Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN ILMU PENYAKIT MATA


RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD

Nama : Lia Pamugkas


Nim : 11.2013.205
Fak. Kedokteran : UKRIDA

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 64 tahun
Agama : Konghucu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Tanah Tinggi ( JAKAPAS)

II. ANAMNESA
Auto dan alloanamnesis tanggal : 5 November 2015 Pukul 11.30 WIB
Keluhan utama :
Mata kanan tidak bisa melihat sejak 2 bulan.

Keluhan Tambahan :
Tidak ada

Riwayat Penyakit Sekarang :

Mata kanan tidak dapat melihat, keluhan di rasakan selama 2 bulan, awalnya pasien
menyadari mata kanan nya tidak dapat melihat saat pasien sedang menutup mata kiri nya,
pasien mengatakan tidak dapat melihat apapun dengan mata kanan dan seluruh ruangan
terlihat gelap, kemudian pasien bergantian menutup mata kanan nya, pasien masih dapat
melihat dengan mata kirinya. Sebelumnya pasien tidak pernah merasakan keluhan apapun
pada mata, pasien mengatakan tidak pernah merasakan nyeri kepala atau pada mata
ataupun merasa melihat pelangi atau halo bila melihat cahaya terang atau cahaya lampu,
tidak ada keluhan mata merah atau kelopak mata bengkak, mual dan muntah ataupun sakit
kepala hebat. Riwayat trauma kepala atau pun trauma pada mata di sangkal pasien.
Riwayat menggunakan obat- obatan baik yang di minum ataupun di tetes disangkal.
Riwayat operasi mata di sangkal. Sehari- hari pasien mengatakan jarang mengkonsumsi
kopi atau minum air putih dalam jumlah banyak. Pasien juga mengatakan dirinya tidak
pernah menggunakan kacamata

Riwayat Peyakit Dahulu :


- Hipertensi : Disangkal
- DM : Disangkal
- Trauma Mata : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : Dikeluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa
dengan pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis :
Kesadaran Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Tanda-tanda Vital :
Tekanan Darah : Tidak dilakukan Pemeriksaan
Nadi : 88x/menit
Suhu : Tidak dilakukan Pemeriksaan
Pernafasan : 19x/menit

Kepala : Normocephali

THT : Dalam batas normal


Leher : Tidak teraba pembesran kelenjar getah bening
Jantung/ Paru- paru : Tidak dilakukan Pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan Pemeriksaan

B. Status Ofthalmologikus :

Keterangan OD OS
1. Visus
- Tajam Penglihatan 1/ 6/12
- Koreksi
- Addisi - +3
- Distansia pupil 62/60 62/60
- Kacamata lama Tidak ada Tidak ada

2. Kedudukan Bola Mata


- Eksoltalmus Tidak ada Tidak ada
- Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviasi Tidak ada Tidak ada
- Gerakan bola mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah

3. Super Silia
- Warna Hitam Hitam
- Letak Simetris Simetris

Keterangan OD OS

4.1 Palpebra Superior


- Edema Tidak ada Tidak ada
- Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
- Ektropion Tidak ada Tidak ada
- Entropion Tidak ada Tidak ada
- Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
- Trikiasis Tidak ada Tidak ada
- Sikatriks Tidak ada Tidak ada
- Fisura palpebra Tidak ada Tidak ada
- Ptosis Tidak ada Tidak ada
- Hordeolum Tidak ada Tidak ada
- Kalazion Tidak ada Tidak ada
- Pseudoptosis Tidak ada Tidak ada

4.2 Palpebra Inferior


- Edema Tidak ada Tidak ada
- Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
- Ektropion Tidak ada Tidak ada
- Entropion Tidak ada Tidak ada
- Blefarosmpasme Tidak ada Tidak ada
- Trikiasis Tidak ada Tidak ada
- Sikatriks Tidak ada Tidak ada
- Fisura Palpebra Tidak ada Tidak ada
- Ptosis Tidak ada Tidak ada
- Hordeolum Tidak ada Tidak ada
- Kalazion Tidak ada Tidak ada
- Pseudoptosis Tidak ada Tidak ada

5.1 Konjungtiva Tarsalis


Superior
- Hiperemis Tidak ada Tidak ada
- Folikel Tidak ada Tidak ada
- Papil Tidak ada Tidak ada
- Sikatriks Tidak ada Tidak ada
- Anemia Tidak ada Tidak ada

