
individual (Suharsono, 2011). Berikut merupakan komponen latihan
fisik yang telah terukti aman dan efektif untuk dilakukan pada pasien
gagal jantung yang meliputi tipe, frekuensi, durasi, dan intensitas.

Komponen Latihan Fisik pada Pasien Gagal Jantung Kongestif


Aspek Prinsip Komponen latihan fisik
Tipe Latihan aerobik yang dinamis dengan pembebanan
minimal. Hindari latihan isotonik dan aktivitas
pembentukan otot.
Intensitas Dibawah ventilatory treshold, 50-70% dari VO2-max
atau setara dengan 40-60% heart rate reserve. Level
kelelahan dan sesak nafas ketika latihan rata-rata 12-14
(Borg Scale)
Durasi Dimulai dari 20-30 menit setiap sesi dan dapat
ditingkatkan sesuai kemampuan pasien
Frekuensi Tiga sampai dengan lima kali permnggu
2.2.5 Gerakan Latihan Aktivitas HBET (Pemanasan)
1. Latihan I (Latihan Siku)
Cara :
• Berdiri dengan siku menekuk dan dikatupkan pada dada
• Luruskan siku ke arah depan
• Tekuk kembali siku
• Ulangi sampai dengan 10 kali.

2. Latihan Elevasi Lengan


Cara :
• Berdiri dengan siku menekuk di dada
• Luruskan siku dan lengan ke arah atas
• Tekuk kembali ke posisi semula
• Ulangi sampai dengan 10 kali.

3. Latihan Ekstensi lengan


Cara :
• Berdiri dengan siku menekuk ke arah dada
• Lengan direntangkan ke arah disamping pinggang
• Katupkan kembali lengan pada dada
• Ulangi sampai dengan 10 kali.

4. Latihan Elevasi Lengan II


Cara :
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dan lengan disamping
badan
• Dengan tetap meluruskan siku angkat lengan keatas kepala
• Turunkan lengan kembali ke samping badan
• Ulangi sampai dengan 10 kali.

5. Latihan Lengan Gerak Melingkar


Cara :
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dan lengan disamping
badan
• Rentangkan tangan setinggi bahu
• Gerakakan secara melingkar tangan dan lengan dengan arah depan
dengan tetap meluruskan siku
• Ulangi sampai dengan 10 kali
 Lakukan gerakan memutar kebelakang sampai dengan 10 kali

6. Latihan Jalan Di Tempat (Mulai hari ke-5)


Cara:
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dengan lengan ditekuk ke
depan
• Angkat satu kaki dengan menekuk lutut seperti saat berbaris
• Ayunkan lengan untuk membantu menjaga keseimbangan
• Ulangi sampai dengan 10 kali.

7. Latihan Menekuk Pinggang Cara :


• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu
• Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh pinggang kanan
• Pertahankan kaki dan punggung tetap lurus
• Ulangi sampai dengan 10 kali
• Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh pinggang kiri
• Ulangi sampai 10 kali

8. Latihan Memutar Pinggang


Cara:
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, tekuk lengan dan tempatkan
tangan di pinggang
• Putar tubuh ke kanan dan kemudian kembali
• Putar tubuh ke kiri dan kemudian kembali
• Ulangi sampai dengan 10 kali.

9. Latihan Menyentuh Lutut (Mulai hari ke 7)


Cara:
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, lengan diangkat diatas
kepala.
• Tekuk punggung sampai tangan menyentuh lutut.
• Angkat kembali lengan keatas kepala
• Putar tubuh ke kiri dan kemudian kembali
• Ulangi sampai dengan 10 kali
10. Latihan Menekuk Lutut (Mulai Minggu ke-3)
Cara:
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, tangan menyentuh
pinggang.
• Tekuk punggung ke depan dengan lutut juga menekuk.
• Kembali luruskan punggung
• Ulangi sampai dengan 10 kali

