Anda di halaman 1dari 29

Dampak Pembalut Dewasa pada Kesehatan Reproduksi Wanita, Kesehatan

Lingkungan dan Ekonomi Keluarga.

Peneliti :

Dr. Wahyu Sri Astutik, S.Kep.,MARS

Reny Nugraheni, S.KM.,MM.,M.Kes


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perempuan memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan. Dewasa ini,
perannya semakin menonjol seiring dengan peningkatan kesempatan dan potensi yang
dimiliki. Untuk menunjang keberhasilan menjalankan perannya, kesehatan perempuan perlu
mendapatkan perhatian. Salah satu masalah kesehatan yang dihadapai perempuan adalah
masalah kesehatan reproduksinya. Upaya menjaga kesehatan reproduksi seyogyanya dimulai
sejak dini dan secara terus menerus seiring dengan meningkatnya risiko berbagai penyakit
yang menyerang reproduksi perempuan. Penelitian yang dilakukan di 15 negara menyatakan
bahwa pekerja perempuan merupakan kategori yang penting untuk diperhatikan dari sudut
pandang kesehatan kerja (kogi, 1997)
Terdapat banyak penyakit yang dapat menyerang reproduksi perempuan. Salah satu
penyakit yang menyerang reproduksi perempuan adalah kanker leher rahim (serviks).
Berdasarkan data dari badan kesehatan dunia (WHO), kanker serviks merupakan kanker
nomor dua terbanyak pada perempuan berusia 15–45 tahun setelah kanker payudara. Tidak
kurang dari 500.000 kasus baru dengan kematian 280.000 penderita terjadi setiap tahun
diseluruh dunia. Bisa dikatakan, setiap dua menit seorang perempuan meninggal akibat kanker
serviks. Di Wilayah Asia Pasifik dan Timur Tengah ada 1,3 milyar perempuan berusia 13
tahun ke atas yang beresiko terkena kanker serviks. WHO memperkirakan ada lebih dari
265.000 kasus kanker serviks dengan kematian 140.000 penderita setiap tahun di wilayah ini.
Menurut data Globocan 2002, terdapat lebih dari 40.000 kasus baru kanker serviks dengan
sekitar 22.000 kematian karenanya pada perempuan di Asia Tenggara.
Terkait dengan kesehatan reproduksi yang secara periodik dihadapi perempuan adalah
higienitas pada saat menstruasi. Bagaimana perilaku perempuan, khususnya dalam
penggunaan pembalut terkait dengan mengatasi masalah pada masa menstruasi juga dapat
mempengaruhi kesehatan reproduksinya.
Wanita yang memasuki usia remaja akan mengalami suatu masa yang disebut
menstruasi. Menstruasi merupakan proses terjadinya penglepasan dinding rahim
(endometrium) yang disertai dengan pendarahan. Rata-rata menstruasi dimulai saat wanita
berusia sekitar 10-16 tahun dan biasanya berhenti sekitar usia 45-55 tahun (Novita, 2010).
Pembalut wanita adalah alat kesehatan yang digunakan untuk menyerap darah haid
(BSN, 2000). Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit,, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan
atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (UU.No 23, 1992).
Salah satu cara mengecek keamanan produk adalah dengan melihat daftar bahan
dikemasan produk. (Risa,2012) Namun berdasarkan pengamatan yang saya lakukan, pada
pembalut wanita menyertakan bahan dasar dan komposisi dalam kemasannya (berbeda
dengan produk lain seperti sampo, pasta gigi, dan sabun yang masih mencantumkan bahan
komposisi dalam kemasannya).
Klorin (Cl2) yaitu Klor berbentuk gas berwarna kuning kehijauan. Klorin Banyak
digunakan di dalam pembuatan kertas, antiseptik, bahan pewarna, makanan, insektisida, cat
lukisan, produk- produk minyak bumi, plastik, obat-obatan, tekstil, pelarut, dan banyak produk
pengguna yang laindimana seiring dengan kemajuan teknologi dalam pembuatan pembalut
dari bahan daur ulang menggunakan bahan-bahan kimia untuk membersihkannya dan juga
menggunakan bahan klorin agar pembalut tersebut berwarna putih bersih (Faiz, 2012).
Menurut Permenkes No. 472/ Menkes/ Per/V/1996. Bahan berbahaya adalah zat, bahan
kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membayakan
kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat
racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik. korosif dan iritasi. Di dalam Permenkes No.
472/Menkes/Per/V/1996 klorin termasuk bahan berbahaya yang sifat bahayanya racun dan
menyebabkan iritasi.
Pembalut mengandung bahan klorin, dan klorin dikatakan berbahaya bagi kesehatan.
Selain itu bahan lain dalam pembalut yang terbuang menjadi sampah anorganik yang sulit
terurai. Dalam pemakaiannya, konsumsi pembalut setiap bulan pada wanita menjadi
pengeluaran rutin wanita yang artinya menambah beban ekonomi pada keluarga.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti dampak pemakaian
pembalut wanita terhadap kesehatan reproduksi, kesehatan lingkungan dan ekonomi keluarga.
B. Rumusan Masalah
Pembalut mengandung bahan klorin, dan klorin dikatakan berbahaya bagi kesehatan.
Selain itu bahan lain dalam pembalut yang terbuang menjadi sampah anorganik yang sulit
terurai dan menampung banyak kuman di lingkungan terbuka.. Dalam pemakaiannya,
konsumsi pembalut setiap bulan pada wanita menjadi pengeluaran rutin wanita yang artinya
menambah beban ekonomi pada keluarga.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti dampak
pemakaian pembalut wanita terhadap kesehatan reproduksi, kesehatan lingkungan dan
ekonomi keluarga.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi dampak pemakaian pembalut wanita terhadap kesehatan reproduksi,
kesehatan lingkungan dan ekonomi keluarga
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi dampak pemakaian pembalut wanita terhadap kesehatan reproduksi.
b. Mengidentifikasi dampak pemakaian pembalut wanita terhadap kesehatan lingkungan.
c. Mengidentifikasi dampak pemakaian pembalut wanita terhadap ekonomi keluarga

D. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya dampak dampak
pemakaian pembalut wanita terhadap kesehatan reproduksi, kesehatan lingkungan dan
ekonomi keluarga Apabila penelitian ini terbukti terdapat dampak negatif, maka perlu
dilakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang dampak pemakaian pembalut wanita terhadap
kesehatan reproduksi, kesehatan lingkungan dan ekonomi keluarga. Dan melakukan penelitian
selanjutnya untuk pembuatan pembalut herbal untuk mengurangi dampak buruknya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembalut Wanita

1. Definisi Pembalut Wanita


Menurut CIC dalam (Ilyasa 2004), definisi pembalut wanita adalah suatu produk
manufaktur yang digunakan pada saat menstruasi dan digunakan di luar alat kelamin. Bahan
dasar yang digunakan secara umum dalam pembuatan pembalut adalah pulp, non woven, water
resisting paper, wonder gel, water proof paper, laminated, adhesive tape, dan polythylene film.
Namun demikian, bahan dasar yang digunakan di industri pembalut wanita domestik cukup
bervariasi sebab diversifikasi produk pembalut wanita cukup tinggi.
Pembalut wanita adalah pembalut yang terbuat dari kapas dan bentuknya seperti lembaran.
Pembalut punya pelekat di bagian bawahnya supaya bisa dipasang dengan mudah dengan
menempelkannya pada pakaian dalam. Ketebalannya bervariasi. Beberapa ada yang memiliki
sayap untuk melindungi pakaian dalam dari kebocoran dan ada yang bentuknya lebih panjang
dari pembalut biasa (Sumarmi, 2011)

2. Sejarah Pembalut Wanita


Benda yang berguna untuk menampung darah menstruasi ini ternyata sudah muncul dalam
catatan tertulis sejak abad ke-10. Sepanjang sejarah, wanita menggunakan berbagai macam
perlindungan menstruasi. Beberapa contoh di Museum Menstruasi antara lain adalah sejenis
bantalan yang dijahit dan celemek menstruasi. Orang Inuit (Eskimo) memakai kulit kelinci,
sementara di Uganda yang dipakai adalah papirus. Cara yang cukup umum adalah dengan
menggunakan potongan kain tua (Lusia, 2011).

Berbagai macam bahan yang digunakan untuk pembalut wanita seperti rumput kering, wol,
kapas, kain bekas, maupun serat sayuran. Caranya dengan dimasukkan ke dalam kantong dan
diselipkan di antara kedua kaki. Pada tahun 1867 ditemukan menstrual cup (mangkuk
menstruasi). Mangkuk ini diletakan kedalam kantong kain yang dihubungkan dengan belt yang
diikat di pinggang. Pada tahun 1876, bahan dari mangkuk menstruasi tersebut diganti bahannya
menjadi bahan karet yang memungkinkan dapat menampung darah haid, lalu terus mengalir
melalui selang menuju ke kantong penampungan yang digunakan di luar badan. Namun, yang
menggunakan menstrual cup hanya orang-orang tertentu saja. Orang miskin masih
menggunakan kain yang bisa dicuci sehingga bisa dipakai berulang kali, karena mereka tidak
sanggup membeli menstrual cup (Aditrock, 2009). Pembalut wanita sekali pakai awalnya
terbuat dari wol, katun, atau sejenisnya, berbentuk persegi dan diberi lapisan penyerap. Lapisan
penyerapnya diperpanjang di depan dan belakang agar bisa dikaitkan pada sabuk khusus yang
dipakai di bawah pakaian dalam. Desain model ini merepotkan karena sering selip ke depan
atau belakang. Kemudian, desainer pembalut mempunyai ide memberikan perekat pada bagian
bawah pembalut untuk dilekatkan pada pakaian dalam. Pada pertengahan 1980-an pembalut
bersabuk lenyap dari pasaran digantikan pembalut berperekat. Sejalan dengan perkembangan
ergonomika, desain pembalut juga ikut berkembang sejak tahun 1980-an sampai sekarang. Di
masa lampau pembalut tebalnya bisa mencapai dua sentimeter dan bahan penyerapnya kurang
efektif sehingga sering bocor. Untuk mengatasinya, berbagai variasi diterapkan, misalnya
menambahkan sayap, mengurangi ketebalan dengan memakai bahan tertentu dan sebagainya.
Desain pembalut yang awalnya hanya bentuk persegi dikembangkan menjadi lebih berlekuk-
lekuk. Akibatnya, jenis pembalut pun menjadi beragam seiring perkembangan zaman.
Meskipun pembalut sekali pakai telah banyak digunakan, pembalut dari kain kembali muncul
sekitar tahun 1970-an dan cukup populer pada tahun 1980-an sampai 1990-an. Wanita memilih
memakai kain dengan alasan kenyamanan, kesehatan, dampak lingkungan, dan lebih murah
karena memungkinkan untuk dicuci dan digunakan berulang (Lusia, 2011).

B. Kesehatan Reproduksi
1. Pengertian Kesehatan Reproduksi
Menurut WHO (1992), sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan
fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas dari penyakit atau kelemahan. Hal ini
diharapkan adanya keseimbangan yang serasi dalam interaksi antara individu dengan
masyarakat dan makhluk hidup lain serta lingkungannya (Mubarak, 2009). Menurut WHO
(1994), kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesejahteraan fisik, emosional, mental dan
sosial yang utuhberhubungan dengan reproduksi, bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan namun dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi
serta prosesnya. Individu yang sehat secara reproduksi memiliki cara pendekatan yang positif
dan penuh rasa hormat terhadap seksualitas dan hubungan seksual, mereka juga berpotensi
untuk merasakan kesenangan dan pengalaman seksual yang aman, bebas dari paksaan,
diskriminasi dan kekerasan (Potter & Perry, 2009).

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2000), kesehatan reproduksi adalah


suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang
berkaitan dengan alat, fungsi, serta proses reproduksi yang pemikiran kesehatan reproduksi
bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki
kehidupan seksual yang aman (Triwibowo & Pusphandani, 2015).

