PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 64 tahun
Agama : Konghucu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Tanah Tinggi ( JAKAPAS)
II. ANAMNESA
Auto dan alloanamnesis tanggal : 5 November 2015 Pukul 11.30 WIB
Keluhan utama :
Mata kanan tidak bisa melihat sejak 2 bulan.
Keluhan Tambahan :
Tidak ada
Mata kanan tidak dapat melihat, keluhan di rasakan selama 2 bulan, awalnya pasien
menyadari mata kanan nya tidak dapat melihat saat pasien sedang menutup mata kiri nya,
pasien mengatakan tidak dapat melihat apapun dengan mata kanan dan seluruh ruangan
terlihat gelap, kemudian pasien bergantian menutup mata kanan nya, pasien masih dapat
melihat dengan mata kirinya. Sebelumnya pasien tidak pernah merasakan keluhan apapun
pada mata, pasien mengatakan tidak pernah merasakan nyeri kepala atau pada mata
ataupun merasa melihat pelangi atau halo bila melihat cahaya terang atau cahaya lampu,
tidak ada keluhan mata merah atau kelopak mata bengkak, mual dan muntah ataupun sakit
kepala hebat. Riwayat trauma kepala atau pun trauma pada mata di sangkal pasien.
Riwayat menggunakan obat- obatan baik yang di minum ataupun di tetes disangkal.
Riwayat operasi mata di sangkal. Sehari- hari pasien mengatakan jarang mengkonsumsi
kopi atau minum air putih dalam jumlah banyak. Pasien juga mengatakan dirinya tidak
pernah menggunakan kacamata
Riwayat Penyakit Keluarga : Dikeluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa
dengan pasien.
Kepala : Normocephali
B. Status Ofthalmologikus :
Keterangan OD OS
1. Visus
- Tajam Penglihatan 1/ 6/12
- Koreksi
- Addisi - +3
- Distansia pupil 62/60 62/60
- Kacamata lama Tidak ada Tidak ada
3. Super Silia
- Warna Hitam Hitam
- Letak Simetris Simetris
Keterangan OD OS
7. Sistem Lakrimalis
- Punctum Lakrimalis Terbuka Terbuka
- Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. Sklera
- Warna Putih Putih
- Ikterik Tidak ada Tidak ada
9. Kornea
- Kejernihan
- Permukaan
- Ukuran
- Sensibilitas
- Infiltrat
- Ulkus
- Perforasi
- Arkus Senilis
- Edema
- Tes Placido
Keterangan OD OS
12. Pupil
- Letak
- Bentuk
- Ukuran
- Refleks cahaya
langsung
- Refleks cahaya tak
langsung
13. Lensa
- Kejernihan
- Letak
- Shadow Test
16. Palpasi
- Nyeri Tekan
- Massa tumor
- Tensi Okuli
- Tonometri Schiotz
V. DIAGNOSA KERJA
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam :
Ad Functionam :
Ad Sanationam :
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani “Glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah penyakit
mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan
diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi
menjadi 4 bagian ; glaukoma primer, glaukoma kongenital , glaukoma sekunder dan
glaukoma absolut sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular
glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.
Glaukoma sudut terbuka primer, sering disebut juga sebagai glaukoma kronis, bersifat
progresif, yang umumnya merupakan penyakit mata yang menyerang orang dewasa, bilateral,
dengan karakteristik :
- Peningkatan TIO > 21 mmHg
- Kerusakan nervi optici glaukomatosa
- Sudut COA terbuka
- Kehilangan lapang pandang yang progresif
- Tidak adanya tanda-tanda glaukoma sekunder atau neuropati non-glaukomatosa
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan seluruhnya diliputi oleh
endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada darah
di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar.
2.6 Klasifikasi
- Glaukoma Sudut Terbuka Primer
- Glaukoma Sudut Terbuka Sekunder
2.8 Patogenesis
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses
degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstra sel di jalinan dan di
bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dari proses penuaan normal.
