Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS KELOLAAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. W DENGAN GANGGUAN SISTEM


ENDOKRIN (DM + Dyspepsia) BERDASARKAN
MODEL KONSEP TEORI DOROTHEA E. OREM DI RUANGAN ALGHIFARI
RS ISLAM JAKARTA SUKAPURA

DISUSUN OLEH:
PERI ZULIANI
2017980015

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JAKARTA
2018

1
A. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Diabetes Melitus
1. Defenisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang


ditandai oleh kematian kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes
melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolute maupun relatif (Arjatmo, 2002 dalam Padila,
2012 :hal 1).

Diabetes melitus adalah penyakit kronisprogresif yang ditandai


dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein, menggarah ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi).
Diabetes melitus di rujuk sebagai gula tinggi, bai oleh klien maupun oleh
penyedia pelayanan kesehatan (Joyce Black, edisi 2, 2014).

Berbagai definisi diatas tentang Diabetes Melitus diatas dapat diambil


kesimpulan bahwa Diabetes Melitus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
gangguan hormonal (dalam hal ini adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh
pankreas) dan melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik, karena proses autoimmun,
dipengaruhi secara genetik dengan gejala yang pada akhirnya menuju tahap
perusakan imunologi sel – sel yang memproduksi insulin.

2. Etiologi

Menurut Nurarif (2015), etiologi diabetes melitus terdiri dari :


a. Diabetes tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta
pankreas yang disebabkan oleh :
1) Faktor genetik
Faktor ini penderita tidak mewarisi tipe itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetic ke arah terjadinya diabetes tipe
1, Kecendrungan penyakit ini ditemukan pada individu yang memiliki
tipe antigen HLA (human Leu cocyte antigen) tertentu. HLA merupakan

2
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplastasi dan
proses imun lainnya. 95% pasien berkulit putih dengan diabetes tipe 1
memperlihat tpe HLA yang speifik (DR 3 atau DR4).
2) Faktor imunologi (autoimun),
Diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon autoimun merupakan
respon apnormal di mana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-oleh sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau
langgre hans dan insulin endogen (internal) terdeketksi paa saat
diagnsosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda
tanda klinis diabetes tipe 1.
3) Faktor lingkungan.
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes melitus tipe 2
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus tipe 2:
1) Usia, (resistensi insulin cendrung meningkat pada usia 65 tahun)
2) Obesitas,
3) Riwayat keluarga.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3
yaitu :
1) <140mg/dl. (normal),
2) 140>200mg/dl. (toleransi glukosa terganggu),
3) >200mg/dl. (diabetes).

3
Pathway diabetes melitus

-Faktor Kerusakan sel beta Ketidakseimbang Gula dalam darah


genetik an produksi tidak dapat dibawa
- Infeksi virus insulin masuk dalam sel
-Pengrusakan
imunologik

Batas melebihi Hiperglikemia Anabolisme protein


Glukosaria ambang ginjal menurun
Syok
hipoglikemik

Kerusakan pada
Vikositas darah
anti bodi
Dieresis osmotik meningkat

Kekebalan tubuh
Poliuri retensi Aliran darah menurun
lambat Koma diabetik
urin

Kehilangan Iskemik jaringan Resiko infeksi Neuropati


elektrolit dalam sel
sensori perifer

Ketidakefektifan
Dehidrasi perfusi jaringan
Nekrosis luka Klien tidak
merasa sakit
Resiko syok
Kehilangan kalori
gangrene Kerusakan
Merangsang integritas kulit
hipotalamus Sel kekurangan
bahan untuk Protein dan lemak
metabolisme dibakar BB menurun
Pusat lapar dan
haus

Katabolisme Pemecahan keletihan


Polipdisia, lemak protein
polipagis
Asam lemak
keton Ureum
Defisit nutrisi : pada pasien Ketoasidosis
diabetes melitus

(Nurarif & Kusuma, 2015).