Kesehatan reproduksi ialah suatu kondisi sehat dari sistem, fungsi, dan proses alat
reproduksi yang dimiliki oleh seseorang, yang tidak semata- mata bebas dari penyakit atau
kecacatan, melainkan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi
dan prosesnya. Tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu
remaja agar memahami dan menyadari ilmu tersebut, sehingga memiliki sikap dan perilaku
sehat dan tentu saja bertanggung jawab kaitannya dengan masalah kehidupan reproduksi
(Widyastuti, 2009).

Alat atau organ reproduksi wanita dibagi atas dua bagian yaitu genitalia eksterna dan organ
genitalia interna. Organ genitalia eksterna terdiri dari vulva, mons pubis, labia mayora, labia
minora, klitoris, vestibulum, bulbus vestibuli, introitus vagina dan perineum. Sedangakan
organ genitalia interna yaitu uterus, tuba fallopi dan ovarium. Evaluasi terhadap fungsi alat
reproduksi wanita lebih rumit dibandingkan dengan laki-laki (Wiknjosastro, 2007).

Organ reproduksi merupakan alat dalam tubuh yang berfungsi untuk suatu proses
kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya atau reproduksi.
Agar dapat menghasilkan keturunan yang sehat dibutuhkan pula kesehatan dari organ
reproduksi. Salah satu yang menjadi faktor utama terciptanya kesehatan yaitu selalu menjaga
kebersihan diri atau personal hygiene (Hurlock, 2001).
2. Organ Reproduksi Wanita

Organ reproduksi wanita terbagi atas organ genitalia interna dan

organ genitalia eksterna. Organ genitalia interna terdiri dari Uterus, Tuba

Falopii, dan Ovarium. Dan organ genitalia eksterna terdiri dari Vulva,

Mons Veneris, Labia Mayora, Labia Minora, Klitoris, Vestibulum, Bulbus

Vestibuli, Introitus Vagina, dan Perineum. Organ genitalia eksterna

adalah untuk senggama, sedangkan organ genitalia interna adalah bagian

untuk ovulasi, tempat pembuahan sel telur, transportasi blastokis,

implantasi dan tumbuh kembang janin (Wiknjosastro, 2007).

3. Kebersihan Organ Reproduksi Wanita

Kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa bersih berarti

bebas dari kotoran. Sedangkan kala kebersihan yaitu keadaan yang

menurut kepercayaan, keyakinan, akal atau pengetahuan manusia

dianggap tidak mengandung noda atau kotoran (Depdikbud, 2003).

Menjaga kesehatan vagina dimulai dari memperhatikan kebersihan

diri. Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis, sehingga udara

panas dan cenderung lembab sering membuat banyak berkeringat

dibagian tubuh yang tertutup dan lipatan-lipatan kulit seperti didaerah alat

kelamin. Kondisi ini menyebabkan mikroorganisme jahat terutama jamur

mudah berkembang biak, yang akhirnya bisa menimbulkan infeksi

(Depkes RI, 2010).

Secara umum menjaga kesehatan berawal dari menjaga

kebersihan. Hal ini berlaku bagi kesehatan organ-organ seksual, termasuk

vagina. berikut adalah cara menjaga hygiene organ intim pada wanita

menurut Zenab (2013) :

a) Secara teratur bersihkan keringat yang ada disekitar alat kelamin


dengan air bersih, lebih baik air hangat, dan sabun lembut terutama

setelah Buang Air Besar (BAB) dan buang air kecil. Cara membasuh

alat kelamin wanita yang benar adalah dari arah depan (vagina) ke

belakang (anus). Jangan terbalik karena bakteri yang ada disekitar

anis bisa terbawa ke dalam vagina. Setelah dibersihkan gunakan

handuk bersih atau tisu kering untuk mengeringkannya.

b) Hati-hati ketika menggunakan toilet umum, apabila akan

menggunkan kloset duduk maka siramlah dahulu untuk mencegah

penularan penyakit menular seksual. Bakteri, dan jamur dapat

menempel di kloset yang sebelumnya digunakan oleh penderita

penyakit menular seksual.

c) Tidak perlu sering menggunakan sabun khusus pembersih vagina.

Vagina sendiri sudah mempunyai mekanisme alami untuk

mempertahankan keasamannya. Keseringan menggunakan sabun

khusus ini justru akan mematikan bakteri dan memicu

berkembangnya bakteri jahat yang dapat menyebabkan infeksi.

d) Jangan sering-sering menggunakan pantyliner. Gunakan pantyliner

sesuai dengan kebutuhan artinya ketika mengalami keputihan yang

banyak sekali. Dan gunakan pantyliner yang tidak berparfum untuk

mencegah iritasi. Sering-sering mengganti pantyliner saat keputihan.

e) Kebersihan daerah kewanitaan juga bisa dijaga dengan sering

mengganti pakaian dalam. Minimal mengganti pakaian dalam dua

kali sehari, untuk menjaga vagina dari kelembaban yang berlebihan.

f) Bahan celana dalam yang baik harus menyerap keringat, misalnya

katun. Hindari memakai celana dalam atau celana jeans ketat karena

kulit jadi susah bernafas dan akhirnya menyebabkan daerah


kewanitaan menjadi lembab, berkeringat dan mudah menjadi tempat

berkembang biak jamur yang dapat menimbulkan iritasi. Infeksi

sering kali terjadi akibat celana dalam yang tidak bersih.

g) Haid merupakan mekanisme tubuh untuk membuang darah kotor.

Waktu haid, sering ganti pembalut karena pembalut juga menyimpan

bakteri kalau lama tidak diganti. Bila dipermukaan pembalut sudah

ada segumpal darah haid meskipun sedikit, sebaiknya segera

mengganti pembalut. Gumpalan darah haid yang ada di permukaan

pembalut menjadi tempat sangat baik untuk perkembangan bakteri

dan jamur. Oleh karena itu gantilah pembalut setiap kali terasa basah

atau sekitar tiga jam sekali.

h) Rambut yang tumbuh disekitar daerah kewanitaan perlu diperhatikan

kebersihannya. Jangan mencabut-cabut rambut tersebut. Perawatan

rambut didaerah kewanitaan cukup dipendekkan dengan gunting atau

alat cukur dan busa sabun yang lembut. Rambut di daerah kewanitaan

berguna untuk merangsang pertumbuhan bakteri baik serta

menghalangi masuknya benda kecil ke dalam vagina.

