Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

KONJUNGTIVITIS VERNAL

Oleh

SALIM
03011266

Pembimbing
dr. Bambang Renaldi Sp. M

ILMU PENYAKIT MATA


FK TRISAKTI RSAL
MINTOHARJO
JAKARTA
MEI, 2018
LEMBAR PENGESAHAN REFERAT

Nama Mahasiswa : Salim

NIM : 030.11.266

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Judul Referat : Konjungtiva vernal

Pembimbing : dr. Bambang Renaldi Sp.M

Jakarta,mei 2018

Pembimbing,

dr. Bambang,Sp.M

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik
bagian mata Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit
angkatan laut mintoharjo jakarta.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama :
1. dr.Bambang Sp.M selaku pembimbing dalam penyusunan makalah.

2. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian makalah ini.

3. Serta pihak-pihak lain yang bersedia meluangkan waktunya untuk


membantu saya.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Saya


mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan bertujuan untuk ikut
memperbaiki makalah ini agar dapat bermanfaat untuk pembaca dan masyarakat
luas.

Jakarta, Mei 2018

Penyusun

3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................

1. Anatomi .........................................................................................

2. Definisi....................................................................................

3. Epidemiologi .................................................................................

4. Patofisiologi ..................................................................................

5. Etiologi ..........................................................................................

6. Gambaran klinis .......................................................................

7. Laboratorium........................................................................

8. Diagnosis...............................................................................

9. Pengobatan..............................................................................

10. Prognosis...................................................................................

BAB III KESIMPULAN .................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................

4
KONJUNGTIVITIS VERNAL

PENDAHULUAN

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir

yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis adalah penyakit

mata paling umum di dunia. Penyakit ini bervariasi dari hiperemi ringan dengan

berair mata sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.

Penyebabnya umumnya eksogen namun dapat endogen. Konjungtivitis dapat

disebabkan oleh bakteri, klamidia, virus, ricketsia, fungi, parasit, imunologi

(alergi), kimiawi (iritatif), tidak diketahui, bersamaan dengan penyakit sistemik,

sekunder terhadap dakriosistitis atau kanalikulitis.1,2

Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat

berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari

kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi

antibodi humoral terhadap antigen. Biasanya dengan riwayat atopi.2

Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1%

hingga 0,5% pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi

pada iklim panas (misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika

Selatan) daripada iklim dingin (seperti Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan

Jerman). Penyakit ini tergolong penyakit anak muda, jarang terjadi pada pasien

usia di bawah 3 tahun atau di atas 25 tahun. Dari 1000 kasus yang tercatat di

literatur, 750 kasus terjadi pada pasien dengan usia 5 hingga 20 tahun. Dalam

koleksi kami sendiri terdapat 38 dari 39 pasien yang berusia lebih muda dari 14

5
tahun, ketika penyakit tersebut berawal. Usia yang paling banyak adalah 5 tahun,

dimana lebih banyak anak laki-laki daripada perempuan yang terinfeksi.

Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi seperti

konjungtivitis flikten, konjungtivitis vernal, konjungtivitis atopi, konjungtivitis

alergi bakteri, konjungtivitis alergi akut, konjungtivitis alergi kronik, sindrom

Stevens Johnson, pemfigoid okuli, dan sindrom Syogren.2 Di bawah ini akan

dibahas salah satu dari bentuk konjungtivitis alergi yaitu konjungtivitis vernal

dengan tujuan agar masyarakat dapat lebih memahami penyakit ini dan cara

menanganinya.

ANATOMI KONJUNGTIVA

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak

bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva

ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.

Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva

divaskularisasi oleh arteri konjungtiva posterior dan arteri siliaris anterior,

dipersarafi oleh nervus trigeminus (N.Opthalmicus).2

Konjungtiva terdiri dari tiga bagian, yaitu:2

 Konjungtiva palpebra, hubungannya dengan tarsus sangat erat. Gambaran

dari glandula Meibom yang ada di dalamnya tampak membayang sebagai

garis sejajar berwarna putih. Permukaan licin, dicelah konjungtiva terdapat

6
kelenjar Henle. Histologis: terdiri dari sel epitel silindris. Di bawahnya

stroma dengan bentuk adenoid dengan banyak pembuluh darah.