4
3. Klasifikasi
Menurut Tarwoto (2012), klasifikasi diabetes melitus terdiri dari :
a. Tipe 1 ( insulin dependent diabetes melitus)
Diabetes melitus tipe 1 atau IDDM yaitu diabetes melitus yang bergantung
dengan insulin. Pasien sangat tergantung dengan insulin melalui
penyuntikan untuk mengendalikan gula darah. Diabetes tipe 1 ini
disebabkan karena kerusakan sel belta pankreas yang menghasilkan insulin.
Hal ini berhubungan dengan kombinasi antara faktor genetik, imonologi,
dan kemungkinan lingkungan seperti virus. Bagaimana proses terjadinya
kerusakan sel beta itu tidak jelas. Ketidakmampuan sel beta menghasilkan
insulin mengakibatkan glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati dan tetap berada dalam darah sehingga menimbulkan
hiperglikemia.
b. Tipe 2 (non insulin dependent diabates melitus)
Diabetes melitus tipe 2 atau NIDDM yaitu diabetes melitus yang tidak
tergantung pada insulin. Diabetes tipe 2 terjadi akibat penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan
produksi insulin. Diabetes melitus tipe 2 banyak terjadi pada usia dewasa
lebih dari 45 tahun, karena berkembang lambat dan terkadang tidak
terdeteksi, tetapi jika gula darah tinggi baru dapat dirasakan seperti
kelemahan, iritabilitas, polyuria, polidipsi, proses penyembuhan luka yang
lama, infeksi vagina, kalainan penglihatan.
c. Diabetes karena malnutrisi
Diabetes ini terjadi akibat malnutrisi, biasanya terjadi pada penduduk yang
miskin. Diabetes ini dapat ditegakan jika ada 3 gejala dari gejala yang
mungkin yaitu :
- Adanya gejala malnutrisi seperti badan kurus, BB kurang 80% dari berat
badan ideal
- Ada tandanya malabsorbsi makanan
- Usia antara 15-40 tahun
- Memerlukan insulin untuk regulasi DM dan menaikan berat badan
- Nyeri perut berulang.

5
d. Diabetes sekunder
Diabetes mellitus (DM) yang berhubungan dengan keadaan atau penyakit
tertentu, misalnya penyakit pancreas (pankreatitis, neoplasma,
trauma/pankreatomy), endokrinopati ( akromegali, Chushing’s Syindrom,
pheochromacytoma, hyperthyroidism), obat-obatan atau zat kimia
(glukokortikoid, hormone tiroid, dilantin, nicotinic acid), penyakit
kongenital rubella, infeksi sytomegalovirus, serta syndrome genetic
diabetes sperti sindrom down.
e. Diabetes melitus gestasional
Diabetes melitus yang terjadi pada masa kehamilan, dapat di didiagnosa
dengan menggunakan test toleran glukosa, terjadi pada kita kira-kira 24
minggu kehamilan. Individu dengan diabetes melitus gestasional 25% akan
berkembang menjadi diabetes melitus.

4. Manifentasi klinis

Menurut Bustan, (2015: hal 56), tanda dan gejala diabetes melitus adalah
sebagai berikut :
a. Gejala klinis : poliuria (sering buang air kecil), Polyphagia (cepat lapar),
Polydipsia (sering haus), Lemas, Berat badan menurun, Gatal-gatal, Mata
kabur, Gatal dikemaluan (wanita), dan Kesemutan.
b. Gambaran laboratorium
1) Gula darah sewaktu >200 mg/dl,
2) Atau gula darah puasa > 126 mg/dl (puasa tidak ada masukan makanan
/kalori sejak 10 jam terakhir),
3) Glukosa plasma 2 jam > 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 gram.
Osmotik diuresis akibat glusoria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi,
dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan
inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien diabetes melitus lansia kurang
dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada
pasien diabetes melitus usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien

6
mengalami infeksi akut. Defesiensi insulin yang tadinya bersifat hormon
sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas
hiverventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia,
dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang bisa terjadi pada hopoglikomia seperti
rasa lapar, menguap, dan berkeringat banyak. Biasanya tampak bermanifestasi
sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.