C. Kesehatan Lingkungan
1. Paradigma Kesehatan Lingkungan

Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari

dinamika hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat

dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga

dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat dan mempelajari

upaya untuk penanggulangan dan pencegahannya (Chandra, 2007).

Salah satu aplikasi pemahaman ekosistem manusia dalam proses

kejadian penyakit atau patogenesis penyakit, patogenesis penyakit dipelajari


oleh bidang kesehatan lingkungan. Ilmu kesehatan lingkungan mempelajari

hubungan interaktif antara komponen lingkungan yang memliki potensi bahaya

penyakit dengan berbagai variabel kependudukan seperti perilaku, pendidikan

dan umur. Dalam hubungan interaksi tersebut, faktor komponen lingkungan

seringkali mengandung atau memiliki potensial timbuilnya penyakit. Hubungan

interaktif manusia serta perilakunya dengan kompenen lingkungan yang

memiliki potensi bahaya penyakit dikenal sebagai proses kejadian penyakit atau

patogenesis penyakit. Dengan mempelajari patogenesis penyakit, kita dapat

menentukan pada simpul mana kita bisa melakukan pencegahan.

Sumber Komponen Sakit / Sehat


Penduduk
Penyakit Lingkungan

Media transmisi

Variabel Lain yang Mempengaruhi

Sumber : Achmadi, 2008

Gambar 2.1. Teori Simpul

Mengacu kepada gambaran skematik tersebut di atas, maka patogenesis

penyakit dapat diuraikan ke dalam 5 (lima) simpul, yakni :

a. Simpul 1: sumber penyakit

Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agent penyakit. Agent

penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan

penyakit melalui kontak secar langsung atau melalui media perantara (yang juga

kompenen lingkungan).

Berbagai agent penyakit yang baru maupun lama dapt dikelompokkan ke

dalam tiga kelompok besar, yaitu:


1) Mikroba, seperti virus, amuba, jamur, bakteri, parasit, dan lain-lain.

2) Kelompok fisik, misalnya kekuatan radiasi, energi kebisingan, kekuatan cahaya.

3) Kelompok bahan kimia toksik, misalnya pestisida, Merkuri, Cadmium,

CO, H2S dan lain-lain.

Sumber penyakit adalah titik yang secara konstan maupun kadang-

kadang mengeluarkan satu atau lebih berbagai komponen lingkungan hidup

tersebut di atas.

b. Simpul 2: media transmisi penyakit

Adal lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media

transmisi penyakit, yaitu air, udara, tanah/pangan, binatang/serangga,

manusia/langsung. Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit jika di

dalamnya tidak mengandung bibit penyakit atau agent penyakit.

c. Simpul 3: perilaku pemajanan (behavioural exposure)

Agent penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan

lain, masuk ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal dengan

hubungan interaktif. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengna

penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai

perilaku pemajanan atau behavioural exposure. Perilaku pemajanan adalah

jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung

potensi bahaya penyakit (agent penyakit). Masing-masing agent penyakit yang

masuk ke dalam tubuh dengan cara-cara yang khas.

Ada 3 jalan masuk kedalam tubuh manusia, yakni :

1) Sistem pernafasan

2) Sistem pencernaan

3) Masuk melalui permukaan kulit

d. Simpul 4: kejadian penyakit


Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif penduduk

dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan.

Seseorang dikatakan sakit kalau salah satu maupun bersama mengalami kelainan

dibandingkan dengan rata-rata penduduk lainnya.

e. Simpul 5: variabel suprasistem

Kejadian penyakit masih dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5,

yakni variabel iklim, topografi, temporal, dan suprasistem lainnya, yakni

keputusan politik berupa kebijakan makro yang bisa mempengaruhi semua

simpul (Achmadi, 2008).

2. Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air, pencemaran tanah,

pencemaran udara. Pencemaran udara dapat dibagi lagi menjadi indoor air

pollution dan out door air pollution. Indoor air pollution merupakan problem

perumahan/pemukiman serta gedung umum, bis kereta api, dll. Masalah ini

lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan yang sesungguhnya, mengingat

manusia cenderung berada di dalam ruangan ketimbang berada di jalanan.

Diduga akibat pembakaran kayu bakar, bahan bakar rumah tangga lainnya

merupakan salah satu faktor resiko timbulnya infeksi saluran pernafasan bagi

anak balita. Mengenai masalah out door pollution atau pencemaran udara di luar

rumah, berbagai analisis data menunjukkan bahwa ada kecenderungan

peningkatan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan resiko

dampak pencemaran pada beberapa kelompok resiko tinggi penduduk kota

dibanding pedesaan. Besar resiko relatif tersebut adalah 12,5 kali lebih besar.

Keadaan ini, bagi jenis pencemar yang akumulatif, tentu akan lebih buruk di

masa mendatang. Pembakaran hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar
diambil kayunya ternyata membawa dampak serius, misalnya infeksi saluran

pernafasan akut, iritasi pada mata, terganggunya jadual penerbangan,

terganggunya ekologi hutan.

D. Ekonomi Keluarga
1. Status Ekonomi Keluarga

Pengertian kalimat “status ekonomi keluarga” Status berarti keadaan atau

kedudukan (orang, badan) dalam berhubungan dengan masyarakat di

sekelililingnya. Ekonomi berarti urusan keuangan rumah tangga ( organisasi,

negara) di masyarakat istilah ekonomi biasanya berhubungan dengan

permasalahan kaya dan miskin, keluarga berarti ibu bapak dan anak-anaknya

satuan kekerabatan yang mendasar dalam masyarakat.

