1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh Home Based Exercise Training dalam
mengatasi masalah keperawatan intoleransi aktivitas pada pasien gagal
jantung kongestif di Ruang CICU Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin
Bandung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep Penyakit Gagal Jantung
2. Untuk mengetahui konsep Latihan Fisik Home Bassed Exercise
Training
3. Untuk mengetahui konsep Kapasitas Fungsional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung yang dikenal adalah klasifikasi menurut
New York Heart Association (NYHA) dengan melihat pada tanda dan
gejala sehari-hari yang dialami pasien dengan gagal jantung terutama
keluhan sesak napas ketika beraktivitas dalam beberapa tingkatan
(Mansjoer, 2001), yaitu:
a. NYHA kelas I
Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejal-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila
melakukan kegiatan biasa.
b. NYHA kelas II
Penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan
fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada.
c. NYHA kelas III
Penderita penyakit dengan banyak pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan
gejala- gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.
d. NYHA kelas IV
Penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan
kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
2.1.3 Etiologi
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, sebagai akibatnya adalah terjadi penurunan kontraktilitas
jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, dan penyakit otot
degenerative atau inflamasi.
b. Aterosklerosisi Koroner
Aterosklerosisi koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung yang manifestasi akhirnya dapat
menyebabkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek serabut, (hipertrofi
miokard) dapat di anggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Akan tetapi, pada kondisi
tertentu hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara
nirmal, dan akhirnya memicu terjadinya gagal jantung.
2.1.4 Patofisiologi
Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Apabila
curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat
frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Ketika
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang
harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi
pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan
serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung
normal masih dapat dipertahankan. Insufisensi suplai jantung
ditentukan oleh cardiac output. Faktor yang mempengaruhi atau
membentuk cardiac output adalah heart rate dan stroke volueme.
Stroke volume jantung dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu
preload, contractility, dan afterload. Apabila ketiga variabel
pembentuk stroke volume mengalami gangguan atau kerusakan maka
akan berpengaruh terhadap cardiac output yang menyebabkan gagal
jantung (Black and Hawks, 2009). Preload selain dipengaruhi oleh
volume dalam ventrikel juga dipengaruhi oleh hambatan pengisian
ventrikel. Peningkatan tekanan positif intrapleural seperti pada kasus
pasien dengan asma dan COPD dapat menurunkan pengisian
ventrikel. Apabila volume meingkat maka jantung akan bekerja lebih
keras untuk memompa darah dari kondisi fisiologis/ normal. Fungsi
diastolik jantung ditentukan oleh dua faktor yaitu elastisitas dan
relaksasi miokardial. Relaksasi terjadi pada awal diastolik, pada
ventrikel kiri yang merupakan tempat terjadiny pross aktif yang
menyebabkan pengisian ventrikel kiri. Kehilangan elastisitas dan
relaksasi pada ventrikel kiri akan menyebabkan kerusakan struktur
dan fungsi dari jantung itu sendiri yang berpengaruh terhadap
terganggunya pengisian jantung.
Variabel kedua yang berpengaruh terhadap stroke volume
adalah kontaktilitas otot jantung. Kontraktilitas menggambarkan
kekuatan pompa otot jantung yang dapat diukur dengan menilai fraksi
ejeksi (EF). Pada kondisi normal fungsi sistolik akan mempertahankan
EF > 50-55%. Variabel ketiga adalah afterload merupakan tahanan
yang harus dilawan jantung ketika berkontraksi. Afterload dapat
diukur dengan mean arterial pressure (MAP). Pada kondisi fisiologis,
jantung mampu melawan tahanan afterload sampai 140 mmHg.
Tekanan intratorak juga berpengaruh terhadap afterload. Gagal
jantung khususnya gagal fungsi ventrikel kiri biasanya diawali dengan
penurunan cardiac output. Ketika jantung mulai mengalami
kegagalan, aktivasi neuro-hormonal menghasilkan vasokontriksi
sistemik, retensi cairan, dan natrium untuk meningkatkan cardiac
output dan mempertahankan tekanan darah. Mekanisme kompensasi
tersebut akan berlangsung dalan jangka pendek, akan tetapi proses
kerusakan otot jantung terus terjadi dan dapat semakin memburuk
(Black and Hawks, 2009).
Tubuh secara fisiologis akan melakukan kompensasi terhadap
respon yang tidak sesuai. Sebagai bentuk kompensasi, jantung
terutama bagian ventrikel akan meningkatkan tekanan secara persisten
yang dapat menyebabkan penebalan dan kekakuan dinding ventrikel.
Proses tersebut disebut sebagai cardiac remodelling. Hasil dari
remodelling ini adalah pembesaran/ hipertrofi dan pompa jantung
yang tidak efektif. Keadaan tersebut memicu aktivasi berlebihan
sistem neuro-hormonal yang menyebabkan frekuensi nadi meningkat
(tachicardi). Pengaruh dari perubahan tersebut mnyebabkan
penurunan perfusi kororner dan pningkatan konsumsi oksigen untuk
organ jantung (Suharsono, 2011). Kondisi patologi ini menghasilkan
gejala seperti sesak nafas akibat kongesti pembuluh darah paru,
intoleransi aktivitas akibat kerusakan aliran darah ke otot, dan edema
akibat retensi cairan (Black and Hawks, 2009).
