Anda di halaman 1dari 19

A.

Pengertian Isolasi Sosial


Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes
RI, 2000).
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran,
prestasi, atau kegagalan.(Balitbang, 2007).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Klien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Deden dan Rusdi, 2013).
B. Rentang Respon Isolasi Sosial
Rentang respon berhubungan dapat berfluktuasi dari respons berhubungan
adaptif sampai maladaptif.
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri/solitude Merasa sendiri Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Bekerja sama Tergantung Narsisme
Saling tergantung
(interdependen).
1) Respon Adaptif
Respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat di
terima oleh norma-norma sosial dan budaya yang umum berlaku (masih
dalam batas normal), meliputi:
a. Menyendiri/solitude
Respon seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosial dan juga suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah berikutnya.

1
b. Otonomi
Kemampuang individu menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja Sama
Kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk
saling member dan menerima.
d. Saling Tergantung (interdependen)
Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
2) Gangguan Hubungan Sosial
a. Menarik diri: menemukan kesulitan dalam membina hubungan
dengan orang lain.
b. Dependen: sangat bergantung pada orang lain sehingga individu
mengalami kegagallan dalam mengembangkan rasa percaya diri.
3) Respon Maladaptif
Respon individu dalam penyelesaianmasalah menyimpang dari
norma-norma sosial dan budaya lingkungannya, meliputi:
a. Manipulasi
Orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada
masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi
pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
b. Implusif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, dan tidak dapaat diandalkan.
c. Narkisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu,
marah jika orang lain tidak mendukung (Deden Dermawan Rusdi,
2013).

2
C. Faktor Predisposisi
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan
yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu
suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang
saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi
dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di
luar keluarga.
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan
sosial. Hal ini di sebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh
keluarga, dimana setiap anggota yang tidak produktif seperti usia lanjut,
penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan
sosialnya.
d. Faktor Biologis
Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan
sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah
dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti
atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel.
D. Faktor Presipitasi
a. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.

3
b. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas
atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya.
E. Maniferstasi Klinis
Gejala subjektif :
1) Klien menceritakan perasaan 5) Klien merasa bosan dan
kesepian atau ditolak oleh orang lambat menghabiskan waktu
lain 6) Klien tidak mampu
2) Klien merasa tidak aman berada berkonsentrasi dan membuat
dengan orang lain keputusan
3) Respons verbal kurang dan 7) Klien merasa tidak berguna
sangat singkat 8) Klien tidak yakin dapat
4) Klien mengatakan hubungan melangsungkan hidup
yang tidak berarti dengan orang 9) Klien merasa ditolak
lain

Gejala Objektif :
1) Klien banyak diam dan tidak mau 10) Tidak merawat diri dan tidak
bicara memperhatiakn kebersihan diri
2) Tidak mengikuti kegiatan 11) Mengisolasi diri
3) Banyak berdiam diri di kamar 12) Tidak atau kurang sadar
4) Klien menyendiri dan tidak mau terhadap lingkungan
berinteraksi dengan orang yang sekitarnya
terdekat 13) Masukan makanan dan
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar minuman terganggu
dan dangkal 14) Retensi urin dan feses
6) Kontak mata kurang 15) Aktivitas menurun
7) Kurang spontan 16) Kurang energi (tenaga)
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan) 17) Rendah diri
9) Ekspresi wajah kurang berseri

4
18) Postur tubuh berubah, 19) (khususnya pada posisi tidur)
misalnya sikap fetus/janin
Menurut Budi Anna Keliat (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
1) Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2) Menghindar dari orang lain (menyendiri).
3) Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain/perawat.
4) Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
5) Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
6) Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
8) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi).
9) Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri).
10) Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
11) Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
12) Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
Perilaku
Perilaku pada klien gangguan sosial menarik diri yaitu: kurang sopan,
apatis, sedih, afek tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun,
menyendiri, kurang peka terhadap lingkungan, kurang energi, harga diri
rendah dan sikap tidur seperti janin saat tidur.
Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak
mempercayai orang lain, sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoid.
Kemudian perilaku pada klien dengan gangguan sosial manipulasi
adalah kurang asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga diri rendah,
dan sangat tergantung pada orang lain (Sujono Riyadi dan Teguh Purwanto,
2009).