5. Komplikasi

Menurut Tandra (2017: hal 64). Komplikasi diabetes melitus sebagai berikut :
a. Komplikasi diabetes melitus yang akut
1) Hipoglikemia
Terjadi pada penderita diabetes melitus yang diobati dengan suntikan
insulin ataupun minum tablet antidiabetes, tetapi idak makan dan
olahraga melebihi takaran,
2) Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetic (diabetic kotoasidosis) adalah keadaan gawata
darurat akibat hiperglikemia dimana terbentuk banyak asam dalam
darah. Hal ini terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi membentuk energi
sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah lemak dan
terbentuklah asam yang bersifat racun dalam darah peredaran darah
yang disebut keton. Ketoasidosis diabetic sering terjadi pada diabetes
tipe 1 akibat suntikan insulin berhenti atau kurang, atau mungkin karena
lupa menyuntik atau tidak menaikan dosis padahal makanan ekstra yang
menyebabkan gula darah naik,
3) Koma hiper osmolar non-ketotik (koma honk)
Apabila gula darah sedemikian tinggi sehingga darah menjadi kental.
Kadar gula darah penderita koma honk bisa sampai di atas 600 mg/dl.
Gula akan menarik air ke luar sel dan selanjutnya keluar dari tubuh
melalui kencing. Maka timbulah kekurangan cairan tubuh atau
dehidrasi.

7
b. Komplikasi diabetes melitus yang kronis
1) Kerusakan saraf (neuropati)
Kerusakan saraf adalah komplikasi diabetes yang paling sering terjadi.
Hal ini biasanya terjadi setelah gula darah terus tinggi dan tidak
terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih.
Dalam jangka lama, gula darah yang tinggi melemahkan dan merusak
dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga
terjadi saraf yang disebut neoropatik diabetes,
2) Kerusakan ginjal (retinopati).
Pada kerusakan ginjal, diperkirakan glomerus rusak karena denaturasi
protein, tingginya kadar glakosa dengan aliran darah yang tinggi pada
ginjal dan hipertensi intraglumeruler,
3) Kerusakan retina
Retina merupakan salah satu organ yang aktif secara metabolik pada
setiap selnya dibandingkan organ-organ lain dalam tubuh. Retina
mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang
sangat kecil (mikrovaskuler). Retinopati diabetik muncul sebagai
respons dari iskemia pada retina, yang disebabkan oleh perubahan
struktur pada pembuluh darah dan adanya agregasi dari sel darah.
Ada dua macam retinopati yang harus dikenal yaitu:
a) Retinopati yang non- proliferatif).
Terjadi pembekakan dalam kelemahan retina, bentuk ini sering
ditemukan dan biasanya ringan,
b) Retinopati yang proliperatif
Terjadi pendarahan pembuluh darah retina serta terbentuk
pembuluh darah baru yang rapuh dan mudah berdarah. Pendarahan
dapat menggangu penglihatan.

6. Pemeriksaan penunjang
Menurut Padila (2012: hal 5). Pemeriksaan penunjang pada penderita DM
adalah :
a. Glukosa darah sewaktu,

8
b. Kadar gula darah puasa,
c. Test toleransi glukosa.
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosa diabetes
melitus mg/dl (Padila, 2012).

Kadar glukosa darah Bukan DM Belum pasti DM DM


sewaktu

Plasma vena <100mg/dl 100-200mg/dl >200mg/dl


Darah kapiler <80mg/dl 80-200mg/dl >200mg/dl

Kadar glukosa darah Bukan DM Belum pasti DM DM


puasa

Plasma vena <110mg/dl 110-120mg/dl >126mg/dl


Darah kapiler >90mg/dl 90-110mg/dl >110mg/dl

Menurut Tarwoto dkk : 2011 pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan


pada pasien dengan diabetes mellitus (DM) adalah test diagnostik yaitu :
a) Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan gula darah meningkat
- Peningkatan HgbA1c
- Kolesterol dan trigliserida meningkat
- Pemeriksaan albumin
- Pemeriksaan darah urea nitrogen (BUN) dan kreatinin
- Pemeriksaan elektrolit
b) Pemeriksaan urine
- Gukosa urin meningkat
- Pemeriksaan keton dan albumin urin
c) Rontgen foto
- Rongen dada untuk menentukan adanya kelainan paru-paru
d) Pemeriksaan angiografi, monofilament,dopler pada luka gangrene
e) Kultur jaringan pada luka gangrene

9
f) Pemeriksaan organ lain yang mungkin terkait dengan komplikasi DM seperti
pemeriksaan mata, saraf, jantung dll.
7. Penatalaksannan Medis

Menurut Tarwoto dkk : 2012, tujuan penatalaksanaan pasien dengan diabetes


mellitus (DM) adalah :

a) Menormalkan fungsi dari insulin dan menurunkan glukosa dalam darah


b) Mencegah komplikasi vaskuler dan neurophati
c) Mencegah terjadinya hipoglikemia dan kotoasidosis