5.2 Konjungtiva Tarsalis


Inferior
- Hiperemis Tidak ada Tidak ada
- Folikel Tidak ada Tidak ada
- Papil Tidak ada Tidak ada
- Sikatriks Tidak ada Tidak ada
- Anemia Tidak ada Tidak ada
Keterangan OD OS
6. Konjungtiva Bulbi
- Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
- Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
-Perdarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
- Pterigium Tidak ada Tidak ada
- Pinguekula Tidak ada Tidak ada
- Nervus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
- Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
- Kemosis Tidak ada Tidak ada

7. Sistem Lakrimalis
- Punctum Lakrimalis Terbuka Terbuka
- Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8. Sklera
- Warna Putih Putih
- Ikterik Tidak ada Tidak ada

9. Kornea
- Kejernihan
- Permukaan
- Ukuran
- Sensibilitas
- Infiltrat
- Ulkus
- Perforasi
- Arkus Senilis
- Edema
- Tes Placido

10. Bilik Mata Depan


- Kedalaman
- Kejernihan
- Hifema
- Hipopion
- Efek Tyndall
11. Iris
- Warna
- kriptae
- Bentuk
- Sinekia
- Koloboma

Keterangan OD OS
12. Pupil
- Letak
- Bentuk
- Ukuran
- Refleks cahaya
langsung
- Refleks cahaya tak
langsung
13. Lensa
- Kejernihan
- Letak
- Shadow Test

14. Badan Kaca


- Kejernihan
15. Fundus Okuli
a. Refleks Fundus
b. Papil
- Bentuk
- Warna
- Batas
-CD Ratio
c. Arteri Vena
d. Retina
-Edema
-Perdarahan
-Exudat
-Sikatrik
-lain
e. Makula Lutea
-Refleks Fovea
-Edema
-Pigmentosa

16. Palpasi
- Nyeri Tekan
- Massa tumor
- Tensi Okuli
- Tonometri Schiotz

17. Kampus Visi


- Tes konfrontasi
IV. RESUME

V. DIAGNOSA KERJA

Galukoma primer sudut terbuka kronik

VI. DIAGNOSA BANDING

VII. ANJURAN PEMERIKSAAN


VIII. PENATALAKSANAAN

IX. PROGNOSIS
OD OS

Ad Vitam :

Ad Functionam :

Ad Sanationam :
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani “Glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah penyakit
mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan
diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi
menjadi 4 bagian ; glaukoma primer, glaukoma kongenital , glaukoma sekunder dan
glaukoma absolut sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular
glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.
Glaukoma sudut terbuka primer, sering disebut juga sebagai glaukoma kronis, bersifat
progresif, yang umumnya merupakan penyakit mata yang menyerang orang dewasa, bilateral,
dengan karakteristik :
- Peningkatan TIO > 21 mmHg
- Kerusakan nervi optici glaukomatosa
- Sudut COA terbuka
- Kehilangan lapang pandang yang progresif
- Tidak adanya tanda-tanda glaukoma sekunder atau neuropati non-glaukomatosa

2.2 Anatomi Sudut Filtrasi


Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan bilik mata.
Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel dan
stroma. Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari arteri siliaris
anterior. Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekular, yang terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea dan menuju ke belakang mengelilingi
kanalis Schlemm untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral spur (insersi
dari m.siliaris) dan sebagian ke m.siliaris meridional.
3. Serabut yang berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m.siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum Pektinatum Rudimenter
Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula.

Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan seluruhnya diliputi oleh
endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada darah
di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar.