5
F. Psikodinamika
1. Etiologi
1) Faktor Predisposisi
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini
tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial
yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori
ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga
yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar
keluarga.
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Hal ini di sebabkan oleh norma-norma yang salah
dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota yang tidak produktif
seperti usia lanjut, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan
dari lingkungan sosialnya.
d. Faktor Biologis
Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang
mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang
abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan
bentuk sel-sel.

6
2) Faktor Presipitasi
a. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat
ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya (Ade
Herman Surya Direja, 2011).
2. Proses Terjadinya Masalah Isolasi Sosial

Menurut Stuart and Sundeen (1998), salah satu gangguan berhubungan


sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi sosial yang disebabkan
oleh perasaan tidak berharga, yang bisa dialami klien dengan latar
belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan
kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu
serta tingkah laku primitif antara lain pembicaraan yang autistik dan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut
menjadi halusinasi (Ernawati Dalami dkk, 2009).
Pattern of Parenting Inefectieve coping Lack of Develop Stressor internal
(Pola Asuh Keluarga) (Koping individu ment Task and external
tidak efektif) (Gangguan Tugas (stress internal
Perkembangan) dan eksternal)
Misal : Misal : Misal : Misal :
Pada anak yang Saat individu Kegagalan Stress terjadi
kelahirannya tidak menghadapi menjalin hubungan akibat ansietas

7
dikehendaki kegagalan intim dengan yang
(unwanted child) mengalahkan sesame jenis atau berkepanjangan
akibat kegagalan KB, orang lain, lawan jenis, tidak dan terjadi
hamil diluar nikah, ketidakberdayaan mampu mandiri bersamaan dengan
jenis kelamin yang mengangkat tidak keterbatasan
tidak diinginkan, mampu kemampuan
bentuk fisik kurang menghadapi individu untuk
menawan kenyataan dan mengatasi.
menyebabkan menarik diri dari Ansietas terjadi
keluarga lingkungan. akibat berpisah
mengeluarkan dengan orang
komentar-komentar terdekat, hilang
negative, pekerjaan atau
merendahkan, orang yang
menyalahkan anak dicintai.

Harga Diri Rendah Kronis

Isolasi Sosial
(Iyus Yosep, 2007).
3. Komplikasi Isolasi Sosial
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan
dan tingkah laku masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang
autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga
berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi,
mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan
aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri.
G. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut

8
berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gail, W Stuart
2006).
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial antara
lain proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan
dengan gangguan kepribadian ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi,
isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyeksi.
H. Sumber koping
Menurut Gail W. Stuart 2006, sumber koping berhubungan dengan respon
sosial mal-adaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan
teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, music atau
tulisan (Ernawati Dalami dkk, 2009).
I. Penatalaksanaan Umum
1) Terapi Farmakologi (Obat Anti Psikotik)
a. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma
sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental:
waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak
mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung), gangguan ekstra piramidal (distonia akut,
akatshia, sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan
endokrin, metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk
pemakaian jangka panjang.
b. Haloperidol (HLD)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari –hari.

9
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik
(hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi
dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler
meninggi, gangguan irama jantung).
c. Trihexy phenidyl (THP)
Indikasi: Segala jenis penyakit parkinson, termasuk paska ensepalitis
dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan
fenotiazine.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik
(hypertensi, anti kolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi
dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra oluker
meninggi, gangguan irama jantung)
2) Terapi Non-Farmakologi
a. Electro Convulsive Therapi
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan
Elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy
shock listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk
terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri
pada dosis terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang
neurologist italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun 1930.
Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap
tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat
memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15 detik.
Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan
kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti dari
kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan
memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat
meningkatkan kadar serum Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF)
pada pasien depresi yang tidak responsive terhadap terapi farmakolo gis.
b. Terapi Kelompok

10
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan
sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain
yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas
kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberi stimulus bagi klien
dengan ganggua interpersonal.
c. Terapi Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek
lingkungan harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk
menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat
dengan stimulus psikologi seseorang yang akan berdampak pada
kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik
pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang (Deden
Dermawan danRusdi, 2013).
J. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial: menarik diri