 Konjungtiva forniks, strukturnya sama dengan konjungtiva palpebra.

Tetapi hubungan dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan

membentuk lekukan-lekukan. Juga mengandung banyak pembuluh darah.

Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi, bila

terdapat peradangan mata. Dengan berkelok-keloknya konjungtiva ini

pergerakan mata menjadi lebih mudah. Di bawah konjungtiva forniks

superior terdapat glandula lakrimal dari Kraus. Melalui konjungtiva

forniks superior juga terdapat muara saluran air mata.

 Konjungtiva bulbi, tipis dan tenbus pandang meliputi bagian anterior

bulbus okuli. Di bawah konjungtiva bulbi terdapat kapsula tenon.

Strukturnya sama dengan konjungtiva palpebra, tetapi tak mempunyai

kelenjar. Dari limbus, epitel konjungtiva meneruskan diri sebagai epitel

kornea. Di dekat kantus internus, konjungtiva bulbi membentuk plika

semilunaris yang mengelilingi suatu pulau kecil terdiri dari kulit yang

mengandung rambut dan kelenjar yang disebut caruncle.

7
Gambar 1. Anatomi konjungtiva

HISTOLOGI

Lapisan epitel konjungtiva

terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial

dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan

di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel

epitel skuamosa.

Sel-sel epitel superficial

mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus

mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air

8
mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih

pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat linbus dapat mengandung

pigmen.

Stroma konjungtiva

dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa

(profundus).

Lapisan adenoid

mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung

struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak

berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan

mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler

dan mengapa kemudian menjadi folikuler.

Lapisan fibrosa

tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini

menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan

fibrosa tersusun longgar pada bola mata. (Vaughan, 2000)

Kelenjar air mata asesori

(kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar

lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di

forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi

atas tarsus atas10

9
DEFINISI

Konjungtivitis vernal adalah peradangan bilateral konjungtiva yang

berulang menurut musim dengan gambaran spesifik hipertropi papiler di

daerah tarsus dan limbus.3

BATASAN

Konjungtivitis vernal termasuk dalam konjungtivitis imunologik (alergika)

yang terbagi dalam dua kategori menurut patofisiologinya yaitu reaksi

hipersensitivitas humoral segera dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.

Konjungtivitis dengan reaksi hipersensitivitas hmoral segera terdiri dari

konjungtivitis “hay fever”, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis

vernal dan konjungtivitis papiler raksasa (giant papillary keratoconjunctivitis).

Sedangkan konjungtivitis reaksi hipersensitivitas tipe lambat terdiri dari

fliktenulosis, konjungtivitis ringan sekunder akibat blefaritis kontak. Pada

makalah ini hanya membahas konjungtivitis vernal.1

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah

dingin. Penyakit ini hampir selalu lebih parah selama musim semi, musim

panas dan musim gugur daripada di musim dingin.1 Di daerah yang panas,

didapatkan sepanjang masa, terutama pada musim panas.4

10
Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1%

hingga 0,5% pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi

pada iklim panas (misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika

Selatan) daripada iklim dingin (seperti Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan

Jerman). Penyakit ini tergolong penyakit anak muda, jarang terjadi pada

pasien usia di bawah 3 tahun atau di atas 25 tahun. Dari 1000 kasus yang

tercatat di literatur, 750 kasus terjadi pada pasien dengan usia 5 hingga 20

tahun. Dalam koleksi kami sendiri terdapat 38 dari 39 pasien yang berusia

lebih muda dari 14 tahun, ketika penyakit tersebut berawal. Usia yang paling

banyak adalah 5 tahun, dimana lebih banyak anak laki-laki daripada

perempuan yang terinfeksi.

INSIDENSI

Penyakit ini merupakan penyakit alergi bilateral yang jarang, biasanya

mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun. Penyakit

ini lebih banyak terdapat pada anak laki-laki daripada perempuan.1 Tendensi

untuk diderita anak-anak dan orang usia muda.3 Terbanyak mengenai usia

antara 5-25 tahun terutama laki-laki. Bila didapatkan pada usia lebih dari 25

tahun, kemungkinan suatu konjungtiva atopi.4

PATOFISIOLOGI

Menurut lokalisasinya dibedakan tipe palpebral dan tipe limbal.2,3

 Tipe palpebra. Pada beberapa tempat akan mengalami hiperplasi

sedangkan di bagian lain mengalami atrofi. Terdapat pertumbuhan

11
papil yang besar (Cobble stone) yang diliputi sekret yang mukoid.