2.3 Mekanisme Pengaliran Cairan Aquos


Humor akuous diproduksi oleh epitel non pigmen dari korpus siliaris dan mengalir ke
dalam bilik posterior, kemudian masuk diantara permukaan posterior iris melalui sudut pupil.
Selanjutnya masuk ke bilik anterior. Humor akuous keluar dari bilik anterior melalui dua
jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera (jalur non trabekula).
1. Jalur trabekulum (konvensional)
Kebanyakan humor akueus keluar dari mata melalui jalur jalinan
trabekula-kanal Schlemm-sistem vena. Jalinan trabekula dapat dibagi kedalam
tiga bagian :
- Uveal
- Korneoskleral
- Juksta kanalikular
Tahanan utama aliran keluar terdapat pada jaringan juksta kanalikular. Fungsi
jalinan trabekula adalah sebagai katup satu jalan yang membolehkan akueus
meninggalkan mata melalui aliran terbesar pada arah lain yang
tidak bergantung pada energi. Akueus bergerak melewati dan diantara sel
endothelial yang membatasi dinding dalam kanal Schlemm. Sekali berada
dalam kanal Schlemm , Akueus memasuki saluran kolektor menuju pleksus
vena episklera melalui kumpulan kanal sklera.
2. Jalur uveosklera (nonkonvensional)
Pada mata normal setiap aliran non-trabekular disebut dengan aliran
uveoskleral. Mekanisme yang beragam terlibat, didahului lewatnya akueus
dari camera oculi anterior kedalam otot muskularis dan kemudian kedalam
ruang suprasiliar dan suprakoroid. Cairan kemudian keluar dari mata melalui
sclera yang utuh ataupun sepanjang nervus dan pembuluh darah yang
memasukinya. Aliran uveoskleral tidak bergantung pada tekanan. Aliran
uveoskleral ditingkatkan oleh agen sikloplegik, adrenergik, dan prostaglandin
dan beberapa bentuk pembedahan (misal siklodialisis) dan diturunkan oleh
miotikum.
Humor akuos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen
untuk organ di dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan
kornea, disamping itu juga berguna untuk mengangkut zat buangan hasil
metabolisme pada kedua organ tersebut. Adanya cairan tersebut akan
mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam bola mata
(tekanan intra okuler). Untuk mempertahankan keseimbangan tekanan di
dalam bola mata cairan aquos diproduksi secara konstan serta dialirkan
keluar melalui sistem drainase mikroskopik. Kecepatan pembentukan cairan
aquos dan hambatan pada mekanisme pengaliran keluarnya menentukan
besarnya tekanan intraokuler. Normalnya tekanan di dalam bola mata
berkisar antara 10-20 mmHg.
Peningkatan tekanan intraokuler dapat terjadi akibat produksi cairan
aquos yang meningkat misalnya pada reaksi peradangan dan tumor intraokuler
atau karena aliran keluarnya yang terganggu akibat adanya hambatan
pada pra trabekular, trabekular atau post trabekular. Resistensi utama terhadap
aliran keluar humor aquous dari COA adalah lapisan endotel saluran schlemm
dan bagian-bagian jalinan trabekula di dekatnya, bukan dari sistem pengumpul
vena. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera menentukan besar minimum
tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi medis.
2.4 Faktor yang mempengaruhi tekanan intraokuler (TIO)
2.5 Epidemiologi Glaukoma
Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang tertinggi, 2%
penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma dapat juga didapatkan
pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih banyak diserang daripada wanita. Diketahui
bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat pertama untuk kawasan Asia
Tenggara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka kebutaan di Indonesia mencapai
1,5% atau sekitar 3 juta orang. Persentase itu melampaui Negara Asia lainnya seperti
Bangladesh dengan 1%, India 0,7% dan Thailand 0,3%.
Menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996,
kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi
(0,14%) dan penyakit lain yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%).