Akibatnya adalah penurunan drainase humor akueus yang menyebabkan peningkatan tekan
intra-okuler. Peningkatan tekanan intra-okuler mendahului kelainan diskus optikus dan
lapangan pandang selama bertahun-tahun. Walaupun terdapat hubungan yang jelas antara
besarnya tekanan intra-okuler dengan keparahan penurunan penglihatan, efek besar tekanan
pada saraf optikus sangat bervariasi antar individu. Sebagian orang dapat mentoleransikan
peningkatan tekanan intra-okuler tanpa mengalami kelainan diskus atau lapangan pandang
(hipertensiokuler); yang lain memperlihatkan kelainan-kelainan glaukomatosa pada tekanan
intra-okuler “normal” (glaukoma tekanan darah).
Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka primer dan hubungannya
dengan tingginya tekanan intra-okuler masih diperdebatkan. Teori-teori utama
memperkirakan adanya perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat tekanan
intra-okuler di saraf optikus setinggi lamina kibrosa atau si pembuluh yang memperdarahi
kepala/ujung saraf optikus. Tekanan intra-okuler yang lebih tinggi saat pertama kali diperiksa
berkaitan dengan penurunan lapangan pandang yang lebih luas. Apabila pada pemeriksaan
pertama dijumpai penurunan lapangan pandang glaukomatosa, risiko perkembangan lebih
lanjut manjadi jauh lebih besar. Karena merupakan satu-satunya faktor risiko yang dapat
diobati, tekanan intra-okuler tetap menjadi fokus terapi. Terdapat bukti kuat bahwa kontrol
tekanan intra-okuler memperlambat kerusakan diskus optikus dan pengecilan lapangan
pandang. Mekanisme terjadinya glaukoma sudut terbuka adalah adanya hambatan pada
jaringan trabekulum sendiri. Akuos humor dengan leluasa mencapai lubang – lubang
trabekulum, tetapi sampai di dalam terbentur celah – celah trabekulum yang sempit, hingga
akuos humor tidak dapat keluar dari bola mata yang bebas.
Mutasi pada lokus 15 dalam genom manusia sejauh ini telah diidentifikasi memiliki
hubungan dengan glaukoma sudut terbuka primer. Empat gen telah diidentifikasi antara lain:
MYOC gene (chromosome 1q21-q31), coding for the glycoprotein myocilin that is found in
the trabecular meshwork and other ocular tissues, the OPTN gene on chromosome 10p,
which codes for optineurin, the WDR36 gene on chromosome 5q22, and the NTF4 gene on
chromosome 19q13.3. Dari keempat ini, MYOC adalah gen paling sering bermutasi dalam
glaukoma sudut terbuka primer: penelitian terhadap pasien yang tidak berhubungan glaukoma
sudut terbuka primer menemukan mutasi myocilin di setidaknya 4% dari orang dewasa.
Sejumlah mutasi yang berbeda telah dijelaskan dalam gen MYOC, meskipun fungsi normal
myocilin dan perannya dalam menyebabkan glaukoma masih belum sepenuhnya dapat
ditentukan.
Penggunaan steroid topikal juga berperan dalam peningkatan tekanan intra okuler;
steroid poten memiliki kecenderungan lebih besar untuk meningkatkan TIO. Kecenderungan
ini lebih ditandai pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka primer. Steroid sistemik jauh
kurang rentan menyebabkan elevasi TIO, tapi substansial, mungkin tergantung dosis.
Sehingga dianjurkan skrining untuk semua pasien yang menggunakan steroid sistemik,
terutama deksametason. Mekanisme yang tepat dari respon steroid belum pasti, tetapi
mungkin dimediasi oleh peningkatan produksi myocilin trabecular meshwork cell.
a. Tajam penglihatan
Pemeriksaan ketajaman penglihatan bukan merupakan cara yang khusus
untuk glaukoma, namun tetap penting, karena ketajaman penglihatan yang baik, misalnya 6/6
belum berarti tidak glaukoma.
b. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk memeriksa tekanan intraokuler. Ada 3 macam tonometri,
yaitu:
1. Digital
Merupakan teknik yang paling mudah dan murah karena tidak memerlukan alat.
Caranya dengan melakukan palpasi pada kelopak mata atas, lalu membandingkan
tahanan kedua bola mata terhadap tekanan jari. Hasil pemeriksaan ini
diinterpretasikan sebagai T.N yang berarti tekanan normal, T n+1 untuk tekanan yang
agak tinggi, dan T n-1 untuk tekanan yang agak rendah. Tingkat ketelitian teknik ini
dianggap paling rendah karena penilaian dan interpretasinya bersifat subjektif.
2. Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz ini bentuknya sederhana, mudah dibawa, gampang digunakan dan
harganya murah. Pasien tidur terlentang tanpa menggunakan bantal, dan diberi anestesi
local (pantokain) pada kedua mata. Dengan pasien menatap lurus ke depan, kelopak mata
ditahan agar tetap terbuka dengan menarik kulit palpebra dengan hati-hati pada tepian
orbita. Tonometer diturunkan oleh tangan lainnya sampai ujung cekung laras menyentuh
kornea. Dengan gaya yang ditetapkan dengan beban terpasang, tonjolan plunger berujung
tumpul menekan pada kornea dan sedikit melekukkan pusat kornea. Tahanan kornea,
yang sebanding dengan tekanan inraokuler, akan mendesak plunger ke atas. Sewaktu
bergeser ke atas didalam selongsong, plunger menggeser jarum penunjuk skala. Makin
tinggi tekanan intraokuler, makin besar tahanan kornea terhadap indentasi, makin tinggi
pula geseran plunger ke atas, sehingga makin jauh menggeser jarum penunjuk skala.
Pembacaan skala disesuaikan dengan kalibrasi dari Zeiger-Ausschlag Scale yang
diterjemahkan ke dalam tekanan intraokuler.
3. Tonometer aplanasi Goldmann
Alat ini cukup mahal dan tidak praktis, selain itu memerlukan slitlamp yang juga
mahal. Dengan alat ini, kekakuan sclera dapat diabaikan sehingga hasil yang didapatkan
menjadi lebih akurat. Setelah anestesi lokal dan pemberian flourescein, pasien duduk di
depan slitlamp dan tonometer disiapkan. Agar dapat melihat flourescein, dipakai filter
cobalt blue dengan penyinaran paling terang. Setelah memasang tonometer didepan
kornea, pemeriksa melihat melalui slitlamp okuler saat ujungnya berkontak dengan
kornea. Sebuah percounter balance yang dikendalikan dengan tangan mengubah-ubah
beban yang diberikan pada ujung tonometer. Setelah berkontak, ujung tonometer
meratakan bagian tengah kornea dan menghasilkan garis flourescein melingkar tipis.
Sebuah prisma di ujung visual memecah lingkaran ini menjadi dua setengah lingkaran
yang tampak hijau melalui okuler slitlamp. Beban tonometer diatur secara man ual
sampai kedua setengah lingkaran tersebut tepat bertumpuk.
c. Gonioskopi
Gonioskopi sangat penting untuk ketepatan diagnosis glaukoma. Gonioskopi dapat
menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan
pada semua pasien yang menderita glaukoma, pada semua pasien suspek glaukoma, dan
pada semua individu yang diduga memiliki sudut bilik mata depan yang sempit. Dengan
gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka, juga
dapat dilihat adanya perlekatan iris bagian perifer kedepan (peripheral anterior sinechiae)
Pada gonioskopi terdapat 5 area spesifik yang dievaluasi di semua kuadran yang
menjadi penanda anatomi dari sudut bilik mata depan yang dilihat pada prisma goniolen :
1) Iris perifer, khususnya insersinya ke badan siliar.
2) Pita badan siliar, biasanya tampak abu-abu atau coklat.
3) Sclera spur, biasanya tampak sebagai garis putih prominen di alas pita badan shier.
4) Trabekulum meshwork
5) Garis Schwalbe, suatu tepi putih tipis tepat di tepi trabekula Meshwork.
Dengan lensa goniskopi dapat melihat keadaan sudut bilik mata yang dapat
menimbulkan glaukoma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut
(goniolens) di dataran depan kornea setelah diberikan anestesi local. Lensa ini dapat
digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360
derajat.Nilai derajat 0, bila terlihat struktur sudut dan terdapat kontak kornea dengan iris
(sudut tertutup), derajat 1 bila tidak terlihat ½ bagian jalinan trabekulum sebelah belakang
dangaris Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit, derajat 2 bila sebagian kanal
Schlem terlihat, derajat 3 belakang kanal Schlemm dan skleral spur masih terlihat, derajat
4 badan siliar terlihat (sudut terbuka)
d. Lapang Pandang (perimetry)
Yang termasuk ke dalam pemeriksaan ini adalah lapangan pandang sentral dan
lapangan pandang perifer. Pada stadium awal, penderita tidak akan menyadari adanya
kerusakan lapangan pandang karena tidak mempengaruhi ketajaman penglihatan
sentral. Pada tahap yang sudah lanjut, seluruh lapangan pandang rusak dengan tajam
penglihatan sentral masih normal sehingga penderita seolah-olah melihat melalui suatu
teropong (tunnel vision).
