Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN

PRAKTEK KERJA INDUSTRI


DI RSUD RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 3 JANUARI – 31 MARET 2017

Disusun oleh:
DEWI MUSTIAH 20151710
DIAH NOVITASARI 20151712
KHOIRUNA AINILLAH 20151785
SYIFA MAULIDA 20151699

YAYASAN AL-ZAHRA HAJAIN


SMK CORDOVA MARGOYOSO
KOMPETENSI KEAHLIAN FARMASI
2016-2017
LEMBAR PENGESAHAN
PIHAK DUNIA USAHA/DUNIA INDUSTRI (DU/DI)
RSUD RAA SOEWONDO
ALAMAT Jl. DR Soesanto No.114

NAMA SISWA :1.DEWI MUSTIAH ( 20151710)


2.DIAH NOVITASARI (20151712)
3.KHOIRUNA AINILLAH (20151785)
4.SYIFA MAULIDA (20151699)

KOMPETENSI KEAHLIAN :FARMASI


TANGGAL : 31 Maret 2017
Telah melaksanakan Praktik Kerja Industri(PRAKERIN) di RSUD RAA
SOEWONDO terhitung mulai tanggal 03 Januari 2017 sampai 31 Maret 2017.

Mengetahui,
Direktur/ Kepala DU/DI Pembimbing DU/DI

(……………………….………) (…………………………………)
LEMBAR PENGESAHAN
PIHAK SEKOLAH

NAMA SISWA :1.DEWI MUSTIAH (20151710)


2.DIAH NOVITASARI (2015 1712)
3.KHOIRUNA AINILLAH (20151785)
4.SYIFA MAULIDA (20151699)
KOMPETENSI KEAHLIAN : FARMASI
TANGGAL :
Telah melaksanakan Praktik Kerja Industri(PRAKERIN) di RSUD RAA
SOEWONDO terhitung mulai tanggal 03 Januari 2017 sampai dengan 31 maret 2017.
Ketua Kompetensi Keahlian Guru Pembimbing Lapangan
FARMASI

(……………………………) (……………………………)

Mengetahui,
Kepala SMK Cordova Margoyoso Waka Hubungan Industri
(Ketua PRAKERIN)

(Muhammad Ni’am Sutaman,LLM) (NURWIDARTO,ST)


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga Praktek Kerja Indstri (Prakerin) di RSUD RAA SOEWONDO tanggal 03
Januari – 31 Maret 2017 dapat penulis laksanakan dengan baik dan lancar.
Praktek Kerja Industri merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program
sekolah di SMK Cordova Margoyoso yang bertujuan agar siswa mendapatkan gambaran
nyata tentang kegiatan-kegiatan di Rumah Sakit.Selain itu siswa di harapkan dapat
menerapkan ilmu yang di peroleh untuk menghadapi masalah yang terjadi dalam Rumah
Sakit.
Dengan selesainya laporan ini,penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Muhammad Ni’am Sutaman, LLM Sebagai Kepala Skolah SMK Cordova
Kajen Margoyoso Pati.
2. Zuliana Mufarichah, S.Far.Apt Sebagai Ketua Progam Kejuruan Farmasi
SMK Cordova Kajen Margoyoso Pati.
3. Kartini, S.Si,Apt.,Sebagai Guru Pembimbing Lapangan (GPL) Praktek Kerja
Industri (PRAKERIN).
4. Bapak Dr. Suworo Nurcahyono, M. Kes., selaku Direktur RSUD RAA
SOEWONDO Pati.
5. Ibu Ririn Prasuminingrum S, Si. Apt., selaku Kepala Instalasi di RSUD RAA
SOEWONDO Pati.
6. Bapak Drs. Susanto N., Apt, Sp FRS., selaku Pembimbing Praktek Kerja
Industri (PRAKERIN) di RSUD RAA SOEWONDO Pati.
7. Ibu Suwarti….selaku koordinator Rawat Jalan UMUM di Instalasi Farmasi
RSUD RAA SOEWONDO Pati.
8. Ibu Purwanti ……., selaku koordinator Rawat Jalan BPJS di Instalasi Farmasi
RSUD RAA SOEWONDO Pati.
9. Ibu Indah K. S. Farm. Apt., selaku koordinator Rawat Inap di Instalasi
Farmasi RSUD RAA SOEWONDO Pati.
10. Ibu Yuli Pancawati, selaku koordinator WING di Instalasi Farmasi RSUD
RAA SOEWONDO Pati.
11. Ibu Dewi Sulistyorini, S. Farm, Apt., selaku koordinator manajemen mutu di
Instalasi Farmasi RSUD RAA SOEWONDO Pati.
12. Seluruh staf, pegawai, karyawan dan rekan kerja di Instalasi Farmasi RSUD
RAA SOEWONDO Pati yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan
kegiatan Praktek Kerja Industri (PRAKERIN).
13. Keluar, Saudara, Teman, Adik-adik kelas yang telah member dorongan
material maupun spiritual, serta semua pihak yang telah banyak membantu
dalam pembuatan laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan seluruhnya
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
Laporan Praktek Kerja Industri ini dapat bermanfaat bagi semua.

