Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa dan filsafat merupakan dua sejoli yang tidak terpisahkan. Siapa
pun orangnya akan senantiasa melakukan relasi yang erat dengan bahasa. Seorang
filosof, misalnya, ia akan senantiasa bergantung kepada bahasa. Fakta telah
menunjukkan bahwa ungkapan pikiran dan hasil-hasil perenungan filosofis
seseorang tidak dapat dilakukan tanpa bahasa. Bagaimanapun alat paling utama
dari filsafat adalah bahasa. Tanpa bahasa, seorang filosof (ahli filsafat) tidak
mungkin bisa mengungkapkan hasil-hasil perenungan kefilsafatannya kepada
orang lain. Tanpa bantuan bahasa, seseorang tidak akan mengerti tentang buah
pikiran kefilsafatan.
Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional, karena sebagian besar
penduduk di dunia ini berbicara menggunakan bahasa tersebut. Jika seseorang
mahir berbahasa Inggris, ia akan mudah mendapat pekerjaan di dalam maupun di
luar negeri. Beberapa pekerjaan yang membutuhkan kecakapan berbahasa Inggris
adalah penerjemah/translator, pemandu wisata, dan guru bahasa Inggris.
Sebenarnya inti dari pembelajaran bahasa Inggris adalah penerjemahan. Seseorang
akan kesulitan dalam mendengar percakapan berbahasa Inggris dan memahami
teks berbahasa Inggris, jika ia tidak bisa menerjemahkan bahasa Inggris dengan
baik dan benar.
Hermeneutika adalah salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang
interpretasi makna. Salah satu filosof terkemuka di bidang hermeneutika adalah
Hans-Georg Gadamer. Hans-Georg Gadamer banyak memberikan pandangannya
terhadap bahasa, termasuk hal menerjemahkan suatu bahasa. Pandangan Hans-
Georg Gadamer tersebut sangat erat kaitannya dengan cara menerjemahkan suatu
bahasa dengan benar, khususnya dalam hal menerjemahkan bahasa Inggris ke
dalam bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan filsafat dengan
bahasa itu memang benar-benar ada.
2

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari hermeneutika ?
2. Siapakah Hans-Georg Gadamer ?
3. Bagaimana pandangan Hans-Georg Gadamer tentang bahasa ?
4. Bagaimana keterkaitan pandangan Hans-Georg Gadamer dengan
penerjemahan bahasa Inggris ?

1.3 Tujuan Pembahasan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembahasan


makalah ini adalah :
1. Untuk menjelaskan pengertian hermeneutika
2. Untuk menjelaskan riwayat hidup Hans-Georg Gadamer
3. Untuk mendeskripsikan pandangan Hans-Georg Gadamer tentang bahasa
4. Untuk mendeskripsikan keterkaitan pandangan Hans-Georg Gadamer dengan
penerjemahan bahasa Inggris
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hermeneutika

Hermeneutika, yang dalam bahasa Inggrisnya adalah hermeneutics,


berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing
berarti “menafsirkan” dan “penafsiran”. Dalam tradisi Yunani, istilah
hermeneutika diasosiasikan dengan Hermes (Hermeios), seorang utusan
(dewa) dalam mitologi Yunani Kuno yang bertugas menyampaikan dan
menerjemahkan pesan dewa ke dalam bahasa manusia. Dengan demikian,
fungsi Hermes sangat penting, sebab bila terjadi kesalahpahaman tentang
pesan dewa, akan berakibat sangat fatal bagi seluruh kehidupan manusia.
Untuk itu, Hermes harus mampu menginterpretasikan pesan Tuhan ke
dalam bahasa pendengarnya.1
Ebeling membuat interpretasi yang banyak dikutip mengenai
proses penerjemahan yang dilakukan Hermes. Menurutnya, proses tersebut
mengandung tiga makna hermeneutis yang mendasar, yaitu: (1)
mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran melalui kata-
kata sebagai medium penyampaian; (2) menjelaskan secara rasional
sesuatu yang sebelumnya masih samar-samar sehingga maknanya dapat
dimengerti; dan (3) menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam
bahasa lain yang lebih dikuasai pemirsa. Tiga pengertian tersebut akhirnya
terangkum dalam pengertian “menafsirkan” (interpreting, understanding).2
Menerjemahkan (to translate) merupakan bentuk khusus dari
proses interpretatif dasar “membawa sesuatu untuk dipahami.” Dalam
konteks ini, seseorang membawa apa yang asing, jauh, dan tak dapat
dipahami ke dalam mediasi bahasa seseorang itu sendiri. Seperti Hermes,
penerjemah menjadi media antara satu dunia dengan dunia yang lain.

