Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

PERENCANAAN PERBEKALAN FARMASI DI RUMAH SAKIT

Disusun oleh:
Kelompok 2
Rahmadyaning Ari A 15330037
Haddiyah 15330041
Moh Benny Perdana 15330051
Maulidya Nur Rahma 15330067
Emmy Ulan Sari 15330077

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah.......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 2
1.4 Metode.............................................................................................................................. 2
BAB 2 ISI ....................................................................................................................................... 3
2.1 Perbekalan Farmasi .......................................................................................................... 3
2.2 Perencanaan ...................................................................................................................... 3
2.2.1 Tahap – Tahap Perencanaan ............................................................................................. 4
2.2.1.1 Tahap Pemilihan ............................................................................................................. 4
2.2.1.2 Tahap Kompilasi Pemakaian ........................................................................................ 4
2.2.1.3 Tahap Perhitungan Kebutuhan ..................................................................................... 5
2.2.1.4 Tahap Proyeksi Kebutuhan ......................................................................................... 10
2.2.1.6 Keuntungan dan kerugian perencanaan Rumah Sakit ......................................................... 10
BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 16

i
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian atau unit atau divisi atau
fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian
yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Seperti diketahui, pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan
pengadaan, penyimpanan dan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional. Berdasarkan hal-hal tersebut IFRS dapat didefinisikan sebagai suatu
departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker
dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan;
produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan atau sediaan farmasi; dispensing obat
berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal atau rawat jalan; pengendalian mutu; dan
pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit;
pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis.

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit dilakukan oleh tenaga kefarmasian, yang


salah satunya adalah apoteker. Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1197 tahun 2004, salah satu fungsi dari pelayanan
kefarmasian yang dilakukan di rumah sakit adalah pengelolaan perbekalan farmasi yang
meliputi suatu proses yang merupakan siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan. Cakupan dari perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat,
bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis. Tahap awal yang
penting untuk menjaga ketersediaan obat dan perbekalan farmasi lainnya agar dapat

1
digunakan pada saat yang tepat adalah tahap perencanaan dan pengadaan perbekalan
farmasi.

1.2 Perumusan Masalah


 Bagaimana tahap-tahap penting pada perencanaan perbekalan farmasi?
 Bagaimana tahap-tahap penting pada pengadaan perbekalan farmasi?

1.3 Tujuan
 Memahami tahap-tahap penting pada perencanaan perbekalan farmasi.
 Jenis dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.
 Jumlah dan jenis kualifikasi staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya.

1.4 Metode
Pembuatan makalah ini menggunakan metode studi pustaka, yaitu melalui buku dan
e-book yang berkaitan dengan tema makalah serta melalui penelusuran situs atau jurnal
yang dapat dipercaya dari media internet.

2
BAB 2
ISI

2.1 Perbekalan Farmasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang


ketentuan dan tata cara pemberian izin apotik, yang dimaksud dengan perbekalan farmasi
adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia (Obat Tradisional), bahan obat asli Indonesia
(bahan Obat Tradisional), alat kesehatan dan kosmetika. Kemudian dalam Keputusan
Menteri Kesehatan No. 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang pedoman teknis pengadaan
obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar, perbekalan
kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan.

2.2 Perencanaan

Berdasarkan Permenkes No. 58 tahun 2014, perencanaan kebutuhan merupakan


kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk
menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode
yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

• Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:


1. anggaran yang tersedia;
2. penetapan prioritas;
3. sisa persediaan;
4. data pemakaian periode yang lalu;
5. waktu tunggu pemesanan; dan
6. rencana pengembangan.

3
• Sistem Perencanaan
perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemeliharaan jenis, jumlah dan
harga sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran
dalam rangka pengadaan untuk menghindari kekosongan obat dengan metode yang
dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar pelaksanaan yang telah ditentukan.
Perencanaan berpedoman pada DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), formularium
RS, standart terapi RS, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan
prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu dan
rencana pengembangan (Quick,1997).
Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan
jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.

