Laporan Kasus Pediatri
Laporan Kasus Pediatri
GIZI BURUK
Disusun oleh:
Sherly L. Kerjapy
NIM. 2013-83-061
Pembimbing:
dr. Dwi Murti Nuryanti, Msc, Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
BAB I
IDENTITAS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama : An. Ahmad Yusuf Rehalat
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 16 Kg
Alamat : Tulehu
No.RM : 05-45-48
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Masuk RS : 04 Juni 2019
B. ANAMNESIS (Alloanamnesis)
Keluhan Utama : Luka pada punggung bawah
1
makan paling banyak 2x, makan hanya porsi kecil dan terdiri dan nasi dan
ikan, pasien jarang makan sayur, dll. Selama kecil masa pertumbuhan
pasien baik, pasien termasuk anak yang aktif.
Riwayat Imunisasi :
Vaksin Jumlah Belum Tidak Vaksin Jumlah Belum Tidak Vaksin Jumlah Belum Tidak
Pernah Tahu Pernah Tahu Pernah Tahu
BCG 1 Hib 3 Hep. A
Hep. B 3 PVC Varisela
Polio 3 Influenza HPV
DPT 3 MMR Lain-
lain
Campak 1 Tifoid Lengkap
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
Keadaan umum : Tampak sedang
Kesadaran : Composmentis
Gizi : BB 16 Kg, TB : 116,5 cm
2. Vital Sign
Nadi : 115x/menit
Pernafasan : 26x/menit
Suhu : 38,2o C
Saturasi O2 : 98% tanpa O2
2
3. Pemeriksaan Fisik
Kepala :
Bentuk : Normochephal
Rambut :Pertumbuhan rambut baik, distribusi rambut
normal, rambut tidak mudah rontok.
Wajah :
Mata : Ikterus (-), Anemis (-/-), refleks cahaya (+),
refreks pupil (+)
Hidung : Pernafasan cuping hidung (+)
Mulut : Candidiasis (-), stomatitis (-)
Bibir : Sianosis (-)
Gigi : (-)
Tenggorokan : T2/T2 hiperemis (+)
Telinga : Otorea (-)
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar, skofuloderma (-)
Thoraks
A. Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dada simetris,
Palpasi : Kripitasi (-), Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
B. Cor :
Inspeksi : Ictuskordis terlihat
Palpasi : Ictuskordis teraba pada ICS 5 midclavicula
sinistra
Perkusi : Redup
Auskultasi : BJ S1 dan S2 Murni reguler
Abdomen :
Inspeksi : Datar
3
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, tidak ada
pembesaran organ, tidak ditemukan masa extra atau
intra abdomen
Perkusi : Timpani
Auskultasi : 8-9x/menit
Extremitas :
Tonus otot : +2 (Normal)
Kekuatan otot : Tidak dapat dievaluasi
CRT : <2 detik
Genitalia : dalam batas normal
Pemeriksaan Neurologis :
Refleks Fisiologis : (+)
Refleks Patologis : (-)
KPR : (+) Normal
APR : (+) Normal
Nervus Cranialis : Normal
Tanda rangsang meningen :
Kaku kuduk : (-)
Kernig sign : (-)
Brudsinski : I : (-) II : (-) II : (-) IV : (-)
Pemeriksaan Status Lokalis :