1
Mudjia Rahardjo, Dasar-Dasar Hermeneutika (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 27.
2
Ibid., hlm. 28-29.
4

Tindakan penerjemahan bukan bukanlah persoalan mekanis tentang


menemukan kata sinonim, seperti hasil-hasil penerjemahan mekanis yang
menggelikan, karena penerjemah menjadi mediator antara dua dunia yang
berbeda. Penerjemahan membuat kita sadar akan kenyataan bahwa bahasa
itu sendiri memuat interpretasi tentang dunia, di mana penerjemah harus
sensitif seperti ia menerjemahkan ekspresi individu. Penerjemahan hanya
membuat kita betul-betul sadar akan cara di mana kata-kata sebenarnya
membentuk pandangan tentang dunia, bahkan persepsi-persepsi kita.
Bahasa adalah perbendaharaan nyata dari pengalaman kultural; kita eksis
di dalam dan melalui media ini; kita dapat melihat melalui
penglihatannya.3

2.2 Hans-Georg Gadamer

Hans-Georg Gadamer lahir di Marburg pada tahun 1900. Ia belajar


filsafat pada universitas di kota asalnya, antara lain pada Nikolai
Hartmann (1882-1950) dan Martin Heidegger (1887-1976). Oleh karena
itu, pemikiran Heidegger banyak mewarnai Gadamer. Ia mengikuti kuliah
juga pada Rudolf Bultmann (1884-1976), Sekolah Teolog Protestan yang
ternama. Pada tahun 1922, ia meraih gelar “Doktor Filsafat”. Pada tahun
1929, ia menjadi Privatdozent di Marburg hingga menjadi profesor di
tempat yang sama. Pada tahun 1939, ia pindah ke Leipzig dan pada tahun
1947 ke Frankfurt am Main. Sejak tahun 1949, ia mengajar di Heidelberg
sampai dengan pensiun.4
Konsep Gadamer yang menonjol dalam hermeneutika adalah
ketika ia (meminjam pendapat Heidegger) menekankan apa yang
dimaksud “mengerti”. Untuk mencapai pengertian, seseorang harus
bertolak dari pengertian, misalnya untuk mengerti suatu teks, seseorang
harus lebih dulu memiliki prapengertian tentang teks tersebut. Jika tidak,

3
Richard E. Palmer, Hermeneutika (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 31.
4
K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1983), hlm. 223.
5

tidak mungkin seseorang mampu memperoleh pengertian tentang teks


tersebut. Dengan membaca teks, prapengertian akan terwujud menjadi
pengertian yang sungguh-sungguh. Gadamer menyebutnya sebagai
lingkaran hermeneutika (hermeneutic circle),yang artinya, bagian teks bisa
dipahami lewat keseluruhan dan keseluruhan teks hanya bisa dipahami
lewat bagian-bagiannya. Selain menekankan pentingnya prapengertian
untuk memperoleh pengertian, Gadamer menyatakan bahwa setiap
pemahaman merupakan sesuatu yang bersifat historis, peristiwa dialektik,
dan peristiwa kebahasaan.5

2.3 Pandangan Hans-Georg Gadamer Tentang Bahasa

Objek utama hermeneutika adalah teks dan teks adalah hasil atau
produk praksis berbahasa, maka antara heremeneutika dengan bahasa akan
terjalin hubungan sangat dekat, sehingga kajian hermeneutika tidak lain
adalah juga kajian terhadap bahasa secara filosofis. Lebih dari itu, bagi
para filosof bahasa, bahasa dipandang sebagai unsur sangat penting bagi
kehidupan manusia. Sebab, manusia berpikir, menulis, berbicara,
mengapresiasi karya seni, dan sebagainya melalui bahasa. Gadamerlah
yang dengan jelas dan tegas menyatakan peran penting bahasa sebagai
pusat untuk memahami dan pemahaman manusia.6
Hubungan manusia dengan dunianya adalah bahasa. Bahasalah
yang membedakannya dari binatang yang terikat dengan lingkungannya.
Dunia manusia adalah dunia sebagaimana yang dihaturkan bahasa
kepadanya, sehingga di sini tidak bisa diterima determinisme linguistik
pikiran di atas bahasa, karena terdapat ruang kebebasan untuk berbagai
variasi kata dan lokus untuk mengungkapkan kata tersebut.7 Demikian
pentingnya keberadaan bahasa bagi kehidupan manusia, sehingga manusia