2. Dampak home based Tujuan dari penelitian ini Desain penelitian ini adalah Berdasarkan hasil penelitian
exercise training terhadap adalah mengidentifikasi quasi experiment, prepost tersebut Latihan fisik pada
Kapasitas fungsional pasien dampak HBET with control group. Teknik pasien gagal jantung stabil
gagal jantung terhadap kapasitas fungsional sampling yang digunakan merupakan suatu prosedur
Di rsud ngudi waluyo purposive sampling, yang aman dan
pasien gagal jantung
wlingi didapatkan 23 responden bermanfaat. Latihan fisik ini
yang terbagi menjadi 11 terbukti dapat
Peneliti : Tony Suharsono, responden kelompok kontrol meningkatkan kapasitas
dan 12 responden kelompok fungsional pasien
Krisna Yetti, Lestari intervensi. gagal jantung. Latihan fisik
Pengumpulan data kapasitas ini hendaknya
Sukmarini
menjadi bagian integral
fungsional dilakukan dengan
program rehabilitasi
6MWT. pasien gagal jantung setelah
pulang dari rumah
sakit sehingga hasilnya lebih
baik dan dapat
diwujudkan menjadi aktifitas
kesukaan pasien
sehingga menurunkan angka
ketidakpatuhan.
3. Latihan Fisik Terarah Penelitian ini bertujuan untuk Jenis penelitian ini adalah Latihan fisik terarah
Penderita penelitian memiliki pengaruh
mengetahui efek latihan fisik
Post Sindrom Koroner eksperimental yaitu penelitian yang signifi kan terhadap
Akut pada penderita post sindrom yang dikenakan fungsi otot jantung
dalam Memperbaiki Otot pada masyarakat sebagai berdasarkan hasil
koroner akut dalam
Jantung. kesatuan himpunan pemeriksaan tekanan darah
memperbaiki otot jantung subjek. Penelitian ini dan gambaran EKG. Dimana
Peneliti : Fatin Lailatul memberikan perlakukan signifi kansi yang
Badriyah, Sri Kadarsih, dengan pendekatan subyek paling besar adalah terhadap
Yuni Permatasari secara individual di gambaran EKG
klinik, Perlakuan diberikan dibandingkan tekanan darah.
dalam latihan fisik
terarah pada subyek. Efek
perlakuan diamati
dengan menggunakan satuan
anlisis keaktifan
otot jantung individu dengan
indikator
hemodinamik ukuran tekanan
darah, frekuensi
nadi dan gambaran EKG.
Rancangan penelitian ini
menggu-nakan
rancangan Non- Equivalent
Control Group dengan
ada kelompok pembanding
(kontrol), kelompok
ini tidak diberikan latihan fi sik
terarah, tetapi
pada kelompok perlakuan
diberi latihan fi sik
terarah sesuai modul
PEMBAHASAN
Gagal jantung merupakan permsalahan kesehatan yang insidensinya dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan. Gagal jatung merupakan
ketidakmampuan untuk memompa darah secara adekuat untuk ememnuhi
kebutuhan metabolism tubuh akan nutrisi dan oksigen (Leslie, 2004).
Gagal jantung kongestif merupakan salah satu diagnosis di rumah sakit
yang utama pada usia lanjut dan dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Prevalensinya meningkat di banyak Negara maju seiring dengan
meningkatnya populasi usia lanjut dan perubahan pola hidup kurang sehat dari
masyarakat. Penelitian berdasarkan criteria klinis menunjukkan prevalensinya
berkisar antara 0,3-2% meningkat lebih dari 10% pada usia ≥65 tahun. Mortalitas
pasa pasien gagal jantung sebanding dengan penyakit keganasan, dimana sekitar
60% pasien akan meninggal dalam 5 tahun sejak diagnosis ditetapkan. Pasien
dengan kelas NYHA IV mempunyai tingkat mortalitas tahunan sekitar 50%.
Pasien yang dirawat karena gagal jantung kronik mempunyai laju mortalitas
1020% dalam 1 bulan setelah perawatan pertama, dan 30-45% dalam 1 tahun
seteah perawatan pertama (Alwi, 2012). Penderita gangguan jantung memerlukan
program rehabilitative yang komperhensif untuk mengembalikan kemampuan
fisik paska serangan serta mencegah terjadinya serangan ulang. Program Latihan
fisik rehabilitative atau Home Bassed Exercise Training bagi penderita bertujuan
untuk mengoptimalkan kapasitas fisik atau fungsional tubuh, member penyuluhan
pada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan dan membantu pasien
untuk kembali dapat beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami gangguan
jantung.
Hasil literature yang dilakukan oleh Lina Budiyarti (2013) menunjukan
bahwa latihan aktivitas home based exercise training dapat diterapkan sebagai
salah satu bentuk intervensi keperawatan pada pasien dengan gagal jantung
dengan masalah keperawatan intoleransi aktivitas dan latihan fisik Home Bassed
Exercise Training, keluarga dimotivasi untuk dilibatkan dalam pelaksanaan
kegiatan dan memberikan dukungan klien dalam latihan aktivitas Home Based
Exercise Training terutama setelah masa perawatan di rumah sakit selesai.
Keluarga dapat terlibat dalam menilai perkembangan kemampuan klien terhadap
level toleransi aktivitas selama latihan home based exercise training dilakukan.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Diharapkan bagi pihak rumah sakit teknik latihan aktivitas fisik atau home
based exercise training dapat diaplikasikan sebagai salah satu tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan terutama di ruang CICU (Cardiac
Insentive Care Unit) yaitu bagi pasien yang mnegalami gagal jantung.
DAFTAR PUSTAKA