Pati,Maret 2017

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL.................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Tujuan .............................................................................. 1
C. Manfaat ............................................................................ 2
D. Lokasi dan Waktu ............................................................ 2
BAB II TINJAUAN UMUM ...................................................... 3
A. Definisi RS ....................................................................... 3
B. Tugas dan fungsi RS ........................................................ 3
C. Klasifikasi RS .................................................................. 4
D. Definisi Instalasi Farmasi RS ........................................... 4
E. Tugas dan fungsi Instalasi Farmasi RS ............................ 5
F. Pengelolaan Perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi RS 6
G. Penggolongan obat ...........................................................
H. Pengelolaan Narkotika .....................................................
I. Pengelolaan Psikotropika .................................................
BAB III TINJAUAN KHUSUS RSUD RAA SOEWONDO ......
A. Sejarah RS ........................................................................
B. Vidi dan Misi ...................................................................
C. Struktur organisasi ...........................................................
BAB IV KEGIATAN PRAKERIN, TUGAS KHUSUS
DAN PEMBAHASAN ................................................................
KEGIATAN PRAKERIN ............................................................
A. CARI/JELASKAN SATU PENYAKIT MELIPUTI .......
1. Pengertian
2. Gejala
3. Pengobatan
B. ANALISIS RESEP ..........................................................
1. Resep(tuliskan resepnya)
2. Analisis kelengkapan resep
3. Obat dalam resep
4. Penyerahan
5. Kesimpulan
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...........................................
A. Kesimpulan ......................................................................
B. Saran .................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................
LAMPIRAN .................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu sarana kesehatan yang dapat menunjang tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan adalah sarana rumah sakit.Rumah sakit merupakan
sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan
kesehatan untuk kepentingan masyarakat serta dapat di manfaatkan untuk
pendidikan atau penelitian.
Oleh karena itu, dalam rangka merealisasikan program pendidikan
yang telah di gariskan pada kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
maka setiap siswa SMK di wajibkan untuk melaksanakan Praktek Kerja
Industri (Prakerin) di suatu perusahaan farmasi, baik swasta, pemerintah atau
instansi-instansi lainnya.
Program praktek kerja industri merupakan salah satu kegiatan dan
pelatihan untuk siswa siswi SMK.Program ini di lakukan juga untuk
menambah wawasan siswa-siswi tentang dunia kerja kefarmasian.
B. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Diadakannya Praktek Kerja Industri (Prakerin) ini secara umum bertujuan
untuk memberi gambaran kepada siswa-siswi pada saat bekerja.
2. Manfaat
a. Untuk Sendiri
1) Dapat menambah wawasan yang lebih luas tentang dunia
kefarmasian.
2) Dapat mempraktekkan ilmu teori yang di dapat dari sekolah.
3) Melatih siswa-siswi agar siap bekerja di dunia kefarmasian.
b. Untuk Instansi
1) Dapat mengetahui kualitas siswa-siswi yang berlatih di
instansi.
2) Dapat memilih peserta prakerin baik jumlah, kemampuan,
penampilan dan waktu yang di anggap menguntungkan.
C. Lokasi dan Waktu
Pelaksanaan Praktek Kerja Industri di RSUD RAA SOEWONDO
dilaksanakan dari tanggal 03 Januari 2017 sampai 31 Maret 2017.
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Definisi Rumah Sakit
Menurut WHO(World Health Organization), rumah sakit adalah
bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pencegahan penyakit (prefentif) kepada masyarakat . Rumah
sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian medik .
Sedangkan menurut UU no.44 tahun 2009 tentang rumah sakit, yang
dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan , dan gawat darurat .
Secara singkat rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan untuk
pelayanan kesehatan . Rumah sakit dapat dipandang sebagai suatu struktur
terorganisasi yang mnggabungkan berbagai profesi kesehatan dengan
tugasnya masing-masing.
B. Tugas dan fungsi Rumah Sakit
1. Tugas Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang No.44 Tahun 2009 Tugas rumah
sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna.
2. Fungsi rumah sakit
Menurut undang undang no.44 tahun 2009 fungsi rumah sakit
adalah sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian
pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan teknologi di
bidang kesehatan.
C. Klasifikasi Rumah Sakit
1. Berdasarkan jenis pelayanan yang Diberikan
a. Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang
memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar,
spesialistik dan subspesialistik. Rumah sakit umum memberi
pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis
penyakit, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk
berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah,
pediatrik, psikiatrik, ibu hamil, dan sebagainya.
b. Rumah Sakit Khusus
Rumah Sakit khusus adalah rumah sakit yang
mempunyai fungsi primer , memberikan diagnosis dan
pengobatan untuk penderita yang mempunyai kondisi medik
khusus , baik bedah atau non bedah.
2. Berdasarkan Pengelolaannya
a. Rumah Sakit Privat
Rumah Sakit Privat adalah rumah sakit yang di kelola
oleh badan hukum dengan tujuan provit yang berbentuk
perseroan terbatas atau persero.
b. Rumah Sakit Publik
Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang di kelola
oleh pemerintah , pemerintah daerah dan badan hukum yang
bersifat nirlaba.
3. Berdasarkan jenis pelayanan dirumah sakit umum
Berdasarkan jenis pelayanan dirumah sakit umum menurut
Kepmenkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004.
