Anda di halaman 1dari 11

TEORI DASAR PERANCANGAN JEMBATAN

RANGKA BAJA

Pengertian umum
- Defenisi Rangka Baja
Suatu konstruksi rangka didefenisikan sebagai sebuah struktur datar yang terdiri dari
sejumlah batang – batang yang disambung – sambung atau dengan yang lain pada ujung
– ujungnya dengan pen – pen licin sehingga membuat suatu rangka kokoh, gaya – gaya
luar serta reaksi – reaksinya dianggap terletak didalam bidang yang sama dan hanya
bekerja pada tempat –tempat pen.
Konstruksi rangka baja dapat diklafikasikan dengan susunan sebgai sederhana
gabungan dan kompleks.
1. Konstruksi rangka sederhana, suatu konstruksi rangka datar dan kokoh selalu dapat
dibentuk dengan memulainya tiga batang yang dijepitkan pada ujung yang satu dengan
ujung yang lain dalam bentuk segitiga dan kemudian menambahkan dua batang baru
untuk setiap sambungan baru.
2. Konstruksi Rangka Gabungan, jika dua atau lebih konstruksi rangka sederhana
dihubungkan satu dengan lainnya untuk membentuk suatu konstruksi rangka kokoh.
3. Konstruksi rangka yang kompleks, konstruksi rangka yang tidak dapat diklasifikasikan
baik sebagai sederhana atau gabungan.
Kalau jembatan dipasang di bawah lantai atau geladak, maka jembatan dinamakan
jembatan geladak. Kalau kendaraan – kendaraan melewati di antara rangka – rangka
tetapi kedalamannya tidak cukup untuk dapat menggunakan system perkuatan batang
tepi atas, maka jembatan dinamakan dengan lalu lintas setengah langsung.
Penempatan permukaan jalan pada balok – balok (Gelegar) menunjang yang pendek
yang dinamakan balok lantai memanjang , yang ianggap dipikul secara sederhanaoleh kedua
rangka utama. Beban bergerak diatas jembatan diteruskan pada rangka utama melalui system
penghubung permukaan jalan balok lantai memanjang, dan balok lantai melintang.
Rangkaian bagian atas dari batang – batang rangka yang sejajar dengan balok lantai
memanjang dinamakan balok lantai atas,sedangkan rangkaian batng – batang bagian bawah
yang searah dengannya dinamakn batang tepi bawah. Batang – batang yang menghubungkan
batang – batang tepi atas dan bawah membentuk system. Jaringan badan dinding dikenal
sebagai batang – batang diagonal. Diagonal pada ujung dinamakan tonggak ujung. Titik
dimana batang – batang dinding disambung dengan batang tepi dinamakantitik pertemuan
panil, dan panjang antara dua titik pertemuan panil yang berdekatanpada tepi yang sama
disebut panjang panil.
Sekur – sekur yang melintang pada titik – titik pertemuan batang – batang atas yang
bersamaan, bersama – sama dengan batang diagonal atas yang menghubungkan sekur – sekur
yang berdekatan, membangun jaringan lateral tepi atas.

Tipe – tipe jembatan Rangka Baja


Batang – batang suatu konstruksi rangka umum dapat disusun dengan bermacam – macam
cara. Namun jenis – jenis yang umum dijumpai didalam jembatan – jembatan adalah sebagai
berikut :
a. Rangka Pratt Lalu –lintas bawah (langsung)
b. Rangka Pratt Lalu – lintas atas (geladak)
c. Rangka Parker
d. Rangka Waren
e. Rangka Waren dengan batang Vertikal
f. Rangka Baltimore
g. Rangka petit
h. Rangka Howe
i. Rangka K
j. Rangka Double Warren
k. Rangka Warren ( dengan batang – batang sisipan )
l. Rangka Parabdie
m. Rangka Whipple
n. Rangka Warren (dengan batang vertical dan batang tipe melengkung)
o. Rangka Warren (batang tepi melengkung dengan batang – batang sisipan)
p. Rangka Pratt (Batang tepi melengkung dengan batang – batang sisipan)
q. Rangka Z
r. Rangka Vierendeel
s. Rangka Pratt dengan (Baltimore)
Gambar 15 Tahanan lateral oleh portal U

Beban – Beban Pada Jembatan


- Beban yang bekerja pada Jembatan
Sebelum mendimensi bagian – bagian dari jembatan terlebih dahulu menghitung beban –
beban yang dapat mempengaruhi jembatan selama umur rencana berdasarkan system
pembebanan jembatan selama umur rencana berdasarkan Pembebanan Jembatan Jalan Raya
Yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Program Jalan.