2.2.1 Tahap – Tahap Perencanaan

2.2.1.1 Tahap Pemilihan

Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan


sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapatkan perencanaan obat yang tepat, sebaiknya
diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi :

a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek
terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari duplikasi dan
kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama
dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari penyakit
yang prevalensinya tinggi.
c. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut mempunyai efek yang
lebih baik dibandingkan obat tunggal.

2.2.1.2 Tahap Kompilasi Pemakaian

Kompilasi pemakaian obat adalah rekapitulasi data pemakaian obat di unit


pelayanan kesehatan, yang bersumber dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan

4
Obat (LPLPO). Kompilasi pemakaian obat dapat digunakan sebagai dasar untuk
menghitung stok optimum.

2.2.1.3 Tahap Perhitungan Kebutuhan

Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tepat.


Perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan
atau metode morbiditas.

1. Metode Konsumsi
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data
konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan
berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Pengumpulan dan pengolahan data.
2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.

Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan, perlu


dilakukan analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau lebih. Data-
data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode konsumsi.
 Daftar obat
 Stok awal, sisa stok, stok pengaman
 Penerimaan, pengeluaran
 Hilang,kadaluarsa,rusak
 Kekosongan obat
 Pemakaian rata2 obat pertahun
 Waktu tunggu
 Perkembangan pola kunjungan

5
Rumus perhitungan metode konsumsi :

A = ( B+C+D)- E

A = Rencana pengadaan C = Stok pengaman 10 % – 20 %


B = Pemakaian rata-rata x 12 D = Waktu tunggu 3 – 6 bulan
bulan E = Sisa stok

6
Contoh perhitungan :
 Selama tahun 2007 (Januari – Desember) pemakaian Parasetamol tablet di
Rumah Sakit sebanyak 2.500.000 tablet untuk pemakaian selama 10 bulan.
Pernah terjadi kekosongan selama 2 bulan.
 Sisa stok per 31 Desember 2007 adalah 100.000 tablet (E)
 Pemakaian rata-rata Parasetamol tablet perbulan tahun 2007 adalah 2.500.000
tablet / 10 = 250.000 tablet.
 Pemakaian Parasetamol tahun 2007 (12 bulan) = 250.000 tablet x 12 =
3.000.000 tablet ( B)
 Pada umumnya stok pengaman berkisar antara 10% - 20% (termasuk untuk
mengantisipasi kemungkinan kenaikan kunjungan).
 Misalkan berdasarkan evaluasi data diperkirakan 20% = 20% x 3.000.000 tablet
= 600.000 tablet (C)
 Pada umumnya waktu tunggu berkisar antara 3 s/d 6 bulan. Misalkan leadtime
diperkirakan 3 bulan = 3 x 250.000 tablet = 750.000 tablet (D)
 Kebutuhan Parasetamol tahun 2007 adalah:
=b+c+d
= 3.000.000 tablet + 600.000 tablet + 750.000 tablet
= 4.350.000 tablet.
 Rencana pengadaan Parasetamol untuk tahun 2008 adalah:
= (B + C + D )- E
= 4.350.000 tablet – 100.000 tablet
= 4.250.000 tablet
= 4250 kaleng/botol @ 1000 tablet.

2. Metode Morbiditas.
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola
penyakit. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit,
waktu tunggu, dan stok pengaman.
Langkah perhitungan :

7
1. Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur-penyakit.

Kegiatan yang harus dilakukan :


Pengisian (formulir 4) terlampir dengan masing-masing kolom diisi:
 Kolom 1 : Nomor urut.
 Kolom 2 : Nomor kode penyakit.
 Kolom 3 : Nama jenis penyakit diurutkan dari atas dengan jumlah paling
besar.
 Kolom 4 : Jumlah penderita anak dibawah 5 tahun.
 Kolom 5 : Jumlah penderita dewasa.
 Kolom 6 : Jumlah total penderita anak dan dewasa.