5
Mudjia Rahardjo, op.cit., hlm. 46.
6
Ibid., hlm. 33
7
Inyiak Ridwan Muzir, Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media,
2012), hlm. 194.
6

tidak mungkin berbuat apa-apa tanpa bahasa. Menurut Gadamer, bahasa


bukan dipandang sebagai sesuatu yang mengalami perubahan, melainkan
sesuatu yang memiliki ketertujuan di dalam dirinya. Maksudnya, kata-kata
atau ungkapan tidak pernah tidak bermakna. Kata atau ungkapan selalu
mempunyai tujuan (telos). Jadi, kata atau ungkapan penuh dengan makna.8
Orang yang mampu menjembatani jurang antara dua bahasa,
memberi titik terang yang penting. Terjemahan bagaikan interpretasi dan
penerjemahnya, seperti juga pada hermeneutika, akan menggunakan
bahasa untuk menentukan bahasa. Sebagaimana disebutkan bahwa tugas
hermeneutik adalah terutama memahami teks, maka pemahaman itu
sendiri mempunyai hubungan yang fundamental dengan bahasa. Kita
menumbuhkan di dalam bahasa kita sendiri unsur-unsur penting dari
pemahaman, sehingga para pembicara asli (native speaker) tidak akan
gagal untuk menangkap nuansa-nuansa bahasanya sendiri. Memang kita
akui, memindahkan konsep dalam bahasa yang satu ke bahasa yang lain
bukanlah perkara yang gampang. Perpaduan antara cakrawala mungkin
selalu efektif di dalam penerjemahan. Namun, Gadamer menegaskan
bahwa interpretasi/terjemahan akan tepat bila pembacanya mengalami
suatu kehalusan dan irama bahasanya teratur. Dengan kata lain, terjemahan
itu akan indah sekali bila tidak setia pada bahasa aslinya dan bila setia
sering terjemahan itu tidak indah lagi. Artinya, terjemahan yang baik tidak
menurut kata per kata tetapi disesuaikan dengan lagak ragam bahasa
sendiri.
Sekali lagi, bahasa adalah medium penting dalam pengalaman
hermeneutik. Dalam percakapan misalnya, Gadamer menekankan bahwa
keseluruhan proses percakapan berkaitan dengan bahasa. Bahasa adalah
pertengahan daerah diantara pengertian dan persetujuan mengenai objek
yang mencoba mengambil tempat diantara dua orang yang melakukan
percakapan. Gadamer memberi contoh yang kedua ini yakni dalam hal

8
Mudjia Rahardjo, op.cit., hlm. 35.
7

menerjemahkan sebuah percakapan yang dilakukan dalam dua bahasa


berbeda. Penerjemah dalam hal ini tentu saja tidak secara bebas
mengartikan apa yang orang lain katakan. Arti percakapan itu harus
dipelihara dan juga harus dimengerti dalam sebuah bahasa baru dan
dengan cara yang baru. Agar dua orang sunguh saling mengerti, dalam
percakapan dibutuhkan suatu bahasa (umum) yang oleh keduanya bahasa
tersebut dapat dimengerti. Dalam hal ini, bahasa merupakan perantara
untuk saling mengerti. Ciri-ciri khas dari setiap percakapan yang benar
adalah masing-masing orang membuka dirinya sendiri kepada orang lain.

2.4 Keterkaitan Pandangan Hans-Georg Gadamer Dengan


Penerjemahan Bahasa Inggris

Pembelajaran bahasa Inggris tidak terlepas dari kegiatan


menerjemahkan suatu teks dan menerjemahkan suatu percakapan. Para
pengajar sastra harus pakar ahli di dalam “menerjemahkan” daripada
“menganalisa”, tugas mereka adalah membawa apa yang jauh, tidak jelas,
dan asing maknanya ke dalam sesuatu yang bermakna pada “pembicaraan
bahasa kita”. Pandangan Hans-Georg Gadamer tentang bahasa sangat
berkaitan erat dengan proses penerjemahan dalam pembelajaran bahasa
Inggris. Penerjemahan kalimat bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia
sangat tidak sesuai jika dilakukan dengan menerjemahkan satu per satu
kata. Jika kata diterjemahkan satu per satu, kalimat itu akan terasa aneh
dan lucu. Tentunya, makna kalimat juga akan sulit dipahami.
Dalam menerjemahkan setiap kalimat dalam teks berbahasa Inggris
ke dalam bahasa Indonesia, kita harus benar-benar memperhatikan
konteksnya.9 Kita harus luwes dalam menyusun kalimat penerjemahannya.
Misalnya, pada kalimat “Have a haircut !”, jika diartikan satu per satu
kata, penulisan terjemahannya adalah “Mempunyai sebuah potongan
rambut”. Pada saat kita mendengarnya, kalimat tersebut terasa sangat aneh