Prinsip penatalaksanaan DM adalah mengontrol gula darah dalam batas


normal, untuk mengontrol gula darah ada 5 faktor penting yang harus
diperhatikan yaitu :

a) Asupan makanan atau managemen diet DM


Kontrol nutrisi, diet dan berat badan merupakan dasar penanganan pasien
DM. komposisi nutrisi pada diet DM adalah kebutuhan kalori, karbohidrat,
lemak, protein dan serat. Untuk menentukan status gizi dipakai rumus
body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh(IMT) yaitu

BB (kg)
BMI atau IMT =
TB (m))2

Keterangan :
- BB kurang = IMT < 18.5
- BB normal = IMT 18.5 – 22.9
- BB lebih = IMT > 23
- BB dengan resiko = IMT 23 – 24.9
- Obes I = IMT 25 - 29.9
- Obes II = IMT > 30.0
b) Latihan fisik / exercise
Latihan fisik bagi penderita DM sangat dibutuhkan, karena pada saat
latihan fisik energy yang dipakai adalah glukosa dan asam lemak bebas.
c) Obat-obatan penurun gula darah

10
Obat anti diabetic oral atau oral hypoglikemik agent (OH) efektif pada DM
tipe II jika managemen nutrisi gagal, Pemberian hormone insulin.
d) Pendidikan kesehatan
Pendidikan ini sangat penting untuk pasien dengan diabetes mellitus (DM),
hal yang disampaikan adalah :Tentang penyakit DM, Management diet,
Aktivitas sehari-hari, Pencegahan terhadap komplikasi DM, Pemberian
obat-obatan DM, Cara monitoring dan pengukuran glukosa darah secara
mandiri.
e) Monitoring
Pasien dengan Dm perlu dikenalkan dengan tanda gejala hiperglikemi dan
hipoglikemi serta yang paling penting adalah bagaimana memonitor
glukosa darah secara mandiri.

11
Asuhan Keperawatan Tn. W Dengan Gangguan Sistem ENDOKRIN (DM +
Dyspepsia) Berdasarkan Model Konsep Teori Dorothea E. Orem
Di Ruangan ALGHIFARI RS Islam Jakarta Sukapura

I. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Data Dasar (Basic Conditioning Factor)
a. Identitas
1) Nama Klien : Tn. W
2) Usia : 55 tahun
3) Agama : Islam
4) Jenis kelamin : Laki-laki
5) Alamat : Jl. Raya pelabuhan Jakarta Utara
6) Pendidikan : SD
7) Pekerjaan : Wirausaha
8) Status Perkawinan : Menikah
9) Sumber Informasi : Pasien dan Keluarga
10) Tanggal masuk RS : 02 Desember 2018
11) Tanggal Pengkajian : 04 Desember 2018
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : Nyeri ulu hati
2) Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh nyeri hulu hati sejak SMRS, sekarang nyeri sudah
berkurang, mual ada sedikit dan tidak ada muntah. Selain itu saat ini
gula darah pasien belum stabil, dengan hasil GDS: 323 mg/dL.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan menmilki riwayat DM sejak 2 tahun yang lalu dan
pernah masuk RS dengan keluhan abses dipunggung dan dilakukan
Operasi di RS Islam Jakarta Sukapura. Pasien tidak rutin kontrol
kesehatan dan tidak rutin minum obat (Glibenclamide). Pasien hanya
kontrol jika ada keluhan saja. Pasien menyangkal memiliki riwayat HT,
Asma atau sakit yang lainnya.

12
4) Riwayat penyakit Keluarga
Keluarga dan pasien menyangkal bahwa di keluarganya ada yang
menderita penyakit DM dan tidak ada keluarga mempunyai riwayat
HT/Stroke dan tidak memiliki riwayat penyakit asma dan penakit yang
menular.
5) Status perkembangan: Dewasa Tua
6) Sosial budaya
Suku Betawi, beragama Islam, tamat SD, berbahasa Indonesia,
pekerjaan Wirausaha.
7) Sistem pelayanan kesehatan
Untuk mengatasi masalah kesehatan pasien memanfaatkan Fasilitas
Kesehatan terdekat, perawatan pasien dibiayai BPJS Kesehatan.
8) Sistem keluarga
Pasien sudah menikah dan mempunyai 4 anak. Pasien berkomunikasi
dengan keluarga lainnya. Saat sakit pasien ditemani oleh istri dan
anaknya.
9) Pola hidup
Sebelum sakit pasien merupakan pekerja yaitu berdagang dan jarang
olharaga.
10) Sumber-sumber
Istri, anak, dan keluarga yang lainnya, serta keyakinan akan Tuhan
merupakan sumber kekuatan pasien saat ini. Sumber pembiayaan
perawatan dan pengobatan saat ini menggunakan fasilitas BPJS
Kesehatan.