2. Menyiapkan data populasi penduduk


Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan berdasarkan jenis
kelamin untuk umur antara :
 0 s/d 4 tahun.
 5 s/d 14 tahun.
 15 s/d 44 tahun
 ≥ 45 tahun.
3. Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada
kelompok umur yang ada.
4. Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit per tahun
5. Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat
menggunakan pedoman pengobatan yang ada.
6. Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan datang

Contoh perhitungan Metode Morbiditas :


1) Menghitung masing-masing obat yang diperlukan per penyakit. Sebagai contoh
pada pedoman pengobatan untuk penyakit diare akut pada orang dewasa dan
anak-anak digunakan obat oralit dengan perhitungan sebagai berikut :

8
 Anak-anak :
Satu episode diperlukan 15 (lima belas) bungkus oralit @ 200 ml. Jumlah
episode 18.000 kasus. Maka jumlah oralit yang diperlukan = 18.000 x 15
bungkus = 270.000 bungkus @ 200 ml.
 Dewasa :
Satu episode diperlukan 6 (enam) bungkus oralit @ 1 liter. Jumlah episode
10,800 kasus. Maka jumlah oralit yang diperlukan = 10.800 x 6 bungkus =
64.800 bungkus @ 1000 ml / 1 lite

2) Pengelompokan dan penjumlahan masing-masing obat (hasil langkah a).


Sebagai contoh : Tetrasiklin kapsul 250 mg digunakan pada berbagai kasus
penyakit. Berdasarkan langkah pada butir a, diperoleh obat untuk :
 Kolera diperlukan = 3.000 kapsul
 Disentri diperlukan = 5.000 kapsul
 Amubiasis diperlukan = 1.000 kapsul
 Infeksi saluran kemih = 2.000 kapsul
 Penyakit kulit diperlukan = 500 kapsul
 Jumlah Tetrasiklin diperlukan = 11.500 kapsul

3. Metode Kombinasi
Merupakan gabungan dari metode konsumsi dan metode epidemiologi.
Dalam metode ini, anggaran yang diperlukan disesuaikan dengan yang tersedia.
Penyusunan perencanaan mengacu pada :
1. DOEN, formularium, standar treatmen, kebijakan setempat
2. Data catatan medik / rekam medik
3. Anggaran
4. Penetapan prioritas
5. Pola penyakit
6. Sisa persediaan

9
7. Data penggunaan periode yang lalu
8. Rencana pengembangan
4. Metode Anggaran

Data yang diperlukan rawat jalan dan rawat inap :


• Pasien Rawai Inap :

jumlah pasien RI x biaya obat/tempat tidur

Perlu data BOR (tempat tidur terpakai)

• Pasien Rawat Jalan


Perlu data
jumlah kunjungan x biaya obat/kunjungan kunjungan

2.2.1.4 Tahap Proyeksi Kebutuhan

Proyeksi Kebutuhan Obat adalah perhitungan kebutuhan obat secara


komprehensif dengan mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada
periode yang masih berjalan dari berbagai sumber anggaran.

2.2.1.5 Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan

Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang
tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-
masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang.
Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana
dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara :

10
Analisa ABC.

Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling


banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif
sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat
dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10%
dari jenis/item obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90%
jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC
mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu :

Kelompok A : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.

Kelompok B : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.

Kelompok C : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.

Langkah-Langkah menentukan kelompok A, B dan C.


1. Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara
mengalikan kuantum obat dengan harga obat

2. Tentukan rankingnya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil

3. Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan

4. Hitung kumulasi persennya

5. Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%

6. Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% s/d 90%

7. Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90% s/d 100%

Analisa VEN.

11
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang
terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap
jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat
dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut :

Kelompok V : Adalah kelompok obat yang vital, yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain:
- Obat penyelamat (life saving drugs).

- Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll).

- Obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.

Kelompok E : Adalah kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja
pada sumber penyebab penyakit.

Kelompok N : Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa
dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.

Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk :


1. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia.
Obat-obatan yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas
pengelompokan obat menurut VEN.

2. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar


diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu
ditentukan lebih dahulu kriteria penentuan VEN. Kriteria sebaiknya disusun
oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan
kebutuhan masing-masing wilayah.

Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek antara lain:


a. Klinis

b. Konsumsi

12
c. Target kondisi

d. Biaya

Langkah-langkah menentukan VEN


1. Menyusun kriteria menentukan VEN

2. Menyediakan data pola penyakit

3. Merujuk pada pedoman pengobatan

2.2.1.6 Keuntungan dan Kerugian Perencanaan Rumah Sakit

A. Keuntungan:
 Aktifitas di rumah sakit lebih terarah untuk mencapai tujuan.
 Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif.
 Alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai.
 Memberikan landasan pokok fungsi manajemen lainnya yaitu fungsi pengawasan

B. Kerugian:
 Keterbatasan dalam ketepatan informasi dan fakta-fakta tentang masa yang akan
datang
 Memerlukan biaya yang cukup besar.
 Hambatan psikologis.
 Menghambat timbulnya inisiatif.

2.3.1.1 Produksi

Menurut Departemen Kesehatan (2004), produksi sediaan farmasi dirumah sakit


merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk dan pengemasan kembali sediaan
farmasi steril atau non-steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah
sakit. Dalam Permenkes No. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit disebutkan bahwa Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi
sediaan tertentu apabila:
1. Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran.
2. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri.

13
3. Sediaan Farmasi dengan formula khusus.
4. Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking.
5. Sediaan Farmasi untuk penelitian.
6. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter
paratus).

Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.

Kegiatan produksi yang dilakukan oleh sub instalasi produksi farmasi ada dua, yaitu:

1. Produk Obat Steril


Pembuatan produk steril terbagi menjadi :
a. Produksi steril adalah proses mencampur atau meracik bahan obat steril dan
dilakukan di dalam ruang steril.
b. Aseptic dispensing adalah teknik aseptic yang dapat menjamin ketepatan sediaan
steril yang dibuat dan bebas kontaminasi.

Kegiatan produksi steril yang akan dilakukan sub instalasi produksi farmasi:
a. Total Parenteral Nutrition (TPN)
Total parenteral nutrition adalah membuat atau mencampur bahan nutrisi
yang berisi asam amino, karbohidrat dan lipid yang steril dengan kadar yang
sesuai kebutuhan masing-masing pasien, sehingga dihasilkan sediaan yang steril.
Ruang untuk TPN bertekanan positif dari pada di luar karena obat ini tidak
berbahaya hanya saja dalam pembuatannya harus steril.

b. IV admixture
Merupakan proses pencampuran obat steril ke dalam larutan intravena
steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang bertujuan untuk penggunaan
intra vena (i.v). Ruang lingkup dari IV admixture :
1) Pelarutan serbuk steril
2) Menyiapkan suntikan IV sederhana (tunggal)
3) Menyiapkan suntikan IV kompleks

14
Keuntungan IV admixture antara lain:
1) Terjaminnya sterillitas produk
2) Terkontrolnya kompatibilitas obat
3) Terjaminnya kondisi penyimpanan yang optimum sebelum dan sesudah
pencampuran

c. Obat Sitostatika
Obat sitostatika adalah obat yang digunakan dalam pengobatan kanker
(antineoplastik). Peracikan obat kanker atau sitostatika adalah kegiatan
rekonstitusi (pencampuran) obat–obat sitostatik dan menyiapkan agar siap
digunakan dengan mempertimbangkan dasar–dasar keamanan bagi pekerja dan
lingkungan serta prinsip dasar pencampuran obat steril.

Obat ini diberikan pada bagian produksi obat steril maksimal sehari
sebelum dilakukan kemoterapi. Sebelum obat dibuat harus dilakukan pengecekan
apakah pasien jadi dikempoterapi pada waktu yang telah ditentukan atau tidak.
Jika tidak maka obat tidak boleh disiapkan, karena obat harus diberikan segera
setelah direkonstitusi mengingat ketidakstabilan obat dan jika terlalu lama
disimpan maka obat menjadi rusak.

Dalam formulir permintaan obat sitostatika tercantum data pasien meliputi


nama, nomor medical record, ruangan, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan,
umur, luas permukaan tubuh, diagnosis, nama dokter dan paraf dokter, dan data
permintaan obat yang meliputi nama obat, dosis, cara pemberian, volume, jumlah
(ampul/vial), pelarut, volume pelarut, volume akhir, expire date, dan alat
kesehatan yang digunakan.

