Anda di halaman 1dari 6

PERAWAT DENGAN TEMAN SEJAWAT

1. Beberapa waktu yang lalu, ketika saya masih berstatus sebagai "mahasiswa S1
keperawatan". Saya menekankan kata S1 karena kata ini memiliki signifikansi
yang tinggi terhadap hubungan sejawat keperawatan yang bermasalah tersebut.
masalah pertama yang muncul akibat kata "S1" tersebut adalah bermasalahnya
hubungan sesama praktikan keperawatan yang menjalani praktek klinik
keperawatan di sebuah rumah sakit yang sama. Ada GAP atau jurang pemisah
yang seolah menganga diantara kami (saya sebagai wakil dari S1 keperawatan)
dan beberapa mahasiswa D3 - sebagai contoh saja. Terkadang, teman-teman D3
keperawatan merasa lebih pandai dalam hal praktek pelayanan keperawatan
kepada pasien dibandingkan kami para S1 keperawatan. Saya sempat miris
ketika ada salah seorang mahasiswa D3 keperawatan yang mengatakan "Ah, S1
paling cuma bisa teori saja, praktek di lapangannya NOL BESAR!". Begitu
pula sebaliknya, saya melihat fenomena takabur dari beberapa S1 Keperawatan
yang merasa lebih senior dan lebih pintar dibanding teman-teman D3
Keperawatan. Sayapun miris ketika mendengar seorang rekan sesama S1
mengatakan "Ah, anak-anak D3, paling nanti cuma jadi perawat aja sok gitu,
mendingan kita dong S1, lapangan kerja kita lebih luas, bisa jadi dosen,
perawat atau tenaga kesehatan lain".
pemikiran-pemikiran seperti inilah yang akhirnya mengkotak-kotakkan kita
pada strata yang seolah-olah berbeda, padahal kita berasal dari rahim yang
sama, pendidikan keperawatan. Fenomena ini masih belum seberapa, masalah
teman sejawat tidak hanya muncul di kalangan sesama praktikan mahasiswa
keperawatan, parahnya lagi, hal ini muncul antara perawat rumah sakit dengan
para mahasiswa keperawatan yang praktek di tempat yang bersangkutan.
Perawat vocasional (perawat pelaksana) di rumah sakit, terkadang memandang
kami para S1 Keperawatan sebagai saingan mereka. Ya, sebagai saingan. Kami,
para mahasiswa yang masih membutuhkan bimbingan ini dianggap sebagai
saingan kerja. tahukah teman-teman alasannya? Setelah mencari informasi ke
beberapa perawat, saya akhirnya faham alasan kenapa kami dianggap sebagai
saingan. Seorang perawat rumah sakit berkata " Kalian sich enak, masih muda,
kuliah S1 keperawatan terus nanti kalau lulus dan bekerja di rumah sakit,
kalian langsung jadi kepala ruang! enak bener kalian! padahal kami yang
ebkerja siang malam bertahun-tahun tidak bisa semudah itu menjadi kepala
ruang!".saya hanya terbengong mendengar pernyataan salah seorang perawat
tersebut. "KEPALA RUANG?" bahkan terbersit dibenakpun untuk menjadi
kepala ruang begitu lulus kuliahpun tidak ada sama sekali. Saya jadi semakin
bingung. Sepertinya pemahaman tentang kami sebagai tunas-tunas penerus
generasi keperawatan masa depan masih belum tertanam di jiwa para perawat
rumah sakit tempat kami praktek. Sungguh sangat Ironis!. bagaimana tidak
ironis, akibat paradigma para perawata yang menganggap kami sebagai saingan
itu malah membinasakan kami. Kami sulit bergerak bebas, menjalin hubungan
yang hangat dengan sesama perawat, sosok yang sangat kami harapkan bisa
membimbing kami. Saya sering iri dengan profesi dokter, dan semoga kita
mampu berkaca dari profesi ini demi kemajuan profesi keperawatan di masa
depan. Setiap kali di rumah sakit untuk praktek keperawatan, saya melihat
begitu kompaknya profesi kedoteran, mereka saling menghargai, membimbing.
Para dokter, akan dengan senang hati memberikan ilmunya kepada para dokter
muda, mengadakan diskusi kecil dan forum tanya jawab serta saling
menghargai spesialisasi masing-masing. tak ada masalah antar sejawat. apalagi
sampai saling mengiri dalam hal negatif.Jika profesi keperawatan ingin
menjadi profesi yang besar, kita butuh orang-orang dengan pemikiran besar,
yang mampu dan sanggup berjalan bersama, beriringan, saling menghargai
sebagai sesama bidang keperawatan. Jika tidak, kita selamanya akan berkutat
pada hal yang aklhirnya menjerum,uskan kita pada kemunduran. Untuk itu,
mari teman-teman, kita benahi diri kita, menghargai rekan kita walaupun
berbeda background pendidikan, entah SPK, D3, S1 atau bahkan lebih tinggi
lagi. Mari kita fikirkan satu hal, bahwa kita berada dalam sebuah naungan yang
sama yaitu "KEPERAWATAN". Sebuah profesi yang sudah selayaknya kita
banggakan dan majukan, demi siapa? demi profesi kita sendiri dan demi pasien
sebagai fokus utama pelayanan keperawatan.
2. BORNEONEWS,   Pangkalan   Bun   ­   Kasus   pelecehan   dan   penghinaan