Perubahan mendasar terdapat di substansia propia. Substansia propia

terinfiltrasi sel-sel limfosit, plasma dan eosinofil. Pada stadium lanjut

jumlah sel-sel limfosit, plasma dan eosinofil akan semakin meningkat,

sehingga terbentuk tonjolan jaringan di daerah tarsus, disertai

pembentukan pembuluh darah baru. Degenerasi hyalin di stroma

terjadi pada fase dini dan semakin menghebat pada stadium lanjut.

Tipe ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.

Gambar 2. Gambaran cobble stone pada konjungtiva tarsalis


superior.

 Tipe limbus. Hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat

membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Horner-Trantas dots

yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian

epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.

12
Gambar 3.
Hipertrofi papiler
pada limbus
superior

ETIOLOGI

Alergi

merupakan kemungkinan terbesar penyebab konjungtivitis vernal. Hal ini

berdasarkan pada : 2

- tendensi untuk diderita anak-anak dan orang usia muda

- kambuh secara musiman

- pemeriksaan getah mata didapatkan eosinofil

Alergen spesifiknya sulit dilacak, namun pasien kadang-kadang menampakkan

manifestasi alergi lainnya yang berhubungan dengan sensitivitas tepung sari

rumput.1

Tipe hipersensitivitas:

Tipe 1: Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas tipe segera.

Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan

bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan

gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu

reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga

dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I

diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini

13
adalah sel mast atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh trombosit,

neutrofil, dan eosinofil.8

Tipe 2: Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G

(IgG) dan imunoglobulin M (IgM) terhadap antigen pada permukaan sel dan

matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan

yang secara langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya,

antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat

patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.

Tipe 3: Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal

ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan

terlarut di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau

peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi

dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit.

Namun, kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen (spora

fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara

otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi

pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi

pada penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi

tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil

sehingga dapat memengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paru-paru,

sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak.

Tipe 4: Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang

diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas

14
perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam

reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta

akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan.

Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas

pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi

hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type hipersensitivity, DTH)9

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis konjungtivitis vernal adalah sebagai berikut 1,3,4

 Keluhan utama : gatal

Pasien pada umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat. Keluhan gatal

ini menurun pada musim dingin.

 Ptosis

Terjadi ptosis bilateral, kadang-kadang yang satu lebih ringan

dibandingkan yang lain. Ptosis terjadi karena infiltrasi cairan ke dalam sel-

sel konjungtiva palpebra dan infiltrasi sel-sel limfosit plasma, eosinofil,

juga adanya degenarasi hyalin pada stroma konjungtiva.

 Kotoran mata

Keluhan gatal umumnya disertai dengan kotoran mata yang berserat-serat.

Konsistensi kotoran mata/tahi mata elastis ( bila ditarik molor).

 Kelainan pada palpebra

Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Konjungtiva tarsalis

pucat, putih keabu-abuan disertai papil-papil yang besar (papil raksasa).

Inilah yang disebut “cobble stone appearance”. Susunan papil ini rapat

15
dari samping tampak menonjol. Seringkali dikacaukan dengan trakoma. Di

permukaannya kadang-kadang seperti ada lapisan susu, terdiri dari sekret

yang mukoid. Papil ini permukaannya rata dengan kapiler di tengahnya.

Kadang-kadang konjungtiva palpebra menjadi hiperemi, bila terkena

infeksi sekunder.

 Horner Trantas dots

Gambaran seperti renda pada limbus, dimana konjungtiva bulbi menebal,

berwarna putih susu, kemerah-merahan, seperti lilin. Merupakan

penumpukan eosinofil dan merupakan hal yang patognomosis pada

konjungtivitis vernal yang berlangsung selama fase aktif.