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit Umum Kelas A yaitu rumah sakit umum
yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
spesialistik dan subspesialistik luas , dengan kapasitas lebih
dari 1000 tempat tidur .
b. Rumah Sakit Umum Kelas B , dibagi menjadi :
1. Rumah Sakit Umum B1
Rumah Sakit Umum B1 adalah rumah sakit
yang melaksanakan pelayanan medik minimal 11
(sebelas) spesialistik dan belum memiliki
subspesialistik luas dengan kapasitas 300-500 tempat
tidur .
2. Rumah Sakit Umum B2
Rumah Sakit Umum B2 adalah rumah sakit
yang melaksanakan pelayan medik spesialistik dan
subspesialistik terbatas dengan kapasitas 500-1000
tempat tidur .
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C yaitu rumah sakit umum
yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
spsesialistik dasar , yaitu penyakit dalam , bedah, kebidanan
atau kandungan , dan kesehatan , dengan kapasitas 100-500
tempat tidur .
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum
yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medic
dasar , dengan kapasitas tempat tidur kurang dari 100 .
D. Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit menurut Penmenkes Nomor 58 Tahun
2014 .
Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau IFRS adalah suatu unit di suatu
Rumah Sakit yang dipimpin oleh seorang Apoteker dan dibantu oleh beberapa
Apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan kompeten secara profesional dan meruapakan tempat
penyelenggaraan yang bertanggumg jawab atas seluruh pekerjaan serta
pelayanan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan Rumah Sakit itu
sendiri (Siregar, 2004).
E. Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
1. Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Berdasarkan Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar
pelayanan farmasi di rumah sakit tugas pokok Instalasi Farmasi
Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi
profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika
profesi.
c. Melaksanakan komunikasi,Informasi dan Edukasi
(KIE).
d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan
evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi.
f. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan
yang berlaku.
g. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang
farmasi.
h. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang
farmasi.
i. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar
pengobatan dan formularium rumah sakit.
2. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Berdasarkan Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar
pelayanan farmasi di rumah sakit, Fungsi Instalasi Farmasi Rumah
Sakit dibagi menjadi dua :
a. Fungsi non klinik IFRS (manajerial) mencakup :
 Seleksi (penetapan spesifikasi produk dan pemasok) .
 Perencanaan .
 Pengadaan produksi .
 Penyimpanan .
 Pengemasan dan pengamasan kembali .
 Distribusi .
 Pengendalian semua perbekalan farmasi yang
digunakan di RS .
b. Fungsi klinik IFRS
 Pemantauan terapi obat (PTO) .
 Evaluasi penggunaan obat .
 Penanganan bahan sitotoksik .
 Pelayanan di unit perawatan kritis .
 Pemeliharaan formularium .
 Penelitian .
 Pengendalian infeksi nosokomial .
 Sentra informasi obat .
 Pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan
(Adverse Drug Reaction)
 Sistem formularium , komite farmasi dan terapi (KFT)
 Sistem pemantauan kesalahan obat .
 Buletin terapi obat .
 Program edukasi ‘in service’ bagi apoteker , dokter dan
perawat .
 Investigasi obat .
 Unit gawat darurat .
F. Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Pengelolaan Perbekalan Farmasi menurut Permenkes Nomor 58 Tahun
2014 adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan (Selection)
Seleksi merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau
masalah kesehatan yang terjadi di Rumah Sakit, identifikasi pemilihan
terapi, bentuk dan dosis obat, menentukan kriteria pemilihan dengan
memprioritaskan obat esensial, standarisasi, sampai menjaga dan
memperbaharui standar obat.
Beberapa hal yang termasuk kriteria dalam seleksi obat adalah :
a. Mempunyai rasio manfaat-resiko yang paling
menguntungkan pasien.
b. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavaibilitas .
c. Praktis dalam penyimpanan .
d. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan .
e. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan
oleh pasien .
f. Mempunyai rasio manfaat biaya yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tak langsung.
Untuk obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria :
a. Obat hanya bermanfaat bagi pasien dalam bentuk kombinasi
tetap.
b. Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan
yang lebih tinggi dari masing-masing komponen.
c. Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan
perbandingan yang tepat untuk sebagian besar pasien yang
memerlukan.
d. Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya,
e. Untuk antibiotik kombinasi tetap harus dapat
mencegah/mengurangi terjadinya resistensi dan efek
merugikan lainnya.
2. Perencanaan (Procurement)
Perencanan perbekalan farmasi adalah salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan pelayanan farmasi . Perencanaan perbekalan
farmasi merupakan proses kegiatan pemilihan jenis jumlah dan harga
perbekalan farmasi dengan tujuan untuk mendapatkan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan anggaran serta menghindari kekosongan .
Metode yang dapat digunakan dalam perencanan adalah :
a. Epidemiologi
Metode perencanaan berdasarkan pada epidemiologi atau
morbiditas. bertujuan untuk :
1. Mengetahui kebutuhan perbekalan kesehatan suatu
populasi masyarakat tertentu (obat program KB, obat
program imunisasi).
2. Memperkirakan kebutuhan obat atas dasar data
epidemiologi.
b. Konsumsi
Perhitungan kebutuhan didasarkan pada data riil konsumsi obat
periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
c. Kombinasi keduanya
Analisis pareto atau ABC dan VEN diperlukan untuk
merencanakan pengadaan kebutuhan dengan dana yang terbatas.
Analisis paretoatau ABC ini membagi obat dalam 3 kelompok yaitu :
 A : obat-obat yang menyerap dana hingga 80 % dari total dana
namun jumlahnya kurang dari 10 % jenis obat. Kelompok ini
membutuhkan pengawasan yang lebih dibandingkan kelompok