3.1 Panduan Home Based Exercise Training


a. Lakukan pengukuran denyut nadi sebelum latihan.
b. Lakukan pemanasan terlebih dahulu, setelah selesai pemanasan
hitung nadi anda.
c. Jalan kaki dengan kecepatan saat test di rumah sakit.
d. Jika tidak terdapat keluhan apa-apa setelah berjalan 5 menit, cobalah
menghitung denyut nadi anda. Jika denyut nadi anda belum
mencapai target yang diinginkan cobalah percepat langkah anda.
e. Teruskanlah berjalan, kemudian pada menit ke 15 hitung kembali
denyut nadi anda, apakah sudah mencapai target yang diinginkan
tetapi jangan melampaui target yang diharapkan. Jika sudah sesuai
target, pertahankan kecepatan jalan anda.
f. Teruskanlah latihan sampai menyelesaikan program jalan 30 menit,
hitung kembali denyut nadi anda. Jika target denyut nadi sudah
tercapai lakukan latihan yang sama pada latihan berikutnya.
g. Untuk pertimbangan keamanan selama latihan di rumah, jika anda
merasakan gejala ketidaknyamanan selama melakukan latihan,
latihan harus dihentikan walaupun denyut nadi target belum tercapai.
h. Lakukan pendinginan dan hitung kembali denyut nadi pada saat
istirahat.
i. Lakukan latihan yang sama pada hari lainnya dan hitung pula denyut
nadi latihan.
j. Berdassarkan denyut nadi dan tidak adanya keluhan saat latihan,
lama latihan dan jarak latihan dapat ditingkatkan. Lakukan 3 kali
latihan dengan jarak dan waktu yang sama (1 minggu), jika denyut
nadi saat latihan masih dibawah target peningkatan latihan dapat
dilakukan. Sebaliknya jika denyut nadi saat latihan lebih tinggi dari
denyut nagi target, maka latihan jalan harus dikurangi dengan cara
berjalan lebih pelan.
k. Lakukan latihan ini dengan teratur minimal 3 kali dalam seminggu.
l. Catat denyut nadi sebelum latihan, setelah pemanasan, 5 menit
latihan, 15 menit latihan segera setelah latihan selesai, dan setelah
pendinginan. Selain itu, catat pula keluhan saat latihan jalan,
misalnya sesak nafas, nyeri dada, letih. Jika tidak ada keluhan, catat
pupa di raport latihan jalan.

4.1 Kapasitas Fungsional


Kapasitas fungsional adalah kemampuan seseorang untuk
melakukan aktivitas yang biasa dilakukan dalam hidup (Wenger, 1989).
Hal ini meliputi aktifitas fisik untuk merawat diri, kemampuan untuk
memenuhi aktivitas sehari-hari, kemampuan bergerak, kemampuan untuk
istirahat dan tidur secara adekuat, kemampuan untuk bekerja dan rekreasi.
Ini sangat berkaitan erat dengan kualitas hidup pasien. Pasien gagal
jantung yang mengalami kelainan struktur dan fungsi jantung
menyebabkan kerusakan fungsi ventrikel untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi dan oksigen jaringan. Kondisi ini menyebabkan pasien mengalami
penurunan kapasitas fungsional, sesak nafas saat beraktivitas, bahkan saat
istirahat. Kondisi ini yang memicu terjadinya ketidakmampuan pasien
gagaljantung menjalankan aktivitas sehari-hari.
Kapasitas fungsional seseorang ditentukan oleh konsumsi oksigen
maksimal. Dalam praktek di rumah sakit konsumsi oksigen maksimal ini
sulit untuk diukur. Six minute walk test (6MWT) merupakan salah satu
alternative untuk menguji kapasitas fungsional secara tidak langsung
(Polletentier, 2010). Six minute walk test ini mudah untuk dilakukan dapat
ditoleransi dengan baik oleh pasien, dan lebih merefleksikan aktivitas
sehari-hari dan alat ukur yang lain (Solway et,al, 2001). Six minute walk
test merupakana alat yang sering digunakan untuk mnegukur kapasitas
fungsional.
Six minute walk test merupakan tes jalan sederhana yang
dilakukan pada tempat datar sepanjang 30 meter, tidak memerlukan
peralatan khusus dan tidak memerlukan teknisi khusus untuk
melakukannya. Tes ini mengukur jarak yang ditempuh oleh pasien yng
berjalan pada permukaan datar selama 6 menit. Tes ini mengevaluasi
secara umum system yang terlibat dalam latihan fisik, termasuk
pernafasan, kardiovaskuler, sirkulasi sistemik, neuromuskuler dan
metabolism otot.
BAB III
ANALISA JURNAL DAN PEMBAHASAN
No. Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian dan
Kesimpulan
1. Home based exercise Penelitian ini bertujuan untuk Latihan aktivitas home based
training dalam mengatasi bertujuan untuk menganalisis exercise training dapat
masalah keperawatan implementasi latihan aktivitas
diterapkan sebagai salah satu
intoleransi aktivitas pada pada pasien dengan gagal
pasien gagal jantung jantung yang dikemas dalam bentuk intervensi
kongestif di ruang rawat home based exercise training keperawatan pada pasien
penyakit dalam melati atas dalam mengatasi masalah
dengan gagal jantung dengan
rsup persahabatan keperawatan intoleransi
aktivitas. masalah keperawatan
Peneliti : lina budiyarti intoleransi aktivitas