13
2. Pengkajian Sistem Perkemihan dengan Pendekatan Teori Self Care Deficit : Orem
A. Kebutuhan Perawatan Diri Secara Menyeluruh (Universal Self Care)

THERAPEUTIC SISTEM PELAYANAN


SELF CARE AGENCY
SELF CARE KEPERAWATAN MASALAH KEPERAWATAN
DEMAND ABILITIES LIMITATION MENURUT OREM
Keseimbangan  Ekpansi paru simetris/tidak  Bentuk dada semetris Supportif dan Edukatif  Tidak ada masalah
pemasukan udara simetris  Saturasi Oksigen : 99% Klien memerlukan pendidikan Keperawatan
atau oksigenasi  RR : 16-24 x/mnt  TTV : TD: 130/90 mmHg, N: 78 x/menit, kesehatan, diantaranya:
 Saturasi O2 : 95-100 % S: 37 C, RR: 20 x/mnt Management respiratory
 PCO2 : 35-45 mmHg  Hasil Lab : Hb = 13.5 g/dL, Ht = 38.6 %,
 Kadar HCO3 : 22-26 mol/l Leukosit=11.4 103/μL, Trombosit=226
 PO2 : 75 – 100 mmHg 103/μL
 Ph : 7,38 – 7,42
 CRT : < 2 dtk DS: Pasien mengatakan tidak ada sesak nafas,
 Suara Nafas : Vesikuler dan nyeri dada.
 Irama pernafasan : Eupnea
 Perkusi Paru : Sonor

Keseimbangan Pemeriksaan fisik  Intake: Supportif dan Edukatif :  Tidak ada masalah
Cairan dan Inspeksi : Oral=1100 cc/24 jam - Menganjurkan latihan rentang Keperawatan
elektrolit  Tidak ada tanda-tanda Infus: 1000 cc/24 jam gerak pasif/ aktif
dehidrasi Perhitungan IWL  Out put: Urin: 1000 cc/24 jam - Memotivasi klien untuk BAB dan
 Ginjal : tidak ada nyeri  BAB 1 kali = 200 cc BAK di toilet
tekan pada ginjal  TTV : TD: 130/90 mmHg, N: 78
 Kandung Kemih teraba x/menit, S: 37 C, RR: 20 x/mnt
kosong  Lab elektrolit : Hb: 13.5 g/dl, GDS: 323
 Pem Cairan Elektrolit mg/dL
Kalium 3,0 – 6,0 mEq/L IWL= 15 x 58/24 jam=870/24 jam
Natrium 135 – 148 mEq/L Balance cairan =CM-CK-IWL
Chlorida 95 – 105 mEq/L = 2120-1100-870
= 130 cc/24 jam
IWL = (15 x BB)
24 jam

14
Pemenuhan  Napsu makan : normal  Napsu makan baik  Partially Compensatory  Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
kebutuhan nutrisi  Porsi makan : dihabiskan  Porsi makan : Habis System Ulu Hati
 Frekuensi makan : 3 x/ hari  Frekuensi Makan/hari : 3 x/hari Klien memerlukan bantuan  Risiko Ketidakstabilan Kadar
 Penampilan umum  Diet DM 1500 kal perawat sebagian, Glukosa Darah
(rambut, postur tubuh, berat  Rambut tampak : Kering, warna hitam, diantaranya :  Ketidakpatuhan pengobataan
badan, tinggi badan) distribus merata. - Klien mengalami
 Konjungtiva tidak anemis kelemahan sehingga
 Indeks masa tubuh (18,5 – penurunan pemenuhan nutrisi klien di
24,9)  Berat badan: 58 kg bantu keluarga atau
Hasil : . . . . . . . . . . . .  Tinggi Badan, 165 cm perawat dengan cara di
 Lingkar lengan atas  IMT: 21, 4 suap
□ Laki-laki : 29,3 cm  Konjungtiva an anemis
□ Perempuan : 28,5 cm  Lingkar lengan Atas, 22 cm
 Tidak ada keluhan mual  Ada mual
muntah  Bising usus 12 x/mnt
 Tidak ada gangguan  Pekak
mengunyah, menelan,  Nyeri abdomen
motilitas, proses penyerapan P : nyeri ulu hati
 Bising usus ( 9 – 12 x/mt) Q : terasa seperti melilit dan perih
 Tidak ada nyeri tekan pada R : Epigastrium
semua kuadran abdomen S : 3 (tiga)
 Tidak ada pembesaran T : Kadang-kadang
organ
 Suara timpani pada semua Pemeriksaan penunjang
kuadran abdomen (usus
besar, usus kecil)  Hasil Lab : Hb = 13.5 g/dL,
 Suara pekak pada kuadran  GDS naik turun:
kanan atas (hati) Jam 24:00= 323 mg/dL
Jam 06:00= 200 mg/dL
Pemeriksaan penunjang Jam 12:00= 329 mg/dL
 USG abdomen Jam 18:00= 368 mg/dL
Kesan: dalam batas normal
 Rontgen DS:
Kesan: dalam batas normal  Pasien mengatakan merasa mual dan
nyeri epigastrium.