obat lain terkait dengan besarnya dana yang terserap.
 B : obat-obat yang menyerap dana ± 15 % dari total dana
dengan jenis obat sekitar 20 % dari keseluruhan jenis obat.
 C : obat-obat yang menyerap dana ± 5 % dari dana total
dengan jenis obat sekitar 70 % dari keseluruhan jenis obat.
Sistem analisis VEN membagi obat dalam 3 kelompok, yaitu :
 V: Vital, adalah kelompok obat yang sangat penting
keberadaannya karena merupakan obat-obatan life saving,
dimana kelompok obat ini dapat mencegah kematian atau
kecacatan yang permanen.
 E : Essential, adalah kelompok obat yang diperlukan untuk
menjaga kelangsungan hidup dan kondisi pasien.
 N : Non Essential, adalah kelompok obat-obatan yang tingkat
urgensinya paling kecil.
3. Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi merupakan kegiatan untuk
merealisasikan kebutuhan proses pengadaan yang telah direncanakan .
Proses pengadaan yang baik adalah :
a. mendapatkan obat yang benar dengan jumlah yang benar .
b. harga pembelian yang serendah mungkin .
c. kualiatas sesuai standar yang dipersyaratkan .
d. pelayanan dan kualitas supplier dapat dipercaya .
e. pengaturan waktu pengiriman (mencegah kekosongan stock) .
4. Distribusi (Distribution)
Sistem distribusi dapat dioperasikan dengan salah satu dari tiga
metode, tergantung pada kebijakan dan kondisi suatu Rumah Sakit:
a. Sistem distribusi terpusat/sentralisasi
Sentralisasi dilakukan oleh IFRS sentral ke semua unit
rawat inap di Rumah Sakit secara keseluruhan. Artinya, di
Rumah Sakit itu hanya satu IFRS tanpa adanya depo/satelit
IFRS di beberapa unit pelayananan.
b. Sistem distribusi desentralisasi
Sistem ini dilakukan oleh beberapa depo/satelit IFRS di
sebuah Rumah Sakit. Pada dasarnya sistem distribusi
desentralisasi ini sama dengan sistem distribusi obat persediaan
lengkap di ruang, tetapi sistem distribusi desentralisasi ini
dikelola seluruhnya oleh Apoteker yang sama dengan
pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.
c. Sistem distribusi kombinasi
Sistem ini hanya dosis awal dan dosis keadaan darurat
yang dilayani di depo/satelit IFRS. Dosis selanjutnya dilayani
oleh IFRS sentral.
5. Dispensing
Secara umum sistem dispensing obat di Rumah Sakit yaitu :
a. Sistem resep individu (individual prescription)
Resep individu adalah resep yang ditulis dokter untuk
tiap pasien. Sistem ini biasanya digunakan oleh Rumah Sakit
kecil atau Rumah Sakit pribadi, karena memudahkan cara
untuk menarik pembayaran atas obat yang digunakan pasien
dan memberikan pelayanan kepada pasien secara perorangan.
Keuntungan sistem individual prescriptionantara lain :
 Semua pesanan obat langsung diperiksa oleh Apoteker.
 Memungkinkan interaksi antara Apoteker, dokter,
perawat, dan pasien.
 Meningkatkan pengawasan obat-obatan dengan lebih
teliti.
 Memberikan cara yang cocok melaksanakan
pembayaran obat-obatan yang digunakan pasien.
 Akan tetapi sistem ini mempunyai kerugian yaitu
meningkatkan kebutuhan personel bagian farmasi untuk
tugas melayani resep perorangan.
b. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock)
Keuntungan sistem floor stock antara lain:
 Adanya persediaan obat-obatan yang siap pakai untuk
pasien.
 Pengurangan transkrip pesanan obat bagi farmasi.
 Pengurangan jumlah personil farmasi yang dibutuhkan.
Kerugian pada sistem floor stock antara lain:
 Kesalahan pemberian obat bertambah besar karena
Apoteker tidak memeriksa ulang pesanan obat.
 Meningkatkan persediaan obat di setiap pos perawatan.
 Meningkatkan kemungkinan kerusakan obat dan
pencurian obat.
 Meningkatkan biaya dalam hal menyediakan fasilitas
tempat penyimpanan obat yang memadai pada tiap pos
perawatan.
 Dibutuhkan tambahan waktu kerja bagi perawat untuk
menangani obat-obatan.
c. Kombinasi floor stock dan individual prescription
Sistem ini umumnya digunakan oleh Rumah Sakit yang
menggunakan sistem penulisan resep pesanan obat secara
individual sebagai sarana utama penjualan obat tetapi juga
memanfaatkan sistem floor stock secara terbatas.
d. Unit Dose Dispensing (UDD)
Keuntungan penerapan sistem UDD antara lain bagi
Apoteker :
 Menciptakan pemeriksaan ganda dengan memberi
kesempatan pada Apoteker untuk melakukan
pemantauan pengobatan pasien sehingga mengurangi
kemungkinan kesalahan obat.
 Memperluas ruang lingkup pengawasan Apoteker
di seluruh Rumah Sakit.
 Apoteker dapat keluar dari unit farmasinya dan
mengunjungi bangsal-bangsal untuk menjalankan
tugasnya yaitu pelayanan informasi obat.
 Apoteker merupakan mitra kerja dokter yang berperan
sebagai drug consultant dan drug informan bagi dokter.
e. One Daily Dose Dispensing (ODDD)
Dalam metode ini pasien mendapat obat yang sudah
dipisah-pisah untuk pemakaian sekali pakai, tetapi obat
diserahkan untuk sehari pakai pada pasien. Kelebihan dari
sistem ODDD adalah tenaga dan pengemas yang diperlukan
tidak sebanyak UDD karena obat disiapkan sekaligus untuk
keperluan selama 24 jam. Kekurangan dari sistem ODDD
adalah administrasi lebih rumit, terjadinya kesalahan obat lebih
besar.
G. Penggolongan Obat
Penggolongan obat dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan dan
ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi. Penggolongan obat ini
terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat psikotropika, obat
narkotika dan obat wajib apotek (OWA). Penggolongan obat ini tercantum
dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 917/Menkes/Per/1993 yang kini
diubah menjadi Permenkes No. 949/Menkes/Per/2000. Penggolongan obat itu
terdiri dari:
1. Obat Bebas
Obat Bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada
masyarakat tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam daftar Narkotika,
Psikotropika, Obat keras, dan obat bebas terbatas dan sudah terdaftar
di Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Obat bebas disebut juga
obat OTC (over the counter).Obat-obat bebas dapat di beli di apotek,
toko obat, supermarket, dan warung.
Contoh obat bebas antara lain:
 Minyak kayu putih
 Obat batuk hitam (OBH)
 Obat batuk putih (OBP)
 Tablet Parasetamol, dan lain-lain
Penandaan
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk
Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas adalah lingkaran bulat berwarna hijau
dengan garis tepi warna hitam, seperti terlihat pada gambar dibawah
ini.

2. Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas disebut juga obat daftar “W”, yang diambil
dari bahasa belanda. “W” merupakan singkatan dari “waarschuwing”
yang artinya perigatan . tanda peringatan bersifat penting karena
sesungguhnya obat bebas terbatas merupakan obat keras dengan
batasan tertentu (seprti kada obat dan jumlah maksimal) dalam tiap
kemasan .
Penandaan
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.
2380/A/SK/VI/1983 , tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa
lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam .
tanda khusus untuk obat bebas terbatas adalah sebagai berikut :

Berdasarkan keputusan menteri kesehatan RI , obat yang ditetapkan


sebagai obat bebas terbatas adalah sebagai berikut :
a. Obat bebas terbatas dengan tanda peringatan Nomor 1 (P No. 1)
Contoh :
 Antihistamin
 Tablet ibuprofen 200 mg , dan lain-lain
Tanda peringatan yang harus ada pada kemasan obat-obat tersebut
adalah sebagai berikut :

P No. 1
Awas! Obat Keras
Bacalah aturan memakainya

b. Obat bebas terbatas dengan tanda peringatan Nomor 2 (P No. 2)


Contoh :
 Kalii chloras dalam larutan
 Zincum , obat kumur yang mengandung persenyawaan
Zincum
Tanda peringatan yang harus ada pada kemasan obat-obat tersebut
adalah sebagai berikut :

P No. 2
Awas! Obat Keras
Hanya untuk kumur , jangan ditelan
c. Obat bebas terbatas dengan tanda peringatan Nomor 3 (P No. 3)
Contoh :

 Air burowi
 Antihistamin untuk obat luar
Tanda peringatan yang harus ada pada kemasan obat-obat tersebut
adalah sebagai berikut :

P No. 3
Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar badan

d. Obat bebas terbatas dengan tanda peringatan Nomor 4 (P No. 4)


Contoh :
 Rokok dan serbuk yang mengandung scopolaminum untuk
penyakit asma yang penggunaanya dengan cara dibakar .
Tanda peringatan yang harus ada pada kemasan obat-obat tersebut
adalah sebagai berikut :

P No. 4
Awas! Obat Keras
Hanya untuk dibakar

e. Obat bebas terbatas dengan tanda peringatan Nomor 5 (P No. 5)


Contoh :
 Amonia dengan kadar kurang dari 10%
 Sulfamiladum steril dalam bungkusan tidak lebih dari 5 mg di
dalam setiap bungkus
Tanda peringatan yang harus ada pada kemasan obat-obat tersebut
adalah sebagai berikut :

P No. 5
Awas! Obat Keras
Tidak boleh ditelan

f. obat bebas terbatas dengan tanda peringatan Nomor 6 (P No. 6)


Contoh :
 Aminophylline suppositoria untuk wasir
Tanda peringatan yang harus ada pada kemasan obat-obat tersebut
adalah sebagai berikut :

P No. 6
Awas ! Obat Keras
Obat wasir , jangan ditelan

3. Obat Keras
Obat keras disebut juga obat daftar ‘’G’’ , yang diambil dari
bahasa belanda.’’G’’ merupakan singkatan dari ‘’Gevaarlijk’’ artinya
berbahaya,maksudnya obat dalam golongan ini berbahaya jika
pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter.
Obat-obat yang dapat digolongkan dalam golongfan obat keras
adalah :
a. semua obat yang pada bungkusan luarnya oleh si pembuat
disebutkan bahwa obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep
dokter.
b. semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang jelas intuk
digunakan secara parenteral, baik dengan cara suntikan maupun cara
pemakaian lain dengan merobek rangkaian asli dari jaringan tubuh.
c. semua obat baru, kecuali jika telah dinyatakan secara tertulis oleh
departemen kesehatan bahwa obat baru tersebut tidak membahayakan
manusia.
d. semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras, baik dalam
bentuk tunggal maupun semua sediaan yang mengandung obat
tersebut. Pengecualian jika dibelakang nama obat disebutkan nama
lain atau jika ada pengecualiaan bahwa obat tersebut masuk kedalam
obat bebas terbatas.
Contoh :
 Acetanilidium
 Adrenalinum
 Antibiotic
 Antihistamin
 Apomorphinum