2. Dampak home based Tujuan dari penelitian ini Desain penelitian ini adalah Berdasarkan hasil penelitian
exercise training terhadap adalah mengidentifikasi quasi experiment, prepost tersebut Latihan fisik pada
Kapasitas fungsional pasien dampak HBET with control group. Teknik pasien gagal jantung stabil
gagal jantung terhadap kapasitas fungsional sampling yang digunakan merupakan suatu prosedur
Di rsud ngudi waluyo purposive sampling, yang aman dan
pasien gagal jantung
wlingi didapatkan 23 responden bermanfaat. Latihan fisik ini
yang terbagi menjadi 11 terbukti dapat
Peneliti : Tony Suharsono, responden kelompok kontrol meningkatkan kapasitas
dan 12 responden kelompok fungsional pasien
Krisna Yetti, Lestari intervensi. gagal jantung. Latihan fisik
Pengumpulan data kapasitas ini hendaknya
Sukmarini
menjadi bagian integral
fungsional dilakukan dengan
program rehabilitasi
6MWT. pasien gagal jantung setelah
pulang dari rumah
sakit sehingga hasilnya lebih
baik dan dapat
diwujudkan menjadi aktifitas
kesukaan pasien
sehingga menurunkan angka
ketidakpatuhan.
3. Latihan Fisik Terarah Penelitian ini bertujuan untuk Jenis penelitian ini adalah Latihan fisik terarah
Penderita penelitian memiliki pengaruh
mengetahui efek latihan fisik
Post Sindrom Koroner eksperimental yaitu penelitian yang signifi kan terhadap
Akut pada penderita post sindrom yang dikenakan fungsi otot jantung
dalam Memperbaiki Otot pada masyarakat sebagai berdasarkan hasil
koroner akut dalam
Jantung. kesatuan himpunan pemeriksaan tekanan darah
memperbaiki otot jantung subjek. Penelitian ini dan gambaran EKG. Dimana
Peneliti : Fatin Lailatul memberikan perlakukan signifi kansi yang
Badriyah, Sri Kadarsih, dengan pendekatan subyek paling besar adalah terhadap
Yuni Permatasari secara individual di gambaran EKG
klinik, Perlakuan diberikan dibandingkan tekanan darah.
dalam latihan fisik
terarah pada subyek. Efek
perlakuan diamati
dengan menggunakan satuan
anlisis keaktifan
otot jantung individu dengan
indikator
hemodinamik ukuran tekanan
darah, frekuensi
nadi dan gambaran EKG.
Rancangan penelitian ini
menggu-nakan
rancangan Non- Equivalent
Control Group dengan
ada kelompok pembanding
(kontrol), kelompok
ini tidak diberikan latihan fi sik
terarah, tetapi
pada kelompok perlakuan
diberi latihan fi sik
terarah sesuai modul
PEMBAHASAN
Gagal jantung merupakan permsalahan kesehatan yang insidensinya dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan. Gagal jatung merupakan
ketidakmampuan untuk memompa darah secara adekuat untuk ememnuhi
kebutuhan metabolism tubuh akan nutrisi dan oksigen (Leslie, 2004).
Gagal jantung kongestif merupakan salah satu diagnosis di rumah sakit
yang utama pada usia lanjut dan dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Prevalensinya meningkat di banyak Negara maju seiring dengan
meningkatnya populasi usia lanjut dan perubahan pola hidup kurang sehat dari
masyarakat. Penelitian berdasarkan criteria klinis menunjukkan prevalensinya
berkisar antara 0,3-2% meningkat lebih dari 10% pada usia ≥65 tahun. Mortalitas
pasa pasien gagal jantung sebanding dengan penyakit keganasan, dimana sekitar
60% pasien akan meninggal dalam 5 tahun sejak diagnosis ditetapkan. Pasien
dengan kelas NYHA IV mempunyai tingkat mortalitas tahunan sekitar 50%.
Pasien yang dirawat karena gagal jantung kronik mempunyai laju mortalitas
1020% dalam 1 bulan setelah perawatan pertama, dan 30-45% dalam 1 tahun
seteah perawatan pertama (Alwi, 2012). Penderita gangguan jantung memerlukan
program rehabilitative yang komperhensif untuk mengembalikan kemampuan
fisik paska serangan serta mencegah terjadinya serangan ulang. Program Latihan
fisik rehabilitative atau Home Bassed Exercise Training bagi penderita bertujuan
untuk mengoptimalkan kapasitas fisik atau fungsional tubuh, member penyuluhan
pada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan dan membantu pasien
untuk kembali dapat beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami gangguan
jantung.
Hasil literature yang dilakukan oleh Lina Budiyarti (2013) menunjukan
bahwa latihan aktivitas home based exercise training dapat diterapkan sebagai
salah satu bentuk intervensi keperawatan pada pasien dengan gagal jantung
dengan masalah keperawatan intoleransi aktivitas dan latihan fisik Home Bassed
Exercise Training, keluarga dimotivasi untuk dilibatkan dalam pelaksanaan
kegiatan dan memberikan dukungan klien dalam latihan aktivitas Home Based
Exercise Training terutama setelah masa perawatan di rumah sakit selesai.
Keluarga dapat terlibat dalam menilai perkembangan kemampuan klien terhadap
level toleransi aktivitas selama latihan home based exercise training dilakukan.