11
K. Fokus Intervensi
TGL DX PERENCANAAN
TUJUAN KRITERIA INTERVENSI
EVALUASI
1 2 3 4 5
Isolasi Sosial Pasien mampu: Setelah ..... jam SP.1 (Tgl......)
 Menyadari penyebab pertemuan pasien  Identifikasi
penyebab
isolasi sosial mampu: - Siapa yang satu
rumah dengan
 Berinteraksi dengan  Membina hubungan pasien?
orang lain saling percaya - Siapa yang dekat
dengan pasien?
 Menyadari penyebab Apa sebabnya?
isolasi sosial, - Siapa yang tidak
dekat dengan
keuntungan dan
pasien, apa
kerugian berinteraksi sebabnya?
 Tanyakan
dengan orang lain
keuntungan
 Melakukan interaksi berinteraksi dan
kerugian
dengan orang lain berinteraksi
secara bertahap. dengan orang lain
- Tanyakan

12
pendapat pasien
tentang kebiasaan
berinteraksi
dengan orang lain
- Tanyakan apa
yang
menyebabkan
pasien tidak ingin
berinteraksi
dengan orang lain
- Diskusikan
keuntungan bila
pasien memiliki
banyak teman
dan bergaul akrab
dengan mereka
- Diskusikan
kerugian bila
pasien hanya
mengurung diri
dan tidak bergaul
dengan orang lain
- Jelaskan
pengaruh isolasi
sosial terhadap
kesehatan fisik
pasien
 Latih berkenalan

13
- Jelaskan kepada
klien cara
berinteraksi
dengan orang
lain
- Berikan contoh
cara berinteraksi
dengan orang
lain
- Beri kesempatan
pasien
mempraktekan
cara breinteraksi
dengan orang
lain yang
dilakukan di
hadapan perawat
- Mulailah bantu
pasien
berinteraksi
dengan satu
orang
teman/anggota
keluarga
- Bila pasien
sudah
menunjukan
kemajuan

14
tingkatkan
jumlah interaksi
dengan 2,3,4
orang dan
seterusnya
- Beri pujian untuk
setiap kemajuan
interaksi yang
telah dilakukan
oleh pasien
-Siap
mendengarkan
ekspresi
perasaan pasien
setelah
berinteraksi
dengan orang
lain. Mungkin
pasien akan
mengungkapkan
keberhasilan
atau
kegagalannya,
beri dorongan
terus menerus
agar pasien tetap
semangat
meningkatkan

15
interaksinya.
 Masukan jadwal
kegiatan pasien
SP.2 (Tgl...........)
 Evaluasi SP.1
 Latih
berhubungan
sosial secara
bertahap
 Masukan dalam
jadwal kegiatan
pasien
SP.3 (Tgl..........)
 Evaluasi SP.1 dan
2
 Latih cara
berkenalan
dengan 2 orang
atau lebih
 Masukan jadwal
kegiatan pasien

Keluarga Mampu: Setelah……pertemuan SP.1 (Tgl……………)


merawat pasien isolasi keluarga mampu  Identifikasi masalah
yang dihadapi
sosial dirumah menjelaskan tentang: keluarga dalam
merawat pasien
 Masalah isolasi
 Penjelasan isolasi

16
sosial dan
sosial
dampaknya pada  Cara merawat
pasien isolasi sosial
pasien  Latih (simulasi)
 Penyebab isolasi  RTL
keluarga/jadwal
sosial keluarga untuk
merawat pasien
 Sikap keluarga untuk
membantu pasien
mengatasi isolasi
sosialnya
 Pengobatan yang
berkelanjutan dan
mencegah putus obat
 Tempat rujukan dan
fasilitas kesehatan
yang tersedia bagi
pasien
SP.2 (Tgl........)
 Evaluasi SP.1
 Latih (langsung ke
pasien)

17
 RTL
keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
SP.3 (Tgl.........)
 Evaluasi SP.1 dan 2
 Latih (langsung ke
pasien)
 RTL
keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
SP.4 (Tgl........)
 Evaluasi
kemampuan
keluarga
 Evaluasi
kemampuan pasien
 Rencana tindak
lanjut keluarga:
- Follow up
- Rujukan

18
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, Gail.W.2007. Buku saku Keperawatan jiwa. edisi V. Jakarta: EGC.
Yosep I. 2010. Keperawatan jiwa bandung: Refia Aditama
Keliat, budi anna. (2011). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: buku
kedokteran EGC
Dalami, Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Cv.Trans info Media: Jakarta
Direja, A .2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha medika: Yogyakarta

19

Anda mungkin juga menyukai