Penandaan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.02396/A/SK/VIII/1986, tanda khusus untuknonbat keras daftar G
adalah berupa lngkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi
berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi. Tanda
khusus untuk obat keras adalah sebagai berikut :
4. Obat Psikotropika
Pengertiaan psikotropika menurut Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1997 tentang psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah
maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Obat-obat
psikotropika termasuk obat keras yang pengaturannya ada dibawah
Ordonansi Obat Keras Stbl 1949 Nomor 419. Karena efeknya dapat
mengakibatkan sindrom ketergantungan, psikotropika dahulu disebut
“obat keras tertentu”.
Penggolongan
Obat-obat psikotropika dibagi menjadi 4 golongan berdasarkan
potensinya menyebabkan ketergantungan yaitu:
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika Golongan I adalah psikotropika yang
hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat
kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Psikotropika
Golongan I terdiri dari 26 macam, contohnya lisergida (LSD),
MDMA (Metilen Dioksi Meth Amfetamin), meskalina,
metkationin, tenamfitamina, psilosibina, dan katinona.
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika Golongan II adalah psikotropika yang
berkhasiat dalam pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Psikotropika Golongan II terdiri dari 14 macam, contohnya
amfetamin, metakualon, sekobarbital, metamfetamin, dan
fenmetrazin.
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika Golongan III adalah psikotropika yang
berkhasiat dalam pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom
ketergantungan. Psikotropika Golongan III terdiri dari 9
macam, contohnya amobarbital, flunitrazepam, pentobarbital,
siklobarbital, Katina flunitrazepam, dan diazepam.
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika Golongan IV berkhasiat dalam
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Psikotropika Golongan IV terdiri dari 60 macam, contohnya:
 Barbital
 Nitrazepam
 Flurazepam
 Klordiazepoksida
 Alobarbital
 Diazepam
 Klonazepam
 Meprobanat
 Alprazolam
Penandaan
Penandaan psikotropika sama dengan penandaan untuk obat keras
yaitu lingkaran bulat berwarna merah, dengan huruf “K” berwarna
hitam yang menyentuh garis tepi berwarna hitam.
5. Obat Narkotika
Menurut UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Penggolongan
a. Narkotika Golongan I
Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat
digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, untuk reagensia diagnostic, dan untuk reagensia
laboratorium. Narkotika Golongan I terdiri dari 65 macam,
contohnya:
 Tanaman papaver somniferum L
 Tanaman koka
 Tanaman ganja
 Kokaina
 Amfetamina
 Heroina
 Tiofentanil
b. Narkotika Golongan II
Narkotika Golongan II adalah narkotika yang mempunyai
potensi tinggi menyebabkan ketergantungan, digunakan sebagai
pilihan terakhir untuk terapi dan dapat digunakan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan. Terdapat 86 macam narkotika
golongan ini, contohnya:
 Alfasetilmetadol
 Alfameprodina
 Difenoksilat
 Fentanil
 Petidina
 Morfina
c. Narkotika Golongan III
Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan. Terdapat 14 macam narkotika
golongan ini, yaitu:
 Etilmorfina
 Kodeina
 Dekstropropoksifena
 Nikodikodina
 Nikokodina
 Asetildihidrokodeina
 Polkodina
 Buprenorfina
Penandaan
Berdasarkan peraturan yang terdapat dalam Ordonansi Obat Bius,
narkotika di tandai dengan “palang medali merah”.
6. Obat Wajib Apotek (OWA)
Obat-obat keras jenis ini di masukkan dalam golongan
tersendiri, yaitu obat wajib apotek (OWA). Berdasarkan keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/Menkes/SK/VII/1990,
obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh
apoteker diapotek tanpa resep dokter.
Contoh OWA
a. Obat Wajib Apotek No. 1
 Obat Kontrasepsi: Lisinestrenol
 Obat saluran cerna: Antasid dan sedativ/spasmodic
 Obat mulut dan tenggorokan: hexetidine untuk obat sariawan
dan radang tenggorokan
 Obat saluran napas:ketotifen untuk obat asma
b. Obat Wajib Apotek No.2
 Bacitracin sebagai obat luar untuk infeksi kulit
 Clindamicin sebagai obat luar untuk acne
 Flumetason sebagai obat luar untuk inflamasi
 Ibuprofen
c. Obat Wajib Apotek No. 3
 Ranitidin
 Asam fusidat
 Alopurinol
Penandaan
Obat Wajib Apotek pada dasarnya adalah obat keras maka
penandaanya sama dengan obat keras. Brdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 02396/A/SK/VIII/1986, tanda
khusus untuk obat keras daftar “G” adalah lingkaran bulat berwarna
merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf “K” yang
menyentuh garis tepi.

H. Pengelolaan Narkotika
Pengelolaan narkotika di IFRS diatur secara khusus dari pemesanan,
penyimpanan, pelaporan, pelayanan resep, pemusnahan hingga saluran
distribusi obat narkotika. Tujuan dari pengelolaan tersebut untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan narkotika .