2.6 Klasifikasi
- Glaukoma Sudut Terbuka Primer
- Glaukoma Sudut Terbuka Sekunder

2.7 Faktor Risiko

2.8 Patogenesis
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses
degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstra sel di jalinan dan di
bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dari proses penuaan normal.
Akibatnya adalah penurunan drainase humor akueus yang menyebabkan peningkatan tekan
intra-okuler. Peningkatan tekanan intra-okuler mendahului kelainan diskus optikus dan
lapangan pandang selama bertahun-tahun. Walaupun terdapat hubungan yang jelas antara
besarnya tekanan intra-okuler dengan keparahan penurunan penglihatan, efek besar tekanan
pada saraf optikus sangat bervariasi antar individu. Sebagian orang dapat mentoleransikan
peningkatan tekanan intra-okuler tanpa mengalami kelainan diskus atau lapangan pandang
(hipertensiokuler); yang lain memperlihatkan kelainan-kelainan glaukomatosa pada tekanan
intra-okuler “normal” (glaukoma tekanan darah).
Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka primer dan hubungannya
dengan tingginya tekanan intra-okuler masih diperdebatkan. Teori-teori utama
memperkirakan adanya perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat tekanan
intra-okuler di saraf optikus setinggi lamina kibrosa atau si pembuluh yang memperdarahi
kepala/ujung saraf optikus. Tekanan intra-okuler yang lebih tinggi saat pertama kali diperiksa
berkaitan dengan penurunan lapangan pandang yang lebih luas. Apabila pada pemeriksaan
pertama dijumpai penurunan lapangan pandang glaukomatosa, risiko perkembangan lebih
lanjut manjadi jauh lebih besar. Karena merupakan satu-satunya faktor risiko yang dapat
diobati, tekanan intra-okuler tetap menjadi fokus terapi. Terdapat bukti kuat bahwa kontrol
tekanan intra-okuler memperlambat kerusakan diskus optikus dan pengecilan lapangan
pandang. Mekanisme terjadinya glaukoma sudut terbuka adalah adanya hambatan pada
jaringan trabekulum sendiri. Akuos humor dengan leluasa mencapai lubang – lubang
trabekulum, tetapi sampai di dalam terbentur celah – celah trabekulum yang sempit, hingga
akuos humor tidak dapat keluar dari bola mata yang bebas.
Mutasi pada lokus 15 dalam genom manusia sejauh ini telah diidentifikasi memiliki
hubungan dengan glaukoma sudut terbuka primer. Empat gen telah diidentifikasi antara lain:
MYOC gene (chromosome 1q21-q31), coding for the glycoprotein myocilin that is found in
the trabecular meshwork and other ocular tissues, the OPTN gene on chromosome 10p,
which codes for optineurin, the WDR36 gene on chromosome 5q22, and the NTF4 gene on
chromosome 19q13.3. Dari keempat ini, MYOC adalah gen paling sering bermutasi dalam
glaukoma sudut terbuka primer: penelitian terhadap pasien yang tidak berhubungan glaukoma
sudut terbuka primer menemukan mutasi myocilin di setidaknya 4% dari orang dewasa.
Sejumlah mutasi yang berbeda telah dijelaskan dalam gen MYOC, meskipun fungsi normal
myocilin dan perannya dalam menyebabkan glaukoma masih belum sepenuhnya dapat
ditentukan.
Penggunaan steroid topikal juga berperan dalam peningkatan tekanan intra okuler;
steroid poten memiliki kecenderungan lebih besar untuk meningkatkan TIO. Kecenderungan
ini lebih ditandai pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka primer. Steroid sistemik jauh
kurang rentan menyebabkan elevasi TIO, tapi substansial, mungkin tergantung dosis.
Sehingga dianjurkan skrining untuk semua pasien yang menggunakan steroid sistemik,
terutama deksametason. Mekanisme yang tepat dari respon steroid belum pasti, tetapi
mungkin dimediasi oleh peningkatan produksi myocilin trabecular meshwork cell.

Sedangkan glaukoma sekunder sudut terbuka antara lain :


a. Glaukoma pigmentasi
Sindrom ini tampaknya disebabkan oleh degenerasi epitel pigmen iris dan korpus siliaris.
Granula pigmen terkelupas dari iris akibat friksi dengan serat-serat zonular di bawahnya
sehingga terjadi transiluminasi iris. Pigmen mengendap dipermukaan kornea posterior
(Krukenberg’s spindle) dan tersangkut di jalinan trabekular, mengganggu aliran keluar
humor aquos. Sindrom ini terjadi paling sering pada pria miopia usia antara 25-40 tahun
yang memiliki bilik mata depan yang dalam dengan sudut bilik mata yang lebar.
b. Sindrom pseudo-exfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi, dijumpai endapan-endapan bahan berserat mirip serpihan di
permukaan lensa anterior (berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat pajanan
terhadap radiasi inframerah, yakni “glass blower cataract”),prosesus siliaris, zonula,
permukaan posterior iris, dan di jalinan trabekular (disertai peningkatan pigmentasi).
Penyakit ini biasanya dijumpai pada orang berusia lebih dari 65 tahun.
c. Glaukoma akibat steroid
Kortikosteroid topikal dan periokular dapat menimbulkan sejenis glaucoma yang mirip
dengan glaukoma primer sudut terbuka, terutama pada individu dengan riwayat penyakit
ini pada keluarga dan akan memperparah peningkatan tekanan intraokuler pada para
pengidap glaukoma primer sudut terbuka. Hal inikemungkinan disebabkan karena
meningkatnya deposit mukopolisakarida yang terdapat pada humor aquos sehingga
drainasenya terganggu.
d. Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior,
sehingga protein-protein lensa yang mencair masuk ke bilik mata depan. Jalinan
trabekular menjadi oedema dan tersumbat oleh protein-protein lensa dan menimbulkan
peningkatan mendadak tekanan intraokular.
2.9 Gejala klinis :
2.10 Diagnosis
Untuk mendiagnosis Glaukoma sebelumnya lakukan anamnesis untuk mengetahui
riwayat pasien mulai dari keluhan, riwayat keluarga, riwayat penyakit terdahulu, apakah ada
alergi pada pengobatan ataupun ada intoleransi pengobatan. Setalah itu lakukan pemeriksaan
mata pasien.
Glaukoma sudut terbuka primer ditegakkan apabila ditemukan kelainan - kelainan
glaukomatosa pada diskus optikus dan lapang pandang disertai peningkatan tekanan
intraokular, sudut kamera anterior terbuka dan tampak normal, dan tidak terdapat sebab lain
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Sekitar 50 % pasien glaukoma sudut
terbuka primer memperlihatkan tekanan intraokular yang normal sewaktu pertama kali
diperiksa, sehingga untuk menegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan Tonometri berulang