Rekonstitusi obat sitostatika dilakukan secara aseptik di ruang steril di


dalam laminar air flow. Dalam CPOB, ruang yang digunakan untuk kegiatan steril
disebut ruang kelas II, tidak boleh mengandung lebih dari 350.000 partikel
berukuran 0,5 mikron atau lebih, 2000 partikel berukuran 5 mikron atau lebih,
serta tidak lebih dari 100 mikroba setiap meter kubik udara. Tekanan udara di
ruangan ini semakin ke dalam atau semakin mendekati laminar air flow harus

15
semakin negatif. Hal ini untuk mencegah keluarnya obat yang direkonstitusi dan
agar tidak mengkontaminasi personil yang mengerjakannya. Personil yang
mengerjakan harus memakai pakaian steril model khusus, penutup kepala,
masker, kacamata, sarung tangan, dan penutup kaki.

2. Produk Obat Non Steril

Kegiatan yang dilakukan dalam produksi non steril yaitu pembuatan, pengenceran,
dan pengemasan kembali.

a. Pembuatan
Sub instalasi produksi farmasi memproduksi obat non steril berdasarkan
master formula. Produksi obat dilakukan dengan mengisi formulir pembuatan
obat. Tahapan pembuatan obat dilakukan berdasarkan urutan seperti contoh yang
terdapat pada formulir pembuatan obat dan pada setiap tahap pembuatan harus
diparaf oleh petugas yang mengerjakannya.

Formulir pembuatan obat dibuat berdasarkan per item obat. Pengemasan


dan pemberian etiket dilakukan setelah produksi obat atau pengenceran antiseptik
selesai dibuat dan diperiksa kembali.

Setelah selesai pengemasan, maka harus mengisi lembaran atau formulir


pengemasan yang berisi tanggal produksi, nama obat, nomor produksi, volume
dan kemasan, kemudian diparaf. Selanjutnya formulir pembuatan obat, formulir
pengemasan dan etiket diparaf atau diberi cap oleh penanggung jawab sebagai
tanda bahwa obat sudah diperiksa dan dapat didistribusikan.

b. Pengenceran
Pengenceran dilakukan berdasarkan urutan seperti yang terdapat pada
formulir obat dan pada setiap tahap harus diparaf oleh petugas yang
mengerjakannya. Pengenceran misalnya pembuatan alkohol 70% dari alkohol
95%.

c. Pengemasan Kembali

16
Pengemasan kembali misalnya Betadine dan Rivanol dari kemasan besar
menjadi kemasan yang lebih kecil.

BAB 3
KESIMPULAN

Perencanaan merupakan tahap awal yang penting dalam siklus pengelolaan perbekalan
farmasi di rumah sakit, untuk menjaga ketersediaan obat dan perbekalan farmasi lainnya agar
dapat digunakan pada saat yang tepat. Pada perencanaan, terdapat lima tahap penting, yaitu tahap
pemilihan, kompilasi pemakaian, perhitungan kebutuhan, proyeksi kebutuhan, dan penyesuaian
rencana pengadaan yang harus ditentukan dengan tepat. Dalam menghitung kebutuhan
perbekalan di rumah sakit, dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu, metode konsumsi,
metode morbiditas, serta metode kombinasi keduanya.. Apoteker sebagai pihak yang berperan

17
dalam ketersediaan obat, bahan obat dan perbekalan kesehatan lainnya harus cermat dan teliti
dalam menjalani berbagai tahapan yang harus dilalui. Hal ini dilakukan agar obat, bahan obat
dan perbekalan kesehatan lainnya yang tersedia sesuai dengan yang dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

Epstein, J. B., and Jermakowics, K. E., 2007, Wiley IFRS, Interpretation and Application of
International Financial Reporting Standards, USA, Wiley.

Wild,Tony, 2003, Consignment Stock, The IOM Knowledge Bank Issue Number 4.

Kepmenkes No.1121/MENKES/SK/XII/2008 Tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat


Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar

Permenkes No.58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Siregar, Charles J. P. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori Penerapan. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan. 2004. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: DirJen
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

18
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah

Salinan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-06/MBU/2011
Tentang Pedoman Pendayagunaan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 059/MENKES/SK/I/2011 tentang


Pedoman Pengelolaan Obat Dan Perbekalan Kesehatan Pada Penanggulangan Bencana

19

Anda mungkin juga menyukai