Status sosial pada ekonomi keluarga ini pada setiap lingkungan masyarakat

dengan sengaja atau tidak sengaja terbentuk dengan sendirinya dalam kontek ini

Soekanto mengutip keterangan Aris toteles : “Bahwa di dalam tiap-tiap negara

terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat dan

mereka yang ada di tengah- tengahnya”.(Soerjono, 1990)

Ucapan demikian sedikit banyak membuktikan bahwa dizaman itu,

mempunyai kedudukan yang bertingkat tingkat dari bawah ke atas. Seorang

sosiolog terkemuka yaitu Pitirim A. Sorokin, mengatakan:

Mengatakan bahwa sistim lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum bagi
masyarakat yang hidup teratur. Barangsiapa yang memiliki barang yang
berharga dalam jumlah yang sangat banyak di angap dalam masyarakat
kelasa atasan. Mereka yang hanya sedikit memiliki sesuatu yang berharga
dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah. Di
antara lapisan yang atasan dan
lapisan yang rendah ada lapisan yang jumlahnya dapat di tentukan sendiri
oleh mereka yang hendak mempelajari sistem lapisan masyarakat itu.

Adanya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam

proses pertumbuhan masyarakat itu. Tetapi ada pula yang disusun dengan sengaja
untuk mengejar tujuan bersama. Secara teoritis semua manusia dianggap sama

sederajat. Akan tetapi sesuai dengan kenyataanya hidup kelompok-kelompok

sosial halnya tidak demikian. Perbedaan atas lapisan merupakan gejala unifersal

yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Untuk meneliti terjadinya

proses-proses lapisan masyarakat didapatkan pokok-pokok tersebut dijadikan

pedoman:

a. Sistem lapisan berpokok pada sistem pertentangan di dalam masyarakat.

Sistem tersebut mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat tertentu yang

menjadi obyek penyelidikan.

b. Sistem lapisan yang dapat di analisis dalam ruang lingkup unsur-unsur sebagai

berikut:

a) Distribusi hak hak istimewa seperti halnya kekayaan, keselamatan,

penghasilan wewenang dan sebagainya.

b) Sistem pertetentangan yang diciptakan masyarakat .

c) Kriteria sistem pertentangan yaitu didapat dari kwalitas pribadi ,

keanggotaan kelompok, kerabat tertentu.

d) Lambang-lambang kedudukan seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian,

perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi.

e) Mudah atau sukarnya bertukar kedudukan.

f) Solidaritas di antara kelompok-kelompok individu yang menduduki

kedudukan yang sama dalam sistem sosia masyarakat.

Adapula yang menggunakan istilah kelas hanya pada lapisan yang

berdasarkan pada sistem ekonomi dan lapisan yang berdasarkan kehormatan di

dalam masayarakat. Mak Weber mengadakan pembedaan antara dasar ekonomis

dan dengan dasar kedudukan

sosial akan tetapi tetap menggunakan istilah kelas dalam semua lapisan. Adanya
kelas yang bersifat ekonomis di baginya lagi dalam sub-sub kelas yang bergerak

dalam bidang ekonomi dengan menggunakan kecakapanya. Di samping itu Mak

Weber juga masih menyebutkan golongan kehormatan khusus dari masayarakat

yang dinamakan Stand. Josep Schumpeter mengatakan bahwa:

Ternbentuknya kelas-kelas dalam masyarakat adalah karena di perlukan


untuk menyesuaiakan masyarakat dengan keperluan-keperluan yang nyata.
Maka kelas dan gejala-gejala Kemasyarakatan lainya hanya dapat
dimengerti dengan benar apabila di ketahui riwayat terjadinya.

Dengan demikian mau tidak mau ada sistem lapisan masyarakat, akan

tetapi wujudnya dalam masyarakat juga berlainan. Karena tergantung pada bentuk

dan kebutuhan masing-masing masyarakat. Jelass bahwa kedudukan peranan yang

di anggap tertinggi. Tak bayak individu yang mempunyai persyaratan demikian,

bahkan mungkin hanya segolongan kecil dalam masyarakat. Maka oleh sebab itu

pada umunya warga lapisan atas (Upper-class) tidak terlalu bayak apabila di

bandingkan dengan lapisan menengah ( middle class) dan lapisan bawah ( lower

class).

Gambaran sederhana di atas merupakan gejala umum yang kadangkala

mempunyai pengecualian. Seperti di uraikan sebelumnya wujud sistem lapisan

dan jumlahnya dalam masyarakat tergantung dari penyelidik yang meneliti suatu

masyarakat tertentu.

2. Aspek-aspek Ekonomi Keluarga


Di atas penulis telah menyinggung tentang kondisi ekonomi keluarga yang

berbeda- beda di dalam bermasyarakat terdapat beberapa lapisan ekonomi yang

berbeda yaitu ekonomi mampu, ekonomi sedang dan ekonomi keluarga tidak

mampu.

a) Ekonomi Keluarga Mampu

Suatu kenyataan yang tidak bisa di sangkal lagi bahwa ekonomi

merupakan faktor yang menentukan perilaku seseorang di dalam masyarakat


dan juga lingkunganya. Di dalam masyarakat terdapat kelas-kalas ekonomi

yang dapat dikatakan ekonomi keluarga mampu di bandingkan dengan

ekonomi keluarga yang lainya. Di dalam kehidupan sehari- hari ekonomi

keluarga mampu berbeda dengan ekonominya dengan eknomi keluarga di

bawahnya.

Perbedaan–perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan antara kelas

ekonomi keluarga mampu dan ekonomi keluarga lemah. Akhirnya

menyebabkan perbedaan antara keluarga mampu dan keluaga kurang mampu

berdasarkan tingkat ekonomi keluarganya.

Marx mengatakan:

Selama matarakat masih terbagi ke dalam kelas-kelas, maka pada kelasa


yang berkuasalah yang akan terhimpun segala kekuasaan dan kekayaan.
Hukum, filsafat, agama dan kesenian merupakan refleksi dari status
ekonomi tersebut. Namun demikian, hukum-hukum perubahan berperan
baik dalam sejarah sehingga keadaan tersebut dapat berubah baik dengan
adanya revolusi. Akan tetapi ketika masih ada kelas yang berkuasa maka
tetap terjadi exploisasi terhadap kelas yang lebih lemah.