2.11 Pemeriksaan Penunjang


Untuk mendiagnosis glaukoma dilakukan sejumlah pemeriksaan yang rutin
dilakukan pada seseorang yang mengeluh rasa nyeri di mata, penglihatan dan gejala
prodromal lainnya. Pemeriksaan yang dilakukan secara berkala dan dengan lebih dari satu
metode akan lebih bermakna dibandingkan jika hanya dilakukan 1 kali
pemeriksaan.Pemeriksaan tersebut meliputi:

a. Tajam penglihatan
Pemeriksaan ketajaman penglihatan bukan merupakan cara yang khusus
untuk glaukoma, namun tetap penting, karena ketajaman penglihatan yang baik, misalnya 6/6
belum berarti tidak glaukoma.

b. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk memeriksa tekanan intraokuler. Ada 3 macam tonometri,
yaitu:
1. Digital
Merupakan teknik yang paling mudah dan murah karena tidak memerlukan alat.
Caranya dengan melakukan palpasi pada kelopak mata atas, lalu membandingkan
tahanan kedua bola mata terhadap tekanan jari. Hasil pemeriksaan ini
diinterpretasikan sebagai T.N yang berarti tekanan normal, T n+1 untuk tekanan yang
agak tinggi, dan T n-1 untuk tekanan yang agak rendah. Tingkat ketelitian teknik ini
dianggap paling rendah karena penilaian dan interpretasinya bersifat subjektif.

2. Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz ini bentuknya sederhana, mudah dibawa, gampang digunakan dan
harganya murah. Pasien tidur terlentang tanpa menggunakan bantal, dan diberi anestesi
local (pantokain) pada kedua mata. Dengan pasien menatap lurus ke depan, kelopak mata
ditahan agar tetap terbuka dengan menarik kulit palpebra dengan hati-hati pada tepian
orbita. Tonometer diturunkan oleh tangan lainnya sampai ujung cekung laras menyentuh
kornea. Dengan gaya yang ditetapkan dengan beban terpasang, tonjolan plunger berujung
tumpul menekan pada kornea dan sedikit melekukkan pusat kornea. Tahanan kornea,
yang sebanding dengan tekanan inraokuler, akan mendesak plunger ke atas. Sewaktu
bergeser ke atas didalam selongsong, plunger menggeser jarum penunjuk skala. Makin
tinggi tekanan intraokuler, makin besar tahanan kornea terhadap indentasi, makin tinggi
pula geseran plunger ke atas, sehingga makin jauh menggeser jarum penunjuk skala.
Pembacaan skala disesuaikan dengan kalibrasi dari Zeiger-Ausschlag Scale yang
diterjemahkan ke dalam tekanan intraokuler.
3. Tonometer aplanasi Goldmann
Alat ini cukup mahal dan tidak praktis, selain itu memerlukan slitlamp yang juga
mahal. Dengan alat ini, kekakuan sclera dapat diabaikan sehingga hasil yang didapatkan
menjadi lebih akurat. Setelah anestesi lokal dan pemberian flourescein, pasien duduk di
depan slitlamp dan tonometer disiapkan. Agar dapat melihat flourescein, dipakai filter
cobalt blue dengan penyinaran paling terang. Setelah memasang tonometer didepan
kornea, pemeriksa melihat melalui slitlamp okuler saat ujungnya berkontak dengan
kornea. Sebuah percounter balance yang dikendalikan dengan tangan mengubah-ubah
beban yang diberikan pada ujung tonometer. Setelah berkontak, ujung tonometer
meratakan bagian tengah kornea dan menghasilkan garis flourescein melingkar tipis.
Sebuah prisma di ujung visual memecah lingkaran ini menjadi dua setengah lingkaran
yang tampak hijau melalui okuler slitlamp. Beban tonometer diatur secara man ual
sampai kedua setengah lingkaran tersebut tepat bertumpuk.
c. Gonioskopi
Gonioskopi sangat penting untuk ketepatan diagnosis glaukoma. Gonioskopi dapat
menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan
pada semua pasien yang menderita glaukoma, pada semua pasien suspek glaukoma, dan
pada semua individu yang diduga memiliki sudut bilik mata depan yang sempit. Dengan
gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka, juga
dapat dilihat adanya perlekatan iris bagian perifer kedepan (peripheral anterior sinechiae)
Pada gonioskopi terdapat 5 area spesifik yang dievaluasi di semua kuadran yang
menjadi penanda anatomi dari sudut bilik mata depan yang dilihat pada prisma goniolen :
1) Iris perifer, khususnya insersinya ke badan siliar.
2) Pita badan siliar, biasanya tampak abu-abu atau coklat.
3) Sclera spur, biasanya tampak sebagai garis putih prominen di alas pita badan shier.
4) Trabekulum meshwork
5) Garis Schwalbe, suatu tepi putih tipis tepat di tepi trabekula Meshwork.
Dengan lensa goniskopi dapat melihat keadaan sudut bilik mata yang dapat
menimbulkan glaukoma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut
(goniolens) di dataran depan kornea setelah diberikan anestesi local. Lensa ini dapat
digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360
derajat.Nilai derajat 0, bila terlihat struktur sudut dan terdapat kontak kornea dengan iris
(sudut tertutup), derajat 1 bila tidak terlihat ½ bagian jalinan trabekulum sebelah belakang
dangaris Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit, derajat 2 bila sebagian kanal
Schlem terlihat, derajat 3 belakang kanal Schlemm dan skleral spur masih terlihat, derajat
4 badan siliar terlihat (sudut terbuka)
d. Lapang Pandang (perimetry)
Yang termasuk ke dalam pemeriksaan ini adalah lapangan pandang sentral dan
lapangan pandang perifer. Pada stadium awal, penderita tidak akan menyadari adanya
kerusakan lapangan pandang karena tidak mempengaruhi ketajaman penglihatan
sentral. Pada tahap yang sudah lanjut, seluruh lapangan pandang rusak dengan tajam
penglihatan sentral masih normal sehingga penderita seolah-olah melihat melalui suatu
teropong (tunnel vision).

e.Oftalmoskopi
Pada pemeriksaan oftalmoskopi, yang harus diperhatikan adalah keadaan papil saraf
optik. Perubahan yang terjadi pada papil dengan glaukoma adalah penggaungan
(cupping) dan degenerasi saraf optik (atrofi). Jika terdapat penggaungan lebih dari
0,3 dari diameter papil dan tampak tidak simetris antara kedua mata, maka harus
diwaspadai adanya ekskavasio glaukoma. Diskus optikus normal. Lihat batas tegas dari
diskus optikus, demarkasi yang jelas dari ‘cup’, dan warna pink cerah dari sisi
neuroretinal.

f .T o n o gr a f i
Tonografi dilakukan untuk mengukur banyaknya cairan aquos yang
dikeluarkan melalui trabekula dalam satu satuan waktu. Dengan tonografi diukur derajat

penurunan tekanan bola mata bila diberikan


tekanan dengan tonometer schiotz. Tonometer yang dipakai adalah semacam tonometer
schiotz dan bersifat elektronik yang merekam tekanan bola mata selama 4 menit dan berguna
untuk mengukur pengaliran keluar cairan air mata. Pada tonografi terlihat kurva fasilitas
pengeluaran cairan bilik mata, juga terlihat pulsasi nadi intraocular. Nilai tonografi C=0, 18
adalah normal, bila C kurang dari 0,18 maka keadaan ini dicurigai menderita glaukoma.

g. Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada keadaan dimana seseorang dicurigai menderita glaukoma.
Untuk glaukoma sudut terbuka, dilakukan tes minum air, pressure congestion test , dan tes
steroid. Sedangkan untuk glaukoma sudut tertutup, dapat dilakukan tes kamar gelap, tes
membaca dan tes midriasis.