Ditemukan V. excoriasi pada regio lumbal, kemerahan (+),
hangat (+), Nyeri (+).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium : Tanggal 4 Juni 2019
Kesan : Limphopenia granulositosis, Micrositosis
4
Tabel 1. Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi Hasil
6 3
Jumlah eritrosit 5,21 x 10 /mm 3,5-5,5 Menurun
14,0-18,0 (L), Menurun
Hemoglobin 12.4 g/dL
12,0-15,0 (P)
40-52 (L), 37-43 Menurun
Hematokrit 38.5%
(P)
MCV 73,9 um3 80-100 Menurunl
MCH 23.8 pg 27-32 Menurun
MCHC 32.2 g/dL 32-36 Normal
RDW 15.5 % 11-16 Normal
162 x Menurun
Jumlah trombosit 150-400
103/uL
MPV 7.8 fL 6-11 Normal
3
Jumlah leukosit 4.3 x 10 /uL 4,0-12,0 Normal
Hitung jenis leukosit
Limfosit 14,2% 20-40 Menurun
MID 5,7% 2-10 Normal
Granulosit 80,1% 50-80 Meningkat
E. DIAGNOSIS MASUK
Vulnus excoriatum et regio lumbal with secunder infection
Tonsillitis akut
F. TERAPI
a. IVFD RL 18 tpm
b. Injeksi cefotaxim 3 x 600 mg / IV
c. Injeksi gentamisin 2 x 40 mg / IV
d. Injeksi metronidazol 3 x 150 mg / IV
e. Rawat Luka pagi dan sore
5
7 cm, nyeri tekan (+), infection 40 mg / IV
kemerahan (+) Tonsilitis akut Injeksi metronidazol 3
BB : 16,4 Kg, BBI 22 Kg, x 150 mg / IV
TB : 116,5 cm, IMT : 12,8 Rawat Luka pagi dan
kg/m2, sore
Status Gizi : < -3 SD =
Gizi Buruk
6/06/2019 Demam (-) N. 88x/mnt Vulnus IVFD RL 18 tpm F100
PH.2 Batuk (+) S. 36.5’c Excoriatum et Injeksi cefotaxim 3 x
Nyeri pada P. 20x/mnt region lumbal + 600 mg / IV
luka (-) Status lokalis : vulnus 7 x secondary Injeksi gentamisin 2 x
7 cm, nyeri tekan infection 40 mg / IV
berkurang, kemerahan (+), Tonsilitis akut Injeksi metronidazol 3
luka sudah mulai Gizi Buruk x 150 mg / IV
mongering. Rawat Luka pagi dan
BB : 16,4 Kg, BBI 22 Kg, sore
TB : 116,5 cm, IMT : 12,8
kg/m2,
Status Gizi : < -3 SD =
Gizi Buruk
7/06/2019 Demam (-) N. 90x/mnt Vulnus IVFD RL 18 tpm .
PH.3 Batuk (+) S. 36.7’c Excoriatum et F100 8 x 200 cc
Nyeri pada P. 20x/mnt region lumbal + Injeksi cefotaxim 3 x
luka (-) Status lokalis : vulnus 7 x secondary 600 mg / IV
7 cm, nyeri tekan infection Injeksi gentamisin 2 x
berkurang, kemerahan (+), Tonsilitis akut 40 mg / IV
luka sudah mulai Gizi Buruk Injeksi metronidazol 3
mongering. x 150 mg / IV
BB : 16 Kg, BBI 22 Kg, Rawat Luka pagi dan
TB : 116,5 cm, IMT : 12,8 sore
kg/m2,
Status Gizi : < -3 SD =
Gizi Buruk
8/06/2019 Demam (-) N. 80x/mnt Vulnus IVFD RL 18 tpm Pulv Batuk 3 dd 1
PH.4 Batuk (+) S. 37’c Excoriatum et F100 3 x 200 cc Salbutamol 0,5 mg
Nyeri pada P. 20x/mnt region lumbal + Injeksi cefotaxim 3 x Ambroxol 10 mg
luka (-) Status lokalis : vulnus 7 x secondary 600 mg / IV CTM 1 mg.