Dalam penelitian Tony Suhartono, Kresna Lestari dan Yetti (2011)


menyatakan bahwa Latihan fisik pada pasien gagal jantung stabil merupakan
suatu prosedur yang aman dan bermanfaat. Latihan fisik ini terbukti dapat
meningkatkan kapasitas fungsional pasien gagal jantung. Latihan fisik ini
hendaknya menjadi bagian integral program rehabilitasi pasien gagal jantung
setelah pulang dari rumah sakit sehingga hasilnya lebih baik dan dapat
diwujudkan menjadi aktifitas kesukaan pasien sehingga menurunkan angka
ketidakpatuhan. Penelitian yang dilakukan Tony, Suhartono dilakukan pada
kelompok control dan kelompok intervensi dengan memiliki karakteristik yang
setara. Hasil uji statistik juga menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna
antara kapasitas fungsional sebelum dan setelah perlakuan dengan HBET pada
kelompok kontrol maupun kelompok intervensi. Hasil uji statistik perbandingan
kapasitas fungsional setelah perlakukan antara kelompok kontrol dan intervensi
menunjukkan pvalue 0.311 (á=0.05). ini berarti tidak terdapat perbedaan yang
bermakna kapasitas fungsional antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi
setelah perlakuan, walaupun kelompok intervensi mempunyai rerata kapasitas
fungsional yang lebih baik.
Peningkatan kapasitas fungsional terjadi karena membaiknya fungsi
pompa otot karena banyak faktor, diantaranya terapi medis, edukasi perubahan
gaya hidup dan aktivitas fisik berupa pekerjaan sehari-hari di rumah. Responden
mendapat terapi standart yang berupa medikasi dengan golongan ACE Inhibitor,
Blokade terapeutik terhadap RAAS memicu terjadinya vasodilatasi dan dieresis
yang menghasilkan penurunan tekanan darah dan menurunan kerja jantung.
kondisi ini secara signifikan mengurangi mortalitas dan mordibitas pasien gagal
jantung. Beta bloker, inotropik, dan diuretik merupakan kombinasi dengan ACE
Inhibitor untuk terapi gagal jantung. (Schub and Caple, 2010). Perubahan
fisiologis, psikologis dan muskuloskeletal akibat latihan fisik dilaporkan dapat
meningkatkan kapasitas fungsional.
Latihan fisik pada gagal jantung memfasilitasi adaptasi fisiologis otot-otot
yang dilatih untuk meningkatkan pengambilan oksigen, menurunkan oxidative
stress, meningkatkan enzime aerobic dan meningkatkan jumlah serabut otot tipe I
(McKelvie, 2008). Latihan fisik juga dapat meningkatkan volume cytocrome
oxidasepositive mitokondria, mitokondria baik yang dapat memproduksi
adenisone triphosphat. Selama latihan fisik berlangsung endotel pembuluh darah
juga melepaskan vasodilating factor, seperti nitrit oxide. Perbaikan aliran darah
ini berkontribusi terhadap penurunan tahanan pembuluh darah perifer,
peningkatan ejeksi fraksi, dan perbaikan stroke volume. Latihan juga dapat
memperbaiki pembuluh darah perifer yang berakibat meningkatkan aliran darah
koroner (Hwang, Redfern, & Alison, 2008; McKelvie, 2008).M cKelvie (2008)
menyatakan bahwa latihan fisik dapat meminimalkan gejala, meningkatkan
toleransi latihan, kualitas hidup, dan memberikan efek yang memuaskan bagi
kesembuhan pasien. Latihan fisik yang dilakukan di rumah juga terbukti dapat
meningkatkan kapasitas latihan, self efficacy, dan menurunkan angka dirawat
ulang. HBET diketahui secara positif meningkatkan kapasitas fisik, menurunkan
berat badan, memperbaiki kontrol syaraf otonom, fungsi endotel pembuluh darah,
dan peningkatan kapasitas oksidasi otot skelet (Hwang, Redfern & Alison, 2008).
Fatin, Sri dan Yuni menunjukan bahwa Latihan fisik terarah memiliki
pengaruh yang signifi kan terhadap fungsi otot jantung berdasarkan hasil
pemeriksaan tekanan darah dan gambaran EKG. Dimana signifi kansi yang paling
besar adalah terhadap gambaran EKG dibandingkan tekanan darah (nanti ditmbah
di jurnal ulan).
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gagal Jantung Kongestif Congestive Heart Failure (CHF) merupakan