Uji lain pada glaucoma :

• Uji Minum Air


Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh minum
dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap 15 menit. Bila tekanan bola
mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita
glaukoma.
• Uji Steroid
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat glaukoma
simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau deksametason 0,1% 3-4 kali
sehari. Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma
maka tekanan bola mata akan naik setelah 2 minggu.
• Uji Variasi Diurnal
Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh,selama 3 hari
biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata normal adalah antara 2-4
mmHg, sedang pada glaukoma sudut terbuka variasi dapatmencapai 15-20 mmHg.
Perubahan 4-5 mmHg sudah dicurigai keadaan patologik.
• Uji Kamar Gelap
Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien
dimasukkan ke dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada akhir 90 menit tekanan
bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut terbuka akan menunjukkan hasil yang
positif, naik 8 mmHg.
• Uji provokasi pilokarpin
Tekanan bola mata diukur dengan tonometer, penderita diberi pilokarpin 1%selama 1
minggu 4 kali sehari kemudian diukur tekanannya.

2.12 Penatalaksanaan Glaukoma


Prinsip dari pengobatan glaukoma yaitu untuk mengurangi produksi humor akueus
dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan tekanan
intraokuler. Pengobatan glaucoma sudut terbuka diberikan secara teratur dan
pembedahan hanya dilakukan bila pengobatan tidak mencapai hasil memuaskan.
Pengobatan dengan obat-obatan yaitu :
 Miotik :
o Pilokarpin 2-4%, 3-6 kali 1 tetes sehari  meningkatkan pengeluaran air mata
–outflow
o Eserin ¼-1 %, 3-6 kali 1 tetes sehari  meningkatkan pengeluaran air mata –
outflow
 Pemberiannya disesuaikan dengan variasi diurnal yaitu diteteskan pada waktu tekanan
intaokuler menaik.
 Efek samping : meskipun dengan dosis yang dianjurkan hanya sedikit yang diabsorpsi
ke dalam sirkulasi sistimik, dapat terjadi mual dan nyeri abdomen. Dengan dosis lebih
tinggi dapat menyebabkan keringat berlebih, salvias, tremor, bradikardi, hipotensi.
 Simpatomimetik
o Epinefrin 0,5-2%, 1-2 kali 1 tetes sehari  menghambat produksi humor
aquos
Efek samping : pingsan, menggigil, berkeringat, sakit kepala, hipertensi.
 Beta –blocker
o Timolol maleate 0,25-0,50%, 1-2 kali tetes sehari  menghambat produksi
humor aquos
Efek samping : hiptensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya asma, payah
jantung kongestif.
Nadi harus diawasi terus, pada wanita hamil harus dipertimbangkan dulu sebelum
memberikannya.

 Carbonic anhidrase inhibitor


o Asetazolamid 250 mg, 4 x 1 tablet (menghambat produksi humor aquos)
Efek samping : poliuria, anoreksia, muntah, mengantuk, trombositopenia,
granulositopenia kelainan ginjal

Sebelumnya pasien harus diberikan edukasi untuk memahami bahwa pengobatan


glaucoma sudut terbuka adalah suatu proses seumur hidup dan bahwa penilaian ulang
secara teratur oleh dokter spesalis mata. Dimulai dengan obat penghambat adrenergic-
beta topical kecuali apabila terdapat kontraindikasi pemakaiannya. Epinefrin (atau
dipivefrin) dan pikokarpin merupakan pilihan utama. Apabila tekanan intraocular belum
dapat dikontrol secara efektif denga terapi topical atau tekanan intraokuler masih lebih
dari 21 mmHg, mungkin diperlukan trabekuloplasti dengan laser. Asetazolamid oral
biasanya diberikan setelah tindakan-tindakan tersebut dilakukan atau, dalam
penatalaksanaan jangka panjang, pasien tidak dapat dioperasi.

Pembedahan
Tindakan operasi dilakukan berdasarkan indikasi yaitu :
 Tekanan intraokuler tidak dapat dipertahankan di bwah 22 mmHg
 Lapangan pandang terus mengecil
 Orang sakit tidak dapat dipercaya tentang pemakaian obatnya
 Tidak mampu beli obat
 Tidak tersedia obat-obat yang diperlukan

Jenis- jenis pembedahan :


1. Laser Trabeculoplasty
Dilakukan pada glaucoma sudut terbuka. Sinar laser (biasanya argon)
ditembakkan ke anyaman trabekula sehingga sebagian anyaman mengkerut.
Kerutan ini dapat mempermudah aliran keluar cairan aquos. Pada beberapa
kasus,terapi medikamentosa tetapdiperlukan. Tingkat keberhasilan dengan argon
laser trabeculoplasty mencapai 75%. Karena adanya proses penyembuhan luka
maka kerutan ini hanya akan bertahan selama 2 tahun.