terhadap profesi  keperawatan berbuntut  panjang.   Tidak  terima   dengan

status   yang   di   tulis   NV   di   media   sosial   (medsos),   Persatuan   Perawat


Nasional   Indonesia   (PPNI)   Cabang   Kotawaringin   Barat   (Kobar)

melayangkan   somasi   kepada   pelaku."Kami   sudah   mengirim   somasi

kepada yang bersangkutan, jika tidak direspon, akan kami laporkan ke

polisi," ujar ketua PPNI Cabang Kobar AimandinataRabU(20/7/2016).Isi

somasi,   beber   Aiman,   meminta   pelaku   meminta   maaf   di   medsos   dan

media   massa.   Jika   yang   bersangkutan   tidak   merespon,   pihaknya

mengancam akan membawa persoalan itu ke ranah hukum alias lapor

polisi.Dari   informasi   yang   diperoleh,   setelah   mendapat   somasi   pihak

keluarga NV menemui salah satu pengurus PPNI Cabang Kobar untuk

mengajak   berdamai   dan   tidak   memperpanjang   kasus   tersebut.Tadi

informasinya   keluarga   yang   bersangkutan   sudah   bertemu   salah   satu

pengurus PPNI. Secara personal sudah minta maaf, tetapi secara resmi

belum," cetus Aiman.Selain mendapat respon keras dari PPNI cabang

Kobar, pelaku pelecehan terhadap profesi keperawatan tersebut terus di­

bully di medsos. Berbagai cibiran terlontar dari netizen.Sebelumnya, NV

dinilai telah melecehkan dan menghina profesi keperawatan karena status

yang   dia   tulis   di   akun   media   sosial   (medsos)   miliknya.'Muar   mliat

perawat2 d RS nech bgya (begaya=banyak gaya) bujur aplgi assten bu

xxx, tua bnagka 2 biji td. kl g ada hukum ku jotos 22nya. gwean nyeboki

org aja gya.ganal gji q.' Jika diartika ke bahasa indonesia kurang lebih,

'Muak melihat perawat­perawat di RS nih, banyak gaya. Apalagi asisten

bu   xxx,   dua   orang   tua   bangka   tadi.   Kalau   tidak   ada   hukum   ku   jotos