e.Oftalmoskopi
Pada pemeriksaan oftalmoskopi, yang harus diperhatikan adalah keadaan papil saraf
optik. Perubahan yang terjadi pada papil dengan glaukoma adalah penggaungan
(cupping) dan degenerasi saraf optik (atrofi). Jika terdapat penggaungan lebih dari
0,3 dari diameter papil dan tampak tidak simetris antara kedua mata, maka harus
diwaspadai adanya ekskavasio glaukoma. Diskus optikus normal. Lihat batas tegas dari
diskus optikus, demarkasi yang jelas dari ‘cup’, dan warna pink cerah dari sisi
neuroretinal.
f .T o n o gr a f i
Tonografi dilakukan untuk mengukur banyaknya cairan aquos yang
dikeluarkan melalui trabekula dalam satu satuan waktu. Dengan tonografi diukur derajat
g. Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada keadaan dimana seseorang dicurigai menderita glaukoma.
Untuk glaukoma sudut terbuka, dilakukan tes minum air, pressure congestion test , dan tes
steroid. Sedangkan untuk glaukoma sudut tertutup, dapat dilakukan tes kamar gelap, tes
membaca dan tes midriasis.
Pembedahan
Tindakan operasi dilakukan berdasarkan indikasi yaitu :
Tekanan intraokuler tidak dapat dipertahankan di bwah 22 mmHg
Lapangan pandang terus mengecil
Orang sakit tidak dapat dipercaya tentang pemakaian obatnya
Tidak mampu beli obat
Tidak tersedia obat-obat yang diperlukan
2. Pembedahan Filtrasi
Indikasi: Pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma akut sudah berlangsung lama
atau penderita sudah masuk stadium glaukoma kongestif kronik.
Trepanasi Elliot: sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm dibuat di daerah kornea-
skleral, kemudian ditutup oleh konjungtiva dengan tujuan agar aquoeus mengalir
langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.
Sklerektomi Scheie : kornea-skleral dikauterisasi agar luka tidak menutup kembali
dengan sempurna, dengan tujuan agar aquoeus mengalir langsung dari bilik mata
depan ke ruang subkonjungtiva.
Trabekulektomi yaitu dengan mengangkat trabekulum sehingga terbentuk celah
untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam kanal Schlemm.
Pengobatan glaukoma sudut terbuka diberikan secara teratur dan pembedahan hanya
dilakukan bila pengobatan tidak mencapai hasil memuaskan.
2.13 Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila obat tetes
anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum mengalami
kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Apabila proses penyakit terdeteksi dini
sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Davey, Patrick. 2002. Mata Merah dalam At a Glance Medicine. Jakarta : Penerbit
Erlangga.Hal. 108-109
Ilyas, Sidarta.2009.Glaukoma.Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Hal 212-216.Ed.2
James, Bruce. 2006. Glaukoma dalam Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta : Penerbi
Erlangga. Hal. 95-109
Kanski J.J., Bowling B. 2011. Glaucoma. Clinical Ophthalmology A Systematic
Approach. 11thEd. Elsevier Saunders. China; P.312-399.
Lang, F. 2003. Sistem Neuromuskular dan Sensorik dalam Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi.Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 322-323
Lewis T.L., Barnebey H.S., Bartlett J.D., Blume A.J., Fingered M., Lalle P.A., Mann
D.F. 2002. Optometric Clinical Practice Guidelines Care of the Patient with Open
Angle Glaucoma. American Optometris Association. 2nd Ed. USA.
Mansjoer, Arief. 2000. Glaukoma Akut dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Media Aesculapius. Hal. 59-60
Mansjoer, Arief. 2000. Glaukoma Kronis dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Media Aesculapius. Hal. 61-62
Robin and Cotran. 2005. Pathologic Basis of Disease ed. 7. Philadelphia : Elsevier
Saunders. Page 1444-1445.
Vaughan, Daniel.2000 .Glaukoma dalam Opthamologi Umum. Jakarta : Widya
Medika.Hal. 220-239