2. Pembedahan Filtrasi
Indikasi: Pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma akut sudah berlangsung lama
atau penderita sudah masuk stadium glaukoma kongestif kronik.
 Trepanasi Elliot: sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm dibuat di daerah kornea-
skleral, kemudian ditutup oleh konjungtiva dengan tujuan agar aquoeus mengalir
langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.
 Sklerektomi Scheie : kornea-skleral dikauterisasi agar luka tidak menutup kembali
dengan sempurna, dengan tujuan agar aquoeus mengalir langsung dari bilik mata
depan ke ruang subkonjungtiva.
 Trabekulektomi yaitu dengan mengangkat trabekulum sehingga terbentuk celah
untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam kanal Schlemm.
Pengobatan glaukoma sudut terbuka diberikan secara teratur dan pembedahan hanya
dilakukan bila pengobatan tidak mencapai hasil memuaskan.

2.13 Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila obat tetes
anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum mengalami
kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Apabila proses penyakit terdeteksi dini
sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik

BAB IV
KESIMPULAN

Glaukoma merupakan sekelompok penyakit neurooptic yang


menyebabkankerusakan serat optik (neuropati optik), yang ditandai dengan kelainan atau
atrofi papilnervus opticus yang khas, adanya ekskavasi glaukomatosa, serta kerusakan
lapangpandang dan biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan intraokular sebagai
faktor risikonya.
Camera occuli anterior (COA) dan produksi humor aquous merupakan
struktur penting dalam hubungannya dengan pengaturan tekanan intraokuler. Camera
occulianterior dibentuk oleh persambungan antara kornea perifer dan iris. Bagian mata
yangpenting dalam glaukoma adalah sudut filtrasi. Sudut filtrasi ini berada dalam
limbuskornea. Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula.
Tiga Proses Produksi Humor Aquous oleh proc. Ciliar (epitel ciliar) yaitu:Transport
aktif (sekresi), ultrafiltrasi dan difusi. Humor akuous keluar dari Camera occulianterior
melalui dua jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera (jalur nontrabekula).
Glaukoma sudut terbuka primer adalah neuropati optica yang kronis, progresif lambat,
dengan kerusakan syaraf optik yang tampak pada diskus optikus dan defek lapang pandang.
Glaukoma sudut terbuka sekunder adalah glaukoma yang tidak diketahui
penyebabnya. Dapat disebabkan atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit
yang telah diderita sebelumnya atau pada saat itu, yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intaokuler.
Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan visus, Tonometri, Genioskopi,
Lapangpandang, Oftalmoskopi, Tonografi, Tes provokasi. Penatalaksaan Glaukoma
dapatmelalui Terapi Medikamentosa, Tindakan Pembedahan dan dapat juga Terapi Laser.

DAFTAR PUSTAKA

 Davey, Patrick. 2002. Mata Merah dalam At a Glance Medicine. Jakarta : Penerbit
Erlangga.Hal. 108-109
 Ilyas, Sidarta.2009.Glaukoma.Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Hal 212-216.Ed.2
 James, Bruce. 2006. Glaukoma dalam Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta : Penerbi
Erlangga. Hal. 95-109
 Kanski J.J., Bowling B. 2011. Glaucoma. Clinical Ophthalmology A Systematic
Approach. 11thEd. Elsevier Saunders. China; P.312-399.
 Lang, F. 2003. Sistem Neuromuskular dan Sensorik dalam Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi.Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 322-323
 Lewis T.L., Barnebey H.S., Bartlett J.D., Blume A.J., Fingered M., Lalle P.A., Mann
D.F. 2002. Optometric Clinical Practice Guidelines Care of the Patient with Open
Angle Glaucoma. American Optometris Association. 2nd Ed. USA.
 Mansjoer, Arief. 2000. Glaukoma Akut dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Media Aesculapius. Hal. 59-60
 Mansjoer, Arief. 2000. Glaukoma Kronis dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Media Aesculapius. Hal. 61-62
 Robin and Cotran. 2005. Pathologic Basis of Disease ed. 7. Philadelphia : Elsevier
Saunders. Page 1444-1445.
 Vaughan, Daniel.2000 .Glaukoma dalam Opthamologi Umum. Jakarta : Widya
Medika.Hal. 220-239

Anda mungkin juga menyukai