Laboratorium
 Albumin (0 – 8 mg / dl)

15
 SGOT : 3-45 u/L
 SGPT : 0-35 u/L
Pemenuhan Eliminasi urin  Frekuensi (4 – 5 x/hr) Supportif dan Edukatif :  Tidak ada masalah
kebutuhan  BAK spontan  BAB spontan - Menganjurkan latihan rentang Keperawatan
eliminasi  Frekuensi (4 – 5 x/hr)  BAB mandiri ke kamar mandi gerak pasif/ aktif
 Jumlah : 1000 – 1500 cc/hr
 Warna : kuning pekat
Kesan :
Eliminasi fekal  IWL : 870 cc/24 jam
 BAB spontan  SWL : 1200 cc/24 jam
 Frekuensi BAB 1-2 X/ hari
 Konsistensi lunak
 BAB mandiri ke kamar
mandi

Palpasi
Pemeriksaan abdomen
Hasil : . . . . . . . . . . . .

Kebutuhan Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik Supportif dan Edukatif :  Keletihan/kelelahan


Aktivitas dan Inspeksi Inspeksi - Menganjurkan latihan rentang
istirahat Aktifitas Aktifitas gerak sendi secara aktif maupun
 Mampu naik-turun tempat  Masih ada nyeri perut pasif
tidur  Kekuatan otot baik - Menjelaskan pentingnya
 Mampu ambulasi dan istirahat kebutuhan istirahat dalam proses
berjalan sendiri  Tidur : 8 jam/hri penyembuhan penyakit
 Tonus otot maksimal  Tidur nyeyak
 Mampu melakukan aktivitas
dan berpindah
 Tidak ada nyeri
perkusi
 Reflex patella : + / +
 Reflex Babinski : + / +
 Reflex bisep/trisep : + / +
Istirahat
 Tidur 6-8 jam/hari
 Siklus tidur normal

16
 Tidur nyenyak
 Tidak ada gangguan gejala
sleep apnea

Interaksi dan isolasi  Pasien mampu berinteraksi  Pasien berkomunikasi dengan keluarga - - Tidak ada masalah Keperawatan
Sosial dengan pasien lain dengan dan orang lain dengan baik
baik
 Pasien mampu berinteraksi
dengan keluarga maupun
perawat dengan baik
 Pasien mampu memodifikasi
teknik komunikasi yang dapt
dimengerti
Pencegahan  Tidak merokok  Kesimbangan baik Supportif dan Edukatif :  Tidak ada masalah
terhadap Resiko  Tidak mengkonsumsi  Tidak ada kelemahan - Menjelaskan pentingnya Keperawatan
yang Mengancam alcohol kebutuhan istirahat dalam proses
Jiwa  Memperbaiki ventilasi udara penyembuhan penyakit
 Mengerti etika batuk dan
bersin
 Tidak adanya deformitas
 Tidak terjadi injury
 Mengunakan alat bantu
dalam beraktifitas
Hasil : . . . . . . . . . . . .
 Vaksinasi
Hasil : . . . . . . . . . . . .
 Manajemen stress yang Baik
 Mekanisme koping adequate
Peningkatan Fungsi  Pasien mematuhi instruksi  Mampu mandi di kamar mandi Supportif dan Edukatif :  Defisit perawatan diri:
dan Perkembangan perawat  Mengenakan pakaian /makan dibantu Menganjurkan dan menjelaskan Berpakaian
Hidup dalam  Pasien mampu oleh keluarga dan perawat pentingnya kebutuhan perawatan
Kelompok Sosial mempertahankan  Tidak ada Keterbatasan pergerakan diri
keinginannya untuk sembuh