1. Pemesanan Narkotika
Pemesanan sediaan narkotika menggunakan Surat Pesanan
Narkotik yang ditandatangi oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA).
Pemesanan dilakukan ke PT. Kimia Farma Trade and Distribution
(satu satunya PBF narkotika yang legal diindonesia) denga membuat
surat pesanan khusus narkotika rangkap empat. Satu lembar surat
pesanan asli dan dua lembar salinan surat pesanan diserahkan kepada
pedagang besar farmasi yang bersangkutan sedangkan satu lembar
salinan surat pesanan sabagai arsip di Rumah Sakit, satu surat pesanan
hanya boleh memuat pemesanan satu jenis obat (item) narkotik misal
pemesanan pethidin satu surat pesanan dan pemesanan kodein satu
surat pesanan juga, begitu juga untuk item narkotika lainnya.
2. Penyimpanan Narkotika
Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Rumah Sakit
disimpan pada lemari khusus yang terbuat dari kayu (atau bahan lain
yang kokoh dan kuat) yang ditempel pada dinding, memiliki dua kunci
yang berbeda. Terdiri dari dua pintu, satu untuk pemakaian sehari
seperti kodein, dan satu lagi berisi pethidin, morfin dan garam-
garamnya. Lemari tersebut terletak di tempat yang tidak diketahui oleh
umum, tetapi dapat diawasi langsung oleh Asisten Apoteker yang
bertugas dan bertanggungjawab narkotika.
3. Pelaporan Narkotika
Pelaporan penggunaan narkotika dilakukan setiap bulan.
Laporan penggunaan obat narkotika dilakukan melalui online SIPNAP
(Sistem Pelaporan Narkotika Dan Psikotropika). Asisten Apoteker
setiap bulannya menginput data penggunaan narkotika dan
psikotropika melalui SIPNAP lalu setelah data telah terinput data
tersebut di inport ( paling lama sebelum tanggal 10 pada bulan
berikutnya). Laporan meliputi laporan pemakaian narkotika untuk
bulan bersangkutan (meliputi nomor urut, nama bahan/sediian, satuaan
,persediaan awal bulan). Pasword dan username didapatka setelah
melakukan registrasi pada dinkes setempat.
4. Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika
Rumah Sakit hanya boleh melayani resep narkotika dari resep
asli atau salinan resep yng dibuat oleh Rumah Sakit itu sendiri yang
belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Rumah Sakit
tidak melayani pembeliaan obat narkotika tanpa resep atau
pengulangan resep yang ditulis oleh Rumah Sakit lain. Resep
narkotika yang masuk dipisahkan dari resep lainnya dan diberi garis
merah dibawah obat narkotika.
5. Pemusnahan Narkotika
Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut :
a. APA membuat dan menandatangani surat permohonan
pemusnahan narkotika yang berisi jenis dan jumlah narkotika
yang rusak atau tidak memenuhi syarat.
b. Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA
dikirimkan ke balai besar pengawas obat dan makanan. Balai
besar pengawas obat dan makanan akan menetapkan waktu
dan tempat pemusnahan.
c. Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari
APA, Asisten Apoteker, Petugas Bakai POM, dan kepala suku
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat.
d. Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan , dibuat Berita
Acara Pemusnahan yang berisi :
 Hari, tanggal, bulan, tahun, dan tempat dilakukannya
pemusnahan.
 Nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
 Cara pemusnahan
 Petugas yang melakukan pemusnahan
 Petugas yang melakukan pemusnahan.
 Nama dan tandatangan Apoteker Pengelola Apotek.
Berita Acara tersebut dibuat dengan tembusan :
 Kepala Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
 Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta
 Arsip Rumah Sakit
6. Saluran Distribusi Obat Narkotika
Undang-undang RI No.35 tahun 209 tentang narkotika
menagtur bahwa distrubusi obat meliputi hal-hal sebagai berikut :
(Pasal 35)
a. Peredaran narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian
kegiantan penyaluran atau penyerahan narkotika, baik dalam rangka
perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindah tanganan , untuk
kepentingsn pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
( Pasal 36 )
b. Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan seletelah
mendapatkan izin edar dari Menteri.
(Pasal 37)
c. Narkotika Golongan II ( seperti pethidin) dan Golongan III yng
berupa bahan baku, baik alami mapun sintetis , yang digunakan untuk
produksi obat diatur dengan peraturan Menteri.
(Pasal 39)
d. Setiap Kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan
dokumen yang sah.
(Pasal 39)
e. Narkotika hanya dapat disalurkan Industri Farmasi , Pedagan Besar
Farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesiuai
dengan ketentuan dalam undang-undang ini.(2) Industri farmasi,
pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin
khusus penyaluran narkotika dan Menteri.
(Pasal 40)
f. Industri farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada:
 Pedagang besar farmasi tertentu;
 Apotek;
 Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu;dan
 Rumah sakit.
Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan
narkotika kepada :
 Pedagang besar farmasi tertentu lainnya;
 Apotek;sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
tertentu;
 Rumah sakit;dan
 Lembaga ilmu pengetahuan;
Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu
hanya dapat menyalurkan narkotika kepada :
 Rumah sakit pemerintah;
 Pusat kesehatan masyarakat; dan
 Balai pengibatan pemerintah tertentu.
( Pasal 43 )
g. Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh :
 Apotek;
 Rumah sakit;
 Pusat kesehatan masyarakat;
 Balai pengobatan; dan
 Dokter.
Apotek hanya menyerahkan dapat menyerahkan Narkotika
kepada :
 Rumah sakit;
 Pusat kesehatan masyarakat;
 Apotek lainnya;
 Balai pengobatan;
 Dokter; dan
 Pasien.
Rumah sakit , apotek , pusat kesehatan masyarakat, dan balai
pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien
berdasarkan resep dokter dan penyerahan narkotika oleh dokter hanya
dapat dilaksanakan untuk :
a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan dengan
memberikan narkotika melalui suntikan.
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan
memberikan narkotika melalui suntikan; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang di


serahkan oleh dokter hanya dapat di peroleh di apotek.