Salah satu fungsi keluarga adalah fungsi ekonomi, yaitu suatu keadaan

bahwa keluarga merupakan suatu sosial yang mandiri, yang di situ anggota

keluarganya mengkomsumsi barang-barang yang diproduksinya. Dalam

kontek ini keluarga membutuhka dukungan dana atau keuagan yang

mencukupi kebutuhan produksi keluarga. Ini dikarenakan keluarga juga

berfungsi sebagai pendidikan bagi seluruh keluarganya, memberikan

pendidikan kepada anak-anak dan remaja.(Jallaudin, 1993)

Yang lebih pada masyarakat itu lebih memudahkan keluarga yang

mmpuyai ekonomi keluarga mampu di bandingkan dengan status ekonomi

yang berada di bawahnya. Selain itu mereka mempunyai banyak kemudahan-

kemudahan akibat dari dukungan perekomonian yang mapan di dalam

mencukupi kebutuanya dan juga di dalam mendidik anak-anaknnya.


Ukuran atau kriteria yang bisa di pakai untuk menggolongkan anggota

masayarakat ke dalam suatu lapisan adalah ukuran kekayaan, ukuran

kekuasaan, ukuran kehormatan dan ukuran ilmu pengetahuan9.

Ukuran-ukuran di atas amat menentukan sebagai dasar sistem lapisan

dalam masyarakat. Pada masyarakat tradisional orang yang membuka

tanahlah yang mempunyai kelas paling tinggi, keturunan dan kerabat

pembuka tanah di anggap masyarakat desa sebagai kelas tertinggi. Lapisan

atasan masyarakat tertentu dalam istilah sehari-hari di namakan elit. Dan

biasanya lapisan golongan atasan merupakan golongan kecil dalam

masyarakat dan juga mengendalikan masyarakat. Kekayaan dapat dijumpai

dalam masyarakat ini dan di anggap sebagai hal yang wajar.

b) Status Ekonomi Keluarga Sedang

Status yang bayak terdapat di lingkungan masyarakat adalah status

golongan sedang. Status golongan ini dapat hidup di tengah-tengah

masyarakat yang bermacm- macam, didalam golongan ini seseeorang tidak

berlebihan di dalam membelanjakan hartanya juga tidak kekurangan di dalam

mencukupi kebutuan keluarganya.

Status mereka dapat berkomunikasi baik dengan status di atasnya juga dapat

berkomunikasi baik dengan status di bawahnya. Di dalam tingkatan ini jarang

di temui masalah yang menonjol di dalam berkomunikasi dengan status yang

lainya. Sebagaimana di kemukakan W.A. Gerungan Tingkah aku yang tidak

wajar paling sedikit dialami oleh anak-anak yang berlatar belakang sosial

ekonomi menengah.11 Ini menunjukkan kelas ekonomi sedang dapat

berkomunikasi dengan baik denga status ekonomi yang lain hal ini

menyebabkan kelas ini tidak ada permasalah yang mendasaar didalam

psikologis anak di dalam bergaul.


Ukuran status keluarga sedang tidak terlalu menonjol di bandingkan

status- status yang ada di atasnya di sebabkan status ini terlalu banyak di

dalam lingkungan masyarakat . Status ini dapat di tentukan oleh lingkungan

yang bersangkutan. Pada dasarnya status keluarga ini dapat memenui

kebutuanya seperti kebayakan keluarga lainya, hanya saja yang

membedakanya adalah tingkatan fasilitas yang di gunakan berbeda dengan

fasilitas ekonomi di atasnya. Tapi mereka di tinjau dari sudut kelayakan

mereka masih layak untuk hidup dengan orang-orang pada umumnya.

Di dalam karyanya Durkheim meyatakan bahwa:

Unsur baku dalam masyarakat adalah adalah faktor solidaritas, dia


membedakan antara masyarakat-masyarakat yang bercirikan faktor
solidaritas mekanis dan memiliki solidaritas organis. Dalam masyarakat
dengan solidaritas mekanis, warga-warga masyarakat belum mempunyai
diferensisasi pembagian kerja. Sedangkan masyarakat organis sudah
mempunyai pembagian kerja yang di tandai dengan derajat spesialisasi
tertentu. 12

c) Ekonomi Keluarga Tidak Mampu

Status keluarga yang ketiga adalah status ekonomi keluarga lemah,

status ini dapat dikatakan status ekonomi keluarga tidak mampu (miskin)

biasanya status ini kebayakan berasal dari pedesaan dan juga daerah

pemukiman masyarakat yang tertinggal.

Akibat dari kemiskinan sangatlah berdampak pada kehidupan manusia,

terutama pada pendidikan dan juga kebutuan mencukupi kebutuan hidupnya.

Kemiskinan sangatlah banyak menyebabkan anak-anak bekerja membantu

keluarganya di dalam mencukupi kebutuhanya , padahal mereka masih di

wajibkan di dalam mencari pendidikan. Akibat dari kemiskinan banyak anak-

anak putus sekolah. Sebagai mana di kutip tadjudin Noer Efendi

mengemukakan:

Banyak gadis kecil sudah belajar berbelanja sendiri di pasar untuk


kebutuan keluarganyadan kalau ibunya berbelanja di pasar mereka dapat
menggantikan sang ibu untuk waaktu-waktu singkat. Sedangkan anak
laki-laki bekerja sebagai buruh pembuat rokok di toko, sebagai tukang
karcis bis, sebagai tukang jahit dan tukang kayu.

Sangatlah buruk bagi perkmbangan masyarakat, keterbelakangan akibat

masyarakat tidak dapat memperoleh pendidikan merupakan efek dari

kemiskinan. Dari kajian tersebut dapat di pastikan kondisi keluarga ekonomi

lemah sangatlah tidak menguntungkan bagi kehidupan keluarga. Maka dari itu

kemiskinan harus segera di tangani dengan serius, agar masa depan kehidupan

keluarga menjadi lebih baik.