A. Beban Mati
Muatan permanen atau muatan tetap, disebabkan oleh berat sendiri konstruksi.
B. Beban Hidup
Dasar beban hidup pada perencanaan jembatan adalah beban roda Trek. Plat beton
menyebabkan menyebarkan beban roda secara melintang ke balok – balok, sehingga daam
satu balok berbentuk “T” bisa mnerima lebih atau kurang dari satu beban roda. Beban hidup
yang harus ditinjau ada dua macam yaitu; beban “T” yang merupakan beban terpusat
digunakan untuk perhitungan lantai kendaraan dan lantai “D” yang merupakan beban jalur
untuk perhitungan kekuatan gelagar – gelagar.
a. Beban “T” adalah beban kendaraan truk yang mempunyai beban roda ganda (dual
wheel load) sebesar 10 ton, dengan ukuran – ukuran serta kedudukan.
a1 = a2 = 30 cm
b1 = 12,5 cm
b2 = 50 cm
ws = muatan rencana sumbu = 20 ton
b. Beban “D” atau beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang
terdiri dari beban terbagi rata sebesar “q” ton per meter panjang per jalur, dan beban
garis “p” ton perjalur lalu lintas tersebut. Besarnya nilai “q” ditentukan sebagai berikut
:
q = 2,2 t/m untuk L < 30 m
q = 2,2 t/m – 1,1/60 x (L-30) t/m untuk 30 m < L < 60m
q = 1,1 (1+30/L) t/m untuk L > 60m
dengan
L = panjang dalam meter ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan
t/m = ton per meter, panjang per jalur.

C. Koefisien Kejut
Koefisien kejut ditentukan melalui rumus :

K = L + 20 / (50 + L)
Dengan :
K = Koefisien Kejut
L = panjang bentang dalam meter ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan (keadaan
statis) dan kedudukan muatan garis “p”
Untuk memperhitungkan pengaruh – pengaruh geteran dan pengaruh dinamis lainnya,
tegangan – tegangan akibat beban garis “p” harus dikalikan koefiien kejut yang akan
memberikan hasil maksimum, sedangkan beban terbagi rata “q” dan beban “T” tidak
dikalikan dengan koefisien kejut.

D. Beban Angin
Beban angin sebesar 150 kg/m2 bekerja horizontal dan terbagi rata pada luas bidang
vertiakal dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Jumlah luas bidang vertical,
jembatan yang dianggap terkena angin pada bagian atas bangunanan. Jembatan ditetapkan
sebagai suatu persentase dari luas sisi jembatan dan luas bidang vertical. Beban hidup yang
mempunyai tinggi menerus sebesar 2 meter diatas lantai kendaraan. Dalam
memperhitungkan jumlah luas bidang yang terkena angin digunakan ketentuan sebagai
berikut :
a. Keadaan tanpa beban hidup
- Untuk jembatan gelagar penuh diambil sebesar (100%) luas sisi bidang
jembatan yang langsung terkena angin ditambah (50%) luas sisi bidang lain.
- Untuk jembatan rangka baja diambil (30%) luas sisi bidang jembatan yang
langsung terkena angin ditambah (15%) luas bidang sisi lainnya.

b. Keadaan dengan beban hidup


- Untuk jembatan diambil (50%) luas bidang yang langsung terkena angin
ditambah (50%) luas bidang lainnya ditambah (100%) luas bidang sisi beban hidup
yang langsung terkena angin.
- Untuk jembatan menerus diatas lebih dari dua perletakan beban angin dalam
arah longitudinal dan arah lateral yang terjadi bersama – sama ditambah beban angin
sebesar (40%) terhadap luas bidang pada keadaan beban hidup dan tanpa beban hidup.
Pada jembatan yang memerlukan perhitungan pengaruh angin yang diteliti, harus
diadakan peneitian khusus.

E. Gaya Rangkak dan Susut


Pengaruh rangkak dan susut pada bahan beton dan baja terhadap konstruksi harus
ditinjau, bila tidak ada ketentuan lain maka besarnya pengaruh tersebut dapat dianggap
senilai dengan gaya yang timbul akibat turunnya suhu sebesar 150c

F. Gaya Rem
Pengaruh gaya dalam arah memanjang jembatan yang diperhitungkan sebesar
5% dari beban “D” ton tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur jalan lalu lintas
yang ada dan dalam satu jurusan, yang bekerja pada arah sumbu jembatan dengan titik
tangkap setinggi 1,2 m diatas permukaan lantai kendaraan. Gaya rem tersebut dapat berlaku
untuk kedua jurusan.