suatu keadaan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Gagal jantung
kongestif paling sering digunakan apabila terjadi gagal jantung sisi kiri dan
sisi kanan (Smeltzer & Bare, 2002). Gagal jantung adalah keadaan
patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi
kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Hudack, 2000).
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan bagi pasein yang
mengalami gagal jantung dapat diberikan latihan aktivitas fisik atau home
based exercise training menurut beberapa penelitian dapat meningktakan
kapasitas fungsional pasien. Dalam pelaksanaan program latihan aktivitas
fisik atau Home based Exercise Training selain peran perawat yang berperan
sebagai educator dalam pemberian latihan aktivitas fisik atau home based
exercise training bagi pasien namun, keterlibatan keluarga juga ikut andil
dalam latihan yaitu dapat memotivasi klien dalam pelaksanaan kegiatan dan
memberikan dukungan klien dalam latihan aktivitas Home Based Exercise
Training terutama setelah masa perawatan di rumah sakit selesai. Keluarga
dapat terlibat dalam menilai perkembangan kemampuan klien terhadap level
toleransi aktivitas selama latihan home based exercise training dilakukan.

4.2 Saran

Diharapkan bagi pihak rumah sakit teknik latihan aktivitas fisik atau home
based exercise training dapat diaplikasikan sebagai salah satu tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan terutama di ruang CICU (Cardiac
Insentive Care Unit) yaitu bagi pasien yang mnegalami gagal jantung.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, I. (2012). Tatalaksana holistik penyakit kardiovaskular. Jakarta: Interna


publishing
Corwin, E.J. (2000). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.
Hudack., Gallo. (2000). Keperawtan kritis pendektan holistik. Jakarta: EGC.
Kusmana, D. (2006). Olah raga untuk orang sehat dan penderita penyakit jantung.
Edisi kedua. BP FKUI. Jakarta.
Suharsono, T. (2011). Dampak home based exercise training terhadap kapasitas
fungsional dan kualitas hidup pasien gagal jantung di RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi. Tesis FIKUI.

Anda mungkin juga menyukai