I. Pengelolaan Psikotropika
Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam UU No. 5 tahun 1997
tentang Psikotropika, bahwa segala hal yang berhubungan dengan
psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan
psikotropika sama seperti dengan narkotika, yaitu mencegah terjadinya
penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika serta menjamin
ketersediaan psikotropika serta menjamin ketersediaan psikotropika untuk
pengobatan dan ilmu pengetahuan .
Pengelolaan psikotropika di apotek atau IFRS adalah sebagai berikut:

1. Pemesanan Psikotropika
Tata cara pemesaanan obat-obat psikotropika sama dengan
pemesanan obat lainya yakni dengan surat peesanan yang sudah
ditandatangani oleh APA yang dikirim ke pedagang besar farmasi
(PBF). Pemesanan psikotropika tidak memerlukan surat pemesanan
khusus dan dapat dipesan apotek dari PBF atau pabrik obat
.penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam undang-undang NO. 5
Tahun 1997 pasl 12 ayam 2 di nyatakan bahwa penyerahan
psikotropika oleh Rumah sakit hanya dapat di lakukan kepada rumah
sakit lainya ,apotek,puskesmas,balai penggobatan ,dokter dan
pelayanan resep.satu lembar surat pesanan psikotropika dapat terdiri
dari satu jenis obat psikotropika .
2. Penyimpanan Psikotropika
Sampai ini penyimpanan untuk obat –obatan golongn
psikotropika belum di atur dengan suatu perundang-undangan.namun
karena obat-obatan psikotropika ini cenderung untuk di salah gunakan
, maka di sarankan agar menyimpan obat-obatan psikotropika tersebut
dalam suatu rak atau lemari khusus yang terpisah dengan obat=obat
lain, tidak harus di kunci dan membuat kartu stok psikotropika .

3. Penyerahan Psikotropika
Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit hanya dilakukan
kepada rumah sakit lainya rumah sakit ,puskesmas,balai
pengeobatan,dokter dan kepada pasien berdasarkan resep dokter.
4. Saluran Distribusi Obat Psikotropika
a. penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik
obat ,PBF dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
(SPSFP).
b. PBF hanya dapat menyalurkan psikotropika kepada PBF lain
,apotek,SPSFP,rumah sakit,lembaga penelitian dan /atau
lembaga pendidikan.
c. SPSFP hanya dapat menyalurkan psikotropika kepada rumah
sakit pemerintah,puskesmas,BP pemerintah.
d. psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik
obat dan PBF kepada lembaga penelitian dan /ataulembaga
pendidikan guna kepentingan ilmu pengentahuan.
e. psikotropika yang dapat di gunakan untuk ilmu pengetahuan
hanya dapat di salurkan oleh pabrik obat dan PBF kepada
lembaga penelitian dan/ataun lembaga pendidikan atau di
import langsung oleh lembaga penelitian dan /atau lembaga
pendidikan.
BAB III
TINJAUAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RAA SOEWONDO PATI

A. Sejarah RSUD RAA Soewondo Pati


RSUD RAA SOEWONDO Pati dibangun mulai tahun 1932 , sumber dana
pembangunan berasal dari Bupati pati (RAA SOEWONDO) , sekretaris daerah (Aris
Munandar) , Penasehat Rumah Sakit (dr. Beefoed) dan sumbangan masyarakat .
Sejarah nama rumah sakit :
1. Tahun 1934-1940 Rumah Sakit “MARDI OESODO” Pati .
2. Tahun 1940-1942 Rumah Sakit “SOEWONDO ZIAKEN HUIS” Pati .
3. Tahun 1942-1945 Rumah Sakit “PATI KEN BYOIN” .
4. Tahun 1945-1959 Rumah Sakit Umum “SOEWONDO” Pati .
5. Tahun 1960-1965 Rumah Sakit Umum DASWATI II Pati .
6. Tahun 1965-1972 Rumah Sakit Umum Kab.Pati .
7. Tahun 1972-2000 Rumah Sakit Umum RAA.Soewondo Kab.Pati .
8. Tahun 2000-2009 Badan RSD RAA Soewondo Pati .
9. Tahun 2009-sekarang RSUD RAA Soewondo Pati .
Sejarah manajemen rumah sakit :
1. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan tanggal 30 januari 1995
No.96/MENKES/SK/I/95 kelas RSUD RAA Soewondo Pati berubah dari kelas
C menjadi kelas B Non Pendidikan .
2. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomer 12 tahun 2008 RSUD
RAA Soewondo Pati menjadi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Pati .
3. Berdasarkan keputusan bupati pati no.900/1881/2009 tanggal 1 September
2009 tentang Status Pola pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah pada RSUD RAA Soewondo PATI .
B. Visi Dan Misi RSUD RAA Soewondo Pati
1. Visi RSUD RAA Soewondo Pati
Visi dari RSUD RAA Soewondo adalalah Menjadi pusat pelayanan kesehatan
terbaik di kabupaten Pati dan sekitarnya , yang menjadi tumpuan dan
kebanggaan masyarakat serta karyawan .
2. Misi RSUD RAA Soewondo Pati
Misi dari RSUD RAA Soewondo adalah Memberikan pelayanan yang
bermutu , profesional , terjangkau serta dijiwai moral dan etika demi
kepuasan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan kerja
karyawan .

C. Struktur Organisasi
1. Struktur Organisasi RSUD RAA Soewondo Pati
Dibawah ini struktur organisasi RSUD RAA Soewondo Pati:

2. struktur organisasi IFRS RSUD RAA Soewondo Pati


Struktur organisasi IFRS RSUD RAA Soewondo Pati digunakan sebagai
informasi kepada seluruh staf pegawai IFRS RSUD RAA Soewondo Pati
sebagai kemudahan bagi pimpinan melakukan pelayanan kefarmasian .

Anda mungkin juga menyukai