G. Gya akibat Gesekan pada Tumpuan


Perlunya jembtan ditinjau terhadap gaya yang ditimbulkan akibat gesekan pada
tumpuan bergerak, karena adanya pemuaian dan penyusutan pada jembatan akibat
perbedaan suhu dan pengaruh lainnya. Gaya gesek tersebut hanya ditinjau akibat beban
mati yang besarnya berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan bersangkutan dengan nilai
sebagai berikut :
a. Tumpuan Rol Baja
- Dengan satu atau dua rol……………………………………..0,01
- Dengan tiga atau lebih rol…………………………………….0,05

b. Tumpuan Gesekan
- Antara baja dan campuran tembaga keras dan baja……………………..0,15
- Antara baja dengan baja atau besi tuang………………………………..0,25
- Antara karet dengan baj / beton………………………………….0,15 s/d 0,18

H. Gaya Gempa
Pengaruh – pengaruh gempa bumi pada jembatan diperhitungkan sebesar suatu gaya
horizontal yang bekerja pada titik berat konstruksi / bagian konstruksi yang ditinjau dari
arah paling berbahaya. Gaya horizontal tersebut dapay dihitung dengan rumus:
K=ExG
Dimana :
G = muatan mati dari konstruksi / bagian yang ditinjau
K = gaya horizontal
E = koefisien gempa bumi

I. Gaya Akibat Tekanan Tanah


Bangunan jembatan yang menahan tanah, harus direncanakan sesuai dengan rumus –
rumus tekanan tanah. Bila lalulintas jalan raya dapat mendekati ujung atas bangunan
penahan tanah sampai suatu jarak horizontal sebesar setengah dari tingginya maka muatan
lalu lintas tersebut diperhitungkan sebesar muatan setinggi 60 cm.

 Kombinasi Beban
Bangunan jembatan beserta bagian – bagiannya harus ditinjau terhadap kombinasi
akibat beberapa muatan dan atau gaya – gaya yang mungkin bekerja terhadap jembatan
tersebut. Sesuai dengan sifat – sifat serta kemungkinan – kemungkinan dari muatan dan
atau gaya – gaya dari setiap kombinasi, tegangan – tegangan yang digunakan dalam
pemeriksaan kekuatan konstruksi yang bersangkutan dinaikkan terhadap tegangan yang
diizinkan. Adapun kombinasi muatan yang dimaksudkan dapat dilihat dalam tabel berikut

Tabel kombinasi pembebanan


No Kombinasi Muatan / Gaya Tegangan yang digunakan dalam prosen
terhadap tegangan yang diizinkan
I M +H + K +TA + KA 100%
II M + TA + AH + F + A + SR + T 125%
III Komb. (I) + R + F + A + SR + T 140%
IV M + TA + AH + GB 150%

Dimana :
M = muatan Mati
H = Muatan Hidup
K = Kejut
TA = Tekanan Tanah
A = Muatan Angin
R = Gaya Rem
SR = Susut dan Rangkak
T = Suhu
F = Tekanan Geser dari tumpuan bergerak
GP = gempa Bumi
P = Gaya pada waktu pelaksanaan
AH = Aliran arus dari hanyutan

Batang Tarik, Batang Tekan, dan Balok (Gelagar) Rangka Baja


Batang Tarik
Pada percobaan tarik, sifat dari baja dapat dengan jelas terlihat pada stress
Strain Curve, kalau
P = gaya aksial tarik yang consentris
F = luas penampang batang
L = panjang batang semula
∆L = perpanjangan batang
Maka akan didapatkan :
𝑃
Tegangan (Stress) 𝜎 = 𝐹

∆𝐿
Regangan (Strain) 𝜀 = 𝐿

Regangan yang terjadi sebanding dengan perbandingan antara tegangan yang terjadi
dengan modulus elastisitas bahan, atau :
𝜎
Regangan (Strain) 𝜀 = ∈
𝑃𝑥𝑡
Sehingga dari persamaan diperoleh : ∆𝐿 = 𝐹𝑥𝐸

Dimana :
E = modulus elastisitas bahan
E = 2,1 x 106 kg/cm2, untuk baja
Hubungan antara tegangan (stress) dan regangan (strain) ini disebut stress

Strain Curve
Bentuk umum dari stress – Starin Curve
Dimana :
OA = Daerah elastis
AB = Daerah plastis
BCD = Daerah pengerasan
∂Y = Tegangan Leleh
∂U = Ultimate Stress

Apabila tegangan yang terjadi telah mencapai Yield Point (A), maka akan terjadi
perpanjangan yang besar. Meskipun perpanjangan ini belum menimbulkan putusnya batang
tersebut, tapi dalam prakteknya akan mempengaruhi bagian – bagian konstruksi lain yang
berhubungan dengan batang tersebut. Oleh karena itu perlu diduga tegangan yang terjadi pada
setiap bagian konstruksi tidak melebihi tegangan leleh. Berhubung dengan itu, maka tegangan
yang diizinkan (𝜏), untuk batang tarik yang itdak berlubang, tidak boleh lebih besar dari
tegangan dasar, sedang untuk batang tarik yang berlubang, maka tegangannya tidak boleh lebih
besar dari 0,75 kali tegangan dasar.
Didalam perencanaan batang tarik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah
1. Penampang Batang Tarik
Batang tarik adalah suatu bagian dari konstruksi yang mengalami gaya aksial tarik. Untuk
itu maka penampangnya harus kuat menahan gaya tarik yang bekerja padanya.