mereka berdua. Kerja nyeboki orang saja sombong. Besar gajiku.Status

yang ditulis, Jumat (15/7/2016) itu dibagikan ke medsos dan tentu saja

langsung   mendapat   hujatan   dari   berbagai   kalangan,   terutama   para


perawat.   Bahkan,   akibat   ulahnya   dia   diminta   untuk   berhenti   dari

pekerjaanya di sebuat apotek. (UD/m)
3. Pelayanan dengan keramahan dari petugas RSUD Sragen
agaknya masih menjadi mimpi yang dirindukan masyarakat.
Sebab, fakta soal petugas utamanya perawat dan petugas
pelayanan yang judes terhadap pasien makin lama bukan
makin mereda namun justru makin banyak.
4. Bahkan beberapa hari terakhir, korban-korban perawat, bidan
hingga petugas RSUD yang judes mulao vulgar
mengungkapkan kesaksiannya soal perlakuan dan pelayanan
tak sepantasnya yang mereka temukan atau alami di RSUD
Sragen.
5. Keluhan itu disampaikan melalui komentar-komentar mereka
yang ditulis menyikapi berita ancaman bupati soal sanksi bagi
perawat dan bidan serta petugas RSUD yang judes. Berita itu
kembali viral di media sosial. Ribuan pembaca, komentar
bernada miring hingga ratusan kali dibagikan.Dari laman berita
itu di Joglosemarnews.com, berita itu sudah dibaca lebih dari
4000 orang meski hanya dalam tempo sehari. Komentar yang
ditulis pun juga sangat pedas. Rata-rata menceritakan
pengalaman mereka sewaktu mendapatkan pelayanan tak
ramah. Pasien terlalu banyak ataupun capek tidak harus judes
atau marah karena perawat atau bidan di gaji untuk melayani
masyarakat.”Kemudian di belakangnya ada Bambang Triyanto
yang menulis “Parah lah menurut saya pelayanan di RSUD,
bener yang di katakan bupati. Judes2.”Kemudian ada Joko
Sukamto yang menyampaikan selain judes juga ada yang
melayani selengekan. “Sudah judes, waktu menangani pasien
sambil gojekan lagi…”.Kesaksian korban-korban perawat judes
tak berhenti sampai di situ. Ada akun Dewi Lestari yang
menulis pengalamannya di RSUD Sragen. “betul banget
perawat2 dirumah sakit judesnya minta ampun…apa mereka
pikir kami2 yg dateng keRSUD ngak punya duit jadi judesnya
minta ampun. orang gaji kalian kami2 yg bayar ug tapi
ngelayanin kami seenaknya…tolong diubah sifat kalian
ngeh.”.Hal itu juga diperkuat kesaksian akun Rizky Arista. “Iya
betul. Pelayanan judes, kesigapan kurang sekali. Saya pernah
cek mata di rsud cek minus mata sampai 1 hari full.
Masyaallah…. di RSUD Moewardie aja yg RSUD besar begitu
pelayanan cepat dan ramah semua..” Tak hanya perawat,
keluhan terhadap petugas administrasi juga muncul. Salah
satunya atas nama Ramadhani Kanaya yang menulis “Benar
sekali saya dulu sekali kontrol memakan waktu sehari. Jadi
sangat setuju jika dibuat pendaftaran online, jadi tidak
membuang banyak waktu bagi yang rumahnya jauh. Kasihan
kan misal seorang ibu yang lagi kontrol trus ninggalin anak
kecil di rumah seharian. Semoga ke depan pelayanannya
semakin baik enth itu bagi pasien yg membayar atau gratis
memakai BPJS.” Akun Gunawan Windha menantang petugas
bagaimana jika ada di posisi pasien. “Coba perawat sm bidan
itu Akun Joko Tewel juga mengunggah kisahnya dengan
berkomentar “Memang untuk pelayanan pasien BPJS RSUD
SRAGEN sangat lah mengecewakan…orang tua saya sakit saja
sampai ga mau berobat di RSUD kota sendiri…sudah orang
sakit malah di tambah sakit hati lagi dengan pelayanan RSUD
SRAGEN.”
6. Anggota Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Iwan Effendi, Artur
Lapian dan Widodo menggugat DPP PPNI ke Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan. Rabu (30/8/2017).“Gugatan ini diajukan dikarenakan DPP PPNI
diduga telah melakukan tindakan sewenang-wenang,” ujar Kuasa Hukum
ketiga orang Leo Irfan Purba. Rabu (30/8/2017). DPP PPNI diduga telah
melakukan tindakan sewenang-wenang atas pemberhentian Iwan Effendi cs
sejak 20 Juni 2017 yang bertentangan dengan AD/ART PPNI.Iwan cs dalam
gugatannya meminta SK pemberhentian mereka ditangguhkan terlebih dahulu
sampai dengan gugatan yang diajukan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Dan menuntut ganti rugi immateril sebesar Rp3 miliar karena nama baik Iwan
effendi cs di mata perawat se Indonesia. “Pada waktu persidangan nanti kami
akan buka pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Dewan Penggurus PPNI
dalam menjalankan organisasi PPNI,” tandasnya.PN Jakarta Selatan telah
menggelar sidang ketiga dengan agenda Mediasi kedua antara Iwan Effendi,
Arthur lapian dan Widodo dengan DPP. PPNI (Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia).Diketahui DPP. PPNI diantaranya Harif
Fadhilah, selaku Ketua Umum PPNI sebagai Tergugat I, Mustikasari, selaku
Sekretaria Jenderal PPNI sebagai Tergugat II, Dewi Iriawati, Herawani Aziz,
Husain, Sunardi, Armen Patria, selaku Dewan Pertimbangan PPNI, sebagai
Tergugat III.Sebagaimana gugatan yang telah di daftarkan di Kepaniteraan
Jakarta Selatan No : 456/Pdt.G/2017/PN.Jkt Sel tertanggal 25 juli 2017. Sidang
dilakukan ke Selasa (29/8) dimana hakim mediator sendiri yang membacakan
bahwa sidang kedua mediasi mendengarkan tuntutan dari para penggugat
digelar.“Kami team kuasa penggugat dan prinsiple langsung menemui panitera
pengganti untuk melaporkan bahwa kami siap bersidang sebagaimana jadwal
yang telah ditentukan,” paparnya.“Bahwa sidang mediasi kedua yang di hadiri
oleh kuasa penggugat dan prinsiple penggugat serta kuasa hukum tergugat dan
pengugat masuk dalam tahap mediasi. Setelah diperiksa para penggugat dan
tergugat ternyata tergugat yang berani datang hanya ketua umum saja yang
lainnya tidak hadir dan tidak disertakan surat keterangan sehelai apapun alasan
mereka tidak dapat hadir,” tutur Leo.

Anda mungkin juga menyukai