9
Josef Bleicher, Hermeneutika Kontemporer (Yogyakarta : Fajar Pustaka, 2007), hlm. 29.
8

dan sulit dipahami. Kita harus menambah keluwesan dalam


menerjemahkan kalimat tersebut dan penulisan terjemahannya menjadi
“Potonglah rambutmu !”. Dengan demikian, pendengar lebih mudah untuk
memahami makna dari kalimat berbahasa Inggris tersebut. Kalimat
tersebut merupakan contoh yang paling mudah, karena kalimatnya pendek.
Semakin lama kita akan berhadapan dengan kalimat-kalimat yang semakin
panjang dalam sebuah teks berbahasa Inggris. Jika kita tidak memahami
cara menerjemahkan dengan benar, kita akan kebingungan dalam
menerjemahkan teks-teks bahasa Inggris yang panjang dan kata-katanya
terlalu rumit. Oleh karena itu, memahami konteks dalam setiap teks itu
memang sangat diperlukan. Pemahaman tentang konteks juga akan
memudahkan kita untuk menerjemahkan teks berbahasa Inggris tanpa
melihat kamus. Pada dasarnya, kalimat-kalimat dalam teks itu saling
berkaitan satu sama lain. Jadi, pada saat kita tidak mengetahui arti dari
salah satu kata, kita dapat memperkirakan artinya dengan melihat dan
menghubungkan dengan kalimat-kalimat sesudah atau sebelumnya.
Menerjemahkan percakapan berbahasa Inggris pun juga harus ada
tekniknya. Kita tidak perlu menerjemahkan satu per satu kata yang
diucapkan. Kita hanya perlu mencari hal-hal yang penting dalam sebuah
percakapan tersebut. Jika kita menerjemahkannya satu per satu, kita akan
ketinggalan, karena orang berbicara itu sangat cepat. Hal terpenting adalah
mengetahui pokok-pokok pembicaraannya. Setelah mengetahui inti dari
percakapannya, kita dapat menyusunnya ke dalam beberapa kalimat
dengan menggunakan bahasa kita sendiri. Dengan demikian, percakapan
berbahasa Inggris dapat kita sampaikan kepada pendengar dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pandangan Gadamer
tentang bahasa sangat membantu kita untuk mendapat pengetahuan yang
lebih banyak tentang cara menerjemahkan yang baik dan benar.
9

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan dari bab pembahasan diatas maka adapun yang


dapat ditarik sebagai kesimpulan pada halaman ini, yaitu pandangan Hans-Georg
Gadamer tentang bahasa sangat berkaitan dengan penerjemahan bahasa Inggris ke
dalam bahasa Indonesia. Menurut Hans-Georg Gadamer, penerjemahan suatu
bahasa asing ke dalam bahasa pendengar tidak boleh dilakukan dengan
menerjemahkan satu per satu kata. Kita harus memperhatikan konteks kalimat,
agar dapat menerjemahkan dengan baik dan benar. Teknik penerjemahan dengan
memperhatikan konteks kalimat tidak hanya diterapkan dalam menerjemahkan
teks berbahasa Inggris. Dalam menerjemahkan suatu percakapan, memperhatikan
konteks pembicaraan juga sangat dibutuhkan agar dapat menyampaikan inti dari
suatu percakapan berbahasa Inggris dengan baik dan benar.

3.2 Saran

Setelah uraian-uraian diatas disampaikan, diharapkan para pembaca dapat


mengetahui keterkaitan antara pandangan Hans-Georg Gadamer tentang bahasa
dengan penerjemahan bahasa Inggris. Kajian dalam makalah ini belum sempurna
dan belum terlalu mendalam. Demi menambah pengetahuan kita tentang cara
menerjemahkan suatu bahasa asing dengan baik, marilah kita menggali lebih jauh
lagi tentang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan penerjemahan bahasa asing.

Anda mungkin juga menyukai