Bentuk – bentuk profil batang tarik adalah :


a. Profil baja bundar atau bulat (red)
Bentuk ini sering dipakai sebagai pengaku (bracing) pada bangunan gedung – gedung.
b. Kabel
Terdiri dari sejumlah kawat yang dijalin menjadi sat. dipakai mulai dari pemikul beban
yang kecil sampai pada beban yang sangat besar seperti pada jembatan gantung.
c. Plat Baja (bar)
Biasa dipakai sebagai penggantung pada jembatan gantung
d. Baja siku (Angles)
1. Atap, dan dngan menempatkan plat pertemuan antara kedua baja tersebut. Baja siku
tunggal dipakai untuk beban yang relative kecil, seperti pada rangka atap suatu
bangunan gedung atau pada menara – menara transmisi. Sambungan biasa
dilakukan pada satu sisi saja sehingga terjadi eksentrisitas gaya yang menimbulkan
tegangan – tegangan sekunder.
2. Baja siku rangkap (doubles Angles) umum dipakai pada rangka eksentritas gaya
menjadi kecil sehingga dapat diabaikan.
e. Baja profil “T”
Bentuk ini biasanya dipilih untuk batang tepi atas bawah suatu rangka atap apabila
sambungan – sambungnnya dilakukan dengan las. Ini disebabkan karena batang
dinding (vertical dan diagonal) dapat langsung disambungkan pada bagian vertical dari
profil tersebut tanpa memerlukan plat pertemuan.

2. Kelangsingan Batang
Suatu faktor lain yang harus diperhatikan dalam perencanaan batang tarik adalah
kekakuannya. Kalau batang itu terlalu langsing maka mungkin akan bergetar, terutama
oleh beban bergerak.
Untuk menghindari hal tersebut, maka kelangsingannya yang didefenisikan sebagai
perbandingan antara panjang dan jari – jari (radius of gyration) tidak boleh melebihi:

𝐿
Konstruksi utama 𝑑 max = = 240
𝑖 𝑚𝑖𝑛
𝐿
Konstruksi sekunder 𝑑 max = = 300
𝑖 𝑚𝑖𝑛

Pembatasan ini tidak berlaku apabila batang tarik itu sendiri dari baja bulat (rod). Untuk
itu diameter batang yang dipakai setidak – tidaknya sama dengan V500 kali panjangnya:
𝐿
𝑑 𝑚𝑖𝑛 =
500

3. Tampang Bersih
Pada prinsipnya perhitungan kekuatan dari batang tarik hanya didasarkan pada
persamaan yaitu:
𝑃
𝜎=
𝐹
Tegangan yang timbul harus lebih kecil dari tegangan dasar, dari persamaan luas
penampang (F) dapat ditentukan.
Problem yang harus diperhatikan hanyalah penetuan luas penampang efektif pada
sambungan – sambungan, serta pemilihan profil yang tept sehubungan dengan kekakuan
mudah tidaknya disambungkan pada bagian – bagian konstruksi yang lain.
Bila suatu penampang terdapat lubang – lubang maka luas penampang efektif sama
dengan luas seluruh penampang dikurangi dengan lua lubang yang terdapat pada potongan
penampang tersebut.
𝐹𝑒𝑓 = 𝐹 − 𝑛. ∆𝐹
Dimana : F= luas penampang seluruhnya
∆𝐹 = Luas tiap lubang
n = jumlah lubang
Apabila garis potongan itu tidak lurus (219 – 249), maka lebar efektif menurut
Cochrane yang dicantumkan dalam American Spesifikation dihitung sebagai
berikut :
𝑠2
𝐿𝑒𝑓 = 𝐿 − 𝑛1. 𝑑 + 𝑛2 49

Dimana :
L = lebar pada potongan vertical
n1 = jumlah lubang pada garis potongan
d = diameter lubang
n2 = jumlah garis potongan yang miring antara dua lubang
s = jarak lubang dalam arah gaya (longitudinal spacing)
g = jarak lubang tegak lurus pada gaya (transverse spacing)
tampang bersih dari pat tersebut diatas dengan garis potong tidak lurus (219 – 249)
adalah lebar efektif dikali dengan tebal plat.

Anda mungkin juga menyukai