Akar kemiskinan di Indonesia tidak hanya harus di cari dalam budanya

malas bekerja. Sementara itu keterbatasan wawasan, kurangnya keterampilan

dan kurangnya kesehatan dan etos kerja yang buruk, semuanya merupakan

faktor internal. Dan faktor external yaitu kesehatan yang buruk, rendahnya

gizi masyarakat mengakibatkan rendahnya pendapaan dan terbatasnya sumber

daya alam. (Abad, 2007)

Ada sejumlah teori yang yang di kolaborasi berkaitan dengan kemiskinan dan

kelas sosial, Teori teori tersebut ringkasanya dapat di kelompokkan dalam dua

kategori yaitu yang berfokus dalam pada tingkah laku individu daan teori

mengarah pada atuktur sosial. Teori tingkah laku merupakan teori tentang

pilihan, harapan, sikap, motiasi, dan kapital manusia. Secara keseluruhan teori

dalam kategori ini tersajikan dengan baik dalam teori ekonomi neoklasik.

Pandangan stukturalis yang bertolak belakang dengan pendapat di atas di

awaali dengan baik oleh teori kelompok Marxis, Yaitu:

Bahwa hambatan-hambatan stuktural yang sistematik telah menciptakan


ketidak samaan dalam kesempatan, dan berkelanjutanya penindasan
terhadap kelompok miskin oleh kelompok kapitalis.

3. Faktor-faktor yang menentukan keadaan tingkat ekonomi.

Berdasarkan kodratNya manusia dilahirkan memiliki kedudukan yang


sama dan sederajatnya, akan tetapi sesuai dengan kenyataan setiap manusia

yang menjadi warga suatu masyarakat, senantiasa mempunyai status atau

kedudukan dan peranan. Ada beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi

rendahnya keadaan sosial ekonomi orang tua di masyarakat, diantaranya

tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, kondisi lingkungan

tempat tinggal, demilikan kekayaan, dan partisipasi dalam aktivitas kelompok

dari komunitasnya. Dalam hal ini uraiannya dibatasi hanya 4 faktor yang

menentukan yaitu tingkat pendidikan, pendapatan, dan kepemilikan kekayaan,

dan jenis tempat tinggal.

i. Tingkat Pendidikan

Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 1 hal 8, pada dasarnya

jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan

tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan

kemampuan yang dikembangkan. Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara. Pendidikan adalah aktivitas dan usaha untuk meningkatkan

kepribadian dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rokhani

(pikir, cipta, rasa, dan hati nurani) serta jasmani (panca indera dan

keterampilan- keterampilan).

Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 3 Pendidikan bertujuan untuk

“Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia

seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan,

kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan bertanggung

jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Untuk mencapai tujuan tersebut,

pendidikan diselenggarakan melalui jalur pendidikan sekolah (pendidikan

formal) dan jalur pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal). Jalur

pendidikan sekolah (pendidikan formal) terdapat jenjang pendidikan sekolah,

jenjang pendidikan sekolah pada dasarnya terdiri dari pendidikan prasekolah,

pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

a. Pendapatan

Pendapatan adalah jumlah semua pendapatan kepala keluarga maupun

anggota keluarga lainnya yang diwujudkan dalam bentuk uang dan barang.

Berdasarkan jenisnya, Biro Pusat Statistik membedakan pendapatan menjadi

dua yaitu:

1) Pendapatan berupa barang

Pendapatan berupa barang merupakan segala penghasilan yang bersifat

regular dan biasa, akan tetapi tidak selalu berupa balas jasa dan diterimakan

dalam bentuk barang atau jasa. Barang dan jasa yang diterima/diperoleh

dinilai dengan harga pasar sekalipun tidak diimbangi ataupun disertai

transaksi uang oleh yang menikmati barang dan jasa tersebut. Demikian juga

penerimaan barang secara cuma-cuma, pembelian barang dan jasa dengan

harta subsidi atau reduksi dari majikan merupakan pendapatan berupa barang.

2) Pendapatan berupa uang

Berdasarkan bidang kegiatannya, pendapatan meliputi pendapatan

sektor formal dan pendapatan sektor informal. Pendapatan sektor formal

adalah segala penghasilan baik berupa barang atau uang yang bersifat regular

dan diterimakan biasanya balas jasa atau kontrasepsi di sektor formal yang
terdiri dari pendapatan berupa uang, meliputi: gaji, upah dan hasil infestasi

dan pendapatan berupa barang-barang meliputi : beras, pengobatan,

transportasi, perumahan, maupun yang berupa rekreasi.

Pendapatan sektor informal adalah segala penghasilan baik berupa

barang maupun uang yang diterima sebagai balas jasa atau kontraprestasi di

sektor informal yang terdiri dari pendapatan dari hasil infestasi, pendapatan

yang diperoleh dari keuntungan sosial, dan pendapatan dari usaha sendiri,

yaitu hasil bersih usaha yang dilakukan sendiri, komisi dan penjualan dari

hasil kerajinan rumah.

b. Pemilikan Kekayaan atau Fasilitas.

Pemilikan kekayaan atau fasilitas adalah kekayaan dalam bentuk

barang- barang dimana masih bermanfaat dalam menunjang kehidupan

ekonominya. Fasilitas atau kekayaan itu antara lain:

1) Barang-barang berharga

Menurut Abdulsyani (1994:128), bahwa pemilikan kekayaan yang bernilai


ekonomis dalam berbagai bentuk dan ukuran seperti perhiasan, televisi,
kulkas dan lain-lain dapat menunjukkan adanya pelapisan dalam
masyarakat. Dalam penelitian ini barang-barang dapat menunjukkan
keadaan sosial ekonomi seseorang. Barang-barang yang berharga tersebut
antara lain tanah, sawah, rumah dan lain-lain.

c. Jenis tempat tinggal.

Menurut Abdulsyani (1994:172) untuk mengukur tingkat sosial ekonomi

seseorang dari rumahnya, dapat dilihat dari:

1) Status rumah yang ditempati, bisa rumah sendiri, rumah dinas,

menyewa, menumpang pada saudara atau ikut orang lain.