 Kelainan di kornea

Dapat berupa pungtat epithelial keratopati. Keratitis epithelial difus khas

ini sering dijumpai. Kadang-kadang didapatkan ulkus kornea yang

berbentuk bulat lonjong vertikal pada superfisial sentral atau para sentral,

yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatrik yang ringan.

Kadang juga didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan

kornea, sering berupa mikropanus, namun panus besar jarang dijumpai.

Penyakit ini mungkin juga disertai keratokonus. Kelainan di kornea ini

tidak membutuhkan pengobatan khusus, karena tidak tidak satu pun lesi

kornea ini berespon baik terhadap terapi standar.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

16
Pada pemeriksaan sekret atau kerokan konjungtiva dengan pewarnaan

Giemsa di daerah tarsus atau limbus didapatkan sel-sel eosinofil dan eosinofil

granul.

DIAGNOSIS

Berdasarkan atas pemeriksaan klinik dan laboratorium.3

Pemeriksaan Klinis:

Anamnesa adanya keluhan gatal, mata merah kecoklatan (kotor).

Palpebra : didapatkan hipertropi papiler, cobble stone appearance,

Giant’s papillae.

Konjungtiva bulbi: warna merah kecoklatan dan kotor, terutama di area fisura

interpalpebralis.

Limbus : Horner Trantas dots

Pemeriksaan Laboratorium:

Pada pemeriksaan kerokan konjungtiva atau getah mata didapatkan sel-sel

eosinofil dan eosinofil granul.

17
Gambar 4. Alur diagnosis Konjungtivitis Vernal6

DIAGNOSIS BANDING3

1. Trakoma : Didapatkan folikel pada stadium awal yang akhirnya

terselubung dengan hipertropi papiler. Sedangkan pada konjungtivitis

vernal tidak pernah didapatkan folikel.

2. Hay fever konjungtivitis : Pembengkakan palpebra disebabkan edema sel-

sel. Pada kojungtivitis vernal pembengkakan terjadi karena adanya

infiltrasi cairan ke dalam sel.

18
PENGOBATAN

Non Medikamentosa :pemakaian mesin pendingin berfilter,menghindari

daerah berangin kencng,memakai kacamata penutup untuk menghindari

allergen,compress dingin di daerah mata,dan pindah ke tempat yang beriklim

lebih dingin

Medikamentosa :kortikosteroid setiap 2 jam 2 tetes,steroid topical,sulfas

atropine 0,5 % 3 x sehari 1 tetes

Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati, dan perlu diingat

bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka-

pendek, berbahaya jika dipakai jangka-panjang.1,2

Oleh karena dasarnya alergi, diberi larutan kortikosteroid, yang pada

stadium akut diberikan setiap 2 jam 2 tetes, atau dalam bentuk salep mata. Steroid

topikal atau sistemik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengaruhi

penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaukoma, katarak, ulkus kornea,dan

komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Sekali penderita memakai kortikosteroid

dan merasa keluhan-keluhannya menjadi sangat berkurang, ada kecenderungan

untuk memakai kortikosteroid secara terus-menerus. Sebaiknya kortikosteroid

lokal diberikan setiap 2 jam selama 4 hari, untuk selanjutnya digantikan dengan

obat-obatan yang lain. Kalau ada kelainan kornea, jangan diberikan kortikosteroid

lokal, kalau perlu dapat diberikan secara sistemik, disamping ditambah dengan

sulfas atropin 0,5 % 3 kali sehari 1 tetes. Cromolyn topical adalah agen profilaktik

yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kromolin topikal

dapat mengurangi pemakaian steroid. Kompres dingin selama 10 menit beberapa

19
kali sehari dapat mengurangi keluhan-keluhan penderita. Tidur (jika mungkin juga

bekerja) di ruang sejuk ber AC sangat menyamankan pasien. Bila terdapat tukak

kornea, maka diberi antibiotik lokal untuk mencegah infeksi sekunder disertai

dengan sikloplegik. Pada kasus-kasus berat, kortikosteroid dan antihistamin

peroral dapat dianjurkan. Bila pengobatan tidak ada hasil dapat diberikan radiasi,

atau dilakukan pengangkatan giant papil. 1,2,3,4

Alergen yang telah diketahui sebaiknya dihindari, yaitu bulu bebek,

kelemumur binatang dan protein makanan tertentu (misalnya albumin, dll).