Belum BAB 4 7 cm, nyeri tekan infection Injeksi gentamisin 2 x Dexametason ½ tab
hari berkurang, kemerahan (-), Tonsilitis akut 40 mg / IV
luka sudah mulai Gizi Buruk Injeksi metronidazol 3
mongering. x 150 mg / IV
BB : 16,8 Kg, BBI 22 Kg, Rawat Luka pagi dan
TB : 116,5 cm, IMT : 12,8 sore
kg/m2,
Status Gizi : < -3 SD =
Gizi Buruk
6
cacing namun Albumin 3,4 gr/dl Injeksi metronidazol
belum ada stop
cacing yang Mebendazol 2 x 100
keluar mg (3 hari)
Pyrantel 1 x 160 mg
Zalf gentamisin
12/06/2019 Demam (-) N. 84x/mnt Combutsio gr II a IVFD RL 18 tpm Aff infuse
PH.7 Batuk (-) S.36’C terepitelisasi F100 3 x 200 cc Stop injeksi
Nafsu makan P. 20x/menit Rhinofaringitis Pulv Batuk 3x1 Berikan F100
membaik BB : 17 kg Kg, akut Injeksi cefotaxim 3 x sampai 7 hari
BAB (-) Luka di punggung bawah Gizi buruk 600 mg / IV BLPL
sudah mongering Hleminthiasis Injeksi gentamisin
Hipoalbuminemia stop
Injeksi metronidazol
stop
Mebendazol 2 x 100
mg (3 hari)
Pyrantel 1 x 160 mg
Zalf gentamisin
H. Diagnosis Keluar
7
BAB II
DISKUSI
A. Definisi
Menurut WHO salah satu masalah gizi buruk terjadi akibat konsumsi
makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena adanya
gangguan kesehatan. Anak disebut gizi buruk apabila berat badannya kurang dari
berat badan normal. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), gizi buruk adalah
status gizi menurut berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dengan Z-score <-3
dan atau dengan tanda-tanda klinis (marasmus, kwasiorkor dan marasmus-
kwasiorkor). Gizi buruk juga diartikan seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Malnutrisi primer bila kejadian kurang
energi akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh
masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahya pengetahuan di bidang gizi.
Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah gizi karena adanya penyakit utama,
seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan percernaan dan
metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan gizi meningkat, penyerapan gizi yang
turun dan atau meningkatnya kehilangan gizi.1,2,3,4
Pada kasus pasien memiliki status gizi <-3 SD sehingga dapat dikatakan
bahwa pasien memiliki gizi buruk, hal ini diakibatkan pasien memiliki kebiasaan
susah makan. Pasien juga hanya tinggal bersama neneknya, ibu pasien sedang
bekerja menjadi TKW sehingga kesaharianank ini hanya dirawat oleh neneknya.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa malnutrisi primer biasanya disebabkan karena
kurang asupan nutrisi akibat masalah sosial ekonomi, serta kurangnya
pengetahuan di bidang gizi.
8
Tabel 3. Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks1
B. Faktor Penyebab
a. Faktor Langsung
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya
jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi
unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu
kemiskinan.
2. Penyakit infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ
tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
b. Faktor tidak Langsung
1. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
3. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
9
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi
buruk pada balita, yaitu:
1. Keluarga miskin
2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS,
saluran pernapasan dan diare
Pada pasien faktor yang menjadi penyebab gizi buruk adalah kurangnya
asupan gizi dari makanan. Pasien memiliki kebiasaan makan tidak teratur, kalau
sudah bermain bisanya lupa makan, kurang makan sayur dan buah-buahan, selain
itu pasien juga tidak pernah minum susu selama masa pertumbuhan, namun
menurut neneknya pasien mendapatkan ASI sampai usia 2 tahun. Pasien juga
berasal dari keluarga miskin, dimana pasien hanya dirawat oleh neneknya, yang
memiliki tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah yang menyebabkan
kurangnya perhatian terhadap pentingnya asupan gizi pada pasien. Hal ini juga
terlihat pada pemeriksaan albumin dimana pasien mengalami hipoalbuminemia
yang mungkin saja disebabkan karena kurangnya asupan protein dari pasien.
C. Diagnosis
10
membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain
yang berat.
D. Klasifikasi
1. Marasmus
2. Kwashiorkhor
Kwasiorkor memiliki ciri-ciri: wajah bulat (moon face), biasa terjadi pada
anak usia 1-3 bulan, edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama
punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab, pandangan mata sayu, rambut
tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit
11
dan mudah rontok, terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel,
terjadi pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada
posisi berdiri atau duduk, terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang
meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy
pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut,
anemia dan diare.
3. Marasmic-Kwashiorkor
Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Anamnesis terdiri dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan.
Anamnesis awal (untuk kedaruratan):1,3
a) Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
b) Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah
dan diare (encer/darah/lendir)
c) Kapan terakhir berkemih
d) Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin.
e) Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami
dehidrasi dan/atau syok, serta harus diatasi segera.
Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana
selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan ditangani):1,3
a) Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit
b) Riwayat pemberian ASI
c) Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
d) Hilangnya nafsu makan
e) Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru
12
f) Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
g) Batuk kronik
h) Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
i) Berat badan lahir
j) Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain
k) Riwayat imunisasi
l) Apakah ditimbang setiap bulan
m) Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)
n) Diketahui atau tersangka infeksi HIV
Pemeriksaan fisis1,3
a) Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung
kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB
Tabel 4. Penentuan Status Gizi2
13
b) Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati
menentukan status dehidrasi pada gizi buruk).
c) Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat, nadi
lemah dan cepat), kesadaran menurun.
d) Demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5° C).
e) Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
f) Sangat pucat
g) Pembesaran hati dan ikterus
h) Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites, atau
adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash)
14
o ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang telinga)
o lesi eksudatif (menyerupai luka bakar), seringkali dengan infeksi
sekunder (termasuk jamur).
l) Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir).
m) Tanda dan gejala infeksi HIV
Catatan:
a) Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia. Penting untuk
memeriksa mata dengan hati-hati untuk menghindari robeknya kornea.
b) Pemeriksaan laboratorium terhadap Hb dan atau Ht, jika didapatkan anak
sangat pucat.
c) Pada buku Pedoman TAGB untuk memudahkan penanganan berdasarkan
tanda bahaya dan tanda penting (syok, letargis, dan muntah/diare/
dehidrasi), anak gizi buruk dikelompokkan menjadi 5 kondisi klinis dan
diberikan rencana terapi cairan dan makanan yang sesuai.
15
F. Tatalaksana Umum1,4
Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak
dengan gizi buruk. Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes
mata kloramfenikol/ tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah
dibasahi dengan larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri obat mata yang
mengandung steroid. Jika terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera
Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 2 fase yaitu:
fase stabilisasi dan fase rehabilitasi.
Tabel 5. Tatalaksana anak gizi buruk (10 langkah)1
Selain terapi terhadap kegawat daruratan gizi buruk, terapi juga diberikan
untuk mengatasi penyakit penyerta seperti gangguan mata, gangguann kulit, diare
persisten, anemia, parasa/cacing, TB, malaria, HIV.
Terapi Gizi
16
5. Jumlah cairan 130-200 ml/kgBB/hr, bila edema berat (+++) cairan yang
diberikan harus 100 ml/kgbb/hr
Kriteria edema :
+ : edema pada tangan dan kaki
++ : edema pada tungkai dan lengan
+++ : edema pada seluruh tubuh (wajah dan perut)
6. Pemberian dapat peroral atau melalui pipa nasogastrik
7. Porsi makanan kecil dengan frekuensi makanan sering
8. Makanan fase stabilisasi harus hipoosmolar, rendah laktosa dan rendah serat.
9. ASI diteruskan sampai usia 2 tahun
10. Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi dan berdasarkan berat badan,
yaitu : BB < 7 Kg diberi makanan bayi/lumat, BB > 7 Kg diberi makanan
anak/lunak
Tabel 6. Kebutuhan Zat Gizi Anak Menurut Fase Pemberian Makanan4
17
Tabel 7. Jadwal Pemberian Makanan Anak Gizi Buruk Menurut Fase 4
Reaksi simpang yang dapat terjadi pada pemberian enteral antara lain
adalah mual/muntah, konstipasi dan diare. Pada pemberian parenteral dapat terjadi
reaksi infeksi, metabolik dan mekanis. Selain itu, diperlukan pemantauan
18
efektivitas berupa monitoring pertumbuhan. Pada pasien rawat inap evaluasi dan
monitoring dilakukan setiap hari, dengan membedakan antara pemberian jalur
oral/enteral dan parenteral. Pada pasien rawat jalan evaluasi dilakukan sesuai
kebutuhan.2
Pada pasien didapatkan bahwa KU pasien baik, intake pasien juga normal
sehingga pemenuhan gizi berupa pemberian F100 sambil di pantau kenaikan berat
badan pasien setiap harinya. Kenaikan BB juga dicapai ketika pasien diberikan
obat cacing, hal ini dikarenakan pasien menunjukkan gejala helminthiasis yang
juga berpengaruh terhadap penyerapan gizi pasien, sehingga disamping pemberian
terapi gizi juga dilakukan terapi terhadap penyakit penyerta.2
19
DAFTAR PUSTAKA
20