2) Kondisi fisik bangunan, dapat berupa rumah permanen, kayu dan bambu.

Keluarga yang keadaan sosial ekonominya tinggi, pada umumnya


menempati rumah permanent, sedangkan keluarga yang keadaan sosial

ekonominya menengah kebawah menggunakan semi permanen atau tidak

permanen.

3) Besarnya rumah yang ditempati, semakin luas rumah yang ditempati pada

umunya semakin tinggi tingkat sosial ekonominya. Rumah dapat

mewujudkan suatu tingkat sosial ekonomi bagi keluarga yang menempati.

Apabila rumah tersebut berbeda dalam hal ukuran dan kualitas

rumah. Rumah yang dengan ukuran besar, permanen dan milik

pribadi dapat menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonominya tinggi

berbeda dengan rumah yang keil, semi permanen dan menyewa

menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonominya rendah


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep – konsep atau
variabel – variabel yang akan diamati melalui penelitian yang dimaksud
(Notoatmojo,2012).
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kesehatan
Penyakit
Reproduksi
Kespro
Fisik

Mental

Sosial

Pembalut Kesehatan Pencemaran


Wanita Lingkungan Lingkungan
Tanah

Air

Udara

Ekonomi Keluarga
Mampu
Ekonomi
Ekonomi Keluarga
Keluarga
Sedang
Pendidikan

Pekerjaan Ekonomi Keluarga


Tidak Mampu
Pendapatan

Jumlah
tanggunan
Status Sosial
dalam
Masyarakat
B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara itu apakah betul – betul terjadi pada sample
yang diteliti apa tidak (Notoatmojo, 2012)

Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ada dampak pemakaian pembalut wanita terhadap kesehatan reproduksi, kesehatan


lingkungan dan ekonomi keluarga.

C. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pemakaian pembalut wanita.

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kesehatan reproduksi, kesehatan


lingkungan dan ekonomi keluarga.

D. Definisi Operasional

Tabel 3.1: Definisi Operasional, Skala Pengukuran Variabel

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Kategori Skala


Pemakaian Kuesioner Nominal
Pembalut Wanita
Kesehatan
Reproduksi
Kesehatan
Lingkungan
Ekonomi
Keluarga
E. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Survai Analitik. Metode penelitian


survai analitik adalah penelitian yang coba menggali bagaimana dan mengapa fenomena
kesehatan ini terjadi, kemudian menganalisis korelasi antara fenomena tersebut, baik faktor
resiko maupun faktor efek.

Notoatmodjo (2012), Metode survai analitik ini menggunakan desain cross


sectional. Desain cross sectional adalah suatu penelitian dimana variabel – variabel termasuk
faktor resiko dan variabel–variabel yang termasuk efek observasi diukur pada waktu yang
bersamaan.

F. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian
atau yang diteliti (Kuntoro, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita di Kabupaten Kediri yang
seluruhnya berjumlah ................... orang.

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Kuntoro, 2010).

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling (Sampel


Acak Sederhana) dimana suatu sampel dipilih dari suatu populasi dengan cara acak sehingga
setiap sampel yang mungkin dari populasi itu memilikim peluang atau kesempatan yang
sama untuk terpilih.

Sampel dalam penelitian ditentukan dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :


NZ 2 .P(1− P)

n = (N −1).d 2 + Z 2 .P(1− P)

154(1,96)2 .0,5(1 − 0,5)

n = (154 −1).(0,1)2 + (1,96)2 .0,5(1− 0,5)

147,9016
n=
2,4904

n = 59,9 ≈

Keterangan : n = besar sampel

N = Jumlah total populasi

P = Proporsi ciri yang diamati yaitu 0,5

d = Presisi sebesar 10% (0,1)

G. Teknik Pengumpulan Data


1. Wawancara

Dalam penelitian teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan data primer yaitu
dengan mengisi kuesioner tentang “pemakaian pembalut” dan “ekonomi keluarga” yang telah
disediakan.

2. Penyebaran kuesioner kesehatan reproduksi


3. Pengambilan tes tanah dan air
DAFTAR PUSTAKA

Abad Badruzaman, Lc, m.Ag, Teologi kaum tertindas, (Yokyakarta, Pustaka Belajar, 2007)
Azwar, 1983. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Mutiara. Jakarta

Achmadi, Umar Fahmi, 1991. Transformasi Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja di
Indonesia, Jakarta : UI Press.

Aditrock. 2009. Sejarah Pembalut Wanita. http://id.shvoong.com

BSN, 2000, Pembalut wanita. Standar Nasional Indonesia (SNI).JakartaKogi, K. 1997.


Current problems - emerging issues in occupational and environmental health,
Environmental Management and Health, Vol. 8 Iss: 5 pp. 167 – 169

Faiz. 2012. FC bio sanitary pad Avail. http://availeloktegal.blogspot.com

Irwin, C., E., & Millstein, S., G. 1982. Emerging Pattern of Tampon Use in the
Adolescent Female: The Impact of Toxic Shock Syndrome, AJPH, Vol. 72, No.
5, 464- 467.

Novita, M. 2010. Menstruasi (Studi Kasus Pada Siswi SMP Negeri 2 Girsang Simpangan
Bolon Parapat. Medan). Universitas Sumatra Utara.

Sumarmi, Lusia. 2011. Pembalut Wanita. http://ksupointer.com

Thadjudin Noer Efendi, Sumber Daya Manusia Peluang Kerja Dan Kemiskinan (Yogyakarta
Tiara WacanaYogya. 1993)

Sarasvati. 2010. Cara Holistik dan Praktis Atasi Gangguan Khas pada Kesehatan Wanita. PT.
Bhuana Ilmu Populer. Jakarta

Soerjono Soekanto, Sosiologi sesuatu pengantar, ( Jakarta: PT Raja grafindo Persada,


Cetakan ke empat 1990) hal 251

Jalaludin Rahmad. Islam alternatif ceramah-ceramah di kampus,(Bandung ,Mizan, 1993) hal


121

Anda mungkin juga menyukai