Alergen spesifik sangat sulit ditemukan pada penyakit vernal, walaupun diduga

bahwa sustansi seperti tepung sari rumput-rumputan sejenis gandum hitam (rye

grass pollens) mungkin berperan sebagai penyebabnya. Jika dari segi ekonomi

memungkinkan, sangat bermanfaat jika pasang AC di rumah atau pindah ke

tempat beriklim sejuk, dingin dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat

tertolong bahkan dapat sembuh total.1,3,4,5

20
Gambar 5. Tingkatan Tatalaksanan Konjungtivitis Vernal7

PROGNOSIS

Konjungtivitis vernal diderita sekitar 4-10 tahun, dengan remisi dan

eksaserbasi. Penyulit konjungtivitis vernal terutama disebabkan oleh pengobatan

dengan kortikosteroid lokal, yang tidak jarang mengakibatkan glaukoma kronik

simpel yang terbengkalai yang dapat berakhir dengan kebutaan.3

RESUME

Konjungtivitis vernal merupakan bagian dari konjungtivitis alergi yang

disebut juga spring catarrh atau konjungtivitis menahun. Penyakit ini hampir

selalu terdapat di musim semi, musiim panas dan musim gugur pada negara 4

musim dan sepanjang tahun di negara tropis atau subtropis. Biasanya penyakit ini

muncul mulai tahun-tahun prapubertas, berlangsung selama 5-10 tahun dan lebih

banyak pada laki-laki. Menurut lokalisasinya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

tipe palpebral (terbentuk cobble stone pada konjungtiva palpebralis diliputi sekret

mukoid) dan tipe limbal (hipertrofi papil pada limbus superior / Horner-Trantas

dots). Alergen penyebab konjungtivitis vernal biasanya berhubungan dengan

tepung sari rumput. Gambaran klinis dapat berupa gatal yang sangat berat pada

mata, ptosis bilateral, kotoran mata, gambaran cobble stone atau Horner-Trantas

dots. Pada pemeriksaan sekret atau kerokan konjungtiva dengan pewarnaan

Giemsa dapat ditemukan sel-sel eosinofil yang banyak. Konjungtivitis vernal

termasuk self-limiting disease. Pengobatan hanya diberikan jika gejala-gejala

21
sangat berat dan hanya dipakai dalam jangka pendek. Dapat diberikan

kortikosteroid, antihistamin, atau vasokonstriktor. Antibiotik lokal disertai

sikloplegik diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Edukasi pasien untuk

menghindari alergen merupakan hal yang sangat penting.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwab IR, Dawson CR. 2000. Konjungtiva dalam: Oftalmologi Umum.

Edisi 14. Jakarta: Widya Medika. Hal: 99-101, 115-116.

2. Ilyas, Sidarta. 1999. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Hal: 2-3, 124, 138-139.

3. Soewono W, Budiono S, Aminoe. 1994. Konjungtivitis Vernal dalam:

Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata. Surabaya:

RSUD Dokter Soetomo. Hal: 92-94.

4. Wijana, Nana. 1983. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Hal: 43-44

5. Vaughan D, Asbury T. 1992. Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II.

Yogyakarta: Widya Medika. Hal: 81-82.

6. Takamura E, Eiichi U, Nobuyuki E, et al. Japanene guideline for allergic

conjunctival disease. Allergology International. 2011;60:191-203.

7. Meyer D. Current concepts in the therapeutic approach to allergic

conjunctivitis. Current Allergy and Clinical Immunology. June 2006;19:2.

65 – 68.

22
8. David K. Male, Jonathan Brostoff, Ivan Maurice Roitt, David B. Roth

(2006). Immunology. Mosby. ISBN 978-0-323-03399-2.

9. Tak W. Mak, Mary E. Saunders, Maya R. Chaddah (2008). Primer to the

immune response. Academic Press. ISBN 978-0-12-374163-9. .

10. Vaughan, D et al. (2000).Ofthalmologi Umum14th ed. Jakarta: Widya

Medika, pp.5-6.

23

Anda mungkin juga menyukai