17
3. Hasil pemeriksaan Laboratorium
Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi:
Hb 13.5 g/dL 13.2 – 17.3
Hematokrit 38.6 % 40 – 52
Trombosit 226 103/μL 150 – 440
Leukosit 11.4 103/μL 3.8 – 10.6

4. Terapi Pengobatan :
Nama Obat Dosis Pemberian
Cefexime 2x200 mg Oral
Paracetamol 3x500 mg Oral
Sucralfate 3x5 ml Oral
Ranitidine 2x50 mg Intravena
Humalog 3 x10 unit Subcutan
Infus RL 1000 cc/24 jam Intravena

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyamanan
2. Risiko Ketidakstabilan kadar Glukosa darah
3. Ketidakpatuhan pengobataan
4. Keleemahan/keletihan

18
C. Intervensi

No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Rencana Tindakan (NIC)

1. Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Partially Compensatory System:
1x24 jam kenyamanan pasien meningkat dengan 1. Monitor TTV setiap 8 jam
kriteria hasil: 2. Observasi adanya ketidaknyamanan
 TTV dalam batas normal 3. Kaji penyebab ketidak nayamanan
 Tanpak rileks 4. Berikan lingkungan yang nyaman
5. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
 Mengungkapakan kenyamanan
6. Anjurkan istirhat yg cukup
7. Kolaborasi dg dokter dalam pemberian obat mual dan nyeri
ulu hati (Paracetamol 3x 500 mg)
2. Risiko ketidaksetabilan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 Partially Compensatory System:
kadar glukosa darah jam kadar glukosa darah pasien dalam batas normal 80- 1. Pantau glukosa darah setiap 8 jam
200 mg/dL dengan kriteria hasil: 2. Pantau tanda-tanda hiperglikemia: poliuria, polideipsia,
 Dapat mengontrol kadar glukosa darah polifagia dan kelesuan
 Pemahaman dalam manajemen diabetes 3. Jelasakan makan dan minuman yang perlu dihindari selama
 Penerimaan kondisi kesehatan proses pengobatan
4. Kolaborasi dalam pemberian obat dg dokter: pemberian
Insulin 3 x 10 unit.
5. Kolaborasi dg ahli gizi dalam pemberian diet: DM 1700
kal

19
D. Implementasi

Implementasi tanggal 05 Desember 2018

Hari/ Jam Dx. Catatan Perkembangan


Tanggal Implementasi Evaluasi
Rabu, 08:30 1. 1. Melakukan pemeriksan TTV setiap 8 jam Jam: 14:00 wib
05/12/18 2. Mengobservasi adanya ketidaknyamanan S:
3. Mengkaji penyebab ketidak nayamanan  Klien mnegatakan mual dan nyerinya berkurang dan sudah merasa
4. Memberikan lingkungan yang nyaman membaik
5. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam  Pasien mengatakan skala nyeri 1
6. Menganjurkan istirhat yg cukup O:
7. Berkolaborasi dg dokter dalam pemberian  TTV : TD = 130/90 mmHg, N = 78 x/menit, RR = 18 x/menit, S = 37 C,
obat mual dan nyeri ulu hati (sucralfat 3x 5 SPO:99 %
ml dan Paracetamol 3x 500 mg)  Tanpak rileks
 Mengukapkan kenyamanan
 Mampu menujukan cara relaksasi nafas dalam
 Therapy: Sucralfat 3x 5 ml dan Paracetamol 3x500 mg (PO)

A : Gangguan kenyamanan belum teratasi

Desain nursing system : Partially Compensatory System:


P:
1. Melakukan pemeriksan TTV setiap 8 jam
2. Mengobservasi adanya ketidaknyamanan
3. Mengkaji penyebab ketidak nayamanan
4. Memberikan lingkungan yang nyaman
5. Berkolaborasi dg dokter dalam pemberian obat mual dan nyeri ulu hati
(sucralfat 3x 5 ml dan Paracetamol 3x 500 mg)
Rabu, 09:00 2. Partially Compensatory System: Jam:14:15
05/12/18 S:
1. Memantau glukosa darah setiap 8 jam  Klien mengatakan GDS nya masih naik turun
2. Memantau tanda-tanda hiperglikemia:  Pasien mnegtakan sering berkemih
poliuria, polideipsia, polifagia dan kelesuan O:
3. Menjelasakan makan dan minuman yang  GDS: 323 mg/dL
perlu dihindari selama proses pengobatan  Intake dan output seimbang

20
4. Berkolaborasi dalam pemberian obat dg  Tidak ada mual muntah
dokter: pemberian Insulin 3 x 10 unit.  Terapi: Insulin 3 x 10 unit Subcutan
5. Kolaborasi dg ahli gizi dalam pemberian
diet: DM 1700 kal A : Risiko ketidaksetabilan kadar glukosa darah belum teratasi
Desain nursing system : Partially Compensatory System:

P: Nutrition Management
1. Pantau glukosa darah setiap 8 jam
2. Pantau tanda-tanda hiperglikemia: poliuria, polideipsia, polifagia dan
kelesuan
3. Jelasakan makan dan minuman yang perlu dihindari selama proses
pengobatan
4. Kolaborasi dalam pemberian obat dg dokter: pemberian Insulin 3 x 10
unit.
5. Kolaborasi dg ahli gizi dalam pemberian diet: DM 1700 kal

21
Hari/ Jam Dx. Catatan Perkembangan
Tanggal Implementasi Evaluasi
Kamis, 08:00 1. Melakukan pemeriksan TTV setiap 8 jam Jam: 14:00 wib
06/12/18 Mengobservasi adanya ketidaknyamanan S:
Mengkaji penyebab ketidak nayamanan Klien mnegatakan mual dan nyerinya berkurang dan sudah merasa membaik
Memberikan lingkungan yang nyaman Pasien mengatakan skala nyeri 1
Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam O:
Menganjurkan istirhat yg cukup TTV : TD = 130/90 mmHg, N = 78 x/menit, RR = 18 x/menit, S = 37 C,
Berkolaborasi dg dokter dalam pemberian obat SPO:99 %
mual dan nyeri ulu hati (sucralfat 3x 5 ml dan Tanpak rileks
Paracetamol 3x 500 mg) Mengukapkan kenyamanan
Mampu menujukan cara relaksasi nafas dalam
Therapy: Sucralfat 3x 5 ml dan Paracetamol 3x500 mg (PO)

A : Gangguan kenyamanan belum teratasi

Desain nursing system : Partially Compensatory System:


P:
Melakukan pemeriksan TTV setiap 8 jam
Mengobservasi adanya ketidaknyamanan
Mengkaji penyebab ketidak nayamanan
Memberikan lingkungan yang nyaman
Berkolaborasi dg dokter dalam pemberian obat mual dan nyeri ulu hati
(sucralfat 3x 5 ml dan Paracetamol 3x 500 mg)
Kamis, 09:00 2. Partially Compensatory System: Jam:14:15
06/12/18 S:
Memantau glukosa darah setiap 8 jam Klien mengatakan GDS nya masih naik turun
Memantau tanda-tanda hiperglikemia: poliuria, Pasien mnegtakan sering berkemih
polideipsia, polifagia dan kelesuan O:
GDS: 323 mg/dL

22
Menjelasakan makan dan minuman yang perlu Intake dan output seimbang
dihindari selama proses pengobatan Tidak ada mual muntah
Berkolaborasi dalam pemberian obat dg dokter: Terapi: Insulin 3 x 10 unit Subcutan
pemberian Insulin 3 x 10 unit.
Kolaborasi dg ahli gizi dalam pemberian diet: A : Risiko ketidaksetabilan kadar glukosa darah belum teratasi
DM 1700 kal Desain nursing system : Partially Compensatory System:

P: Nutrition Management
Pantau glukosa darah setiap 8 jam
Pantau tanda-tanda hiperglikemia: poliuria, polideipsia, polifagia dan kelesuan
Jelasakan makan dan minuman yang perlu dihindari selama proses pengobatan
Kolaborasi dalam pemberian obat dg dokter: pemberian Insulin 3 x 10 unit.
Kolaborasi dg ahli gizi dalam pemberian diet: DM 1700 kal

23
24

Anda mungkin juga menyukai